Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yag telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Text Book
Reading yang berjudul TATA LAKSANA MIGRAIN.
Adapun referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program
profesi kedokteran di bagian Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Dalam
penulisan dan penyusunan TBR ini penulis banyak di bantu olah berbagai pihak baik langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Bambang Sri Dyatmoko, Sp.S yang telah membimbing penulis dalam pembuatan
TBR ini.
Penulis sadar bahwa penulisan TBR ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis
menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan TBR ini.
Akhir kata penulis berharap agar TBR ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Penulis
Page 1
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang pasien saat
berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan biasanya di kemukakan secara
samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk keluhan atau gejala yang pada umumnya masih
dianggap ringan dan tidak di tanggapi secara tepat.(1,2,3)
Page 2
Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis. Untuk sakit
kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di diagnosa karena pada pasien
akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya bila
sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk
mencai tahu penyebabnya.
Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh Galen pada
tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut hernicrania, dari istilah
tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat ini.
Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain. Migrain adalh
sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain merupakan salah satu sakit kepala
dengan gejala yang cukup berat dan berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala
( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga
merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien
merasakan sakit kepala migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan semacam aura ( gejala
peringatan akan timbulnya migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut. (1,2,3)
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan memahami lebih jauh tentang migrain terutama definisi,
etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
pencegahan.
2. Agar mampu melakukan diagnostik dan tindakan yang tepat pada kasus migrain.
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Secara umum migrain merupakan nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan
nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang-
berat , di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, photofobia dan fonofobia.
Migrain termasuk salah satu jenis nyeri kepala primer. (1,2,3)
Menurut Blau, Migren di definisikan sebagai nyeri kepala yang berulang-ulang dan
berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan
dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau kedua-duanya
Migrain bukan penyakit yang boleh dianggap enteng. Penyakit ini menyerang saraf
dikepala yang menyebabkan sakit kepala yang parah sehingga dapat membuat orang menjadi
lemah.
2. EPIDEMIOLOGI
Menurut Nurpin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang
paling sering dialami. Hasil penelitian yang di lakukan oleh Lipton, steward dan korff (1997),
migrain mengenai hampir 30 juta oarng di amerika serikat. Setelah itu The American Migrain
Page 4
Study II dengan melakukan survey terhadap 20.000 rumah tangga. Studi replikasi yang baru ini
memperlihatkan bahwa selama dekade terakhir, prevalensi dan distribusi migrain tetap stabil.
Prevalensi Migrain adalah :
18.2% wanita
6,5& laki-laki
Sebelum usia 12 tahun, migrain lebih sering pada anak laki-laki di banding anak
perempuan.
Setelah pubertas, migen semakin sering dijumpai pada anak perempuan di banding anak
laki-laki
Pada usia 20 tahun rasio migren pada perempuan terhadap laki-laki adalah sekitar 2:1
(1,2,3)
3. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum di ketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, di duga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensivitas sistem saraf da aktivasi sistem trigeminal-
vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kapala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu : (1,2,3)
1. Menstruasi biasanya pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya (perubahan
hormonal)
2. Stress dan kecemasan
3. Terlambat makan
4. Makanan dan minuman, seperti : alkohol, coklat, susu, kejua dan buah-buahan.
5. Cahaya kilat atau berkedip
6. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah
7. Psikis baik pada peristiwa duka maupun peristiwa bahagia.
8. Banyak tidur atau kurang tidur
9. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik
10. Faktor herediter
11. Faktor kepribadian.
4. PATOFISOLOGI
Dulu migran oleh Wolff di sangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular).
Sekarang di perkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan keianan di pembuluh darah sekunder.
Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang : (2,4)
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression
dari Leao)
Teori depresi yang meluas leao (1944), dapat menerangkan timbulnya aura
pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan
bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap semacam rangsang lokal
pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang
Page 5
menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan
meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam
air. Kecepatan perjalanannya di perkirakan 2-5 mm/menit dan di dahului oleh fase
rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan
aura pada migren klasik.
Percobaan ini di tunjang oleh penemuan Oleson, larsen dan Lauritzen (1981).
Dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren
klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran
darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama
seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan
aliran darah otak regional yang meluas kedepan adalah akibat dari depresi yang
meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan bianatang leao dan migren klinikal,
akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tidak ada fase vase
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gajala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan
aliran darah memberikan kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan
kelainan vaskular adalah sekunder.
2. Sistem Trigemino-Vaskular(2,4)
Pembuluh darah di otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung,
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin gene related paptid (CGRP). Ini
semua berasal dari gangglion nervus trigeminus sesisi. SP, NKA, dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh
serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan
rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesrisi.
Seperti di ketahui, waktu serangan migren, kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin
bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan
pelabaran pembuluh darah. Obat-obat anti serotonin misalnya cyproheptadine
(Periactin®) dan Pizotefin (Sandomigran® ,Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk
mencegah migren.
Page 6
3. Inti-Inti Saraf Di Batang Otak(2,4)
Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus serules mempunyai
hubungan dengan reseptorreseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan
pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang
letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu
terdapat penekanan reseptor reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum
tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam
otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar
dan berdenyut.
Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan
faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional
maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah
jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan
penyawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang kurang menyenangkan . faktor intrinsik, misalnya perubahan
hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus
haid. Di katakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya di dapat pada 3
dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering
memperngaruhi serangan migren.
Sala satu terori lagi mengenai migren adalah teori unifikasi yang di ajukan
oleh Lance (1993), yang melibatkan dua sistem sekaligus; sistem sraf pusat dan
pembuluh darah perifer. Beberapa proses tertentu mencetuskan reaksi pada sistem
noradrenergik (NA) batang otak melalui locus coeruleus (LC) dan sistem serotonergik
(5-HT) melalui nukleus rafe dorsalis (RN) dan sistem trigeminovaskular. Reaksi-
reaski tersebut mungkin menginduksi dilatasi arteri dan monostomosa arterivenosa
pada sirkulasi kranial (dural dan kulit kepala), dan selanjutnya menstimulasi impuls
sensorik perivaskuler afferens dari nervus trigeminus (N V) sehingga menimbulkan
nyeri kepala yang sifatnya berdenyut. Selanjutnya inflamasi neurogenik melalui
pelepasan retrograt neuropeptida vasoaktif dan lokal iskemia karena adanya
hubungan arteriovenosa akan meningkatkan sensari nyeri.
Page 7
Mual dan muntah mungkin di sebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin
pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/CTZ). Sedangkan
pacuan dari hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke
korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin meyebabkan
penekanan aliran darah, sehingga timbulnya aura.
5. KLASIFIKASI(2,4,5)
Page 8
Grup A Grup B
1. Nyeri kepala unilateral 1. Terdapat nausea atau vomit
2. Nyeri kepala berdenyut 2. Terdapat fotofobia/fonofobia
3. Nyeri sedang atau berat dan dapat
menghambat/ mambatasi kegiatan
4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin,
seperti membungkuk atau naik tangga
Page 9
Childhood periodic syndromes yang bisa menjadi precursor atau berhubungan
dengan migren
Benign paroxysmal vertigo of childhood
Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul
secara sporadis dalam waktu singkat .
Pemeriksaan neurologis normal
Pemeriksaan EEG normal
Migraine infraction (menggantikan complicated migraine)
Telah memenuhi kriteria migren dengan aura
Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan tetapi
defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada
pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah yang sesuai.
Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.
Aura merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada
saat atau setelah serangan nyeri kepala. (2,4,5)
Serangan migren ada empat fase, antara lain :
1. Fase Prodrome : 1-24 jam, sebelum timbul nyeri kepala, tidak selalu timbul, biasanya
sulit dibedakan menjadi iritabel, hiperaktif atau depresi.
2. Fase aura : berlangsung 0-60 menit, dapat menjelang nyeri kepala atau dengan nyeri
kepala .
3. Fase sefalgia : berlangsung 4-72 jam, biasnya 60% unilateral, dan dapat pindah kesisi
lainnya. Nyeri kepala Bilateral tidak dapat menyingkirkan diagnosa migren
4. Fase postdrome : pasca gejala nyeri kepala, berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari.
6. PENATALAKSANAAN (3,6,8,9)
Page 10
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok
yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi
nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan
pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan
disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis
migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.
Kelelahan
Kadar estrogen yang berfluktuasi atau dapat dilakukan dengan menghentikan pil
KB atau obat-obat pengganti estrogen
Diet
Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik,
berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus
gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara
Page 11
menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari
makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain,
karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur
merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari
(coklat, keju).
1. Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang
dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang
hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi
memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas
nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk
dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.
Diklofenak.
Page 12
Ketorolak.
Ketoprofen.
Indometasin.
Ibuprofen.
Naproksen.
Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi
antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan
dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah
diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada
umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin
dihambat.
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat
harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif
dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS
setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
Page 13
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai
berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini,
walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral
dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada
migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau
memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus
diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-
hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin
biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu.
Sumatriptan 6 mg SC
Rizatriptan 10 mg oral
Page 14
Eletriptan 80 mg oral
Zolmitriptan 5 mg oral
Eletriptan 40 mg oral
Sumatriptan 20 mg intranasal
Sumatriptan 50 mg oral
Eletriptan 20 mg oral
2. Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau
jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala
dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif
jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam
jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya
diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
Indikasi:
Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap
terapi abortif.
Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut
menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek
antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat
yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan
pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain.
Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun
(kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada
bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness
muncul lagi setelah terapi dihentikan.
Page 16
Amitriptilin 10-200 mg/ hari
3. Terapi nonfarmaka
Page 17
Page 18
ALOGORITMA PENANGANAN STATUS MIGREN
(Menurut STANDAR PELAYANAN MEDIS & STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ) (3)
BAB III
PENUTUP
Page 19
1. Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan
karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang
beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
2. Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
Terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif
(terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.
4. Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan dalam pemberian terapi
farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat diberikan pada migren dan kapan serta
lama pemberiannya.
Page 20
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar,
Edisi 12. Dian Rakyat
2. Sylvia.A.Price & Lorraine M. Wilson.Patofisiologi , edisi 6 jilid 2 EGC
3. Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. 2006, Buku Pedoman Standar Pelayanan
medik (SPM) & Standar Operasional (SPO)
4. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
8. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan
Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2
9. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.
Page 21