Anda di halaman 1dari 15

49

BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 Analisa Kasus


Tn. AF, seorang laki-laki, berusia 20 tahun, datang ke UGD pada
tanggal 26 Februari 2008, post kecelakaan lalu lintas. Saat datang di UGD
pasien dalam keadaan kesakitan, compos mentis dengan fraktur femur
sinistra tertutup. Hal tersebut sesuai dengan teori, berdasarkan penyebab
terjadinya fraktur femur, dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan besar
energi penyebab trauma, antara lain: High energy trauma atau trauma
karena energi yang cukup besar, jenis kecelakaan yang menyebabkan
terjadinya fraktur jenis ini antara lain adalah trauma kecelakaan bermotor
(kecelakaan sepeda motor, kecelakaan mobil, pesawat jatuh, dsb), olahraga
yang berkaitan dengan kecepatan seperti misalnya: ski, sepeda balap, naik
gunung; jatuh, jatuh dari tempat tinggi; serta luka tembak.4
Di UGD dilakukan skin traksi oleh bedah orthopedi dan dipindahkan
ke bangsal untuk persiapan operasi. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana
telah dilakukan penanganan fraktur secara konservatif dapat berupa reduksi
tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi: dilakukan
dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang dan reduksi tertutup
dengan traksi kontinu dan counter traksi. Indikasi: bila reduksi tertutup
dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan, mencegah
tindakan operatif, terdapat angulasi, overriding, dan rotasi yang beresiko
menimbulkan penyembuhan tulang abnormal, fraktur yang tidak stabil pada
tulang panjang dan vertebra servikalis, fraktur femur pada anak mupun
dewasa . Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi
menetap, traksi tulang serta traksi berimbang dan traksi sliding.2

49
50

LAPORAN ICU
Hari Ke 0 Tanggal 27-2-2008 Pukul 21.00
Pemeriksaan Fisik:
KU: lemah, penurunan kesadaran
B1: Terpasang NRM O2 10 l/mnt, Rh +/+, Wh -/-, RR:
B2: T: 150/66 (85) N: 148 x/m, Sat: 60%
B3: GCS E4V4M6, pupil isokor  3mm/3mm, RC+/+
B4: urine output ± 500 cc, kurang jernih
B5: Abdomen datar, lembut
B6: Udem (-)
Hal ini sesuai dengan teori bahwa penanganan klinis mempunyai
tahap yang menggunakan prosedur 6B, yaitu : a) Breathing Perhatikan
adanya frekuensi dan jenis pernafasan, pembebasan obstruksi jalan nafas,
oksigenasi yang cukup, atau adanya hiperventilasi jika diperlukan. b) Blood
Pada pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium seperti Hb
dan leukosit. c) Brain Langkah awal penilaian ditentukan pada respon mata,
motorik, dan verbal (GCS). Ketika memburuk perlu pemeriksaan keadaan
pupil serta gerakan bola mata. d) Bladder Kandung kemih segera
dikosongkan dengan pemasangan kateter. e) Bowel Usus yang penuh
cenderung akan meningkatkan tekanan intrakranial dan pemeriksaan f)
Bone (tulang kerangka) dilihat fungsi motorik, fungsi persendian, fraktur,
malformasi reflex. Pada pasien TD: 150/66 mmHg, terjadi peningkatan
tekanan darah, hal tersebut sesuai dengan teori dimana tekanan darah
normal menurut JNC VII <120/80 mmHg. Seseorang dikatakan hipertensi
apabila dilakukan pemeriksaan lebih dari 2 kali terjadi peningkatan tekanan
darah. Pada pasien terdapat ronkhi pada auskultasi yang merupakan salah
satu manifestasi klinis dari FES. Menurut teori, auskultasi pada lapangan
paru menunjukkan rales, ronkhi dan wheezing yang difus dan terkadang
pleural friction rub juga terdengar. FES banyak terjadi pada fraktur tulang
panjang.
51

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil: AL: 26,9, Na: 135,


AE: 3,76, K: 4,7, HB: 11,4, Cl: 102, HT: 31,7, Glu: 197, AT: 257, Ca: 2,01,
PPT: 15,2, INR: 1,25, K: 14,7, APTT: 31,2, K: 34,4, AGD (23:14),
pH:7,203, HCO3: 23,1, pCO2: 60,7, BE: -5,6, pO2: 56,3, AaDO2: 592,4,
Sat:78,2, Fibrinogen:5995, D.Dimen: 300.
Dari hasil laboratorium diatas, didapatkan pasien mengalami
leukositosis yang terjadi akibat proses infeksi dan inflamasi. Selain itu,
pasien juga mengalami asidosis respiratorik yang ditandai oleh, penurunan
ph gas darah dan peningkatan PaCO2. Hal tersebut sesuai dengan teori
Asidosis respiratorik didefinisikan sebagai peningkatan primer PaCO2.
Peningkatan ini mendorong reaksi H2O + CO2 ↔ H2CO3 ↔ H + + HCO3-
ke kanan, mengarah ke peningkatan [H+] dan penurunan pH arteri. Untuk
alasan yang dijelaskan di atas, [HCO3-] sedikit terpengaruh. PaCO2
mewakili keseimbangan antara produksi CO2 dan eliminasi CO2. CO2
adalah produk sampingan dari metabolisme lemak dan karbohidrat — dan
aktivitas otot, suhu tubuh, dan aktivitas hormon tiroid semuanya dapat
memiliki pengaruh besar produksi CO2. Karena produksi CO2 tidak cukup
bervariasi di bawah sebagian besar keadaan, asidosis respiratorik biasanya
merupakan hasil dari alveolar hipoventilasi. Pada pasien dengan kapasitas
terbatas meningkat. Namun demikian, ventilasi alveolar, peningkatan
produksi CO2 dapat menjadi asidosis respiratorik. Respons kompensasi
pada asidosis repiratorik yang berlangsung akut (6-12 jam) pada PaCO2
terbatas. Buffering terutama disediakan oleh hemoglobin dan pertukaran
ekstraseluler H+ untuk Na+ dan K+ dari tulang dan kompartemen cairan
intraseluler. Respons ginjal untuk mempertahankan lebih banyak bikarbonat
sangat akut terbatas. Akibatnya, plasma [HCO3-] hanya meningkat sekitar 1
mEq / L untuk setiap 10 mmHg peningkatan PaCO2 di atas 40 mmHg.7
Pada pasien ini juga terjadi peningkatan fibrinogen dan D Dimen. Hal
tersebut sesuai dengan teori, dimana fibronogen dan D Dimen akan
meningkat salah satunya pada pasien dengan kasus infeksi dan trauma.11
52

Assessment pada pasien ini adalah Femur (S) tertutup dengan


penurunan kesadaran dan susp. F.E.S. Hal tersebut sesuai dengan teori
dimana, fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang
bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena
itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada
femur. Insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa
penduduk setiap tahunnya. Kebanyakan penderita berusia produktif antara
25 – 65 tahun, laki-laki lebih banyak menderita terutama pada usia 30
tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baik akibat kecelakaan ketika
mengendarai mobil, sepeda motor, dan kecelakaan ketika rekreasi.1
Sedangkan FES fulminan akut, terjadi pada pasien dengan mutipel trauma
dan ditandai dengan insufisiensi pernapasan, cor pulmonale, koma, dan
kematian. Sevitt mendapatkan 100 pasien dengan FES, 25 pasien gejala
berkembang dalam 12 jam pertama setelah cidera, 75 pasien menunjukkan
gejala dalam 36 jam, dan 85 pasien menunjukkan gejala klinis FES yang
jelas 48 setelahnya. Beberapa karakteristik khusus dari emboli lemak bisa
membantu diagnosis dini. Gejala klinis insufiensi respirasi ada pada
75% pasien, dan lebih dari 90% terdapat arterial hipoksemia.
Onsetnya selalu mendadak, ditandai dengan sesak napas, gelisah, agitasi,
dan disorientasi. Pasien mungkin agresif dan sulit untuk ditangani. Mereka
sering hiperdinamik, takipneu, dan kadang sianotik. Demam selalu
ditemukan, menurut Muller dan kawan kawan, hal ini merupakan akibat
langsung dari pupura di cerebri dengan dekompensasi pusat termoregulator.
Auskultasi pada lapangan paru menunjukkan rales, ronkhi dan wheezing
yang difus dan terkadang pleural friction rub juga terdengar. Sementara
kebanyakan pasien dengan FES adalah korban trauma atau yang telah
menjalani operasi ortopedik. Hal ini telah dilaporkan kurang dari 3,5%
pasien dengan fraktur tulang panjang dan kurang dari 10% pasien dengan
bilateral atau multipel fraktur.7
53

Pada pasien dilakukan stabilisasi hemodinamik dengan intubasi dan


dihubungkan dengan ventilator pada pukul 21.00 WIB. Adapun indikasi
intubasi trakhea sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai
berikut:8 Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun. Kelainan anatomi,
bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan nafas dan lain-
lain serta mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya saat
resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi
jangka panjang. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. Hipoksemia
refrakter sering mengharuskan untuk intubasi dan memulai ventilasi
mekanik dan positive end expiratory pressure (PEEP).
Pada pasein juga diberikan obat terfacef 2x1 gr. Terfacef merukan
merk dagang dari ceftriaxone. Ceftriaxone merupakan cephalosporin
spektrum luas semisintetik yang diberikansecara IV atau IM. Kadar plasma
rata-rata cetriaxone setelah pemberian secaratunggal infus intravena 0,5;1
atau 2 gr dalam waktu 30 menit dan IM sebesar 0,5 atau1 g pada orang
dewasa, Ceftriaxone diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan kadar
plasma maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian. Dosis
multipel IV atau IMdengan interval waktu 12-24 jam, dengan dosis 0,5-2g
menghasilkan akumulasisebesar 15-36 % diatas nilai dosis tunggal.

Hari Ke 1 Tanggal 28-2-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU:Tersedasi dengan atrakrium dan pavulon
A: Terpasang ET No.7,5, clear
B: Terpasang ventilator
SCMV: 15
PEEP: 10
TV: 450
FiO2: 100%
C: T: 140/88 (86), N:110 x/mnt, Sat:100%
D: Tersedasi
54

Pada pasien terpasang ET No. 7,5. Hal tersebut sesuai dengan teori,
pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk
laki-laki berkisar 7,5 – 8,5 mm dan perempuan 7,0 – 7,5 mm. Untuk
intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm.8
Pada pasien terpasang ETT dengan ventilator. Hal tersebut sesuai
dengan teori dimana pada fase asidosis respiratorik yang akut intubasi
endotrakeal dan bantuan ventilator dapat dilakukan.

Pada pasien didapatkan hasil laboratorium Laboratorium:


AL: 18,9, TP: 61, AE: 3,59, Alb: 3,11, HB: 10,7, BUN: HT: 32,2, Creat:
1,93, AT: 199, Glu: 140, Na: 139, K: 4,45, CL: 105, PPT: 15,2, INR: 1,25,
K: 14,7, APTT: 31,2, K: 34,4, AGD:(10:05)(20:50), FiO2: 100% 100%,
pH: 7,320 7,428, pCO2: 47,2 34,8, pO2: 56,6 114,3, HCO3: 23,6 22,5,
BE: -2,6 -1,2, AaDO2: 601,8 553,6, Sat: 85,3% 98,5%
Berdasarkan hasil laboratorium pasien mengalami penurunan
hemoglobin, dan peningkatan leukosit. Penurunan hemoglobin pada pasien
ini kemungkinan diakibatkan oleh fraktur femur yang menyebabkan
perdarahan.
Foto thoraks didapatkan hasil pulmo dan besar cor normal. Pada
pasien mendapat tambahan terapi berupa Fentanyl 200 ug + ketorolak 60 mg
gtt 3cc/jam. Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik
opioid mekanisme kerja agonis opioid menghasilkan analgesia dengan
berikatan dengan reseptor spesifik-terkait protein G yang berada pada otak
dan korda spinalis yang berperan dalam penyaluran nyeri. Beberapa efek
mungkin diperantarai oleh reseptor opioid di ujung saraf sensorik perifer.
Indikasi penggunaan pada fentanyl yaitu sebagai analgesia, menghilangkan
rasa cemas, dan sedasi. Masa kerja 1-4 jam, toksisitas depresi pernapasan,
konstipasi berat, mudah memicu ketagihan dan kejang. Efek penggunaan
agonis opioid terdapat pada saraf pusat dan saraf perifer. Efek pada saraf
pusat yaitu analgesia, euforia, mengantuk, depresi pernapasan, penekan
batuk, miosis, rigiditas tunkus, mual dan muntah. Efek pada perifer yaitu
55

pada sistem kardiovaskuler tidak memiliki efek langsung pada jantung


selain bradikardia, saluran cerna terdapat reseptor opioid dan efek konstipasi
opioid diperantarai oleh suatu efek pada sistem saraf di usus, opioid
meyebabkan kontraksi otot polos saluran empedu yang menyebabkan kolik
empedu, fungsi ginjal tertekan oleh opioid sehingga berkurangnya aliran
plasma ginjal serta meningkatkan absrobsi natrium di tubulus ginjal, pada
neuroendokrin akan merangsang pelepasan ADH dan menghambat
pengeluaran LH, pada uterus akan memperlama persalinan, dan pruritus.
Dosis tinggi fentanil menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik,
yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi dopaminergik di
striatum. Efek ini di antagonis oleh nalokson. Fentanyl biasanya digunakan
hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca
operasi. Ketorolac merupakan golongan obat analgetika non opioid.
Ketorolak dapat diberikan secara oral, intramuskular atau intravena. Setalah
suntikan intamuskular atau intravena, efek analgesinya dicapai dalam 30
menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan
pengguaan dibatasi untuk 5 hari. Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang
setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi
maksimal 90 mg dan untuk BB <50 kg, manula dan gangguan faal ginjal
dibatasi maksimal 60 mg. Sifat analgesia ketorolac setara dengan opioid,
yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg petidin, sedangkan sifat
analgesia dan inflamasinya rendah. Ketorolak dapat digunakan secara
bersamaan dengan opioid. Cara kerja ketorolak ialah menghambat sintesa
prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di sistem saraf
pusat. Seperti NSAID lain tidak dianjurkan untuk wanita hamil,
menghilangkan nyeri persalinan, wanita sedang menyusui, usia lanjut, anak
usia <4 tahun, gangguan perdarahan dan bedah tonsilektomi.

Hari Ke 2 Tanggal 29-2-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU:lemah
56

A:Terpasang ET No.7,5, clear


B:Terpasang ventilator
SIMV: 10
PS : 8
TV: 500
FiO2: 100%
C:T: 120/50 (74), N:110 x/mnt, S:38,3oC, RR:20x/mnt Sat:100%
D:Tersedasi
Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil:
BUN: 18, PT: 15,2, Creat: 0,9, NR: 1,25, Glu : 114, K: 14,7, Na: 140,
APTT: 31,2, K: 3,4, K: 34,4, CL: 105, CA: 1,94, Fibrinogen: 570, D-Dimer:
500, AGD: (09:09), FiO2: 100%, S: 37,4, pH: 7,391, pCO2: 35,7, pO2: 50,4,
HCO3: 21,3, BE : -3,1, AaDO2: 10, Sat : 85,8%
Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan hasil: post CVC: Pulmo &
besar Cor normal, ujung distal ET di proyeksi setinggi VTh 2, ujung distal
CVC diproyeksi setinggi VTh 6. Katerisasi vena sentral adalah sebuah
kateter yang ditempatkan ke dalam vena besar di leher (vena jugularis
interna atau eksterna), dada (subclavia), lengan (vena basilica), paha (vena
femoralis). Pada pasien di pasang CVC pada dada. Adapun indikasi dari
CVC yaitu: monitor tekanan vena central, pemberian antibiotik intravena
jangka panjang, pemberian nutrisi parenteral jangka panjang, kemoterapi,
transfusi darah berualang, kebutuhan akan akses vena yang berulang atau
terus menerus, dan sebagainya.
Pasien diberikan tatalaksana berupa fighting dan suction+BW
Tindakan: Pavulon 4 mg, PCMV 12, PC 15, PEEP 10, FiO2 70%  Pasang
CVC jam 12:00: 19 cmH2O dan jam 16:00: 16 cmH2O. Diet enteral: diet
cair TKTP 150 cc/2 jam serta cairan parenteral: RL 500.
Pavulon atau pancuronium dapat digunakan dalam anestesi umum
dalam operasi dan untuk relaksasi otot sebagai bantuan untuk intubasi atau
ventilasi tilkolin. Obat ini menghambat reseptor nikotinik asetilkolin di
persimpangan neuromuskuler dengan menghalangi pengikatan fase obat
57

tersebut tidak memiliki efek sedatif atau analgesik. Steroid biskuartener


sintetik ini merupakan obat penyekat neuromuskuler nondepolarisasi beraksi
panjang. Obat ini bertindak dengan berkompetisi untuk reseptor kolinergik
pada lempeng akhiran motorik. Pankuronium berkaitan dengan peningkatan
nadi dapat timbul sebagai akibat aksi vagolitik pada jantung. Peningkatan
tekanan arteri rerata dan curah jantung dapat terjadi melalui aktivasi
susunan saraf simpatik dan inhibisi dari ambilan balik katekolamin. Dengan
infuse yang kontinu (16 jam), pemulihan dapat diperpanjang karena
akumulasi dari metabolit aktif. Jarang terjadi pelepasan histamine. Efek
samping termasuk peningkatan denyut jantung, air liur berlebihan, apnea
dan depresi pernafasan, ruam, kemerahan dan berkeringat. Farmakokinetik :
Awitan aksi : 1-3 menit, efek puncak : 3-5 menit, lama aksi : 40-65 menit.
Pada pasien diberikan cairan RL 500. RL merupakan cairan yang
paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebuuhan volume dalam jumlah
besar.8

Hari Ke 3 Tanggal 01-3-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU: CM
A:Terpasang ET No.7,5, clear
B:Terpasang ventilator
PCMV: 12
PC: 16
PEEP: 10
FiO2: 70%
C:T: 100/50,
N: 90 x/mnt
S: 36,5oC
D:GCS E4VTM6
Pemeriksaan laboratorium: Glu : 128, Na: 141, K: 3,38, CL: 109, CA : 1,91,
AGD: (10:00) FiO2: 100%, S: 36,6oC , pH: 7,435, pCO2: 45, pO2: 185,4,
58

HCO3: 23,1, BE : -0,7, AaDO2 : 0,0, Sat: 99,7%.


Terapi: Obat parenteral: ceftriaxon 2 x 1g, fentanyl continuous, diberikan
diet enteral: cair TKTP 150cc/ 2 jam dan cairan parenteral: RL: 500 cc
Diet enteral: Cair TKTP 150cc/ 2 jam.
Pada pasien ini mengalami penurunan kalium yang menyebabkan
hipokalemia. Pada pasien diberikan cairan RL 500. RL merupakan cairan
yang paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebuuhan volume dalam
jumlah besar. Pasien diberikan tatalaksana antibiotik berupa ceftriaxone.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cefalosporin generasi ketiga.
Cefalosporin generasi ketiga memiliki spektrum luas terhadap bakteri gram
positif dan gram negatif tetapi kurang aktif dibandingkan dengan generasi
pertama terhadap kokus Gram-positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap
Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Pada kasus ini
diberikan anntibiotik yang digunakan bagi penderita yang mengalami
infeksi, dan penggunaannya bersifat empiris. Penggunaan antibiotik secara
empiris adalah pemberian antibiotik pada kasus infeksi yang belum
diketahui jenis kumannya. Antibiotik diberikan berdasar data epidemiologi
kuman yang ada. Hal ini dilakukan karena antibiotik sudah dibutuhkan
namun hasil kultur bakteri belum ada.

Hari Ke 4 Tanggal 02-3-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU: CM
A: Terpasang ET No.7,5, clear
B: Terpasang ventilator
PSIMV: 12
PC : 16
PEEP : 10
FiO2: 70%
C: T: 130/60 (87), N:106 x/mnt, S:38oC,
Sat:100%
59

D: GCS E4VTM6
Pemeriksaan laboratorium: AL: 10,8, Hb: 7,1, HT: 22,9, AT: 222, Glu: 103,
Na: 138, K: 3,45, CL: 108, CA: 1,86, AGD: (10:00) FiO2: 60%, S: 37,4,
pH: 7,391, pCO2: 38,3, pO2: 63,9, HCO3: 22,9 , BE: -2, AaDO2: 239,3, Sat:
92,8%.
Adapun terapi tambahan yang diberikan yaitu: Transfusi PRC 2 kantong.
Pada pasien terjadi penurunan hemoglobin yang termasuk dalam anemia
sedang dan harus mendapatkan transfusi darah. Pada pasien diberikan
transfusi darah berupa PRC. Adapun indikasi dari pemberian PRC yaitu
penggantian sel darah merah pada anemia dan anemia karena perdarahan
akut. Satu unit PRC berisi 240-340 ml dengan Ht 75-80% dan Hb 24 gr/dl.
Untuk kenaikan Hb 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kg atau 1 unit dapat
menaikkan kadar Ht 3-5%. PRC digunakan untuk perdarahan lambat,
anemia atau kelainan jantung.

Hari Ke 5 Tanggal 03-3-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU: CM
A:Terpasang ET No.7,5, clear
B:Terpasang ventilator
PCMV: 12
PC: 12
PEEP: 10
FiO2: 70%
C:T: 130/60 (72), N: 112 x/mnt, Sat: 99%
D:GCS E4VTM6
Pemeriksaan laboratorium: AL: 12,7, Glu: 105, AE: 3,41, Na : 134, Hb: 9,9,
K: 4,23, HT: 30,5, CL: 104, AT: 217, CA: 1,96, AGD: (09:00) FiO2 : 70%,
S : 38oC, pH: 7,376, pCO2: 34,9, pO2: 115,4, HCO3: 19,8, BE: -4,2, AaDO2:
347,6, Sat: 98,1%, CVP (10.30): +18
60

Tatalaksana tambahan pada pasien yaitu: autoekstubasi, tindakan:


reintubasi. Serta pasien menggigil diberikan petidin 25 mg. Menurut teori,
petidin merupakan golongan narkotika yang termasuk dalam anelgetika
yang sangat kuat. Dengan tujuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pethidin
diinjeksikan pelan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, menekan
TD dan nafas, merangsang otot polos. Dari hasil pemeriksaan penunjang
keadaan pasien memungkinkan untuk dilakukan operasi dan dijadwalkan
dilakukan operasi keesokan harinya.

Hari Ke 6 Tanggal 04-3-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU: CM
A: Terpasang ET No.7,5, clear
B: Terpasang ventilator
PSIMV: 10
PC : 12
PEEP : 10
FiO2: 70%
C: T: 105/57 (75), N:92 x/mnt, S:38oC,
Sat:100%
D: GCS E4VTM6
Pemeriksaan Laboratorium: AL: 11,2, AE: 3,34, Hb: 9,5, HT :29,7, AT:
152, Glu : 84 , Na: 138, K: 3,73, CL: 107, CA : 1,97, AGD: (09:00) FiO2:
70%, S: 37,5, pH: 7,390, pCO2 : 30,1, pO2: 177,3, HCO3: 17,8, BE: -5,6,
AaDO2 : 286,3, Sat: 99,5%, CVP (11.00): + 13
Rencana ambil kultur darah, kultur urine, dan urine rutin
Pada pasien sudah mendapatkan transfusi PRC sebanyak 2 kolf dan terjadi
peningkatan Hb dari 7,1 menjadi 9,5. Hal tersebut sesuai teori, adapun
indikasi dari pemberian PRC yaitu penggantian sel darah merah pada
anemia dan anemia karena perdarahan akut. Satu unit PRC berisi 240-340
ml dengan Ht 75-80% dan Hb 24 gr/dl. Untuk kenaikan Hb 1 gr/dl
61

diperlukan PRC 4 ml/kg atau 1 unit dapat menaikkan kadar Ht 3-5%. PRC
digunakan untuk perdarahan lambat, anemia atau kelainan jantung.
Pada pasien juga terjadi peningkatan leukosit.

Hari Ke 7 Tanggal 05-3-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU: CM
A:Terpasang ET No.7,5, clear
B:Terpasang ventilator
PS: 8
PEEP: 5
FiO2: 40%
C:T: 110/60 (70),
N: 90 x/mnt
Sat: 100
S: 38oC
D: GCS E4VTM6
Pemeriksaan laboratorium: Glu : 106, Na: 134, K: 3,67, Cl: 107, Ca: 1,87,
AGD: (11:11) FiO2: 40%, S: 38oC, pH: 7,377, pCO2 :5,2, pO2: 105,5 HCO3
: 20,2, BE: -4,1, AaDO2: 138,0, Sat : 97,8%, CVP: +13
Penatalaksaan tambahan: Weaning berhasil  ekstubasi jam 13.30  Nasal
canul O2 3 L/mnt. Obat parenteral: Fosfomycin 3x1 g, Fluimucyl 3 x 1 c dan
Paracetamol 500 mg k/p serta rencana foto thorak.
Pada pasien akan dilakukan ekstubasi dan akan di ganti dengan pemberian
O2 nasal kanul 3L/m sebagai terapi oksigen. Pasien dibatalkan operasi
karena terjadi peningkatan CVP yang menunjukkan peningkatan cardiac
output. Pada pasien diberikan terapi fosfomycin. Menurut teori fosfomycin
termasuk dalam antibiotik spektrum luas. Fosfomycin termasuk bakterisida
dan menghambat biogenesis dinding sel bakteri dengan menonaktifkan
enzim UDP-N-acetylglucosamine-3-enolpyruvyltransferase. Pada pasien
terjadi peningkatan suhu tubuh akibat reaksi inflamasi dan berikan obat
62

paracetamol. Hal tersebut sesuai dengan teori, paracetamol adalah obat yang
mempunyai efek samping mengurangi nyeri (analgesik) dan menurunkan
demam (antipiretik). Paracetamol menurunkan demam dengan cara
menghambat pusat pengatur panas ltubuh di hipothalamus.

Hari Ke 8 Tanggal 06-3-2008


Pemeriksaan Fisik:
KU: CM
A: Clear, terpasang Nasal canul O2 3L/mnt
B: Spontan, Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-,
RR 16 x/mnt
C: T: 120/70,
N:90 x/mnt, S:38oC,
Sat:100%
D: GCS E4V5M6
Pemeriksaan laboratorium: CVP: + 9
Tatalaksana: Pro Operasi.
Kondisi pasien sudah mengalami perbaikan. Pasien masih mengalami
hipertermia dan pasien akan dilakukan operasi. Pemeriksaan fisik pasien
dalam batas normal. Dari hasil laboratorium didapatkan hasil CVP: +9 yang
menunjukkan masih dalam batas normal. Hal tersebut sesuai dengan teori
CVP adalah tekanan intravaskular didalam vena thorakal. CVP
menggambarkan banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan
kemampuan jantung untuk memompa darah ke dalam sistem arterial. Nilai
normal CVP yaitu 6-12 cmH2O. Dikarenakan kondisi pasien sudah mulai
stabil pasien dipindahkan ke bangsal.
63

Anda mungkin juga menyukai