Anda di halaman 1dari 14

F6.

UPAYA PENGOBATAN DASAR

8/11/2021
Penanganan holistik pasien dengan Diabetes Melitus

Latar Belakang
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5
juta lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang, diantara penyakit
degeneratif diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan
meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada
tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang
dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah tersebut akan
membengkak menjadi 300 juta orang.
Dalam jangka waktu 30 tahun, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan naik
sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien DM yang jauh lebih besar yaitu 86-
138% yang disebabkan oleh karena :
a) faktor demografi
b) gaya hidup yang kebarat-baratan
c) berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d) meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien
diabetes semakin panjang
Penanganan yang terbaik dari penyakit DM adalah pencegahan. Pencegahan terdiri
dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah
terjadinya penyakit DM dengan gaya hidup yang sehat dan aktifitas fisik secara rutin.
Pencegahan sekunder adalah suatu upaya skrining kesehatan sehingga dapat
dilakukan penegakan diagnosis sejak dini dan pemberian terapi yang tepat dan
adekuat. Mengingat penyakit DM adalah penyakit yang dapat menyebabkan
komplikasi dan kemungkinan kecacatan yang besar, maka juga perlu dilakukan
pencegahan tersier yaitu berupa pencegahan terjadinya kecacatan dan upaya
rehabilitasi guna mengembalikan kondisi fisik/ medis, mental, dan sosial.

Permasalahan
Pada tanggal 8 November 2021, Ny A (51 tahun), datang dengan keluhan sering
kencing pada malam hari dan badan terasa cepat letih. Ny A juga mengeluhkan
kesemutan pada jari-jari kaki dan tangan. Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan
terakhir. Tiga bulan yang lalu pasien pernah memeriksakan diri ke bidan dengan
keluhan serupa disertai dengan rasa haus terus menerus dan nafsu makan yang
meningkat namun berat badan turun. Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga DM
pada orangtua pasien. Dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dan didapatkan
hasil gula darah diatas normal namun pasien lupa tepatnya berapa. Sejak saat itu
pasien mengonsumsi obat DM yang dibelinya sendiri di apotek (Glibenklamid) dan
ini adalah pertama kalinya pasien memeriksakan diri ke dokter karena merasa
keluhannya tidak berkurang. Pada saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah 130/ 80,
gula darah sewaktu 300 mg/dl. Dengan adanya trias hiperglikemia (poliuria,
polidipsia, dan polifagia) dan pada pemeriksaan gula darah sewaktu >200 mg/dl,
maka Ny AN didiagnosis dengan diabetes mellitus.
Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya masih rendah. Oleh karena
itu, selain pemberian terapi obat-obatan perlu dilakukan tatalaksana non
medikamentosa berupa edukasi mengenai penyakit, dan yang paling utama adalah
membiasakan gaya hidup sehat.

Rencana dan Intervensi


Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang apabila tidak terkontrol
akan menyebabkan munculnya komplikasi yang memperburuk prognosis. Intervensi
medikamentosa dan non medikamentosa diperlukan bagi pasien diabetes mellitus
dalam kasus ini pada Ny AN. Intervensi tersebut merupakan tatalaksana kuratif
sekaligus preventif untuk mencegah timbulnya komplikasi akibat diabetes mellitus
yang tidak terkontrol. Selain itu pasien juga perlu dikonsultasikan dengan bagian gizi
Puskesmas untuk edukasi mengenai menu diet pada penderita DM.
Hal-hal yang perlu diketahui pasien mengenai penyakit DM adalah antara lain :
1. Apa penyebab dan faktor risiko penyakit DM
2. Penyakit DM tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan gaya hidup
sehat dan minum obat teratur
3. Pengaturan makanan (Diet)
4. Olahraga yang baik bagi penderita DM
5. Komplikasi pada penyakit DM
6. Perawatan diri dan higienitas tubuh

Pelaksanaan
Setelah terdiagnosis dengan diabetes mellitus, Ny AN memerlukan tatalaksana untuk
mengontrol penyakitnya tersebut. Tatalaksana medikamentosa yang kita berikan
adalah:
- Metformin 2x500 mg pc
- Vit B Complex 1x1
Tatalaksana non medikamentosa juga sangat diperlukan, di antaranya:
- Pasien diminta untuk secara rutin mengontrol gula darah maupun tekanan darahnya.
Untuk jadwal kontrol pertama dilakukan setelah obat dari kunjungan pertama habis.
Jadwal kontrol selanjutnya menyesuaikan hasil pemeriksaan saat kontrol pertama.
- Pasien diminta untuk menjaga pola hidup maupun pola makan. Olahraga ringan
minimal 2 kali dalam satu minggu. Makan sedikit- sedikit tapi sering lebih baik
daripada makan banyak dalam sekali tempo. Konsumsi makanan berkalori dan
kolesterol tinggi sebaiknya dihindari.

Monitoring dan evaluasi


Monitoring dan evaluasi, pasien diminta kembali mengontrolkan tekanan darah dan
gula darahnya secara rutin ke fasilitas kesehatan. Hal ini diperlukan supaya tidak
terjadi overdose ataupun lowerdose, sehingga tujuan pengobatan tercapai, yaitu untuk
mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi.ecara umum, pasien mendengarkan
penyuluhan dengan penuh seksama dan melakukan praktik cuci tangan 6 langkah
serta praktik gosok gigi dengan benar.
11/11/2021
Penanganan pasien dengan skabies

Latar Belakang
Skabies merupakan kondisi yang menyebabkan rasa gatal pada kulit akibat
terdapatnya tungau yang menggali ke dalam kulit. Tungau ini disebut Sarcoptes
scabiei. Adanya tungau tersebut menyebabkan rasa gatal yang hebat pada area di
sekitar galian tersebut. Hasrat untuk menggaruk akan dirasakan semakin meningkat
terutama pada malam hari. Scabies merupakan penyakit yang menular dan dapat
menyebar secara cepat. Penularan dapat terjadi melalui kontak fisik dengan anggota
keluarga, kelompok perawatan anak, ruang kelas di sekolah, panti, atau penjara.
Tanda dan gejala dari skabies yang umumnya dikeluhkan dapat berupa:
 Rasa gatal, yang sering kali sangat hebat dan umumnya lebih parah pada malam
hari
 Bekas galian yang tipis dan tidak reguler, yang umumnya berbentuk luka atau
benjolan pada kulit. Galian umumnya timbul pada area lipatan kulit. Walaupun
hampir setiap bagian tubuh dapat terkena, pada orang dewasa dan anak yang lebih
besar, skabies umumnya ditemukan pada: daerah antara jari-jari, ketiak, sekitar
pinggang, bagian dalam pergelangan tangan, siku bagian dalam, telapak kaki,
sekitar payudara, sekitar genitalia pria, bokong, dan lutut.

Permasalahan
Pada tanggal 11 November 2021, Tn B (25 tahun), datang ke dengan keluhan Gatal
pada kedua sela-sela tangan dan kaki. Pasien datang sendiri mengeluh gatal pada
kedua sela-sela tangan dan kaki sejak 1 bulan yang lalu. Gatal dirasakan semakin
meluas, dan sering berpindah tempat, hilang timbul.Gatal lebih parah saat malam hari.
Tidak didapatkan luka pada tangan pasien, hanya terkadang kulit berwarna merah.
Tidak didapatkan keluhan panas atau nyeri. Keluhan yang sama juga dirasakan oleh
anak dan istri pasien sejak 2 bulan yang lalu, namun sekarang keluhan pada mereka
sudah tidak ada lagi. Sebelum muncul keluhan, anak dan istri pasien sempat menginap
dirumah adik pasien. Keluhan ini juga didapatkan pada keponakan pasien, yang
merupakan siswa pesantren. Keluhan gatal lalu muncul beberapa hari setelah anak dan
istri pasien kembali ke rumah. Pasien belum pernah mengobati sendiri ataupun
berobat kedokter. Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan Tekanan Darah : 110/70 mmHg; Nadi:
80x/menit RR: 22x/menit, Suhu: 36,7oC. Pada pemeriksaan kepala, jantung, paru dan
abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan ekstremitas dijumpai papul multipel
pada sela-sela kedaua tangan dan kaki. Terdapat juga papul berbentuk garis lurus dan
berkelok-kelok, disetai ekskoriasi.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Tata laksana skabies membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Selain
mengatasi masalah skabies pada pasien, penting pula untuk mencegah berulangnya
infestasi skabies baik pada pasien maupun orang yang tinggal bersama pasien.
Intervensi medikamentosa dan non medikamentosa diperlukan bagi pasien
skabies. Intervensi tersebut merupakan tatalaksana kuratif sekaligus preventif untuk
mencegah penularan dan turunnya kualitas hidup akibat penyakit skabies.

Pelaksanaan Kegiatan
Setelah terdiagnosis dengan Skabies, Tn B memerlukan tatalaksana untuk mengontrol
penyakitnya tersebut. Tatalaksana medikamentosa yang kita berikan adalah:
- Salep 2-4 S 1 dd ue malam hari, selama 3 hari setelah mandi dan biarkan 24
jam
- Cetirizine 1x10 mg
Tatalaksana non medikamentosa juga sangat diperlukan, di antaranya:
1.Pengobatan harus dilakukan secara bersamaan pada seluruh orang yang tinggal
didalam rumah
2.Persiapan untuk pengobatan:
Seluruh pakaian yang ada dalam lemari dimasukkan kedalam kantong plastik dan
diikat. Sisakan pakaian untuk 3 hari kedepan
 Seluruh pakaian yang ada dalam lemari dimasukkan kedalamkantong plastic,
dan diikat. Sisakan pakaian untuk 3 hari kedepan
 Jemur seluruh pakaian yang sudah ada dalam kantong plastik selama 3 hari
kedepan
 Pada hari terakhir penjemuran (malam), oleskan obat pada seluruh orang yang
tinggal dirumah
3. Mandi seluruh badan sebelum memakai obat
4. Oleskan obat cream (salep 2-4) secara merata pada seluruh badan, baik
yang gatal ataupun tidak gatal, kecuali muka. Pemakaian obat harus dibantu
dengan orang lain. Diamkan selama 24 jam
5. Pagi hari sebelum mandi, turunkan sprei, sarung bantal, gorden, dan karpet. Jemur
sofa dan peralatan rumah lainnya, atau semprot dengan insektisida
6. Mandi seluruh badan hingga bersih
7. Kenakan pakaian yang telah dijemur selama 3 hari tadi
8. Penyuluhan hygiene perorangan dan lingkungan
 Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-sama dan alas tidur
diganti bila ternyata pernah digunakan oleh penderita skabies
 Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies

Monitoring dan Evaluasi


Untuk monitoring dan evaluasi, jika keluhan tidak membaik setelah diberi
obat, dapat dipertimbangkan untuk diberi rujukan ke spesialis kulit di fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder.
20/10/2021
Penanganan pasien dengan GERD (gastroesophageal reflux disease)

Latar Belakang
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD/ Penyakit Refluks Gastroesofageal)
adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme
antireflux untuk melindungi mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung
dengan kadar yang abnormal dan paparan yang berulang. Refluks asam sendiri
merupakan suatu pergerakan dari isi lambung dari lambung ke esophagus. Refluks ini
sendiri bukan merupakan suatu penyakit, bahkan keadan ini merupakan keadaan
fisiologis. Refluks ini terjadi pada semua orang, khususnya pada saat makan banyak,
tanpa menghasilkan gejala atau tanda rusaknya mukosa esophagus.
Pada GERD sendiri merupakan suatu spectrum dari penyakit yang
menghasilkan gejala heartburn dan regurgitasi asam. Telah diketahui bahwa refluks
kandungan asam lambung ke esophagus dapat menimbulkan berbagai gejala di
esophagus, seperti esofagitis, striktur peptik, dan Barret’s esophagus dan gejala
ekstraesophagus, seperti nyeri dada, gejala pulmoner, dan batuk.
Prevalensi GERD meningkat pada orang tua ≥ 40 tahun. GERD terjadi pada
sebagian umum laki-laki daripada wanita. Rasio kejadian laki dan perempuan untuk
esophagitis adalah 2:1 - 3:1. Rasio kejadian laki dan perempuan untuk Barrett
esofagus adalah 10:1.
Di Indonesia sendiri belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di
Divisi Gastroenterohepatologi Departemen IPD FKUI- RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua
pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dyspepsia.
Pada masa pandemi COVID 19 di Indonesia, terjadi perubahan pola hidup
dimana masyarakat dianjurkan untuk tetap tinggal di rumah. Hal ini menyebabkan
masyarakat mengalami kesulitan dan kekurangan pilihan untuk mengkonsumsi
makanan. Dengan perubahan pola makan yang terjadi secara tiba tiba, maka
kemungkinan kasus GERD di masyarakat akan meningkat. Sedangkan masayarakat
tidak dapat mengunjungi pusat pelayanan kesehatan seperti biasa. Sehingga, hal ini
menyebabkan peningkatan kasus GERD di masyarakat dan peningkatan tingkatan
keparahan akibat tidak di tatalaksana.
Permasalah
Pada tanggal 20 Oktober 2021 Ny. F datang dengan keluhan muntah kecoklatan
sebanyak 3 kali sehari sebelum periksa, disertai rasa mual, hingga pasien tidak
memiliki nafsu makan. Pasien sudah mengeluhkan adanya keluhan sering muntah ini
sejak 1 bulan yang lalu, keluhan muntah kecoklatan ini disertai rasa terbakar di dada
yang tidak disertai penjalaran baik ke lengan maupun ke punggung. Pasien juga
merasakan rasa pahit di mulut. Tidak ada nyeri maupun kesulitan menelan. Pasien
mengeluhkan sering merasa cairan dari perutnya naik ke tenggorokan saat
berbaring,sehingga kadang-kadang pasien terbangun dan sulit tidur, Pasien juga
mengeluhkan sering bersendawa dan perutnya terasa kembung serta cepat terasa
kenyang ketika makan. Pasien tidak mengeluhkan adanya batuk dan demam. BAB
pasien normal dan BAK normal. Keluhan sudah dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu,
namun pasien tidak berani untuk datang berobat ke puskesmas. Ny. F memiliki
kebiasaan monsumsi makanan berminyak (+). setelah dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan epigastrium.
Pasien mengatakan sudah pernah berobat dan didiagnosis GERD oleh dokter.
Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya masih rendah. Oleh karena
itu, selain pemberian terapi obat-obatan perlu dilakukan tatalaksana non
medikamentosa berupa edukasi mengenai penyakit, dan yang paling utama adalah
membiasakan gaya hidup sehat.

Rencana dan Intervensi


- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa

Pelaksanaan
Seteah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan GERD
dan diberikan tatalaksana dari puskesmas.
Terapi medikamentosa :
- Antasida tablet 3x1 tab
- Domperidon 3x1

Terapi non medikamentosa :


1. Edukasi atau penjelasan kepada pasien Meninggikan posisi kepala pada saat tidur
serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan umuk meningkatkan
bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esophagus
2. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan
karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung
3. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat
sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen
4. Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam
5. Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan torus LES
seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonist beta
adrenergik, progesteron.

Monitoring
Pasien diminta untuk rutin kontrol ke puskesmas jika obat habis bila keluhan belum
membaik atau memburuk maka pasien akan dirujuk.
5/10/2021
Pengobatan Hipertensi di Posyandu Lansia

Latar belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan
pada masyarakat baik d Hb BB negara maju maupun berkembang termasuk
Indonesia. Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah
sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama
dengan 90 mmHg. Data Riskesdas 2010 juga menyebutkan hipertensi sebagai
penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya
mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah Riskesdas tahun 2013,
prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di
Indonesia adalah sebesar 31,7%.

Permasalahan
pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi masih kurang seperti cara pencegahan,
apa saja penyebabnya, makanan apa saja yang dianjurkan untuk di konsumsi atau di
hindari, aktifitas fisik yang masih sedikit. terkadang banyak juga yang tidak tau
komplikasi dari hipertensi. masyrakat yang memiliki Hipertensi menyimpulkan
apabila tekanan darahnya turun tidak perlu meminum obat darah tinggi lagi.

Perencanaan dan Pemilihan intervensi


- Mengukur tekanan darah dengan alat tensi
- Pemberian obat hipertensi
- Pemberian konsultasi pada lansia

Pelaksanaan
Jenis Kegiatan : Skrining dan pengobatan hipertensi
Tujuan Kegiatan : Meningkatkan angka kepatuhan untuk kontrol dan konsumsi
obat dengan benar.
Waktu : 5 Oktober 2021
Lokasi : Posyandu Melati
Jumlah Peserta : 19 orang
Kegiatan
- dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, penghitungan imt, dan pengkuran
tekanan darah
- pemberian obat antihipertensi pada lansia dengan hipertensi

Evaluasi dan Monitoring


Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan bertanya kepada peserta tentang apa yang
dijelaskan sebelumnya dan penilaian kepatuhan pasien untuk rutin kontrol dan minum
obat.
8/10/2021
Penanganan pasien dengan Infeksi Saluran Kemih

Latar Belakng
Infeksi saluran kemih adalah kondisi ketika organ yang termasuk ke dalam sistem
kemih mengalami infeksi. Organ tersebut bisa ginjal, ureter, uretra, atau kandung kemih.
Namun, infeksi saluran kemih umumnya terjadi di uretra dan kandung kemih.

Berawal dari ginjal, zat sisa di dalam darah disaring dan dikeluarkan dalam bentuk
urine. Selanjutnya, urine dialirkan dari ginjal melalui ureter menuju kandung kemih.
Setelah ditampung di kandung kemih, urine akan dibuang ke luar tubuh melalui
saluran yang disebut uretra.

Berdasarkan bagian yang terinfeksi, infeksi saluran kemih (ISK) terbagi menjadi dua
jenis, yaitu:

1. ISK atas, yaitu infeksi yang terjadi pada organ yang terletak sebelum kandung
kemih, yaitu ginjal dan ureter
2. ISK bawah, yaitu infeksi di kandung kemih bagian bawah, yaitu kandung kemih
dan uretra

ISK atas lebih berbahaya dan harus segera ditangani. Jika dibiarkan, infeksi di ginjal
dapat menyebar luas ke seluruh tubuh.

Infeksi saluran kemih dapat ditandai dengan sakit saat buang air kecil sering buang air
kecil tapi urine yang keluar sedikit, dan warna urine keruh atau merah karena adanya
darah

Bila tidak diobati, infeksi yang telah mencapai ginjal dapat menyebabkan kerusakan
ginjal permanen. Bahkan, tidak menutup kemungkinan infeksi akan menyebar dan
menyebabkan respons peradangan di seluruh tubuh.

Pengobatan infeksi saluran kemih adalah dengan pemberian antibiotik. Namun,


pemeriksaan akan terlebih dulu dilakukan oleh dokter agar jenis antibiotik yang
diresepkan sesuai dengan kondisi pasien. Khusus pada pasien dengan keluhan berat,
pengobatan harus diberikan di rumah sakit.
Infeksi saluran kemih dapat dicegah dengan banyak minum air, sehingga bakteri yang
mungkin masuk ke saluran kemih akan selalu terbilas bersama urine. Pada wanita,
ISK dapat dicegah dengan menerapkan cara yang benar saat membersihkan organ
intim setelah buang air besar.

Permasalahan

Pada tanggal 8 Oktober 2021 Ny. Z datang dengan keluhan Buang Air Kecil terasa
nyeri yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu, BAK tidak lampias dengan frekuensi
sering dan volume sedikit setiap kali BAK. warna urine menjadi lebih keruh namun
tidak disertai darah. Pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi sejak 2
hari yang lalu, serta nyeri pada bagian perut bawah.

Sebelumnya, pasien jarang mengganti celana dalam, hanya mengganti 2 hari sekali
dan setiap kali BAB pasien selalu membersihkan dari belakang ke depan.

Pasien mengatakan belum berobat. Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang


dideritanya masih rendah. Oleh karena itu, selain pemberian terapi obat-obatan perlu
dilakukan tatalaksana non medikamentosa berupa edukasi mengenai penyakit, dan
yang paling utama adalah membiasakan gaya hidup sehat.

Rencana dan Intervensi


- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa

Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa :
- Siprofloksasin tab 500 mg 2x1 p.c
- Asam Mefenamat tab 500 mg 3x1 p.c

Terapi non medikamentosa :


- Banyak minum air agar bakteri keluar bersama urine
- Menghindari konsumsi minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih, seperti
kopi, minuman beralkohol, dan minuman ringan yang mengandung citrus atau
kafein
- Mengompres perut dengan kompres hangat untuk meredakan rasa tidak nyaman

Edukasi pencegahan infeksi saluran kemih:


- Selalu bersihkan area kemaluan terlebih dahulu daripada anus setelah buang air
besar atau berkemih, terutama pada wanita.
- Hindari menahan-nahan buang air kecil.
- Perbanyak minum air putih agar buang air kecil bisa teratur.
- Selalu usahakan untuk buang air kecil dan membersihkan area kemaluan setelah
berhubungan intim.
- Untuk wanita yang aktif secara seksual, hindari penggunaan alat kontrasepsi jenis
diafragma atau yang mengandung spermisida. Beri tahu pasangan untuk tidak
menggunakan kondom yang mengandung spermisida.
- Hindari memakai produk pembersih kewanitaan yang berpotensi menyebabkan
iritasi, misalnya yang mengandung parfum.

Monitoring
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan bertanya kepada peserta tentang apa yang
dijelaskan sebelumnya dan penilaian kepatuhan pasien untuk rutin kontrol dan minum
obat.

Anda mungkin juga menyukai