Anda di halaman 1dari 11

Antioksidan Biji Kakao: Pengaruh ...

(Ratri Retno Utami)

ANTIOKSIDAN BIJI KAKAO: PENGARUH FERMENTASI DAN PENYANGRAIAN


TERHADAP PERUBAHANNYA (ULASAN)
Cocoa Antioxidant: Effect of Fermentation and Roasting
on Antioxidant Change (Review)

Ratri Retno Utami


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Prof. Abdurahman Basalamah No. 28 Makassar 90231
e-mail: ratri.retno.u@gmail.com

Abstract The main cocoa antioxidant compounds are flavanols that consist of monomer (epicatechin
and catechin) and oligomers from dimers to decamers (procyanidin), with small quantity of anthocyanin
(cyanidin glucoside) and flavonol (quercetin glycoside). Cocoa processing stages that affect antioxidant
compounds changes are fermentation and roasting. Fermentation causes decrease of polyphenol content
due to polyphenols diffusion out of the cotyledons, furthermore polyphenols undergo oxidation and
condensation. Roasting temperature more than 70oC cause loss of (+)-catechin. During roasting, protein
that bounded to the cell wall (cellulose and pectin) undergo Maillard reaction where its products potentially
as antioxidants. This study is useful to know the proper of cocoa beans processing so antioxidant content
can be maximized. Cocoa beans with good flavor and high antioxidant activity can be obtained through 6th
days fermentation and roasting at 110oC for 60 minutes.
Keywords: cocoa beans, fermentation, roasting, antioxidant

Abstrak Senyawa antioksidan utama pada kakao adalah golongan flavanol berupa monomer
(epicatechin dan catechin) serta oligomer dari dimer sampai dekamer (procyanidin), dengan sejumlah
kecil anthocyanin (cyanidin glycoside) dan flavonol (quercetin glycoside). Tahapan pengolahan biji kakao
yang mempengaruhi perubahan senyawa antioksidan adalah proses fermentasi dan penyangraian.
Fermentasi menyebabkan kandungan polifenol turun karena difusi polifenol keluar dari kotiledon selain itu
polifenol mengalami oksidasi dan kondensasi. Penyangraian dengan suhu lebih dari 70°C menyebabkan
kehilangan (+)-catechin. Selama penyangraian, protein yang terikat dengan dinding sel (selulosa dan
pektin) akan mengalami reaksi Maillard dimana produk reaksi Maillard berpotensi sebagai antioksidan.
Kajian ini bermanfaat untuk mengetahui kondisi proses pengolahan biji kakao yang tepat sehingga aktivitas
antioksidan dapat dimaksimalkan. Kondisi pengolahan supaya diperoleh biji kakao yang mempunyai cita
rasa baik dan aktivitas antioksidan tinggi adalah dengan fermentasi 6 hari dan penyangraian pada 110oC
selama 60 menit.
Kata Kunci: biji kakao, fermentasi, penyangraian, antioksidan

PENDAHULUAN O-glucuronide, hyperoside (quercetin-


3-O-galactoside), luteolin, luteolin-7-O-
Sel dalam kotiledon biji kakao terdiri
glucoside, apigenin, vitexin (apigenin-8-
dari sel penyimpanan yang mengandung
C-glucoside), isovitexin (apigenin-6-C-
lemak dan protein serta sel pigmen yang
glucoside), naringenin (Andres-Lacueva
mengandung senyawa polifenol. Polifenol
et al., 2008), serta catechin-C glycoside
biji kakao berupa monomer yaitu epicatechin
(Lau-Cam et al., 2013). Fraksi anthocyanin
yang merupakan flavanol utama dengan
terdiri dari cyanidin-3-α-L-arabinoside dan
kandungan sebanyak 34,65–43,27 mg/g
cyanidin-3-β-d–galactoside (Wollgast dan
(sekitar 35% dari total fenolik). Flavanol
Anklam, 2000). Procyanidin utama adalah
yang lain adalah catechin, gallocatechin dan
flavan-3,4-diol dengan ikatan 4-8 atau 4-6
epigallocatechin (Kim dan Keeney, 1984;
membentuk dimer, trimer atau oligomer
Wollgast dan Anklam, 2000). Flavonol pada
dengan epicatechin sebagai sub unit utama
biji kakao fermentasi terdiri dari quercetin,
(Romanczyk et al., 1997 dalam Afoakwa,
isoquercitrin (quercetin-3-O-glucoside),
2010). Senyawa polifenol pada biji kakao
quercetin-3-O-arabinoside, quercetin-3-

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 75


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 2 Desember 2018: 75-85

tersebut merupakan senyawa antioksidan


(Wollgast dan Anklam, 2000).
Antioksidan merupakan senyawa
yang dapat menghambat, menunda, atau
mencegah reaksi oksidasi baik pada sistem
biologis maupun sistem pangan. Reaksi

(radikal), terbentuk dari berbagai jalur
oksidasi disebabkan oleh adanya radikal termasuk reaksi 1O2 (singlet oksigen)
bebas yang memicu terjadinya reaksi dengan asam lemak tidak jenuh atau
berantai oksidatif. Radikal bebas adalah oksidasi asam lemak tidak jenuh yang
senyawa berupa atom atau molekul yang dikatalisis oleh lipoksigenase
memiliki elektron tidak berpasangan pada Gambar 1. Mekanisme autooksidasi
orbital terluar sehingga bersifat reaktif (Gordon, 1990)
untuk mencari pasangan. Oksidasi pada Tahap inisiasi dapat terjadi karena
bahan pangan disebabkan karena reaksi reaksi langsung antara molekul lipid dengan
antara oksigen dengan asam lemak tidak katalis logam atau karena dekomposisi
jenuh, protein, karbohidrat atau vitamin hidroperoksida yang berasal dari reaksi
(Lee et al., 2004). Oksidasi menyebabkan molekul lipid dengan singlet oksigen atau
rusaknya zat gizi dan munculnya aroma enzim pengkatalis reaksi molekul lipida
yang tidak diinginkan serta senyawa baru dengan triplet oksigen. Ikatan O-O didalam
hasil oksidasi yang dapat membahayakan hidroperoksida bersifat lemah, sehingga
kesehatan (Min dan Boff, 2002). Kecepatan logam dapat mengkatalisis dekomposisi
oksidasi berbanding lurus dengan tingkat hidroperoksida menghasilkan radikal bebas.
ketidakjenuhan asam lemak. Asam linolenat Radikal lipid merupakan spesies yang sangat
dengan tiga ikatan rangkap akan lebih reaktif sehingga dapat bereaksi dengan
mudah teroksidasi daripada asam lemak molekul lipid lain atau dengan triplet oksigen
linoleat dengan dua ikatan rangkap dan membentuk radikal lain. Reaksi propagasi
oleat dengan satu ikatan rangkap. Oksidasi biasanya berjalan dengan sangat cepat.
lemak mendorong terbentuknya peroksida Radikal yang terbentuk dapat bereaksi
melalui pembentukan hidroperoksida yang dengan lipid lagi membentuk hidroperoksida
selanjutnya mengalami degradasi menjadi yang kemudian masuk dalam tahap inisiasi.
senyawa aldehid. Pembentukan aldehid Kemudian terjadi tahap terminasi yaitu reaksi
yang mudah menguap menyebabkan bau penggabungan dua radikal tersebut. Tetapi
khas pada lemak yang disebut ketengikan. tahap ini dibatasi oleh rendahnya konsentrasi
Mekanisme oksidasi asam lemak yang radikal-radikal (Gordon, 1990).
menghasilkan peroksida lemak dapat terjadi Proses oksidasi dapat dihambat
dengan beberapa reaksi yaitu autooksidasi dengan beberapa metode antara lain
oleh radikal bebas, fotooksidasi, dan reaksi mencegah kontak antara bahan pangan
yang melibatkan enzim (Raharjo, 2006). dengan oksigen dan cahaya, menambah
Reaksi autooksidasi lemak terjadi antioksidan, menyimpan pada suhu rendah,
secara bertahap, yang terdiri dari tahap inaktivasi enzim yang mengkatalisis reaksi
inisiasi (terjadi pembentukan radikal bebas), oksidasi serta penggunaan kemasan
propagasi (radikal bebas dirubah menjadi (Pokorný et al., 2001; Choe dan Min 2009).
radikal lain) dan terminasi (penggabungan Penambahan antioksidan merupakan
dua radikal membentuk formasi yang stabil) metode yang banyak digunakan karena relatif
(Gordon, 1990). Mekanisme terjadinya mudah dan murah. Penggunaan antioksidan
autooksidasi terlihat pada Gambar 1. dapat dibedakan dalam sistem biologis
dan pangan. Antioksidan dalam sistem
biologis, berperan menangkal radikal bebas
dalam tubuh sehingga mencegah timbulnya
penyakit, seperti kanker, arterosklerosis,

76 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Antioksidan Biji Kakao: Pengaruh ... (Ratri Retno Utami)

peradangan, penyakit kardiovaskular dan mekanisme diluar mekanisme pemutusan


karies gigi (Ito et al., 2003; Prior dan Gu, 2005). rantai autooksidasi, dengan mengubah
Antioksidan dalam sistem pangan berperan radikal lipid menjadi bentuk yang lebih
untuk menghambat atau mencegah proses stabil. Antioksidan sekunder adalah suatu
oksidasi lemak sehingga berfungsi sebagai senyawa yang dapat mencegah atau
pengawet. Antioksidan dalam sistem pangan mengurangi laju reaksi inisiasi melalui
didefinisikan sebagai substansi yang mampu berbagai mekanisme, misal mengkelat
menunda, memperlambat atau mencegah ion atau meredam terbentuknya oksigen
terbentuknya ketengikan atau flavor yang singlet. Mekanisme antioksidasi fenolik lebih
tidak dikehendaki karena oksidasi (Pokorný dominan melalui donor hidrogen. Senyawa
et al., 2001). Antioksidan seperti vitamin, fenolik dapat secara cepat bereaksi dengan
fenol, flavonoid dan proanthocyanidin radikal peroksil sehingga mengakhiri rantai
mampu mencegah berbagai penyakit dan reaksi (Wright et al., 2001 dalam Budhiyanti,
menghambat oksidasi lemak (Shahidi, 2005; 2013). Aktivitas antioksidan fenolik
Tomaru et al., 2007). Antioksidan alami tergantung pada jumlah dan posisi gugus
dapat digunakan untuk menghambat oksidasi hidroksil dalam hubungannya dengan gugus
bahan pangan. Senyawa antioksidan dapat fungsional karboksil dalam cincin aromatik.
berfungsi sebagai penangkap radikal bebas, Struktur trisiklik flavonoid menentukan
pengkelat ion dan peredam terbentuknya efektivitas antioksidan dan kemampuan
oksigen singlet (Raharjo, 2006). meredam oksigen reaktif. Cincin aromatik
pada flavonoid kakao mampu menetralkan
radikal bebas, mengkelat ion (Fe2+ dan Cu+),
menghambat enzim dan meningkatkan
kemampuan antioksidan (Katz et al., 2011).
Beberapa penelitian membuktikan polifenol
pada kakao mempunyai kemampuan
untuk menangkap radikal DPPH, ABTS
dan menangkap Reactive Oxygen Species
(ROS) (Corcuera et al., 2012). Berdasarkan
struktur dan sisi aktif yang berperan pada
aktivitas antioksidan senyawa flavonoid
kakao ditunjukkan pada Gambar 2.
Kemampuan flavonoid kakao
sebagai antioksidan berhubungan dengan
strukturnya yang dijelaskan sebagai
berikut (Amic et al., 2007): struktur ortho-
dihydroxy 3’,4’ (catechol) pada cincin B
yang memberikan stabilitas terhadap
Gambar 2. Struktur flavonoid dengan
radikal penoksil melalui ikatan hidrogen
sisi aktif yang berperan dalam aktivitas
atau delokalisasi elektron. Struktur catechol
antioksidan (Amic et al., 2007).
pada cincin B meningkatkan penghambatan
Antioksidan berdasarkan mekanisme peroksida lemak dan berperan dalam
kerjanya dibagi menjadi dua golongan menangkap radikal peroksil, superoksida
yaitu antioksidan primer dan antioksidan dan peroksinitrit. Senyawa flavonoid tanpa
sekunder (Pokorný et al., 2001). Antioksidan struktur ini mempunyai aktivitas antioksidan
primer merupakan senyawa yang dapat yang rendah. Ikatan rangkap C2, C3 dan
menghentikan reaksi berantai pembentukan konjugasi dengan gugus 4-oxo pada cincin
radikal dengan cara melepaskan hidrogen, C bertanggungjawab terhadap stabilisasi
sehingga sering disebut pula sebagai radikal melalui delokalisasi elektron pada
donor hidrogen atau scavenger radikal ketiga cincin. Keberadaan gugus hidroksil 3
bebas. Antioksidan sekunder mempunyai dan 5 yang mampu meningkatkan aktivitas

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 77


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 2 Desember 2018: 75-85

antioksidan. Tidak adanya gugus hidroksil yang salah menyebabkan kerusakan citarasa
pada posisi 3 dalam flavanon dan flavon yang tidak dapat diperbaiki melalui modifikasi
menurunkan aktivitas antioksidannya. pengolahan selanjutnya. Biji kakao tanpa
Senyawa yang tidak memiliki struktur ortho- fermentasi sama sekali tidak menghasilkan
dihydroxy dalam cincin B tetapi memiliki aroma khas cokelat dan memiliki rasa sepat
struktur catechol pada cincin A menunjukkan dan pahit yang berlebihan (Misnawi, 2005).
aktivitas antioksidan yang lebih besar. Biji kakao tanpa fermentasi mengandung
Cita rasa khas cokelat dikembangkan senyawa polifenol yang terdiri dari 37%
pada tahap pengolahan kakao yaitu catechins, 4% anthocyanins dan 58%
fermentasi dan penyangraian, dimana pada proanthocyanidins. Total polifenol pada awal
tahap ini juga banyak terjadi perubahan fermentasi sebanyak 16,11% (b/b), dan
senyawa antioksidan. Perubahan senyawa setelah hari keenam fermentasi menjadi
antioksidan pada kulit biji kakao antara lain 6,01% (b/b). Biji kakao Forastero yang tidak
disebabkan karena difusi atau degradasi difermentasi mengandung polifenol sebanyak
fenolik selama fermentasi dan penyangraian 120–180 g/kg (Wollgast dan Anklam, 2000).
biji kakao. Konsentrasi awal epicatechin adalah 12 mg/g
Ulasan ini menggunakan metode dan setelah fermentasi hari keenam sebanyak
kajian pustaka dengan mengumpulkan 60% epicatechin hilang. Kandungan polifenol
data sekunder dari jurnal ilmiah, buku, turun setelah fermentasi disebabkan karena
hasil penelitian, artikel dan internet difusi polifenol keluar dari kotiledon selain itu
yang terkait dengan ulasan ini. Manfaat polifenol mengalami oksidasi dan kondensasi
ulasan ini adalah memberikan informasi (Caligiani et al., 2007). Aktivitas penghambatan
sehingga dapat diketahui kondisi proses radikal DPPH semakin menurun dengan
fermentasi dan penyangraian yang tepat semakin lama fermentasi yang berarti bahwa
agar aktivitas antioksidan biji kakao dapat turunnya aktivitas antioksidan disebabkan
dimaksimalkan. Manfaat lain adalah untuk karena penurunan polifenol berkurang.
mengembangkan metode atau teknik Polifenol merupakan komponen utama biji
fermentasi dan penyangraian biji kakao yang kakao yang berperan terhadap aktivitas
dapat meminimalkan penurunan senyawa antioksidan (Steinberg, 2002). Selama
antioksidan, khususnya untuk memproduksi fermentasi, penurunan kandungan polifenol
pangan cokelat fungsional. juga disebabkan modifikasi biokimia melalui
polimerisasi dan kompleksasi dengan protein.
Tahap Pengolahan Biji Kakao yang Hal ini juga menyebabkan kelarutan dan rasa
Mempengaruhi Senyawa Antioksidan sepat berkurang (Bonvehí dan Coll, 1997).
Pengaruh fermentasi dan penyangraian
kakao terhadap perubahan antioksidan dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Pengaruh Fermentasi
Fermentasi merupakan tahapan
penting dalam proses pengolahan kakao yang
bertujuan untuk membentuk cita rasa khas
cokelat dan mengurangi rasa pahit serta sepat
yang ada di dalam biji kakao (Widyotomo
dan Mulato, 2008). Tujuan utama fermentasi
adalah untuk mematikan biji sehingga terjadi
Gambar 3. Perubahan kimia biji kakao
perubahan-perubahan di dalam biji seperti
selama fermentasi (Lopez dan Dimick, 1995
warna keping biji, pembentukan prekursor
dalam Wahyudi et al., 2008).
aroma dan citarasa, serta mempermudah
pulp terurai (Afoakwa et al., 2008). Fermentasi

78 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Antioksidan Biji Kakao: Pengaruh ... (Ratri Retno Utami)

Selama proses fermentasi, pada setelah 4-5 hari dan menurun setelahnya.
pulp, kulit biji dan kotiledon biji kakao pH akan meningkat menjadi 4,5-5 karena
terjadi perubahan fisik, biologi serta sejumlah besar asam sitrat hilang dan
kimia. Perubahan kimia biji kakao selama diganti dengan asam asetat dan asam laktat.
fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3. Pulp Selama aktivitas mikroorganisme ini suhu
segar memiliki kandungan gula tinggi dan dalam kotak meningkat mendekati 50oC.
pH rendah (3,5) karena kandungan asam Asam asetat yang semula di permukaan biji
sitrat. Kondisi ini ideal untuk tumbuhnya merembes lewat kulit biji dan masuk ke dalam
mikroorganisme saat biji dikeluarkan dari kotiledon yang mengakibatkan kematian biji
buah. Kondisi biji pada awal fermentasi adalah (Anonim, 2013).
anaerobik yang tepat untuk pertumbuhan Kematian biji selain disebabkan difusi
yeast. Yeast merupakan perintis di dalam asam asetat juga dipengaruhi difusi etanol
fermentasi kakao dengan spesies antara dan panas ke dalam biji. Kematian biji akan
lain Saccharomyces cerevisiae, Candida mempercepat perubahan enzimatis dalam
rugosa dan Kluyveromyces marxianus keping biji antara lain rasa sepat berkurang,
(Schwan, 1998). Yeast mengubah sebagian pigmen ungu hilang, terbentuk warna cokelat
besar gula dalam pulp menjadi alkohol dan serta prekursor flavour dan aroma khas
reaksi ini menghasilkan sejumlah besar cokelat (Hansen et al., 1998). Penguraian
karbondioksida. Kadar gula yang mulanya senyawa polifenol, protein dan gula oleh
sebesar 11 % mengalami metabolisme dan enzim terjadi selama fermentasi sehingga
berkurang menjadi 1-2% selama 24-48 jam terbentuk prekursor aroma dan rasa pada
pertama (Anonim, 2013). biji kakao. Biji kakao akan kehilangan daya
Segera setelah proses fermentasi tumbuh pada hari kedua dimana suhu massa
dimulai, pulp terurai kemudian mencair biji naik di atas 40oC dan pH kotiledon turun
dan menetes keluar. Pulp yang menetes dari 6,6 menjadi 5. Peningkatan keasaman
keluar umumnya telah selesai pada 24- dikarenakan asam asetat yang dibentuk
36 jam pertama fermentasi. Terurainya dalam pulp menembus kulit biji yang
pulp menyebabkan sebagian asam sitrat kemudian masuk ke dalam kotiledon. Pada
berkurang karena mengalir bersama cairan biji yang hidup, kulit biji tidak permeabel
fermentasi. Kondisi ini mengakibatkan terhadap asam sitrat yang ada dalam pulp.
peningkatan pH dan perubahan suhu yang Kematian biji mengakibatkan permeabilitas
mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat. sel rusak sehingga senyawa polifenol keluar
Bakteri asam laktat yang terlibat adalah jenis dari sel dan terdifusi ke seluruh jaringan biji.
homofermenter yang mengkonversi glukosa Akibatnya akan terjadi reaksi dengan enzim
menjadi asam laktat serta heterofermenter polifenol oksidase yang menyebabkan
yang memproduksi asam laktat dan juga perubahan senyawa polifenol. Epicatechin
alkohol, asam asetat dan karbondioksida. dan procyanidin dari 3 sub unit atau kurang
Bakteri asam laktat pada hari kedua bersifat larut dan menyebabkan rasa sepat.
fermentasi sangat dominan dan akan Molekul yang dibentuk lebih dari 3 sub unit
berkurang seiring dengan peningkatan suhu adalah tidak larut dan tidak menyebabkan
dan kondisi aerobik (Anonim, 2013). astringency. Selama fermentasi, konsentrasi
Saat pulp mulai mencair, oksigen yang polifenol larut berkurang karena oksidasi dan
semula terhalang pulp mengalir ke dalam polimerisasi sehingga astringency berkurang
kotak fermentasi. Kondisi aerob dan pH pulp dan warna berubah dari ungu menjadi coklat
yang meningkat menyebabkan bakteri asam (Ziegleder, 2009).
asetat mendominasi fermentasi. Bakteri Epicatechin mengalami polimerisasi
asam asetat mengkonversi alkohol menjadi membentuk tannin komplek (Forsyth dan
asam asetat dan memetabolisme asam- Quesnel, 1963 dalam Kim dan Keeney,
asam karboksilat seperti asam sitrat, asam 1984). Enzim polifenol oksidase mengubah
malat dan asam laktat menjadi asam asetat. epicatechin menjadi quinon dan diquinon
Asam asetat berada pada jumlah maksimum

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 79


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 2 Desember 2018: 75-85

(Voigt et al., 1994). Anthocyanin yang kakao mengakibatkan kematian biji dan
menyebabkan warna ungu terhidrolisis permeabilitas sel biji rusak sehingga terjadi
menjadi cyanidin dan gula oleh enzim difusi senyawa polifenol dari sel pigmen
glikosidase. Degradasi anthocyanin keseluruh bagian kotiledon. Difusi senyawa
menyebabkan perubahan warna dari polifenol mengakibatkan terjadinya kontak
ungu menjadi coklat. Protein dan peptida dengan enzim polifenol oksidase sehingga
membentuk komplek dengan senyawa mulai terjadi perubahan senyawa polifenol
polifenol menghasilkan warna coklat atau baik kandungan maupun profil polifenol.
coklat-ungu. Sukrosa diubah oleh invertase Polifenol mengalami oksidasi, polimerisasi
menjadi gula reduksi. Protein terhidrolisa dan berikatan dengan protein (Bruna et al.,
oleh enzim peptidase menjadi oligopeptida 2009). Selama fermentasi, terjadi migrasi
dan asam amino. Prekursor aroma kakao epicatechin dari biji kakao ke dalam kulit
ini terlibat dalam reaksi Maillard selama biji kakao (Roelofsen, 1958; Forsyth dan
penyangraian untuk membentuk senyawa Quesnel, 1963 dalam Kim dan Keeney, 1984).
aroma kakao (Beckett, 2009). Sejalan dengan penurunan epicatechin
Bersamaan dengan berlangsungnya dalam biji pada fermentasi hari kedua dan
destruksi anthocyanin, terbentuk cairan ketiga, terjadi peningkatan epicatechin di
berwarna coklat dari senyawa flavonoid kulit biji kakao. Pada akhir fermentasi (hari ke
komplek pada ruang antara kulit biji dan 6) terjadi penurunan epicatechin baik pada
keping biji. Hal inilah yang digunakan sebagai biji maupun kulit biji kakao (Kim dan Keeney,
parameter Indeks Fermentasi (IF), dengan 1984). Biji kakao terfermentasi sempurna
nilai berupa rasio antara kadar flavonoid mempunyai kandungan epicatechin yang
kompleks (coklat) dan kadar anthocyanin lebih rendah daripada yang terfermentasi
(ungu). Indeks fermentasi adalah sebagian (Kim dan Keeney, 1984; Counet
perbandingan absorbansi pada panjang et al., 2004 dalam Bruna et al., 2009).
gelombang 460 nm (flavonoid kompleks) Sedangkan kandungan polifenol kulit biji
dan 530 nm (anthocyanin). Waktu fermentasi kakao dari biji kakao yang terfermentasi
yang lebih lama memungkinkan proses sempurna lebih tinggi daripada kulit biji kakao
destruksi anthocyanin dan pembentukan dari biji kakao yang terfermentasi sebagian.
senyawa berwarna coklat menjadi lebih Semakin lama fermentasi menyebabkan
sempurna sehingga nilai IF lebih tinggi. kehilangan polifenol yang lebih besar pada biji
Penentuan akhir fermentasi dapat diketahui kakao (Cruz et al., 2013). Fermentasi 1-6 hari
dengan pengamatan pH, suhu dan IF. pH pulp menyebabkan kehilangan polifenol sebesar
sebelum fermentasi 3,7-3,9 dan meningkat 63% dan pada hari ke-6 terjadi penurunan
menjadi 4,8-4,9 di akhir fermentasi. Suhu awal aktivitas antioksidan sebesar 17% dibanding
fermentasi adalah 20-25oC dan pada akhir sebelum fermentasi (Aikpokpodion dan
fermentasi mencapai 48–50oC (Ardhana dan Dongo, 2010). Penurunan senyawa polifenol
Fleet, 2003). Indikator terjadinya fermentasi terutama terjadi pada fraksi monomer
sempurna dilihat dari angka IF dimana jika catechin dan epicatechin, sebanyak lebih
terfermentasi sempurna diperoleh angka IF dari 80% dari nilai awal (Payne et al., 2010).
satu atau lebih. Biji kakao kering yang telah Alkaloid berkurang sebesar 30% yang
difermentasi memiliki Indeks Fermentasi disebabkan karena difusi dari kotiledon
dengan nilai IF ≥ 1, sedangkan untuk biji (Beckett, 2009).
kakao tanpa fermentasi mempunyai nilai IF < Menurut Wood dan Lass (2001), faktor-
1 (Misnawi, 2005). faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi
Fermentasi berpengaruh terhadap adalah sebagai berikut :a. Kemasakan
kandungan senyawa antioksidan. Tingginya buah kakao dimana biji dari buah yang
kandungan polifenol pada kulit biji kakao belum matang perkembangannya masih
kemungkinan disebabkan karena waktu belum kompleks dan pulp yang dihasilkan
fermentasi yang optimal. Fermentasi biji masih kekurangan gula dimana gula

80 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Antioksidan Biji Kakao: Pengaruh ... (Ratri Retno Utami)

merupakan substrat untuk aktivitas mikroba terhadap suhu fermentasi. Biji yang terlalu
(Yusianto et al., 2008). Misnawi (2005) juga sedikit menyebabkan suhu tidak dapat
menyebutkan bahwa keberadaan senyawa mencapai 45oC sehingga proses fermentasi
protein, lemak, polifenol dan aktivitas enzim tidak berjalan optimal.
hanya terdapat pada biji kakao yang sehat Setelah fermentasi, terdapat tahapan
dan cukup matang. b. Faktor serangan pengolahan biji kakao yaitu pengeringan,
penyakit pada buah, sebagian besar tetapi pengeringan mempunyai efek minimal
penyakit yang menyerang buah kakao terhadap perubahan senyawa antioksidan.
biasanya menimbulkan kerusakan biji, selain Epicatechin biji kakao segar sebanyak
itu buah yang busuk, pecah dan berulat 12,8 mg/g dan biji kakao kering sebanyak
dapat merusak biji sehingga mengganggu 12,4 mg/g sedangkan catechin biji kakao
berlangsungnya proses fermentasi. c. Rasio segar sebanyak 0,46 mg/g tidak mengalami
pulp/biji berpengaruh terhadap fermentasi perubahan setelah pengeringan (Payne et
dimana biji dengan pulp lebih banyak al., 2010).
menghalangi pertukaran udara, menjadikan
massa biji lebih anaerob dan kandungan Pengaruh Penyangraian
gula yang lebih besar menimbulkan jumlah Tahapan penyangraian bertujuan untuk
asam yang lebih banyak pada kotiledon mengurangi kandungan air, memudahkan
di akhir fermentasi. Pembentukan asam pemisahan kulit biji dari kotiledon serta untuk
asetat dan kematian biji terjadi lebih lama mengembangkan cita rasa secara optimal.
sehingga fermentasi berjalan lebih lambat. Penyangraian biji kakao dilakukan pada suhu
d. Jenis atau tipe kakao, umumnya lama 95-145°C (umumnya 110°-120°C) sampai
fermentasi adalah 5-7 hari untuk kakao kadar air mencapai 1-2% (de Zaan, 2009).
lindak (Forastero) dan 3-4 hari untuk kakao Suhu penyangraian biji kakao berbeda-beda
mulia (Criollo) (Susanto, 1994). Waktu tergantung pada penggunaan produk akhir
fermentasi biji kakao Forastero yang sesuai dan jenis biji. Penyangraian suhu rendah
dengan kondisi lingkungan Indonesia adalah (low roasting) sekitar 110-115oC selama
5 hari (Duncan et al., 1989). Perbedaan lama 60 menit, penyangraian suhu menengah
fermentasi berkaitan dengan kandungan (medium roasting) sekitar 140oC selama 40
pulp Forastero yang lebih tebal dibandingkan menit dan penyangraian pada suhu tinggi
dengan Criollo, bentuk biji kakao Criollo (high roasting) pada 190-200oC selama
yang lebih pipih dibandingkan dengan 15-20 menit. Produk yang dihasilkan pada
Forastero yang lebih tebal serta zat warna penyangraian suhu rendah antara lain lemak
ungu pada Criollo lebih sedikit dibandingkan kakao dan permen cokelat; suhu menengah
dengan Forastero (Haryadi dan Supriyanto, antara lain bubuk kakao dan cokelat batang;
2012). e. Faktor yang mempengaruh suhu tinggi antara lain kakao untuk filling dan
fermentasi yang lain adalah penundaan coating (Minifie, 1989). Suhu penyangraian
pemecahan buah, selisih waktu antara biji kakao jenis Forastero (lindak) pada 115-
pemanenan dengan pemecahan buah akan 140oC dan untuk jenis Criollo (mulia) pada
menghasilkan peningkatan suhu fermentasi suhu 110-115oC (Syarief et al., 1988 dalam
yang lebih cepat sehingga mempercepat Mariani 2011).
fermentasi. Pemeraman buah mampu Derajat penyangraian menyebabkan
mempercepat proses fermentasi selama 1 perubahan senyawa antioksidan.
hari. Penyimpanan buah akan mengurangi Penyangraian dengan suhu lebih dari 70°C
volume pulp biji kakao yang mengakibatkan menyebabkan kehilangan (+)-catechin
terbentuknya ruang antar biji, sehingga tetapi dapat meningkatkan level (−)-catechin
oksigen yang tersedia semakin besar yang karena epimerisasi (−)-epicatechin (Payne et
dapat mendorong terjadinya peningkatan al., 2010). Suhu penyangraian diatas 100oC
suhu (Anonim, 2013). f. Jumlah biji kakao menyebabkan kehilangan flavanol 10%.
akan mempengaruhi panas yang timbul Semakin tinggi suhu dan waktu penyangraian
selama fermentasi, sehingga berpengaruh menyebabkan kehilangan polifenol yang

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 81


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 2 Desember 2018: 75-85

lebih besar (Cruz et al., 2013). Payne et al. yang mempengaruhi perubahan senyawa
(2010) menunjukkan bahwa epicatechin antioksidan adalah proses fermentasi dan
turun ketika biji mengalami fermentasi dan penyangraian. Fermentasi menyebabkan
penyangraian sampai suhu 120°C. Total kandungan polifenol turun karena difusi,
fenolik dan aktivitas antioksidan biji kakao oksidasi dan kondensasi. Penyangraian
sangrai lebih rendah daripada biji kakao dengan suhu tinggi juga menyebabkan
tanpa sangrai (Arlorio et al., 2008). penurunan kandungan polifenol yang
Protein yang terikat dengan dinding sel disebabkan karena degradasi fenolik. Kajian
(selulosa dan pektin) selama penyangraian ini bermanfaat untuk mengetahui proses
akan mengalami reaksi Maillard (Bernaert pengolahan biji kakao yang tepat sehingga
et al., 2012). Reaksi Maillard adalah reaksi aktivitas antioksidan dapat dimaksimalkan.
antara gugus amino dari suatu asam Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
amino bebas, residu rantai peptida atau fermentasi selama 6 hari dan penyangraian
protein dengan gugus karbonil dari suatu derajat rendah pada 110oC selama 60
karbohidrat apabila keduanya dipanaskan menit. Kondisi pengolahan kakao tersebut
atau disimpan dalam waktu yang relatif diharapkan dapat menghasilkan biji kakao
lama. Gugus ∈-amino residu lisin yang terikat dengan cita rasa baik dan mempunyai
pada peptida dan protein berperan penting aktivitas antioksidan yang tinggi.
dalam reaksi karena sangat reaktif. Selain
itu gugus α-amino terminal juga berperan DAFTAR PUSTAKA
dalam reaksi Maillard (Yokotsuka, 1986
Afoakwa, E. O., A. Paterson, M. Fowler, and
dalam Rosida et al., 2007). Produk akhir dari
A. Ryan. 2008. Flavor Formation and
reaksi Maillard yakni melanoidin berpotensi
Character in Cocoa and Chocolate:
sebagai antioksidan. Sifat antioksidan
A Critical Review.Journal Critical
melanoidin adalah sebagai penangkal radikal
Reviews in Food Science and Nutrition
bebas dan mampu membentuk struktur
48 (9): 840–57. doi:https://doi.
redukton (enaminol). Struktur melanoidin
org/10.1080/10408390701719272.
mengindikasikan adanya redukton yang
Afoakwa, E.O. 2010. Chocolate Science and
mampu mengkelat ion. Melanoidin
Technology. 1sted. United Kingdom:
mempunyai struktur hidroksi piridone
Wiley-Blackwell, John Wiley & Sons
atau seperti piranone yang membentuk
Ltd. doi:10.1002/9781444319880.
kompleks dengan ion Fe3+ dan mereduksi
Aikpokpodion, P. E., and L. N. Dongo. 2010.
aktivitas katalitiknya. Melanoidin mengalami
Effects of Fermentation Intensity on
peningkatan selama penyangraian. Produk
Polyphenols and Antioxidant Capacity.
reaksi Maillard (Maillard Reaction Product/
Int. J. Sustain. Crop Prod. 5 (4): 66–70.
MRP) juga dapat mencegah oksidasi lipid
Amic, D., D. Davidovic-Amic, D. Beslo, V.
(Rosida et al., 2007).
Rastija, B. Lucic, and N. Trinajstic.
Tahapan pengolahan biji kakao
2007. SAR and QSAR of the Antioxidant
yang mempengaruhi perubahan senyawa
Activity of Flavonoids. Current
antioksidan adalah proses fermentasi
Medicinal Chemistry 14 (7): 827–45.
dan penyangraian. Perubahan senyawa
doi:10.2174/092986707780090954.
antioksidan pada kulit biji kakao antara lain
Andres-Lacueva, C., M. Monagas, N. Khan,
disebabkan karena difusi atau degradasi
M. Izquterdo-Pulido, M. Urpi-Sarda,
fenolik selama fermentasi dan penyangraian
J. Permanyer, and R. M. Lamuela-
biji kakao.
Raventós. 2008. Flavanol and Flavonol
Contents of Cocoa Powder Products:
SIMPULAN
Influence of the Manufacturing
Polifenol utama biji kakao adalah Process.Journal of Agricultural and
flavanol berupa epicatechin, catechin dan Food Chemistry 56 (9): 3111–17.
procyanidin. Tahapan pengolahan biji kakao doi:10.1021/jf0728754.

82 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Antioksidan Biji Kakao: Pengaruh ... (Ratri Retno Utami)

Anonim. 2013. Pasca Panen, Kualitas Choe, E., and D. B. Min. 2009. Mechanisms
Biji Kakao Dan Fermentasi. of Antioxidants in the Oxidation of
Medan: Swisscontact. https://www. Foods. Comprehensive Reviews
swisscontact.org/fileadmin/user_ in Food Science and Food Safety
upload/COUNTRIES/Indonesia/ 8 (4): 345–58. doi:10.1111/j.1541-
Documents/Publications. 4337.2009.00085.x.
Arlorio, M., M. Locatelli, F. Travaglia, J. D. Corcuera, L. A., S. Amézqueta, L. Arbillaga,
Coïsson, E. D. Grosso, A. Minassi, A. Vettorazzi, S. Touriño, J. L. Torres,
G. Appendino, and A. Martelli. 2008. and A. López de Cerain. 2012. A
Roasting Impact on the Contents of Polyphenol-Enriched Cocoa Extract
Clovamide (N-Caffeoyl-L-DOPA) and Reduces Free Radicals Produced
the Antioxidant Activity of Cocoa Beans by Mycotoxins. Food and Chemical
(Theobroma Cacao L.).Food Chemistry Toxicology 50 (3–4). Elsevier Ltd: 989–
106 (3): 967–75. doi:10.1016/j. 95. doi:10.1016/j.fct.2011.11.052.
foodchem.2007.07.009. Cruz, J. F. M., P. B. Leite, S. E. Soares,
Beckett, S.T. 2009. Traditional Chocolate and E. S. Bispo. 2013. Assessment
Making. In Industrial Chocolate of the Fermentative Process from
Manufacture and Use, 4thed., 1–9. Different Cocoa Cultivars Produced in
United Kingdom: Wiley-Blackwell, Southern Bahia, Brazil. African Journal
John Wiley & Sons Ltd. of Biotechnology 12 (33): 5218–25.
Bernaert, H., I. Blondeel, L. Allegaert, and T. doi:10.5897/AJB2013.12122.
Lohmueller. 2012. Industrial Treatment de Zaan. 2009. Cocoa & Chocolate Manual.
of Cocoa in Chocolate Production: Manual. 40thAnniv. ADM Cocoa. https://
Health Implications. In Chocolate and www.choklat.com/data/documents/
Health, edited by R. Paoletti, A. Poli, dezaancocoamanual.pdf.
A. Conti, and F. Visioli, 17–32. Italia: Duncan, R. J. E., G. Godfrey, T. N. Yap, G.
Springer. L. Pettipher, and T. Tharumarajah.
Bonvehí, J. S., and F.V. Coll. 1997. Evaluation 1989. Improvement of the Malaysian
of Bitterness and Astringency Cocoa Bean Flavour by Modification
of Polyphenolic Compounds in of Harvesting , Fermentation and
Cocoa Powder. Food Chemistry 60 Drying Methods — the Sime-Cadbury
(3): 365–70. doi:10.1016/S0308- Process. The Planter 65: 157–74.
8146(96)00353-6. Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of
Bruna, C., I. Eichholz, S. Rohn, L. W. Antioxidant Action in Vitro. In Food
Kroh, and S. Huyskens-Keil. 2009. Antioxidants, edited by Hudson
Bioactive Compounds in Cocoa Hulls B.J.F., 1sted., 1–18. United Kingdom:
(Theobroma Cacao L.) from Different Elsevier Applied Food Science Series.
Origins. Journal of Applied Botany and Springer, Dordrecht. doi:https://doi.
Food Quality. org/10.1007/978-94-009-0753-9_1.
Budhiyanti, S. A. 2013. Karakterisasi Dan Hansen, C. E., M. Del Olmo, and C. Burri.
Identifikasi Antioksidan Dari Rumput 1998. Enzyme Activities in Cocoa
Laut Coklat Sargassum Sp. Sebagai Beans during Fermentation. Journal of
Antioksidan Dalam Mikroemulsi W/O. the Science of Food and Agriculture 77
Universitas Gadjah Mada. (2): 273–81. doi:10.1002/(SICI)1097-
Caligiani, A., M. Cirlini, G. Palla, R. Ravaglia, 0010(199806)77:2<273::AID-
and M. Arlorio. 2007. GC-MS Detection JSFA40>3.0.CO;2-M.
of Chiral Markers in Cocoa Beans Haryadi, dan Supriyanto. 2012. Teknologi
of Different Quality and Geographic Cokelat. Yogyakarta: UGM Press.
Origin. Chirality 19 (4): 329–34. Ito, K., Y. N. Akamura, T. T. Okunaga, and D. I.
doi:10.1002/chir.20380. Ijima. 2003. Anti ­Cariogenic Properties

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 83


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 2 Desember 2018: 75-85

of a Water ­Soluble Extract from Cacao. Technology. 3rded. Maryland: Chapman


Enzyme 67 (12): 2567–73. and Hall.
Katz, D. L., K. Doughty, and A. Ali. 2011. Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan
Cocoa and Chocolate in Human Terhadap Pembentukan Citarasa
Health and Disease.Antioxidants & Cokelat. Warta Pusat Penelitian Kopi
Redox Signaling 15 (10): 2779–2811. Dan Kakao 21 (3).
doi:10.1089/ars.2010.3697. Payne, M. J., W. J. Hurst, K. B. Miller, C.
Kim, H., and P.G. Keeney. 1984. Rank, and D. A. Stuart. 2010. Impact
(-)-Epicatechin Content in Fermented of Fermentation, Drying, Roasting,
and Unfermented Cocoa Beans. and Dutch Processing on Epicatechin
Journal of Food Science 49 (4): 1090– and Catechin Content of Cacao Beans
92. https://onlinelibrary.wiley.com/ and Cocoa Ingredients. Journal of
doi/abs/10.1111/j.1365-2621.1984. Agricultural and Food Chemistry 58
tb10400.x. (19). Chemistry Central Ltd: 10518–27.
Lau-Cam, C. A. 2013. The Absorption, doi:10.1021/jf102391q.
Metabolism, and Pharmacokinetics of Pokorný, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon.
Chocolate Polyphenols. In Chocolate in 2001. Antioxidants in Food: Practical
Health and Nutrition, edited by Sherma Applications. London: Woodhead
Watson, Ronald, Preedy, Victor R., Publishing.
Zibadi, 1sted., 201–46. London: Prior, R. L., and L. Gu. 2005. Occurrence
Humana Press. doi:10.1007/978-1- and Biological Significance of
61779-803-0. Proanthocyanidins in the American
Lee, J., N. Koo, and D. B. Min. 2004. Diet. Phytochemistry 66 (18 SPEC.
Reactive Oxygen Species, Aging, ISS.): 2264–80. doi:10.1016/j.
and Antioxidative Nutraceuticals. phytochem.2005.03.025.
Comprehensive Reviews in Food Raharjo, S. 2006. Kerusakan Oksidatif Pada
Science and Food Safety 3 (1): 21– Makanan. 1sted. Yogyakarta: UGM
33. doi:10.1111/j.1541-4337.2004. Press. http://ugmpress.ugm.ac.id/id/
tb00058.x. product/pertanian/kerusakan-oksidatif-
Loppies, J. E., dan M. Yumas. 2008. pada-makanan.
Mempelajari Proses Fermentasi Biji Roelofsen, P. A. 1958. Fermentation, Drying,
Kakao Dengan Penambahan Aktivator. and Storage of Cacao Beans.Advances
Jurnal Industri Hasil Perkebunan 3 (1): in Food Research 8 (C): 225–96.
25–32. doi:10.1016/S0065-2628(08)60021-X.
Mariani, L. 2011. Ekstraksi Dan Identifikasi Rosida, D.F., D. Fardiaz, A. Apriyantono,
Senyawa Polifenol Dalam Kulit Biji dan N. Andarwulan. 2007. Isolasi Dan
Kakao Dan Potensinya Sebagai Karakterisasi Melanoidin Kecap Manis
Antioksidan. Universitas Gadjah Dan Peranannya Sebagai Antioksi dan.
Mada. http://etd.repository.ugm. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan
ac.id /index.php?mod= penelitian_ XVII (3): 204–5.
detail & sub= PenelitianDetail & Schwan, R. F. 1998. Cocoa Fermentations
act=view&typ=html&buku_id=53068. Conducted with a Defined Microbial
Min, D. B., and J. M. Boff. 2002. Chemistry Cocktail Inoculum.Applied and
and Reaction of Singlet Oxygen in Environmental Microbiology
Foods. Comprehensive Reviews in 64 (4): 1477–83. doi:10.1017/
Food Science and Food Safety 1 (2): CBO9781107415324.004.
58–72. doi:10.1111/j.1541-4337.2002. Shahidi, F. 2005. Nutraceuticals and
tb00007.x. Functional Foods in Health Promotion
Minifie, B.W. 1989. Chocolate, Cocoa and Disease Risk Reduction.Acta
and Confectionery: Science and Horticulture 6: 13–24.

84 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Antioksidan Biji Kakao: Pengaruh ... (Ratri Retno Utami)

Steinberg, M.K. 2002. The Globalization of a Wollgast, J., and E. Anklam. 2000. Review
Ceremonial Tree: The Case of Cacao on Polyphenols in Theobroma
(Theobroma Cacao) among the Mopan Cacao: Changes in Composition
Maya. Economic Botany 56 (1): 58–65. during the Manufacture of Chocolate
https://www.jstor.org/stable/4256520. and Methodology for Identification
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao: and Quantification.Food Research
Budidaya Dan Pengolahan Hasil. International 33 (6): 423–47.
Yogyakarta: Kanisius. http://search. doi:10.1016/S0963-9969(00)00068-5.
jogjalib.com/Record/kulonprogolib- Wood, G.A.R., and R.A. Lass. 2001. Cocoa.
PROGO-/Details. United Kingdom: Wiley-Blackwell,
Tomaru, M., H. Takano, N. Osakabe, A. John Wiley & Sons Ltd. https: //www.
Yasuda, K. I. Inoue, R. Yanagisawa, wiley.com/en-us/Cocoa%2C + 4th +
T. Ohwatari, and H. Uematsu. 2007. Edition-p-9780632063987.
Dietary Supplementation with Cacao Yusianto, T. Wahyudi, dan Sulistyowati.
Liquor Proanthocyanidins Prevents 2008. Pasca Panen. Dalam Panduan
Elevation of Blood Glucose Levels Lengkap Kakao Managemen
in Diabetic Obese Mice. Nutrition Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir,
23 (4): 351–55. doi:10.1016/j. editor T. Wahyudi, R. Panggabean,
nut.2007.01.007. dan Pujiyanto, 207. Jakarta: Penebar
Voigt, J., H. Heinrichs, G. Voigt, and B. Swadaya.
Biehl. 1994. Cocoa-Specific Aroma Ziegleder, G. 2009. Flavour Development
Precursors Are Generated by in Cocoa and Chocolate. In Industrial
Proteolytic Digestion of the Vicilin- Chocolate Manufacture and Use:
like Globulin of Cocoa Seeds. Fourth Edition, edited by S.T. Beckett,
Food Chemistry 50 (2): 177–84. 4thed., 169–91. United Kingdom: Wiley-
doi:10.1016/0308-8146(94)90117-1. Blackwell, John Wiley & Sons Ltd. doi:
Wahyudi, T., T. R. Panggabean, dan 10.1002/9781444301588.
Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap
Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya.
Widyotomo, Sukrisno, dan Sri Mulato.
2008. Fermentation Technology and
Cocoa Pulp Diversification Product
to Increase Good Quality and Added
Value. Review Peneitian Kopi Dan
Kakao 24 (1): 65–82.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 85

Anda mungkin juga menyukai