Anda di halaman 1dari 17

ESTIMASI BIAYA BANGUNAN

MAKALAH

OLEH
DIO SEPTYA NUGRAHA
DITON SEPTYO NUGRAHA
FELICITO RIZAL PUTRA (170523627061)
HARFIAN MUHAMMAD (170523627134)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
JULI 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bendungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan bangunan
penahan atau penimbun air untuk irigasi (pembangkit listrik dan sebagainya).
Teori tersebut secara umum sama dengan teori Soedibyo (1993:3), bendungan
merupakan bangunan air yang perencanaan dan pelaksanaannya berbagai disiplin
ilmu yang mendukung, seperti: hidrologi, hidrolika, irigasi, teknik sungai,
pondasi, dan ilmu lingkungan. Soedibyo juga membagi bendungan menjadi tujuh
tipe, yaitu berdasarkan ukurannya, tujuan pembangunan, penggunaannya,
jalannya air, kontruksinya, fungsinya, dan bendungan menurut ICOLD
(International Commision On Large Dams). Jadi, menurut penulis bendungan
adalah kontruksi yang dibangun dengan tujuan sebagai penampung dan penahan
genangan air.
Sebagian wilayah Indonesia terdapat sungai besar maupun kecil yang
menguasai hampir 80% hajat hidup masyarakat Indonesia, terutama petani sebagai
basis dasar agraris. Kebutuhan akan ketersediaan air pada suatu daerah sangat
perlu diperhatikan karena air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia.
Indonesia merupakan daerah yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan
musim penghujan, sehingga perlu dikembangkan potensi-potensi sungai tersebut
guna meningkatkan hasil produksi pertanian, salah satunya dengan membangun
bendungan. Dari semua tipe bendungan yang ada, Indonesia hanya memiliki tiga
tipe bendungan, ini dikarenakan faktor keadaan geologi daerah setempat yang
berbeda-beda di setiap daerah maupun negara.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui
macam-macam tipe dan bendungan yang ideal di Indonesia. Oleh karena itu,
penulis memutuskan untuk melakukan penelitian yang berjudul “Macam-Macam
Pembagian Tipe Bendungan”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berikut rincian rumusan pada makalah ini.
a. Dasar-dasar Estimasi Biaya.
b. Perhitungan volume pekerjaan.
c. Perhitungan koefisien pekerjaan.
d. Perhitungan biaya (material dan upah).
e. Pembobotan pekerjaan.

1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
a. Agar pembaca mengetahui macam macam tipe bendungan.
b. Agar pembaca mengetahui gambaran mengenai faktor yang menentukan
pemilihan tipe bendungan.
c. Agar pembaca memahami tipe bendungan yang ideal di Indonesia.
BAB 2
BAHASAN

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan pada bab 1, pada bagian ini
disajikan tentang (1) macam-macam pembagian tipe bendungan, (2) faktor-faktor
yang menentukan didalam pemilihan tipe bendungan, dan (3) bendungan yang
ideal dibangun di Indonesia.
2.1 Macam-macam Pembagian Tipe Bendungan
2.1.1 Tipe bendungan berdasarkan ukurannya terbagi menjadi 2 (Soedibyo,
1993:3)
a. Bendungan besar (large dams).
Berdasarkan klasifikasi :
1) ketinggian bendungan ≥ 15 meter,
2) panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 meter,
3) kapasitas waduk yang terbentuk tidak kurang dari 1.000.000
𝑚3 ,
4) debit banjir maksimum yang diperhitungkan tidak kurang dari
𝑚3
2.000 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 .

b. Bendungan kecil (small dams) merupakan semua bendungan yang


tidak termasuk sebagai bendungan besar.
2.1.2 Tipe bendungan berdasarkan tujuan pembuatannya terbagi menjadi menjadi
2 (Soedibyo, 1993:3)
a. Bendungan dengan tujuan tunggal (single purpose dams) adalah
bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja
misalnya untuk kebutuhan air baku atau irigasi (pengairan) atau
perikanan darat atau tujuan lainnya tetapi hanya satu tujuan saja.
b. Bendungan serbaguna (multi purpose dams) adalah bendungan yang
dibangun untuk memenuhi dua atau lebih tujuan, misalnya PLTA
dan irigasi, irigasi dan pengendalian banjir.
2.1.3 Tipe bendungan berdasarkan penggunaannya terbagi menjadi 3 (Soedibyo
1993:7)
a. Bendungan untuk membentuk waduk atau penampungan air (storage
dams) adalah bendungan yang dibangun untuk membentuk waduk
guna menyimpan air waktu kelebihan (surplus) agar dapat dipakai
pada waktu diperlukan.
b. Bendungan penangkap atau pembelok air (diversion dams) adalah
bendungan yang dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi
sehingga dapat mengalir masuk kedalam saluran air atau terowongan
air.
c. Bendungan untuk memperlambat jalannya air (detention dams)
adalah bendungan yang dibangun untuk memperlambat jalannya air,
sehingga dapat mencegah banjir besar. Air ditampung secara berkala
atau sementara, dialirkan melalui pelepasan (outlet).
2.1.4 Tipe bendungan berdasarkan jalannya air (Soedibyo 1993:8)
a. Bendungan untuk dilewati air (overflow dams) adalah bendungan
untuk dilewati air misalnya pada bangunan pelimpah.
b. Bendungan untuk menahan air (non overflow dams) adalah
bendungan yang sama sekali tidak boleh dilewati air.
2.1.5 Tipe bendungan berdasarkan fungsinya (Soedibyo 1993:28)
a. Bendungan pengelak pendahuluan (primary cofferdams) adalah
bendungan yang pertama-tama dibangun di sungai pada debit air
rendah agar lokasi rencana bangunan pengelak menjadi kering yang
memungkinkan pembangunan secara teknis.
b. Bendungan pengelak (cofferdams) adalah bendungan yang dibangun
sesudah selesainya bangunan pengelak pendahuluan sehingga lokasi
rencana bendungan utama menjadi kering, yang memungkinkan
pembangunan secara teknis.
c. Bendungan utama (main dams) adalah bendungan yang dibangun
untuk satu atau lebih tujuan tertentu.
d. Bendungan sisi (high level dams) adalah bendungan yang terletak
disisi kiri atau kanan bendungan utama, yang tinggi puncaknya juga
sama.
e. Bendungan ditempat rendah (saddle dams) adalah bendungan yang
terletak di tepi waduk yang jauh dari bendungan utama yang
dibangun untuk mencegah keluarnya air dari waduk, sehingga air
waduk tidak mengalir ke daerah sekitarnya.
f. Tanggul (dyke, levee) adalah bendungan yang terletak disisi kiri atau
kanan bendungan utama dan di tempat yang dari bendungan utama
yang tingginya maksimum lima meter dengan panjang mercu
maksimum lima kali tingginya.
g. Bendungan limbah industri (industrial waste dams) adalah
bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk
menahan limbah yang berasal dari industri.
h. Bendungan pertambangan (main tailing dams) adalah bendungan
yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk menahan hasil
galian pertambangan dan bahan pembuatannya berasal dari hasil
galian pertambangan itu.
2.1.6 Tipe bendungan menurut ICOLD (The International Commission on Large
Dams) (Soedibyo 1993:32)
a. Bendungan urugan tanah (earthfill dams), yaitu bendungan yang
lebih dari setengah volume terdiri atas urugan tanah atau tanah
liat.
b. Bendungan beton berdasar berat sendiri adalah bendungan beton
yang direncanakan untuk menahan beban dan gaya yang bekerja
padanya hanya berdasar atas berat sendiri.
c. Bendungan urugan batu (rockfill dams), adalah bendungan yang
kekuatan konstruksinya didasarkan pada urugan batu dan sebagai
lapisan kedap air memakai tanah liat, tanah liat bercampur pasir
atau kerikil, lapisan aspal, beton bertulang atau geotextile.
d. Bendungan beton dengan penyangga (concrete buttress dams)
adalah bendungan beton yang mempunyai penyangga untuk
menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya.
e. Bendungan beton berbentuk lengkung atau busur (concrete arch
dams) merupakan bendungan beton yang direncanakan untuk
menyalurkan gaya yang bekerja padanya melalui pangkal tebing
(abutment) kiri dan kanan bendungan.
f. Bendungan beton kombinasi (combination concrete dams atau
mixed type concrete dams) adalah kombinasi lebih dari satu tipe
bendungan.

2.2 Faktor-faktor yang Menentukan dalam Pemilihan Tipe Bendungan


Ada beberapa faktor dan masing masing ada kalanya saling bertentangan
satu dengan yang lainnya. Apabila demikian harus dipilih lebih dari tiga
alternatif kemudian dibandingkan dan dipilih yang paling menguntungkan
(Soedibyo 1993:37).
Faktor-faktor yang yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
a) Tujuan pembangunan
Apabila akan digunakan untuk PLTA dengan tipe pompa yang sering
terjadi naik turun permukaan airnya maka semua tipe bendungan beton
dapat dipakai sedangkan untuk tipe urugan hanya yang dengan lapisan
kedap air di muka (baik dengan aspal maupun beton bertulang) yang dapat
dipilih. Tipe yang lain dikhawatirkan tidak stabil sebagai akibat naik
turunnya permukaan air. Perlu diketahui bahwa PLTA tipe pompa
(pumped storage power plan) adalah PLTA yang beroperasi untuk
menahan beban puncak (peakload), dan aliran air dari waduk atas mengalir
lewat pipa pesat mengerakkan turbin sedangkan pada waktu tidak
beroperasi, air dari waduk bawah dipompa lewat pipa pesat mengalir ke
waduk atas. Sudu-sudu dalam turbin dapat diubah sehingga dapat
memompa air. Tenaga listrik yang dipakai untuk memompa berasal dari
pusat pembangkit listrik lain yang biasanya memikul beban dasar (base
load).
b) Keadaan klimatologi setempat
Apabila di daerah lokasi pembangunan sering turun hujan maka tipe beton
lebih disukai karena volumenya lebih kecil. Sedangkan apabila terpaksa
dipakai bendungan urugan lebih disukai urugan batu berlapis-lapis dengan
lapisan kedap air miring atau lapisan kedap air di muka. Tipe urugan tanah
atau urugan batu dengan lapisan kedap air di tengah akan mengalami
kesulitan di dalam pemadatan lapisan kedap airnya yang umumnya
menggunakan tanah liat.
c) Keadaan hidrologi setempat
Ini menentukan banyak sedikitnya debit air yang tersedia untuk
perencanaan sehingga menentukan optimasi dari proyek apakah akan
dipakai untuk satu tujuan pembangunan saja ataukah untuk serbaguna.
Demikian pula menentukan tingginya bendungan yang paling ekonomis,
volume waduk yang berkaitan dengan pengendapan lumpur (sedimentasi)
dan kapasitas bangunan pelimpah (terlebih-lebih untuk tipe urugan karena
air tidak boleh melimpah lewat puncak bendungan).
d) Keadaan topografi setempat
Apabila lokasinya terletak di sungai yang sempit dan tinggi maka lebih
disukai tipe bendungan berbentuk lengkung sedangkan apabila lebar lebih
disukai tipe beton berdasar berat sendiri, beton dengan penyangga, beton
dengan lebih dari satu lengkung atau tipe urugan. Ini sangat menentukan
tinggi dan panjang puncak bendungan serta luas dan volume waduk.
e) Keadaan di daerah genangan
Makin tinggi bendungan makin luas daerah yang akan tergenang yang
tentu saja berpengaruh pada hilangnya daerah pertanian atau perternakan
atau perkebunan, pemindahan penduduk, bangunan penduduk atau
pemerintah atau swasta, sekolahan, pasar, bangunan penting atau
bersejarah dan lain-lain. Biaya pembebasan tanah dan ganti rugi,
pemindahan penduduk, pemindahan jembatan, jalan, telepon, listrik, dan
bangunan-bangunan lain perlu mendapatkan perhatian yang seksama.
f) Keadaan geologi setempat
Sering berlawanan dengan faktor-faktor lain. Misalnya dari segi topografi
dan meteorologi sangat cocok dengan tipe beton, tetapi sayangnya keadaan
geologi setempat kurang baik dan terpaksa dipilih alternatif tipe urugan.
Setelah diadakan penelitian lenih lanjut biaya perbaikan pondasinya
(sementasi, tembok penahan, dan lain-lain) apakah masih ekonomis
apabila dipilih tipe beton. Inilah perlunya membuat lebih dari satu
alternatif yang memungkinkan pembangunan bendungan. Pada umumnya
tipe urugan tanah dan urugan batu dapat dibangun di semua keadaan
geologi dengan perbaikan-perbaikan pondasi seperlunya sedangkan tipe
beton hanya bisa dipakai di daerah yang keadaan geologinya baik. Daerah
yang geologinya baik (batuan keras) kadang-kadang terdapat rekahan
(fault zone) dan angka permeabilitasnya besar maka memerlukan
perbaikan pondasi yang sebaik-baiknya.
g) Tersedianya bahan bangunan setempat
Apabila bahan bendungan relatif sedikit, tipe beton lebih disukai karena
volumenya kecil sehingga bahan yang diperlukan hanya sedikit. Apabila
tanah liat untuk lapisan kedap air banyak, dipertimbangkan menggunakan
tipe urugan tanah, sebaliknya apabila jumlahnya sedikit apakah bisa
dicampur dengan pasir sebagai lapisan kedap air atau memakai lapisan
kedap air di muka (dengan aspal atau beton bertulang). Perlu diadakan
penelitian pula sebagai lapisan lulus air (pervious zone) dapat mengambil
pasir dan kerikil dari tempat pengambilan (borrow area, borrow pit) atau
harus mengambil batu dari batu gunung yang dinamit (quarry). Harus
diusahakan menggunakan bahan bendungan sedekat mungkin dari lokasi
pekerjaan karena sangat mempengaruhi biaya pengangkutan jadi juga
biaya proyek secara keseluruhan.
h) Hubungan dengan bangunan pembantu (bangunan pelimpah, bangunan
pengambilan dan bangunan pengeluaran)
Untuk tipe beton biasanya tidak ada masalah karena bangunan-bangunan
tersebut dapat dijadikan satu dengan tubuh bendungan. Tetapi untuk tipe
urugan sering menimbulkan masalah karena bangunan-bangunan ini tidak
boleh terlalu dekat dengan bendungan mengingat mudah terkena erosi
sebagai akibat aliran air. Harus diperiksa pula apakah terowongan
pengelak dapat dipakai sebagai bangunan pelimpah sesudah selesai
fungsinya untuk pembelokan sungai.

2.3 Bendungan yang Ideal Dibangun di Indonesia


Bendungan besar pertama yang telah dibangun di Indonesia adalah
Ngelangon di Sungai Ngelangon di dekat kota Purwodadi (Jawa Tengah).
Telah beroperasi sejak tahun 1914. Tujuan pembangunannya adalah untuk
keperluan irigasi (pengairan). Tipe bendungannya adalah urugan tanah.
Sesudah Indonesia merdeka, bendungan besar pertama yang dibangun
adalah Cacaban di Sungai Cacaban (di dekat kota Tegal, Jawa Tengah). Telah
beroperasi sejak tahun 1958. Tujuan pembangunannya adalah untuk keperluan
irigasi (pengairan). Tipe bendungan adalah urugan tanah juga.
Bendungan Ngancar di Sungai Ngancar (Jawa Tengah) mulai dibangun
sebelum kemerdekaan dan selesai setelah Indonesia merdeka (1946). Tujuan
pembangunannya adalah untuk keperluan irigasi. Tipe bendungannya adalah
urugan batu. Menurut buku Large Dams in Indonesia tahun 1986, di Indonesia
telah dibangun bendungan besar yang cukup banyak. Data ini akan disadur
secara bebas dan dilengkapi dengan data sampai dengan keadaan akhir tahun
1987 (Soedibyo:371).
Tabel 2.1. Nama bendungan besar di Indonesia sampai dengan tahun 1987
Sumber: Soedibyo, Ir.. Teknik Bendungan (1993:371)
Keterangan :
 X) : pada tahun 1990 masih dalam pelaksanaannya.
 UT : bendungan urusan tanah.
 UB : bendungan urugan batu.
 BB : bendungan beson berdasar berat sendiri.
 BBL : bendungan beton berbentuk lengkung.
 I : irigasi (pengairan).
 E : tenaga listrik (energy).
 F : pengendalian banjir (flood controle)
Maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bendungan yang ideal dan cocok
dibangun di Indonesia yaitu bendungan urugan tanah dan urugan batu, sebab
bendungan tersebut memiliki banyak kelebihan. Berikut tabel karakterisitik
bendungan urugan tanah dan urugan batu jika dibangun di Indonesia.
Tabel 2.2. Karakterisitik bendungan urugan tanah dan urugan batu
Pertimbangan Tipe urugan tanah Tipe urugan batu
desain
Tinggi Tinggi maksimum 30m, Tinggi tak terbatas bisa
bendungan tetapi ada yang sampai 50m mencapai 70m, bahkan di
asalkan desain sistem Brazil mencapai 160m.
drainase yang baik.
Sifat dan jumlah Material tanah dibutuhkan Dibutuhkan material lolos
material yang dalam jumlah yang besar, air dalam jumlah besar,
dapat digunakan semua jenis tanah dapat gradasi baik dan
digunakan. kompressibilitas rendah.
Kondisi Tidak ada ketentuan khusus, Untuk ebatmen dengan
topografi namun ebatmen yang landai lereng tegak, maka untuk
bendungan lebih menguntungkan. kontruksi membran kedap
air harus dilakukan hati hati.
Kondisi geologi Bendungan rendah dapat Tidak menguntungkan bila
lokasi dibangun walaupun daya terletak diatas fondasi yang
bendungan dukungnya sangat rendah, dapat menimbulkan
fondasi dapat diperbaiki. penurunan tidak merata.
Kondisi Tidak menguntungkan di Tidak berpengaruh di
meteorologi daerah dengan intensitas daerah dengan intensitas
hujan tinggi. hujan tinggi.
Operasi waduk Tidak menguntungkan bila Surut cepat tidak
terjadi surut cepat pada berpengaruh .
waduk.
Metode Pelaksanaan kontruksi Pelaksanaan kontruksi dapat
kontruksi secara cepat tidak dilakukan dengan cepat.
menguntungkan, terjadi
Pertimbangan Tipe urugan tanah Tipe urugan batu
desain
peningkatan tekanan pori.
Namun pelaksanaan
kontruksi adalah sederhana
karena material homogen
atau satu jenis.
Lain-lain - Bocoran bisa besar.
Sumber:
BAB 3

PENUTUP

Berdasarkan paparan bahasan pada BAB 2, berikut ini disajikan beberapa


simpulan linier mengenai macam tipe bendungan, faktor yang menentukan
didalam pemilihan tipe bendungan, dan bendungan yang ideal dibangun di
Indonesia.

3.1 Simpulan
Macam-macam pembagian bendungan menurut Soedibyo ada 6 tipe
bendungan yaitu tipe bendungan berdasarkan ukurannya, tipe bendungan
berdasarkan tujuan pembuatannya, tipe bendungan berdasarkan penggunaannya,
tipe bendungan berdasarkan jalannya air, tipe bendungan berdasarkan fungsinya,
dan tipe bendungan menurut ICOLD (The International Commision on Large
Dams).
Faktor-faktor yang menentukan dalam pemilihan tipe bendungan ada
beberapa, tetapi masing-masing ada kalanya saling bertentangan satu dengan yang
lainnya. maka demikian harus dipilih lebih dari tiga alternatif kemudian
dibandingkan dan dipilih yang paling menguntungkan. Berikut faktor-faktor yang
penting dalam pemilihan tipe bendungan yaitu: tujuan pembangunan, keadaan
klimatologi setempat, keadaan topografi setempat, keadaan di daerah genangan,
keadaan geologi setempat, tersedianya bahan baku setempat, dan hubungan
dengan bangunan pembantu (bangunan pelimpah, bangunan pengambilan dan
bangunan pengeluaran).
Bendungan besar yang pertama dibangun di Indonesia adalah Ngelangon
di sungai Ngelangon didekat kota Purwodadi (Jawa Tengah). Tujuan
pembangunannya adalah untuk keperluan irigasi (pengairan), tipe bendungannya
urugan tanah. Bendungan Ngancar di Sungai Ngancar (Jawa Tengah) mulai
dibangun sebelum kemerdekaan dan selesai setelah Indonesia merdeka (1946).
Tujuan pembangunannya adalah untuk keperluan irigasi. Tipe bendungannya
adalah urugan batu. Dapat dari tabel 2.3 pada bahasan maka dapat disimpulkan
bahwa bendungan yang ideal dan cocok dibangun di Indonesia urugan tanah dan
urugan batu.

3.2 Saran
DAFTAR RUJUKAN
Soedibyo, Ir.. 1993. Teknik Bendungan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai