Bab 4 Fix
Bab 4 Fix
Pada bab ini dibahas mengenai hasil pengumpulan data tentang pengaruh
kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing terhadap arus puncak ekspirasi
pada pasien PPOK di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan. Data disampaikan dalam
bentuk tabel dan narasi yang meliputi data umum dan data khusus. Data umum
penelitian (jenis kelamin, umur, riwayat pekerjaan, riwayat merokok dan lama
merokok). Data khusus menjelaskan tentang variabel yang diukur berkaitan dengan
pengaruh kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing terhadap arus
ini bertempat di Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 1-4 Pasuruan, Kota Pasuruan,
Medis, Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis, Pelayanan dan Asuhan
umum dan keuangan, Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
73
74
ruang rawat inap penyakit dalam kelas 3 dengan kapasitas keseluruhan 61 pasien.
Ruang Interna 2 dibagi menjadi beberapa ruang, yaitu Ruang Soka bawah no bed
1-6, Ruang Soka atas no bed 7-8, Ruang Krisan atas no bed 7-9, Ruang Krisan
bawah no bed 2-6 dan Ruang IMC (Intermediet Care). Jumlah tenaga kesehatan
yang tersedia di ruang Interna 2 sebanyak 35 orang, yaitu 1 orang kepala ruang, 2
orang ketua tim, 32 perawat, dan 1 orang tata usaha. Dengan perbandingan 30 orang
bawah terdiri dari soka 1-6. Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan,
Pasuruan yaitu dengan pemasangan oksigen, nebulizer, dan pemberian obat. Tidak
pendukung seperti latihan pernafasan pursed lip breathing dan balloon blowing.
Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak
24 orang (80%).
75
Tabel 4.2 menunjukkan rentang umur paling banyak pada pasien PPOK pada umur
Pekerjaan
Tabel 4.3 menunjukkan riwayat pekerjaan responden paling banyak sebagai pekerja
Merokok
Tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar memiliki riwayat merokok dengan jumlah
Tabel 4.5 menunjukkan paling banyak lama merokok dari responden yaitu rentang
Tabel 4.6 Arus Puncak Ekspirasi Sebelum Dilakukan Kombinasi Pursed Lip
Breathing dan Balloon Blowing di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, periode 7
Januari – 11 Februari 2019.
N Mean Min Max Std. Deviation
APE 30 128 100 150 17,10011
Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing pada klien PPOK yang berjumlah 30
77
orang didapatkan hasil, minimal 100 L/menit dan maksimal 150 L/menit dengan
Tabel 4.7 Arus Puncak Ekspirasi Setelah Dilakukan Kombinasi Pursed Lip
Breathing dan Balloon Blowing di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, periode 7
Januari – 11 Februari 2019.
N Mean Min Max Std. Deviation
APE 30 186,6667 150 240 24,95974
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan nilai APE setelah pemberian kombinasi Pursed
Lip Breathing dan Balloon Blowing pada klien PPOK yang berjumlah 30 orang
diberi perlakuan yang sama dan pengukuran yang sama didapatkan hasil, minimal
150 L/menit dan maksimal 240 L/menit dengan rata rata sebesar 186,7 L/menit.
Tabel 4.8 Arus Puncak Ekspirasi Pre Test, Post Test dan Selisih Pre-Post Test
Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing di RSUD dr. R.
Soedarsono Pasuruan, periode 7 Januari – 11 Februari 2019.
N Mean Min Max Std.
Deviation
APE Pre Test 30 128 100 150 17,10011
APE Post Test 30 186,6667 150 240 24,95974
Selisih APE Pre Test dan Post 30 58,6667 30 90 14,79360
Test
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan selisih nilai arus puncak ekspirasi antara
sebelum dan sesudah pemberian Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon
Blowing pada pasien PPOK yang berjumlah 30 orang diperoleh rata-rata selisih
Tabel 4.9 Tabel Pengaruh Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing
Terhadap Arus Puncak Ekspirasi di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, periode 7
Januari – 11 Februari 2019.
Rerata (s.b) Selisih (s.b) Nilai p
APE Pre-Test 128 (17,1)
(n=30) 58,66667 (14,7) 0,000
APE Post-Test 186,6667 (24,9)
(n=30)
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan hasil uji paired t test setelah intervensi
kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing didapatkan hasil Pvalue =
0,000 < 0,05 yang artinya ada pengaruh kombinasi pursed lip breathing dan balloon
4.4 Pembahasan
4.4.1 Arus Puncak Ekspirasi Sebelum Diberikan Teknik Pursed Lip Breathing
hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi akibat penyempitan jalan nafas
keterbatasan aliran udara ialah penurunan rasio volume ekspirasi yang dipaksa
selama 1 detik atau arus puncak ekspirasi (Yatun et all, 2016). Adapun faktor yang
mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi antara lain usia, jenis kelamin, riwayat
Pada tabel 4.1 Distribusi frekuensi klien berdasarkan jenis kelamin pada
(80%), dan sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (20%). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amoros (2008) menyebutkan bahwa
mayoritas penderita PPOK 92% adalah laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh
79
Kara et al, (2006) menyebutkan 75% responden dalam penelitiannya adalah laki-
laki. Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 % lebih kecil
dari pada pria (Guyton & Hall, 2008). Kapasitas vital paru rata-rata pria dewasa
muda kurang lebih 4,4 L dan perempuan muda kurang lebih 3,1 L, meskipun nilai
jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan sama (Antarudin, 2003).
Secara biologis antara pria dan wanita berbeda. Nilai APE pria lebih besar dari pada
wanita berdasarkan tabel nilai normal APE karena frekuensi pernapasan pada laki-
laki lebih cepat dari pada perempuan, karena laki-laki membutuhkan banyak energi
untuk beraktivitas, berarti semakin banyak pula oksigen yang diambil dari udara
hal ini terjadi karena lelaki umumnya beraktivitas lebih banyak dari pada
perempuan sehingga recoil dan compliance parunya lebih terlatih (Guyton & Hall,
2005).
pasien PPOK pada umur 46-55 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,3%) dan umur
56-65 tahun sebanyak 12 orang (40%). Usia merupakan faktor utama yang
terjadinya penurunan kapasitas fungsi paru (Meita, 2012). Menurut Darmojo (2011)
sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada sekitar usia 20-25
tahun, setelah itu sistem respirasi akan mulai menurun fungsinya mulai pada usia
30 tahun. Fungsi paru terutama APE dapat dipengaruhi oleh faktor usia (Guyton &
Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Berdasarkan rata-rata usia responden termasuk
dalam rentang usia dewasa pertengahan yaitu usia 40-65 tahun (Potter & Perry,
2007 dalam Widiyani, 2015). Menurut Yunus (dalam Novarin, 2014) fungsi paru
80
maksimal pada umur 19-21 tahun yang dapat dibuktikan di tabel prediksi nilai APE
dimana nilai APE akan semakin berkurang dengan bertambahnya umur seseorang,
setelah itu nilai fungsi paru terus menurun sesuai bertambahnya umur karena
bertambah. Hal tersebut dikarenakan sistem biologis manusia akan menurun secara
pernafasan dimulai pada usia dewasa pertengahan, dan seiring bertambahnya usia
penurunan serta akan terjadi penebalan kelenjar bronkial (Guyton & Hall, 2007
kerentanan terhadap penyakit yang bertambah dan mudah terjadi infeksi pada
saluran pernafasan. Adanya obstruksi yang terjadi pada saluran pernafasan dapat
menurunkan nilai dari APE seseorang (Potter & Perry, 2007 dalam Widiyani,
semakin lambat. Energi yang dibutuhkan pada usia lanjut lebih sedikit
Kebutuhan O2 yang sedikit akan berdampak pada kadar SaO2. Kebutuhan energi
2006).
81
paru. Hal tersebut dapat memunculkan suatu resiko penurunan nilai APE karena
seiring bertambahnya usia elastisitas dinding dada, elastisitas alveoli, dan kapasitas
banyak sebagai pekerja swasta/buruh pabrik yaitu sebanyak 9 orang (30%). Faktor
lingkungan yang meliputi polusi udara didalam dan diluar ruangan seperti asap
kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting
antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, bahan percetakan
dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasif (Oemiati, 2013).
saluran napas atas, karena bereaksi dengan air yang terdapat di lapisan mukosa. Dan
kejadian infeksi saluran napas meningkat pada orang yang terpapar dengan NO2.
Hal itu disebabkan karena terjadi kerusakan silia, gangguan sekresi mukus dan
ozon akan dapat meningkatkan hiperaktivitas bronkus pada klien asma maupun
sebagian besar memiliki riwayat merokok dengan jumlah 24 orang (80%) yang
82
semuanya berjenis kelamin laki-laki dan sisanya tidak merokok sebanyak 6 orang
(20%) yang berjenis kelamin perempuan. Riwayat merokok merupakan salah satu
faktor yang juga dapat mempengaruhi kualitas dari fungsi paru klien (Guyton &
Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Merokok merupakan faktor utama yang dapat
struktur jalan napas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan nafas besar
nilai APE (Guyton & Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Asap rokok dapat
rokok dapat melemahkan sistem pertahanan yang terdapat pada saluran pernafasan
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, sehingga akan mempengaruhi nilai APE.
yaitu 21-30 tahun sebanyak 11 orang (36,7%). Riwayat lama merokok yang paling
lama terjadi adalah 40 tahun. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap
dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat
mengalami PPOK (Suradi, 2007 dalam Widiyani, 2015). Kandungan zat nikotin
didalam rokok dapat menurunkan fungsi sel epitel pada saluran pernafasan
83
sehingga memicu terjadinya peradangan dan pengeluran mukus yang berlebih dan
pada akhirnya mengakibatkan obstruksi jalan napas. Obstruksi jalan napas akan
merokok dimana lama merokok yang paling lama yakni selama 40 tahun dan lama
merokok terbanyak berdasarkan tabel 4.5 yaitu 21-30 tahun. Merokok merupakan
salah satu penyebab yang memicu terjadinya PPOK. Rokok dapat menimbulkan
kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga drainase lendir terganggu.
kumpulan lendir ini merupakan media yag baik untuk berkumpulnya pertumbuhan
bakteri, jika hal tersebut terjadi secara terus-menerus maka akan memicu terjadi
Pada tabel 4.6 di atas menunjukkan hasil tabulasi data arus puncak ekspirasi
sebelum diberikan intervensi pursed lip breathing dan balloon blowing pada klien
PPOK sejumlah 30 orang didapatkan hasil minimum 100 L/menit, maksimum 150
4.4.2 Arus Puncak Ekspirasi Sesudah Diberikan Teknik Pursed Lip Breathing
Berdasarkan tabel 4.7 setelah dilakukan pursed lip breathing dan balloon
blowing selama selama 3 hari dalam sehari 1 kali, semua responden mengalami
peningkatan arus puncak ekspirasi, didapatkan hasil nilai APE dari 30 responden,
minimum 150 L/menit, maksimum 240 L/menit dan rata-rata 186,7 L/menit. Rata-
rata arus puncak ekspirasi sebelum intervensi yaitu 128 L/menit. Rata-rata arus
puncak ekspirasi sesudah intervensi yaitu 186,7 L/menit dan rata rata selisih arus
Pada latihan pernafasan pursed lip breathing akan terjadi dua mekanisme
yaitu inspirasi kuat dan ekspirasi kuat dan panjang. Ekspirasi yang kuat dan
memanjang akan melibatkan kekuatan dari otot intra abdomen sehingga tekanan
intra abdomen pun meningkat yang akan meningkatkan pula pergerakan diafragma
ke atas membuat rongga torak semakin mengecil. Rongga torak yang semakin
mengalir keluar dari paru ke atmosfir. Ekspirasi yang dipaksa dan memanjang saat
sehingga akan memperlancar udara yang dihirup atau dihembuskan. Ekspirasi yang
dipaksa dan memanjang akan memperlancar udara inspirasi dan ekspirasi sehingga
Latihan pursed lip breathing yaitu mengeluarkan udara pada saat ekspirasi
dengan pelan melalui mulut dengan bibir dirapatkan dan tertutup. Pada saat
melakukan pursed lip breathing tidak terdapat aliran udara pernafasan yang terjadi
melalui hidung karena sumbatan involunter nasofaring oleh palatum lunak. Latihan
pursed lip breathing dapat menurunkan tahanan udara dan meningkatkan kepatenan
jalan nafas. Latihan ini dapat membantu menurunkan pengeluaran air trapping
oksigen kedalam ruang alveolus, sehingga proses difusi dan perfusi berjalan dengan
proses pernafasan dapat berjalan dengan baik, dengan proses pernafasan yang baik
akan mempengaruhi terhadap arus puncak ekpirasi yang meningkat pula (Guyton
meningkatkan kapasitas paru. Meniup balon mengaktifkan otot pada intercosta dan
meningkatkan elevasi dari diafragma dan costa. Proses ini memungkinkan paru
bagi paru untuk melakukan pengambilan dan pengeluaran udara paru, bukan
Terapi ini dapat dianalogkan dengan latihan napas dalam atau pursed lip
breating. Pursed lip breathing adalah inspirasi dalam dan ekspirasi memanjang
pola napas, menurunkan sesak napas, meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan
Terapi meniup balon dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan sehingga akan
memaksimalkan recoil dan compliance paru sehingga fungsi paru akan meningkat
pula. Latihan meniup balon dapat meningkatkan kekuatan otot dan ventilasi paru
pasien asma, hal ini disebabkan karena latihan dapat menyebabkan perangsangan
pusat otak yang lebih tinggi pada pusat vasomotor di batang otak yang
bermain meniup balon sangat baik dilakukan pada pasien yang menderita asma atau
PPOK karena dapat memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma, serta
tekanan jalan napas selama ekspirasi, dengan demikian dapat mengurangi jumlah
tahanan dan jebakan udara yang akan meningkatkan arus puncak ekspirasi.
berpendapat bahwa teknik pursed lip breathing dan balloon blowing dapat
aerob yang akan meningkatkan kekuatan dari otot-otot pernafasan sehingga dapat
Pvalue = 0,145 > 0,05 maka data disimpulkan berdistribusi normal. Berdasarkan
tabel 4.9 menunjukkan hasil uji paired t test setelah intervensi kombinasi pursed lip
breathing dan balloon blowing didapatkan hasil Pvalue = 0,000 < 0,05 yang artinya
ada pengaruh kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing terhadap arus
puncak ekspirasi.
berat obstruksi yang terjadi pada pasien tersebut (Guyton & Hall, 2007 dalam
Widiyani, 2015). Obstruksi yang terjadi pada pasien PPOK diakibatkan oleh adanya
mukus yang kental. Akibat adanya obstruksi yang terjadi pada saluran pernafasan
dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan (Smeltze & Bare, 2007 dalam Widiyani,
2015). Hipoksia yang terjadi di dalam tubuh akan menyebabkan hipoksia terhadap
otot juga, sehingga akan terjadi metabolisme anaerob yang dapat menghasilkan
asam laktat. Peningkatan asam laktat dalam tubuh akan menyebabkan kelelahan
otot. Kelelahan otot yang terjadi di saluran pernafasan dapat menurunkan nilai APE
(Guyton & Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Intervensi keperawatan yang dapat
Latihan pernafasan ini terdiri dari latihan dan praktik pernafasan yang dimanfaatkan
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol, efisien dan mengurangi kerja
melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau
paru-paru dengan cara latihan ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa
memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti pemakaian obat-
membantu pasien untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan melatih otot
88
ekspirasi dan mengurangi terjebaknya udara dalam saluran nafas (Smeltzer et al.,
2013). PLB dapat membantu mengurangi sesak nafas sehingga pasien mampu
kebutuhan sehari-hari. PLB yang dilakukan secara rutin dan benar mampu
Suprayitno, 2017).
breathing merupakan latihan pernapasan yang banyak diteliti dan dilakukan untuk
dihasilkan bahwa dengan meniup balon secara rutin dapat memperbaiki fungsi paru
salah satu latihan relaksasi pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan
dan untuk pengembangan paru yang optimal (Aulia, 2015). Menurut (Aulia, 2015)
tujuan dari tindakan ini adalah, memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola
jalan napas selama ekspirasi, mengurangi jumlah udara yang terjebak dalam paru-
89
perokok dewasa banyak dilakukan oleh peneliti sebelumya. Tujuan dari penelitian
latihan pernapasan dengan meniup balon. Subjek penelitian terdiri dari kelompok
meniup balon 3 x seminggu. Responden dilakukan pengukuran fungsi paru pre dan
post intervensi. Hasil penelitian setelah di uji statistik dengan paired t test, dan
hasilnya menunjukkan nilai signifikasi terhadap perubahan fungsi paru yang dilihat
dari nilai VC, FEC, APE. Dengan balloon blowing dapat meningkatkan otot
yang terjebak pada paru seperti yang terjadi pada pasien PPOK, terutama yang
Hal tersebut diatas sejalan dengan hasil penelitian Emdat Suprayitno (2018)
tentang pengaruh pursed lip breathing terhadap peak expiratory flow rate penderita
penyakit paru obstruktif kronis, terbukti dapat meningkatkan nilai PEF pada
penderita PPOK. Penelitian yang dilakukan Dewi Natalia et al., (2007) tentang
efektifitas pursed lip breathing dan tiup balon dalam peningkatan arus puncak
APE. Latihan nafas dengan pursed lip breathing dan tiup balon pada pasien asma
tingkat ekspirasi. Penelitian yang dilakukan Royani (2007) tentang pengaruh terapi
aktivitas bermain meniup balon terhadap perubahan fungsi paru anak degan asma,
responden yang parunya baik sebanyak 18 responden (60%) dan responden yang
antara lain :
Berbeda dengan pasien yang tidak mendapat oksigen yang cukup, di dalam
kerja dari bronkodilator yaitu melebarkan saluran nafas, obat anti inflamasi
untuk meredakan proses inflames yang terjadi dan obat mukolitik yang
dapat memecah molekul mukus menjadi lebih kecil dan mudah bergerak