Adds
Adds
Abstract The main cocoa antioxidant compounds are flavanols that consist of monomer (epicatechin
and catechin) and oligomers from dimers to decamers (procyanidin), with small quantity of anthocyanin
(cyanidin glucoside) and flavonol (quercetin glycoside). Cocoa processing stages that affect antioxidant
compounds changes are fermentation and roasting. Fermentation causes decrease of polyphenol content
due to polyphenols diffusion out of the cotyledons, furthermore polyphenols undergo oxidation and
condensation. Roasting temperature more than 70oC cause loss of (+)-catechin. During roasting, protein
that bounded to the cell wall (cellulose and pectin) undergo Maillard reaction where its products potentially
as antioxidants. This study is useful to know the proper of cocoa beans processing so antioxidant content
can be maximized. Cocoa beans with good flavor and high antioxidant activity can be obtained through 6th
days fermentation and roasting at 110oC for 60 minutes.
Keywords: cocoa beans, fermentation, roasting, antioxidant
Abstrak Senyawa antioksidan utama pada kakao adalah golongan flavanol berupa monomer
(epicatechin dan catechin) serta oligomer dari dimer sampai dekamer (procyanidin), dengan sejumlah
kecil anthocyanin (cyanidin glycoside) dan flavonol (quercetin glycoside). Tahapan pengolahan biji kakao
yang mempengaruhi perubahan senyawa antioksidan adalah proses fermentasi dan penyangraian.
Fermentasi menyebabkan kandungan polifenol turun karena difusi polifenol keluar dari kotiledon selain itu
polifenol mengalami oksidasi dan kondensasi. Penyangraian dengan suhu lebih dari 70°C menyebabkan
kehilangan (+)-catechin. Selama penyangraian, protein yang terikat dengan dinding sel (selulosa dan
pektin) akan mengalami reaksi Maillard dimana produk reaksi Maillard berpotensi sebagai antioksidan.
Kajian ini bermanfaat untuk mengetahui kondisi proses pengolahan biji kakao yang tepat sehingga aktivitas
antioksidan dapat dimaksimalkan. Kondisi pengolahan supaya diperoleh biji kakao yang mempunyai cita
rasa baik dan aktivitas antioksidan tinggi adalah dengan fermentasi 6 hari dan penyangraian pada 110oC
selama 60 menit.
Kata Kunci: biji kakao, fermentasi, penyangraian, antioksidan
antioksidan. Tidak adanya gugus hidroksil yang salah menyebabkan kerusakan citarasa
pada posisi 3 dalam flavanon dan flavon yang tidak dapat diperbaiki melalui modifikasi
menurunkan aktivitas antioksidannya. pengolahan selanjutnya. Biji kakao tanpa
Senyawa yang tidak memiliki struktur ortho- fermentasi sama sekali tidak menghasilkan
dihydroxy dalam cincin B tetapi memiliki aroma khas cokelat dan memiliki rasa sepat
struktur catechol pada cincin A menunjukkan dan pahit yang berlebihan (Misnawi, 2005).
aktivitas antioksidan yang lebih besar. Biji kakao tanpa fermentasi mengandung
Cita rasa khas cokelat dikembangkan senyawa polifenol yang terdiri dari 37%
pada tahap pengolahan kakao yaitu catechins, 4% anthocyanins dan 58%
fermentasi dan penyangraian, dimana pada proanthocyanidins. Total polifenol pada awal
tahap ini juga banyak terjadi perubahan fermentasi sebanyak 16,11% (b/b), dan
senyawa antioksidan. Perubahan senyawa setelah hari keenam fermentasi menjadi
antioksidan pada kulit biji kakao antara lain 6,01% (b/b). Biji kakao Forastero yang tidak
disebabkan karena difusi atau degradasi difermentasi mengandung polifenol sebanyak
fenolik selama fermentasi dan penyangraian 120–180 g/kg (Wollgast dan Anklam, 2000).
biji kakao. Konsentrasi awal epicatechin adalah 12 mg/g
Ulasan ini menggunakan metode dan setelah fermentasi hari keenam sebanyak
kajian pustaka dengan mengumpulkan 60% epicatechin hilang. Kandungan polifenol
data sekunder dari jurnal ilmiah, buku, turun setelah fermentasi disebabkan karena
hasil penelitian, artikel dan internet difusi polifenol keluar dari kotiledon selain itu
yang terkait dengan ulasan ini. Manfaat polifenol mengalami oksidasi dan kondensasi
ulasan ini adalah memberikan informasi (Caligiani et al., 2007). Aktivitas penghambatan
sehingga dapat diketahui kondisi proses radikal DPPH semakin menurun dengan
fermentasi dan penyangraian yang tepat semakin lama fermentasi yang berarti bahwa
agar aktivitas antioksidan biji kakao dapat turunnya aktivitas antioksidan disebabkan
dimaksimalkan. Manfaat lain adalah untuk karena penurunan polifenol berkurang.
mengembangkan metode atau teknik Polifenol merupakan komponen utama biji
fermentasi dan penyangraian biji kakao yang kakao yang berperan terhadap aktivitas
dapat meminimalkan penurunan senyawa antioksidan (Steinberg, 2002). Selama
antioksidan, khususnya untuk memproduksi fermentasi, penurunan kandungan polifenol
pangan cokelat fungsional. juga disebabkan modifikasi biokimia melalui
polimerisasi dan kompleksasi dengan protein.
Tahap Pengolahan Biji Kakao yang Hal ini juga menyebabkan kelarutan dan rasa
Mempengaruhi Senyawa Antioksidan sepat berkurang (Bonvehí dan Coll, 1997).
Pengaruh fermentasi dan penyangraian
kakao terhadap perubahan antioksidan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Pengaruh Fermentasi
Fermentasi merupakan tahapan
penting dalam proses pengolahan kakao yang
bertujuan untuk membentuk cita rasa khas
cokelat dan mengurangi rasa pahit serta sepat
yang ada di dalam biji kakao (Widyotomo
dan Mulato, 2008). Tujuan utama fermentasi
adalah untuk mematikan biji sehingga terjadi
Gambar 3. Perubahan kimia biji kakao
perubahan-perubahan di dalam biji seperti
selama fermentasi (Lopez dan Dimick, 1995
warna keping biji, pembentukan prekursor
dalam Wahyudi et al., 2008).
aroma dan citarasa, serta mempermudah
pulp terurai (Afoakwa et al., 2008). Fermentasi
Selama proses fermentasi, pada setelah 4-5 hari dan menurun setelahnya.
pulp, kulit biji dan kotiledon biji kakao pH akan meningkat menjadi 4,5-5 karena
terjadi perubahan fisik, biologi serta sejumlah besar asam sitrat hilang dan
kimia. Perubahan kimia biji kakao selama diganti dengan asam asetat dan asam laktat.
fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3. Pulp Selama aktivitas mikroorganisme ini suhu
segar memiliki kandungan gula tinggi dan dalam kotak meningkat mendekati 50oC.
pH rendah (3,5) karena kandungan asam Asam asetat yang semula di permukaan biji
sitrat. Kondisi ini ideal untuk tumbuhnya merembes lewat kulit biji dan masuk ke dalam
mikroorganisme saat biji dikeluarkan dari kotiledon yang mengakibatkan kematian biji
buah. Kondisi biji pada awal fermentasi adalah (Anonim, 2013).
anaerobik yang tepat untuk pertumbuhan Kematian biji selain disebabkan difusi
yeast. Yeast merupakan perintis di dalam asam asetat juga dipengaruhi difusi etanol
fermentasi kakao dengan spesies antara dan panas ke dalam biji. Kematian biji akan
lain Saccharomyces cerevisiae, Candida mempercepat perubahan enzimatis dalam
rugosa dan Kluyveromyces marxianus keping biji antara lain rasa sepat berkurang,
(Schwan, 1998). Yeast mengubah sebagian pigmen ungu hilang, terbentuk warna cokelat
besar gula dalam pulp menjadi alkohol dan serta prekursor flavour dan aroma khas
reaksi ini menghasilkan sejumlah besar cokelat (Hansen et al., 1998). Penguraian
karbondioksida. Kadar gula yang mulanya senyawa polifenol, protein dan gula oleh
sebesar 11 % mengalami metabolisme dan enzim terjadi selama fermentasi sehingga
berkurang menjadi 1-2% selama 24-48 jam terbentuk prekursor aroma dan rasa pada
pertama (Anonim, 2013). biji kakao. Biji kakao akan kehilangan daya
Segera setelah proses fermentasi tumbuh pada hari kedua dimana suhu massa
dimulai, pulp terurai kemudian mencair biji naik di atas 40oC dan pH kotiledon turun
dan menetes keluar. Pulp yang menetes dari 6,6 menjadi 5. Peningkatan keasaman
keluar umumnya telah selesai pada 24- dikarenakan asam asetat yang dibentuk
36 jam pertama fermentasi. Terurainya dalam pulp menembus kulit biji yang
pulp menyebabkan sebagian asam sitrat kemudian masuk ke dalam kotiledon. Pada
berkurang karena mengalir bersama cairan biji yang hidup, kulit biji tidak permeabel
fermentasi. Kondisi ini mengakibatkan terhadap asam sitrat yang ada dalam pulp.
peningkatan pH dan perubahan suhu yang Kematian biji mengakibatkan permeabilitas
mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat. sel rusak sehingga senyawa polifenol keluar
Bakteri asam laktat yang terlibat adalah jenis dari sel dan terdifusi ke seluruh jaringan biji.
homofermenter yang mengkonversi glukosa Akibatnya akan terjadi reaksi dengan enzim
menjadi asam laktat serta heterofermenter polifenol oksidase yang menyebabkan
yang memproduksi asam laktat dan juga perubahan senyawa polifenol. Epicatechin
alkohol, asam asetat dan karbondioksida. dan procyanidin dari 3 sub unit atau kurang
Bakteri asam laktat pada hari kedua bersifat larut dan menyebabkan rasa sepat.
fermentasi sangat dominan dan akan Molekul yang dibentuk lebih dari 3 sub unit
berkurang seiring dengan peningkatan suhu adalah tidak larut dan tidak menyebabkan
dan kondisi aerobik (Anonim, 2013). astringency. Selama fermentasi, konsentrasi
Saat pulp mulai mencair, oksigen yang polifenol larut berkurang karena oksidasi dan
semula terhalang pulp mengalir ke dalam polimerisasi sehingga astringency berkurang
kotak fermentasi. Kondisi aerob dan pH pulp dan warna berubah dari ungu menjadi coklat
yang meningkat menyebabkan bakteri asam (Ziegleder, 2009).
asetat mendominasi fermentasi. Bakteri Epicatechin mengalami polimerisasi
asam asetat mengkonversi alkohol menjadi membentuk tannin komplek (Forsyth dan
asam asetat dan memetabolisme asam- Quesnel, 1963 dalam Kim dan Keeney,
asam karboksilat seperti asam sitrat, asam 1984). Enzim polifenol oksidase mengubah
malat dan asam laktat menjadi asam asetat. epicatechin menjadi quinon dan diquinon
Asam asetat berada pada jumlah maksimum
(Voigt et al., 1994). Anthocyanin yang kakao mengakibatkan kematian biji dan
menyebabkan warna ungu terhidrolisis permeabilitas sel biji rusak sehingga terjadi
menjadi cyanidin dan gula oleh enzim difusi senyawa polifenol dari sel pigmen
glikosidase. Degradasi anthocyanin keseluruh bagian kotiledon. Difusi senyawa
menyebabkan perubahan warna dari polifenol mengakibatkan terjadinya kontak
ungu menjadi coklat. Protein dan peptida dengan enzim polifenol oksidase sehingga
membentuk komplek dengan senyawa mulai terjadi perubahan senyawa polifenol
polifenol menghasilkan warna coklat atau baik kandungan maupun profil polifenol.
coklat-ungu. Sukrosa diubah oleh invertase Polifenol mengalami oksidasi, polimerisasi
menjadi gula reduksi. Protein terhidrolisa dan berikatan dengan protein (Bruna et al.,
oleh enzim peptidase menjadi oligopeptida 2009). Selama fermentasi, terjadi migrasi
dan asam amino. Prekursor aroma kakao epicatechin dari biji kakao ke dalam kulit
ini terlibat dalam reaksi Maillard selama biji kakao (Roelofsen, 1958; Forsyth dan
penyangraian untuk membentuk senyawa Quesnel, 1963 dalam Kim dan Keeney, 1984).
aroma kakao (Beckett, 2009). Sejalan dengan penurunan epicatechin
Bersamaan dengan berlangsungnya dalam biji pada fermentasi hari kedua dan
destruksi anthocyanin, terbentuk cairan ketiga, terjadi peningkatan epicatechin di
berwarna coklat dari senyawa flavonoid kulit biji kakao. Pada akhir fermentasi (hari ke
komplek pada ruang antara kulit biji dan 6) terjadi penurunan epicatechin baik pada
keping biji. Hal inilah yang digunakan sebagai biji maupun kulit biji kakao (Kim dan Keeney,
parameter Indeks Fermentasi (IF), dengan 1984). Biji kakao terfermentasi sempurna
nilai berupa rasio antara kadar flavonoid mempunyai kandungan epicatechin yang
kompleks (coklat) dan kadar anthocyanin lebih rendah daripada yang terfermentasi
(ungu). Indeks fermentasi adalah sebagian (Kim dan Keeney, 1984; Counet
perbandingan absorbansi pada panjang et al., 2004 dalam Bruna et al., 2009).
gelombang 460 nm (flavonoid kompleks) Sedangkan kandungan polifenol kulit biji
dan 530 nm (anthocyanin). Waktu fermentasi kakao dari biji kakao yang terfermentasi
yang lebih lama memungkinkan proses sempurna lebih tinggi daripada kulit biji kakao
destruksi anthocyanin dan pembentukan dari biji kakao yang terfermentasi sebagian.
senyawa berwarna coklat menjadi lebih Semakin lama fermentasi menyebabkan
sempurna sehingga nilai IF lebih tinggi. kehilangan polifenol yang lebih besar pada biji
Penentuan akhir fermentasi dapat diketahui kakao (Cruz et al., 2013). Fermentasi 1-6 hari
dengan pengamatan pH, suhu dan IF. pH pulp menyebabkan kehilangan polifenol sebesar
sebelum fermentasi 3,7-3,9 dan meningkat 63% dan pada hari ke-6 terjadi penurunan
menjadi 4,8-4,9 di akhir fermentasi. Suhu awal aktivitas antioksidan sebesar 17% dibanding
fermentasi adalah 20-25oC dan pada akhir sebelum fermentasi (Aikpokpodion dan
fermentasi mencapai 48–50oC (Ardhana dan Dongo, 2010). Penurunan senyawa polifenol
Fleet, 2003). Indikator terjadinya fermentasi terutama terjadi pada fraksi monomer
sempurna dilihat dari angka IF dimana jika catechin dan epicatechin, sebanyak lebih
terfermentasi sempurna diperoleh angka IF dari 80% dari nilai awal (Payne et al., 2010).
satu atau lebih. Biji kakao kering yang telah Alkaloid berkurang sebesar 30% yang
difermentasi memiliki Indeks Fermentasi disebabkan karena difusi dari kotiledon
dengan nilai IF ≥ 1, sedangkan untuk biji (Beckett, 2009).
kakao tanpa fermentasi mempunyai nilai IF < Menurut Wood dan Lass (2001), faktor-
1 (Misnawi, 2005). faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi
Fermentasi berpengaruh terhadap adalah sebagai berikut :a. Kemasakan
kandungan senyawa antioksidan. Tingginya buah kakao dimana biji dari buah yang
kandungan polifenol pada kulit biji kakao belum matang perkembangannya masih
kemungkinan disebabkan karena waktu belum kompleks dan pulp yang dihasilkan
fermentasi yang optimal. Fermentasi biji masih kekurangan gula dimana gula
merupakan substrat untuk aktivitas mikroba terhadap suhu fermentasi. Biji yang terlalu
(Yusianto et al., 2008). Misnawi (2005) juga sedikit menyebabkan suhu tidak dapat
menyebutkan bahwa keberadaan senyawa mencapai 45oC sehingga proses fermentasi
protein, lemak, polifenol dan aktivitas enzim tidak berjalan optimal.
hanya terdapat pada biji kakao yang sehat Setelah fermentasi, terdapat tahapan
dan cukup matang. b. Faktor serangan pengolahan biji kakao yaitu pengeringan,
penyakit pada buah, sebagian besar tetapi pengeringan mempunyai efek minimal
penyakit yang menyerang buah kakao terhadap perubahan senyawa antioksidan.
biasanya menimbulkan kerusakan biji, selain Epicatechin biji kakao segar sebanyak
itu buah yang busuk, pecah dan berulat 12,8 mg/g dan biji kakao kering sebanyak
dapat merusak biji sehingga mengganggu 12,4 mg/g sedangkan catechin biji kakao
berlangsungnya proses fermentasi. c. Rasio segar sebanyak 0,46 mg/g tidak mengalami
pulp/biji berpengaruh terhadap fermentasi perubahan setelah pengeringan (Payne et
dimana biji dengan pulp lebih banyak al., 2010).
menghalangi pertukaran udara, menjadikan
massa biji lebih anaerob dan kandungan Pengaruh Penyangraian
gula yang lebih besar menimbulkan jumlah Tahapan penyangraian bertujuan untuk
asam yang lebih banyak pada kotiledon mengurangi kandungan air, memudahkan
di akhir fermentasi. Pembentukan asam pemisahan kulit biji dari kotiledon serta untuk
asetat dan kematian biji terjadi lebih lama mengembangkan cita rasa secara optimal.
sehingga fermentasi berjalan lebih lambat. Penyangraian biji kakao dilakukan pada suhu
d. Jenis atau tipe kakao, umumnya lama 95-145°C (umumnya 110°-120°C) sampai
fermentasi adalah 5-7 hari untuk kakao kadar air mencapai 1-2% (de Zaan, 2009).
lindak (Forastero) dan 3-4 hari untuk kakao Suhu penyangraian biji kakao berbeda-beda
mulia (Criollo) (Susanto, 1994). Waktu tergantung pada penggunaan produk akhir
fermentasi biji kakao Forastero yang sesuai dan jenis biji. Penyangraian suhu rendah
dengan kondisi lingkungan Indonesia adalah (low roasting) sekitar 110-115oC selama
5 hari (Duncan et al., 1989). Perbedaan lama 60 menit, penyangraian suhu menengah
fermentasi berkaitan dengan kandungan (medium roasting) sekitar 140oC selama 40
pulp Forastero yang lebih tebal dibandingkan menit dan penyangraian pada suhu tinggi
dengan Criollo, bentuk biji kakao Criollo (high roasting) pada 190-200oC selama
yang lebih pipih dibandingkan dengan 15-20 menit. Produk yang dihasilkan pada
Forastero yang lebih tebal serta zat warna penyangraian suhu rendah antara lain lemak
ungu pada Criollo lebih sedikit dibandingkan kakao dan permen cokelat; suhu menengah
dengan Forastero (Haryadi dan Supriyanto, antara lain bubuk kakao dan cokelat batang;
2012). e. Faktor yang mempengaruh suhu tinggi antara lain kakao untuk filling dan
fermentasi yang lain adalah penundaan coating (Minifie, 1989). Suhu penyangraian
pemecahan buah, selisih waktu antara biji kakao jenis Forastero (lindak) pada 115-
pemanenan dengan pemecahan buah akan 140oC dan untuk jenis Criollo (mulia) pada
menghasilkan peningkatan suhu fermentasi suhu 110-115oC (Syarief et al., 1988 dalam
yang lebih cepat sehingga mempercepat Mariani 2011).
fermentasi. Pemeraman buah mampu Derajat penyangraian menyebabkan
mempercepat proses fermentasi selama 1 perubahan senyawa antioksidan.
hari. Penyimpanan buah akan mengurangi Penyangraian dengan suhu lebih dari 70°C
volume pulp biji kakao yang mengakibatkan menyebabkan kehilangan (+)-catechin
terbentuknya ruang antar biji, sehingga tetapi dapat meningkatkan level (−)-catechin
oksigen yang tersedia semakin besar yang karena epimerisasi (−)-epicatechin (Payne et
dapat mendorong terjadinya peningkatan al., 2010). Suhu penyangraian diatas 100oC
suhu (Anonim, 2013). f. Jumlah biji kakao menyebabkan kehilangan flavanol 10%.
akan mempengaruhi panas yang timbul Semakin tinggi suhu dan waktu penyangraian
selama fermentasi, sehingga berpengaruh menyebabkan kehilangan polifenol yang
lebih besar (Cruz et al., 2013). Payne et al. yang mempengaruhi perubahan senyawa
(2010) menunjukkan bahwa epicatechin antioksidan adalah proses fermentasi dan
turun ketika biji mengalami fermentasi dan penyangraian. Fermentasi menyebabkan
penyangraian sampai suhu 120°C. Total kandungan polifenol turun karena difusi,
fenolik dan aktivitas antioksidan biji kakao oksidasi dan kondensasi. Penyangraian
sangrai lebih rendah daripada biji kakao dengan suhu tinggi juga menyebabkan
tanpa sangrai (Arlorio et al., 2008). penurunan kandungan polifenol yang
Protein yang terikat dengan dinding sel disebabkan karena degradasi fenolik. Kajian
(selulosa dan pektin) selama penyangraian ini bermanfaat untuk mengetahui proses
akan mengalami reaksi Maillard (Bernaert pengolahan biji kakao yang tepat sehingga
et al., 2012). Reaksi Maillard adalah reaksi aktivitas antioksidan dapat dimaksimalkan.
antara gugus amino dari suatu asam Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
amino bebas, residu rantai peptida atau fermentasi selama 6 hari dan penyangraian
protein dengan gugus karbonil dari suatu derajat rendah pada 110oC selama 60
karbohidrat apabila keduanya dipanaskan menit. Kondisi pengolahan kakao tersebut
atau disimpan dalam waktu yang relatif diharapkan dapat menghasilkan biji kakao
lama. Gugus ∈-amino residu lisin yang terikat dengan cita rasa baik dan mempunyai
pada peptida dan protein berperan penting aktivitas antioksidan yang tinggi.
dalam reaksi karena sangat reaktif. Selain
itu gugus α-amino terminal juga berperan DAFTAR PUSTAKA
dalam reaksi Maillard (Yokotsuka, 1986
Afoakwa, E. O., A. Paterson, M. Fowler, and
dalam Rosida et al., 2007). Produk akhir dari
A. Ryan. 2008. Flavor Formation and
reaksi Maillard yakni melanoidin berpotensi
Character in Cocoa and Chocolate:
sebagai antioksidan. Sifat antioksidan
A Critical Review.Journal Critical
melanoidin adalah sebagai penangkal radikal
Reviews in Food Science and Nutrition
bebas dan mampu membentuk struktur
48 (9): 840–57. doi:https://doi.
redukton (enaminol). Struktur melanoidin
org/10.1080/10408390701719272.
mengindikasikan adanya redukton yang
Afoakwa, E.O. 2010. Chocolate Science and
mampu mengkelat ion. Melanoidin
Technology. 1sted. United Kingdom:
mempunyai struktur hidroksi piridone
Wiley-Blackwell, John Wiley & Sons
atau seperti piranone yang membentuk
Ltd. doi:10.1002/9781444319880.
kompleks dengan ion Fe3+ dan mereduksi
Aikpokpodion, P. E., and L. N. Dongo. 2010.
aktivitas katalitiknya. Melanoidin mengalami
Effects of Fermentation Intensity on
peningkatan selama penyangraian. Produk
Polyphenols and Antioxidant Capacity.
reaksi Maillard (Maillard Reaction Product/
Int. J. Sustain. Crop Prod. 5 (4): 66–70.
MRP) juga dapat mencegah oksidasi lipid
Amic, D., D. Davidovic-Amic, D. Beslo, V.
(Rosida et al., 2007).
Rastija, B. Lucic, and N. Trinajstic.
Tahapan pengolahan biji kakao
2007. SAR and QSAR of the Antioxidant
yang mempengaruhi perubahan senyawa
Activity of Flavonoids. Current
antioksidan adalah proses fermentasi
Medicinal Chemistry 14 (7): 827–45.
dan penyangraian. Perubahan senyawa
doi:10.2174/092986707780090954.
antioksidan pada kulit biji kakao antara lain
Andres-Lacueva, C., M. Monagas, N. Khan,
disebabkan karena difusi atau degradasi
M. Izquterdo-Pulido, M. Urpi-Sarda,
fenolik selama fermentasi dan penyangraian
J. Permanyer, and R. M. Lamuela-
biji kakao.
Raventós. 2008. Flavanol and Flavonol
Contents of Cocoa Powder Products:
SIMPULAN
Influence of the Manufacturing
Polifenol utama biji kakao adalah Process.Journal of Agricultural and
flavanol berupa epicatechin, catechin dan Food Chemistry 56 (9): 3111–17.
procyanidin. Tahapan pengolahan biji kakao doi:10.1021/jf0728754.
Anonim. 2013. Pasca Panen, Kualitas Choe, E., and D. B. Min. 2009. Mechanisms
Biji Kakao Dan Fermentasi. of Antioxidants in the Oxidation of
Medan: Swisscontact. https://www. Foods. Comprehensive Reviews
swisscontact.org/fileadmin/user_ in Food Science and Food Safety
upload/COUNTRIES/Indonesia/ 8 (4): 345–58. doi:10.1111/j.1541-
Documents/Publications. 4337.2009.00085.x.
Arlorio, M., M. Locatelli, F. Travaglia, J. D. Corcuera, L. A., S. Amézqueta, L. Arbillaga,
Coïsson, E. D. Grosso, A. Minassi, A. Vettorazzi, S. Touriño, J. L. Torres,
G. Appendino, and A. Martelli. 2008. and A. López de Cerain. 2012. A
Roasting Impact on the Contents of Polyphenol-Enriched Cocoa Extract
Clovamide (N-Caffeoyl-L-DOPA) and Reduces Free Radicals Produced
the Antioxidant Activity of Cocoa Beans by Mycotoxins. Food and Chemical
(Theobroma Cacao L.).Food Chemistry Toxicology 50 (3–4). Elsevier Ltd: 989–
106 (3): 967–75. doi:10.1016/j. 95. doi:10.1016/j.fct.2011.11.052.
foodchem.2007.07.009. Cruz, J. F. M., P. B. Leite, S. E. Soares,
Beckett, S.T. 2009. Traditional Chocolate and E. S. Bispo. 2013. Assessment
Making. In Industrial Chocolate of the Fermentative Process from
Manufacture and Use, 4thed., 1–9. Different Cocoa Cultivars Produced in
United Kingdom: Wiley-Blackwell, Southern Bahia, Brazil. African Journal
John Wiley & Sons Ltd. of Biotechnology 12 (33): 5218–25.
Bernaert, H., I. Blondeel, L. Allegaert, and T. doi:10.5897/AJB2013.12122.
Lohmueller. 2012. Industrial Treatment de Zaan. 2009. Cocoa & Chocolate Manual.
of Cocoa in Chocolate Production: Manual. 40thAnniv. ADM Cocoa. https://
Health Implications. In Chocolate and www.choklat.com/data/documents/
Health, edited by R. Paoletti, A. Poli, dezaancocoamanual.pdf.
A. Conti, and F. Visioli, 17–32. Italia: Duncan, R. J. E., G. Godfrey, T. N. Yap, G.
Springer. L. Pettipher, and T. Tharumarajah.
Bonvehí, J. S., and F.V. Coll. 1997. Evaluation 1989. Improvement of the Malaysian
of Bitterness and Astringency Cocoa Bean Flavour by Modification
of Polyphenolic Compounds in of Harvesting , Fermentation and
Cocoa Powder. Food Chemistry 60 Drying Methods — the Sime-Cadbury
(3): 365–70. doi:10.1016/S0308- Process. The Planter 65: 157–74.
8146(96)00353-6. Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of
Bruna, C., I. Eichholz, S. Rohn, L. W. Antioxidant Action in Vitro. In Food
Kroh, and S. Huyskens-Keil. 2009. Antioxidants, edited by Hudson
Bioactive Compounds in Cocoa Hulls B.J.F., 1sted., 1–18. United Kingdom:
(Theobroma Cacao L.) from Different Elsevier Applied Food Science Series.
Origins. Journal of Applied Botany and Springer, Dordrecht. doi:https://doi.
Food Quality. org/10.1007/978-94-009-0753-9_1.
Budhiyanti, S. A. 2013. Karakterisasi Dan Hansen, C. E., M. Del Olmo, and C. Burri.
Identifikasi Antioksidan Dari Rumput 1998. Enzyme Activities in Cocoa
Laut Coklat Sargassum Sp. Sebagai Beans during Fermentation. Journal of
Antioksidan Dalam Mikroemulsi W/O. the Science of Food and Agriculture 77
Universitas Gadjah Mada. (2): 273–81. doi:10.1002/(SICI)1097-
Caligiani, A., M. Cirlini, G. Palla, R. Ravaglia, 0010(199806)77:2<273::AID-
and M. Arlorio. 2007. GC-MS Detection JSFA40>3.0.CO;2-M.
of Chiral Markers in Cocoa Beans Haryadi, dan Supriyanto. 2012. Teknologi
of Different Quality and Geographic Cokelat. Yogyakarta: UGM Press.
Origin. Chirality 19 (4): 329–34. Ito, K., Y. N. Akamura, T. T. Okunaga, and D. I.
doi:10.1002/chir.20380. Ijima. 2003. Anti Cariogenic Properties
Steinberg, M.K. 2002. The Globalization of a Wollgast, J., and E. Anklam. 2000. Review
Ceremonial Tree: The Case of Cacao on Polyphenols in Theobroma
(Theobroma Cacao) among the Mopan Cacao: Changes in Composition
Maya. Economic Botany 56 (1): 58–65. during the Manufacture of Chocolate
https://www.jstor.org/stable/4256520. and Methodology for Identification
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao: and Quantification.Food Research
Budidaya Dan Pengolahan Hasil. International 33 (6): 423–47.
Yogyakarta: Kanisius. http://search. doi:10.1016/S0963-9969(00)00068-5.
jogjalib.com/Record/kulonprogolib- Wood, G.A.R., and R.A. Lass. 2001. Cocoa.
PROGO-/Details. United Kingdom: Wiley-Blackwell,
Tomaru, M., H. Takano, N. Osakabe, A. John Wiley & Sons Ltd. https: //www.
Yasuda, K. I. Inoue, R. Yanagisawa, wiley.com/en-us/Cocoa%2C + 4th +
T. Ohwatari, and H. Uematsu. 2007. Edition-p-9780632063987.
Dietary Supplementation with Cacao Yusianto, T. Wahyudi, dan Sulistyowati.
Liquor Proanthocyanidins Prevents 2008. Pasca Panen. Dalam Panduan
Elevation of Blood Glucose Levels Lengkap Kakao Managemen
in Diabetic Obese Mice. Nutrition Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir,
23 (4): 351–55. doi:10.1016/j. editor T. Wahyudi, R. Panggabean,
nut.2007.01.007. dan Pujiyanto, 207. Jakarta: Penebar
Voigt, J., H. Heinrichs, G. Voigt, and B. Swadaya.
Biehl. 1994. Cocoa-Specific Aroma Ziegleder, G. 2009. Flavour Development
Precursors Are Generated by in Cocoa and Chocolate. In Industrial
Proteolytic Digestion of the Vicilin- Chocolate Manufacture and Use:
like Globulin of Cocoa Seeds. Fourth Edition, edited by S.T. Beckett,
Food Chemistry 50 (2): 177–84. 4thed., 169–91. United Kingdom: Wiley-
doi:10.1016/0308-8146(94)90117-1. Blackwell, John Wiley & Sons Ltd. doi:
Wahyudi, T., T. R. Panggabean, dan 10.1002/9781444301588.
Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap
Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya.
Widyotomo, Sukrisno, dan Sri Mulato.
2008. Fermentation Technology and
Cocoa Pulp Diversification Product
to Increase Good Quality and Added
Value. Review Peneitian Kopi Dan
Kakao 24 (1): 65–82.