Anda di halaman 1dari 4

A.

Interferensi

Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich
untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adany
a persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh p
enutur yang bilingual. Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam meng
gunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan kla
usa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai per
istiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998:160) int
erferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu ata
u dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.

Bertolak dari pendapat para ahli mengenai pengertian interferensi di atas, dapat disim
pulkan bahwa.
1. kontak bahasa menimbulkan gejala interferensi dalam tuturan dwibahasawan.
interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain
2. unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang lain dapat menimbulk
an dampak negatif, dan
3. interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan ruang gerakn
ya dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole (speech).

Interferensi berbeda dengan integrasi. Integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang
digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa te
rsebut, serta tidak dianggap sebagai unsur pinjaman atau pungutan (Chaer dan Agust
ina 1995:168). Senada dengan itu, Jendra (1991:115) menyatakan bahwa dalam proses i
ntegrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah bahasa penye
rapnya, sehingga tidak terasa lagi sifat keasingannya. Dalam hal ini, jika suatu unsur se
rapan (interferensi) sudah dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatak
an bahwa unsur itu sudah terintegrasi. Jika unsur tersebut belum tercantum dalam ka
mus bahasa penerima, berarti bahasa tersebut belum terintegrasi.

Interferensi dalam bidang fonologi


Contoh : jika penutur bahasa Jawa mengucapkan kata-kata berupa nama tempat yang
berawal bunyi /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata Bandung, Deli, Gombong, dan
Jambi. Seringkali orang Jawa mengucapkannya dengan /mBandung/, /nDeli/,/nJambi
/, dan /nGgombong/.

Interferensi dalam bidang morfologi

Interferensi morfologi dipandang oleh para ahli bahasa sebagai interferensi yang palin
g banyak terjadi.Interferensi ini terjadi dalam pembentuka kata dengan menyerap afik
s-afiks bahasa lain. Misalnya kalau sering kali kita mendengar ada kata kepukul, ketabr
ak, kebesaran, kekecilan, kemahalan, sungguhan, bubaran, duaan. Bentuk-bentuk ters
ebut dikatakan sebagai bentuk interferensi karena bentuk-bentuk tersebut sebenarnya
ada bentuk yang benar, yaitu terpukul, tertabrak, terlalu besar, terlalu kecil, terlalu ma
hal, kesungguhan, berpisah (bubar), dan berdua.Berdasarkan data-data di atas jelas b
ahwa proses pembentukan kata yang disebut interferensi morfologi tersebut mempun
yai bentuk dasar berupa kosa kata bahasa Indonesia dengan afiks-sfiks dari bahasa da
erah atau bahasa asing.

Interferensi dalam bentuk kalimat

Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu dihindari karena pol
a struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya ay
ahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh say
a, atau Hal itu saya telah katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut merupakan ben
tuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih
gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu telah saya
makan, dan Hal itu telah saya katakan kepadamu kemarin.Terjadinya penyimpangan t
ersebut disebabkan karena ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya: Omahe
bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku, dan seterusnya

Interferensi Semantik
Berdasarkan bahasa resipien (penyerap) interferensi semantis dapat dibedakan menja
di,

Jika interferensi terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta nam
anya dari bahasa lain, yang disebut sebagai perluasan (ekspansif). Contohnya kata de
mokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
Yang perlu mendapat perhatian, interferensi harus dibedakan dengan alih kode dan c
ampur kode. Alih kode menurut Chaer dan Agustina (1995:158) adalah peristiwa peng
gantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab
tertentu, dan dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, campur kode adalah pemakai
an dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dala
m bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam sosiolinguist
ik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian ole
h seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih dari satu bahasa. Penye
bab terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa
tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi
terjadi dalam penggunaan bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah bahasa
pertama atau bahasa ibu

B. Integrasi

Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah merupa
kan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya (Kridalaksana: 1993:84).
Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa ke dalam bahasa
lain.

Oleh sebagian sosiolinguis, masalah integrasi merupakan masalah yang sulit dibedaka
n dari interferensi. Chair dan Agustina (1995:168) mengacu pada pendapat Mackey, m
enyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam ba
hasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa tersebut. Tidak diangg
ap lagi sebagai unsur pinjaman atau pungutan.
Weinrich (1970:11) mengemukakan bahwa jika suatu unsur interferensi terjadi secara b
erulang-ulang dalam tuturan seseorang atau sekelompok orang sehingga semakin la
ma unsur itu semakin diterima sebagai bagian dari sistem bahasa mereka, maka terja
dilah integrasi. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa interferensi masih dalam pro
ses, sedangkan integrasi sudah menetap dan diakui sebagai bagian dari bahasa pener
ima.

Berkaitan dengan hal tersebut, ukuran yang digunakan untuk menentukan keintegrasi
an suatu unsur serapan adalah kamus. Dalam hal ini, jika suatu unsur serapan atau int
erferensi sudah dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatakan unsur it
u sudah terintegrasi. Sebaliknya, jika unsur tersebut belum tercantum dalam kamus ba
hasa penerima unsur itu belum terintegrasi.

Dalam proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah
bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi keasingannya. Penyesuaian bentuk u
nsur integrasi itu tidak selamanya terjadi begitu cepat, bisa saja berlangsung agak lam
a. Proses penyesuaian unsur integrasi akan lebih cepat apabila bahasa sumber dengan
bahasa penyerapnya memiliki banyak persamaan dibandingkan unsur serapan yang b
erasal dari bahasa sumber yang sangat berbeda sistem dan kaidah-kaidahnya. Cepat l
ambatnya unsur serapan itu menyesuaikan diri terikat pula pada segi kadar kebutuhan
bahasa penyerapnya. Sikap penutur bahasa penyerap merupakan faktor kunci dalam
kaitan penyesuaian bentuk serapan itu. Jangka waktu penyesuaian unsur integrasi ter
gantung pada tiga faktor antara lain (1) perbedaan dan persamaan sistem bahasa sum
ber dengan bahasa penyerapnya, (2) unsur serapan itu sendiri, apakah sangat dibutuh
kan atau hanya sekedarnya sebagai pelengkap, dan (3) sikap bahasa pada penutur ba
hasa penyerapnya.

Anda mungkin juga menyukai