Anda di halaman 1dari 5

1.Kronologis terjadinya krisis moneter di Indonesia tahun 1997-1998.

Krisis nilai tukar beberapa mata uang Asia dimulai dari terpuruknya niai tukar bath
Thailand terutama terhadap dolar Amerika pada awal tahun 1997. Kuatnya fundamental
ekonomi Indonesia saat itu membuat pemerintah berkeyakinan bahwa krisis mata uang
tersebut tidak akan terjadi di Indonesia. Akan tetapi sejarah mencatat lain, keguncangan
mulai terlihat pada saat spekulan mulai mengarahkan spekulasi mereka pada rupiah. Pada
tahap awal serangan spekulasi terhadap mata uang rupiah dihadapi pemerintah dengan
intervensi dalam pasar valuta asing. Gencarnya serangan spekulasi terhadap mata uang
rupiah dan terbatasnya jumlah cadangan devisa meyebabkan pemerintah harus
memperlebar batas intervensi pada bulan Juli 1997. Hal tersebut tidak berlangsung lama,
karena tindakan pemerintah yang dimaksud untuk meyelamatkan cadangan devisa
ternyata menimbulkan moral hazard. Pada bulan Agustus 1997 pemerintah memutuskan
untuk mengganti kebijakan nilai tukar dari mengambang terkendali menjadi mengambang
bebas.Keadaan semakin memburuk sehingga pemerintah merasa perlu untuk meminta
bantuan International Monetary Fund (IMF) dan lembaga-lembaga internasional lainnya.
Pada tahun 1998, inflasi tinggi dan rupiah terdepresiasi presiden Soeharto
menandatangani LOI pertama yang berisi 50 butir program perbaikan ekonomi termasuk
amandemen Undang-Undang Perbankan dan revisi RAPBN 1998. (Studi Ekonomi BLBI,
2006).
Penyebab Krisis 1997-1998. Iriana dan Sjolhom (2002) serta Arafat (2009) sepakat
bahwa krisis disebabkan oleh penularan dari Thailand,menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan makro. Pasar modal dan pasar valas tidak berjalan secara
beriringan.investasi dalam aset keuangan melonjak drastis,sementara akumulasi aset fisik
semakin menurun. Nematnejad (2000) menambahkan ada 3 faktor yang menyebabkan
krisis yaitu: fundamental makro ekonomi, kapitalisme dan kepanikan serta penularan
kebijakan di Asia Timur.
Variabel
 Nilai Tukar. Irana dan Sjohlom (2002) mengatakan kerentanan di sebabkan salah
satunya adalah oleh nilai tukar, variabel ini disebutkan khusus oleh penelitian IMF
karena termasuk kedalam fundamental ekonomi.Dalam penelitian yang dilakukan
Salamah (2001), para spekulan mengetahui bahwa banyak negara di Asia punya
hutang luar negeri jangka pendek yang jatuh tempo.Para spekulan berusaha
mengambil untung dengan nilai jual tinggi terhadap kurs dolar yang sedang mereka
butuhkan.Spekulan memborongnya sehingga dolar AS menjadi langka dan nilai uang
domestik menurun secara drastis.

 Suku Bunga. Studi oleh Nematnejad (2002), hasilnya yaitu kesalahan penegakan
ekonomi menyebabkan besar dan tingginya perbedaan tingkat suku bunga antara
negara. Bank Indonesia menyatakan, Sejak Juli 1997 nilai tukar Rupiah terus
merosot tajam,pemerintah melakukan tindakan pengetatan Rupiah melalui kenaikan
suku bungayang sangat tinggi dan pengalihan dana BUMN/yayasan dari bank-bank
ke BI (SBI) serta pengetatan anggaran Pemerintah. Ternyata Jurnal Ilmiah
Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016 : 377-388 383 kebijakan tersebut menyebabkan suku
bunga pasar uang melambung tinggi dan likuiditas perbankan menjadi keringyang
menimbulkan bank kesulitan likuiditas. Akibatnya, masyarakat mengalami
kepanikan dan kepercayaan mereka terhadap perbankan mulai menurun.Maka terjadi
penarikan dana perbankan secara besar-besaran yang sekali lagimenimbulkan
kesulitan likuiditas pada seluruh sistem perbankan. Akhirnya, sistempembayaran
terancam macet dan kelangsungan ekonomi nasional tergoncang.
 Rasio Pembayaran Utang. Nematnejad (2002) melanjutkan penelitian dari suku
bunga yang memberi dampak terhadap utang jangka pendek dalam dolar, satu-
satunya alasan mengapa Indonesia yang lebih tinggi devaluasinya, karena memiliki
rasio utang jangka pendek yang lebih tinggi terhadap cadangan devisa yang tinggi.
 Inflasi. Inflasi adalah indikator utama ekonomi Indonesia (BPS) dan inflasi
bergejolak adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran produksi dan distribusi
barang dan jasa. (Muchlas dan Alamsyah, 2015).Inflasi yang tinggi yang terjadi pada
awal juli 1997 kemudian terus meningkat pada tahun 1998 hingga 77,6%,
menganggu pasar barang dan jasa, impor dan ekspor, konsumsi dan lainnya.
Globalisasi pasar dunia yang semakin meluas membawa konsekuensi
liberalisasipasar internasional.Kondisi ini mengakibatkan sulitnya mengendalikan
moneterterhadap tekanan perekonomian dunia.Dalam kondisi seperti ini,
prosespembentukan harga (nilai tukar mata uang, suku bunga, indeks saham,
hargakomoditi dsb) ikut ditentukan oleh perekonomian negara-negara lain (Sejarah
Moneter periode 1997-1999).
2. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
inflasi.

Inflasi adalah gejala-gejala kenaikan harga barang-barang yang sifatnya itu umum dan
terus menerus. Dalam ekonomi, inflasi memiliki pengertian suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dikatakan tingkat harga umum karena
barang dan jasa yang ada di pasaran mempunyai jumlah dan jenis yang sangat banyak, di
mana sebagian besar dari harga-harga tersebut selalu meningkat sehingga berakibat
terjadinya inflasi. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata
uang secara kontinu.
Cara Mengatasi Inflasi.

Untuk mengatasi inflasi pada intinya pemerintah dapat melakukan tiga hal yaitu :

 Dengan mengurangi jumlah uang yang beredar.


 Memperbanyak jumlah barang dan jasa.
 Dengan menetapkan harga maksimum ( agar harga tidak terus naik ).

A. Kebijakan Moneter Yang Bersifat Mengurangi Jumlah Uang Beredar

Hal ini salah satu untuk mengatasi inflasi tentu digunakan kebijakan moneter yang
bersifat mengurangi jumlah uang yang beredar yang meliputi :

 Kebijakan Pasar Terbuka

Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara
menjual SBI ( Surat Bank Indonesia ).Dengan menjual SBI, Bank Sentral akan
menerima uang dari masyarakat dengan artinyan jumlah uang yang beredar dapat
dikurangi.

 Kebijakan Diskonto

Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara
menaikan suku bunganya. Dengan menaikkan suku bunga, diharapkan masyarakat
akan menabung dibank lebih banyak. Dengan demikian, jumlah uang yang
beredar dapat dikurangi.

 Kebijakan Cadangan Kas

Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara
menaikkan cadangan kas minimum. Sehingga bank umum harus menahan uang
lebih banyka dibak sebagai cadangan, dengan demikian jumlah uang yang beredar
dapat dikurangi.

 Kebijakan Kredit Selektif

Kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan cara
memperketat syarat-syarat pemberian kredit. Syarat pemberian yang ketat akan
mengurangi jumlah pengusaha yang bisa memperoleh kredit, dengan demikian
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi

 Sanering

Kebijakan Bank Sentral memotong nilai mata uang dalam negeri jika negara
sudah mengalami hiperinflasi ( inflasi diatas 100% ), dengan memotong nilai mata
uang maka nilai uang yang beredar dapat dikurangi.

 Menarik Atau Memusnahkan Uang Lama

Kebijakan Bank Sentral mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara
menarik atau memusnahkan uang yang lama seperti uang logam pecahan Rp 5,00
Rp 10,00 dan Rp 25,00 serta uang kertas Rp 100,00.

 Membatasi Pencetakan Uang Baru

Untuk mengatasi inflasi pemerintah harus membatasi pencetakan uang baru agar
jumlah uang yang beredar tidak semakin bertambah.

B. Kebijakan Fiskal ( Kebijakan Anggaran )

Kebijakan fiskal ini ialah kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan cara mengubah
penerimaan dan pengeluaran negara, untuk mengatasi inflasi, pemerintah dapat
melakukan kebijakan fiskal sebagai berikut :

 Mengurangi Pengeluaran Pemerintah

Untuk mengatasi inflasi pemerintah dapat mengurangi pengeluaran sehingga


permintaan terhadap barang dan jasa berkurang yang pada akhirnya dapat
menurunkan harga-harga.

 Menaikkan Tarif Pajak

Untuk mengatasi inflasi pemerintah dapat menaikkan tarif pajak, kenaikan tarif
pajak akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Berkurangnya tingkat
konsumsi akan mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa yang akhirnya
dapat menurunkan harga-harga.
C. Kebijakan Bukan Moneter Dan Bukan Fiskal

Selain dengan kebijakan moneter dan fiskal untuk mengatasi inflasi pemerintah dapat
menjalankan kebijakan berikut ini.

 Menambah Hasil Produksi

Untuk menambah hasil produksi pemerintah dapat memberikan subsidi dan premi
atau membuat peraturan yang mendorong pengusaha-pengusaha menjadi lebih
produktif sehingga mampu menambah hasil produksi. Dengan bertambahnya hasil
produksi berupa barang dan jasa diharapkan mampu mengimbangi jumlah uang
yang beredar.

 Mempermudah Masuknya Barang Impor

Dengan masuknya barang impor jumlah barang yang masuk ke dalam negeri
menjadi lebih banyak dan diharapkan mampu mengimbangi jumlah uang yang
beredar. Untuk mempermudah masuknya barang impor dapat melalui penurunan
bea masuk impor dan mempermudah aturan impor.

 Tidak Mengimpor Barang-Barang Dari Negara Yang Sedang Mengalami


Inflasi

Untuk mencegah menularnya imported inflation ( inflasi dari luar negeri )


sebaiknya pemerintah tidak mengimpor barang-barang dari negara yang sedang
mengalami inflasi yang umumnya menjual barang dengan harga lebih mahal.

 Dengan Menetapkan Harga Maksimum

Agar harga tidak terus-menerus naik, pemerintah dapat menerapkan harga


maksimum sehingga produsen ( penjual ) tidak bisa menjual melebihi harga
maksimum.

 Melarang Penimbunan Barang Yang Biasa Dilakukan Pedagang

Penimbunan barang dapat menyebabkan langkanya barang dipasaran sehingga


memicu kenaikan harga-harga. Dengan melarang penimbunan berarti mencegah
kenaikan harga-harga.

 Dengan Menjaga Kestabilan Tingkat Upah

Dengan menjaga kestabilan tingkat upah ( tidak membiarkan upah naik terus-
menerus ) maka kenaikan biaya produksi dapat ditekan.

Anda mungkin juga menyukai