Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KONTRAVERSI KARTU PRA-KERJA

Oleh :

Agung Dalyanto

Mata Kuliah: Analisis Kebijakan Pendidikan


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Baedhowi, M.Si

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 1
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 2
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................................................... 3
C. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 3
D. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................ 4
E. Manfaat ............................................................................................................................................ 4
F. Metode pengumpulan Data ............................................................................................................ 4
BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................................................. 5
A. Pengertian Pengangguran .......................................................................................................... 5
B. Masalah Pengangguran di Indonesia ........................................................................................ 7
C. Solusi dan Penanganan Masalah Pengangguran ................................................................... 11
BAB III. PENUTUP .................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 16
B. Saran. ............................................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 17
Lampiran : ..................................................................................................................................... 19

1
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu gaji pengangguran menimbulkan banyak kontroversi. Calon Presiden dan Calon
Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Mar’uf Amin berencana membuat kartu
prakerja untuk lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang belum mendapatkan
pekerjaan alias menganggur (Sendari, 2019). Dengan kartu ini lulusan SMK berhak
mendapatkan gaji dari pemerintah dan pelatihan kerja untuk meningkatkan skill. Wacana
tersebut tentu menjadi banyak perdebatan, apakah dengan penerbitan kartu tersebut yang
berarti ada honor yang diterima oleh lulusan tersebut dapat mengurangi tingkat
pengangguran atau malah dengan wacana tersebut dapat meningkatkan tingkat
pengangguran yang ada karena mereka sudah ditanggung oleh pemerintah.
Berdasarkan data BPS (2019), angkatan kerja Indonesia pada bulan kedua,
bertambah sebanyak 136,18 juta orang, naik 2,24 juta orang dibanding Februari 2018. Hal
ini berbanding terbalik dengan angka pengangguran yang bertambah 50 ribu orang. Sejalan
dengan TPT yang turun menjadi 5,01 persen pada Februari 2019. Dilihat dari tingkat
pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih tertinggi diantara
tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,63 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja
yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja. TPT pada Februari 2018
sebesar 5,13 persen turun menjadi 5,01 persen pada Februari 2019.
Dilihat dari tingkat pendidikan pada Februari 2019, TPT untuk Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) masih tertinggi di antara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,63
persen. TPT tertinggi berikutnya terdapat pada tingkat Diploma I/II/III (6,89 persen).
Dengan kata lain, ada penawaran tenaga kerja tidak terserap terutama pada tingkat
pendidikan SMK dan Diploma I/II/III. Mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau
menerima pekerjaan apa saja, dapat dilihat dari TPT SD ke bawah paling kecil diantara
semua tingkat pendidikan yaitu sebesar 2,65 persen. Apabila dibandingkan kondisi setahun
yang lalu, penurunan TPT terjadi pada semua tingkat pendidikan (Gambar 1).

2
Gambar 1.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan (persen), Februari 2017–Februari 2019

Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis mencoba menganalisis masalah pengangguran


di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, identifikasi masalah terhadap masalah pengangguran di


Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Belum optimalnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung penyelesaian


masalah pengangguran di Indonesia, sehingga pemerintah belum mampu menekan
jumlah pengangguran.

2. Sistem Pendidikan di Indonesia belum mampu menciptakan manusia-manusia yang


profesional dalam berkarier dan bekerja, sehingga tingkat entrepreneur di Indonesia
masih rendah dibandingkan Negara-negara tetangga.

C. Rumusan Masalah

Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi masalah pengangguran di Indonesia

3
2. Apa solusi yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan pengangguran
di Indonesia

D. Tujuan Penulisan

Tujuan Penulis dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apa yang mejadi masalah pengangguran di Indonesia

2. Mengetahui Solusi yang dilakukan Pemerintah dalam menangani permasalahan


pengangguran di Indonesia.

E. Manfaat

Manfaat yang dapat di peroleh dari makalah ini adalah:

1. Sebagai informasi apa yang menjadi penyebab utama pengangguran di Indonesia

2. Bagi pihak terkait agar dijadikan sebagai acuan pembuatan kebijakan melihat kondisi
pengangguran di Indonesia.

F. Metode pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan browsing
internet, media cetak dan pengetahuan yang dimiliki penulis

4
BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengangguran

Pengangguran atau tunakarya (bahasa Inggris: unemployment) adalah istilah untuk


orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua
hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan
yang layak (Wikipedia, 2019). Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah
angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja
yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian, karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan
masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya. Berikut beberapa definisi pengangguran menurut
beberapa ahli, diantaranya:

Menurut Sadono. (2011). “pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya”.

Menurut Blustein, David & Kozan, Saliha & Connors-Kellgren, Alice. (2013): “Pengangguran
adalah orang yang tidak bekerja berusia angakatan kerja yang tidak bekerja sama sekali
atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha
memperoleh pekerjaan.”

Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dan latihan tenaga kerja adalah orang
yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang meskipun dapat
dan mampu melakukan kerja.

Secara garis besar, pengangguran dapat dibedakan menjadi dua golongan, menurut
lama waktu kerja dan menurut penyebabnya (Wikipedia, 2019).

1) Jenis pengangguran menurut waktu kerja

5
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak
bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

 Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja


yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.

 Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak


bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga
kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang
dari 35 jam selama seminggu.

 Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang


sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup
banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha
secara maksimal.

2) Jenis Pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya :

Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan


menjadi beberapa jenis, yaitu:
 Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan
perekonomian/siklus ekonomi.
 Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran
yang diakibatkan oleh ketidakcocokan antara keterampilan (kualifikasi) tenaga
kerja yang dibutuhkan dan keterampilan tenaga kerja yang tersedia.Perubahan
struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang merupakan latar
belakang ketidakcocokan itu.
 Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran
yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari
kerja (pergantian pekerjaan atau pergeseran tenaga kerja). Pengangguran ini
muncul dari kemauan tenaga kerja yang bersangkutan. Ia menganggur untuk
sementara waktu dalam rangka mencari pekerjaan yang lebih baik, menantang
6
dan menunjang karirnya. Pengangguran ini sering disebut pengangguran
sukarela.
 Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian
musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
 Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan
atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
 Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya
kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus
disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).

B. Masalah Pengangguran di Indonesia

Pengangguran merupakan keadaan dimana dalam sebuah masyarakat, sebagian


warganya tidak mampu memasuki kesempatan kerja yang ada, sehingga ia tidak
mampu lagi memenuhi kebutuhan ekonominya. Secara alami pengangguran terjadi
karena pada saat kesempatan kerja penuh (Full Employment) dimana 95% angkatan
kerja dalam waktu tertentu sepenuhnya bekerja, angkatan kerja yang belum masuk
dalam kesempatan kerja tersebut berarti menganggur. Pengangguran umumnya
disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan
kerja yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah
social lainnya.

Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan


yang tidak merata dan berbagai permasalahan lainnya menyebabkan rendahnya taraf
hidup penduduk di negara ini. Namun yang menjadi Faktor penyebab utama rendahnya
taraf hidup di negara-negara berkembang khususnya Indonesia adalah rendahnya atau
terbatasnya penyerapan sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia, karena masih buruknya efesiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber
daya alam dan sumber daya manusia tersebut.

7
Pengangguran berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminalitas, gejolak
sosial, politik dan kemiskinan. Pengangguran menjadi penyebab timbulnya
pemborosan yang luar biasa. Setiap orang setiap harinya harus mengkonsumsi beras,
gula, minyak, energi listrik dan jasa lainnya namun dengan permasalahan
pengangguran yang dihadapi maka subsidi harus terus dilakukan pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat yang tidak berpenghasilan
tersebut.

Salah satu penyebab tingginya pengangguran di Indonesia adalah tingginya angka


tenaga kerja yang diarahkan pada sektor formal, sehingga ketika terjadi Caos atau
kemunduran usaha yang menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja dan kehilangan
pekerjaan maka mereka menjadi tidak produktif dan tidak bisa berusaha untuk
menciptakan pekerjaan sendiri di sektor informal. Karena sudah terbiasa menjadi
karyawan dan berada dalam posisi dengan resiko yang rendah.

Selain masalah pekerjaan, pengangguran juga dapat disebabkan oleh karena


terjadinya urbanisasi, berbondong-bondongnya masyarakat pedesaan ke kota untuk
mencari pekerjaan dengan keahlian dan keterampilan yang minim sehingga tingkat
pengangguran menjadi tinggi. Kegiatan urbanisasi ini disebabkan karena rendahnya
produktifitas ekonomi di pedesaan, kurangnya pembangunan infrastruktur, serta
aktivitas industri yang belum menyentuh daerah-daerah terpencil.

Diperparah lagi oleh sektor manufaktur dan konstruksi yang saat ini tiarap akibat
terkikisnya daya beli masyarakat, sektor konstruksi khususnya ditandai dengan
menurunnya permintaan hunian real estate dan apartemen. Sehingga penyerapan tenaga
kerja dibidang konstruksi pun menjadi rendah.

Kondisi ini apabila dibiarkan berlarut akan mengakibatkan terjadinya krisis sosial,
dimana pengangguran akan berusaha mencari pendapatan melalui kegiatan atau
pekerjaan yang tidak halal misalnya menjadi perampok, pencuri, pencopet penjual
narkoba atau bahkan menjadi penjaja seks komersial (PSK) dan yang lebih
mengkhawatirkan lagi oknum-oknum politik memanfaatkan mereka untuk menjadi
provokator politik yang bisa dibayar untuk melakukan kerusuhan dan tindakan anarkis

8
demi kepentingan politik. Karena itu apapun alasan dan bagaimanapun kondisi
Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan berbagai upaya.

Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah
karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang terlalu
tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-
orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, tetapi tidak mendapatkan lapangan
pekerjaan.

Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, TPT di perkotaan tercatat lebih tinggi
dibanding wilayah perdesaan. Pada Februari 2019, TPT di wilayah perkotaan sebesar
6,30persen, sedangkan TPT di wilayah perdesaan hanya sebesar 3,45 persen.
Dibandingkan setahun yang lalu, baik di perkotaan maupun di perdesaan TPT
mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,04 persen poin dan 0,27 persen poin.

Tobing (2005) mengidentifikasi bahwa meningkatnya pengangguran tenaga terdidik


merupakan gabungan beberapa penyebab yaitu:

1. Ketidakcocokan karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja dengan


kesempatan kerja yang tersedia. Maksud Karakteristik lulusan disini dapat berupa
lokasi, jenis pekerjaan, keahlian khusus, status pekerjaan dan lain-lain

2. Semakin terdidik seseorang maka semakin besar harapan terhadap pekerjaan yang
diinginkan dan aman dari resiko. Golongan ini memilih untuk mencari pekerjaan
yang stabil daripada pekerjaan yang beresiko tinggi. Golongan ini mencari
perusahaan besar daripada membuka usaha sendiri. Sehingga mereka memilih
menganggur daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan
mereka.

3. Terbatasnya daya serap tenaga kerja sektor formal, sementara angkatan kerja
terdidik cukup besar.

4. Masalah skill lulusan serta sempitnya lowongan pekerjaan sektor formal. Arus
informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak

9
angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Dan faktor gengsi pendidikan yang
menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur.

5. Rendahnya tingkat kemampuan tenaga terdidik untuk terjun dalam dunia usaha
dengan tingkat resiko yang tinggi, yaitu kemampuan untuk membuka lapangan
usaha dan menjadi seorang entrepreneur sukses.

Melihat penyebab meningkatnya angka pengangguran terdidik maka terlihat bahwa


secara empiris telah terjadi kekurang sepadanan antara supply dan demand keluaran
pendidikan. Dalam arti lain adanya ketidakcocokan kebutuhan dengan penyediaan
tenaga kerja, dan perencanaan pendidikan yang tidak berorientasi pada realitas yang
terjadi dalam masyarakat. Pendidikan diposisikan sebagai mesin ilmu pengetahuan
dan teknologi yang cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat secara utuh.
Sistem pendidikan di Indonesia belum mampu menciptakan tenaga-tenaga
professional, belum mampu menggali wawasan pandangan yang luas serta cerdas
dalam memahami dan mengkaji suatu masalah. Sistem pendidikan di Indonesia terlalu
menekankan pada segi teori bukannya praktek.

Secara sistematis dan serius, pemerintah terus menggulirkan Gerakan


Kewirausahaan Nasional untuk meningkatkan jumlah wirausahawan (entrepreneur)
Indonesia dari 1,56 % menuju angka 2 %. Angka 2 % dari jumlah populasi penduduk
merupakan parameter dunia untuk menetapkan setiap negara memiliki kekuatan
ekonomi standar. Untuk mencapai 2% itu, Indonesia masih butuh sekitar 1 juta
enterpreneur untuk menjadi negara berkekuatan ekonomi standar. Jumlah sejuta itu,
merupakan kekurangan 0,44 % tersebut.

Indonesia memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar yang dari tahun ke tahun dan
terus berkembang. Berikut data tenaga kerja tahun 2016 sampai dengan 2019.

2016 2017 2018 2019


Tenaga Kerja 131.550.000 127.670.000 133.940.000 136.180.000
Bekerja 124.540.000 120.650.000 127.070.000 129.360.000
Menganggur 7.010.000 7.020.000 6.870.000 6.820.000
10
Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel dibawah ini memperlihatkan angka pengangguran di Indonesia dalam beberapa


tahun terakhir.

2016 2017 2018 2019


Pengangguran (% dari total 7,56 7,02 5,13 5,01
Tenaga Kerja)
Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel tersebut menunjukkan penurunan yang terjadi secara perlahan dan berkelanjutan.
Pada tahun 2019 pemerintah menargetkan angka pengangguran pada angka 5,6 %.

C. Solusi dan Penanganan Masalah Pengangguran


Penanganan masalah pengangguran ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara
dimana pihak pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri harus berperan secara aktif
dalam mengatasi masalah ini. Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan
kebijakan dapat ditempuh melalui kebijakan makro dan kebijakan mikro. Kebijakan
makro yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi
seperti moneter berupa uang yang beredar, tingkat suku bunga, inflasi, dan nilai tukar
uang, fiskal (Dept. keuangan) dan lainnya.
Adapun penanganan pengangguran melalui kebijakan mikro dapat dilakukan
melalui beberapa hal yaitu:
1. Memperluas dan membuka lapangan pekerjaan. Salah satunya bisa diwujudkan
dengan memberdayakan sektor informal padat karya, home industry.
2. Menciptakan pengusaha-pengusaha baru. Diharapkan dengan demikian para
lulusan sekolah ataupun perguruan tinggi tidak hanya memiliki tujuan sebagai
pegawai saja, namun lebih baik apabila mereka membuat usaha-usaha yang dapat
menyerap tenaga kerja sehingga dengan demikian membantu pemerintah dalam
mengatasi jumlah pengangguran yang kian banyak. Dan bisa kita lihat akhir-akhir
ini, sudah banyak sekali lulusan muda berbakat yang sukses melakukan kegiatan
usaha.

11
3. Mengadakan bimbingan, penyuluhan dan keterampilan tenaga kerja, menambah
keterampilan, dan meningkatkan pendidikan.
4. Memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sektor yang kelebihan ke
tempat atau sektor ekonomi yang kekurangan
5. Memberikan bantuan wawasan, pengetahuan dan kemampuan jiwa kewirausahaan
kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berupa bimbingan teknis dan
manajemen memberikan bantuan modal lunak jangka panjang, perluasan pasar.
Serta pemberian fasilitas khusus agar dapat tumbuh secara mandiri dan andal
bersaing di bidangnya.Mendorong terbentuknya kelompok usaha bersama dan
lingkungan usaha yang menunjang dan mendorong terwujudnya pengusaha kecil
dan menengah yang mampu mengembangkan usaha, menguasai teknologi dan
informasi pasar dan peningkatan pola kemitraan UKM dengan BUMN, BUMD,
BUMS dan pihak lainnya.
6. Melakukan pembenahan, pembangunan dan pengembangan kawasan-kawasan,
khususnya daerah yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan
membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan
kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan
berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia.
7. Menyederhanakan perizinan dan peningkatan keamanan karena terlalu banyak jenis
perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing maupun
Penanaman Modal Dalam Negeri. Hal itu perlu segera dibahas dan disederhanakan
sehingga merangsang pertumbuhan iklim investasi yang kondusif untuk
menciptakan lapangan kerja.
8. Menyempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem
pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan yang
berorientasi kompetensi. Karena sebagian besar para penganggur adalah para
lulusan pendidikan yang tidak siap menghadapi dunia kerja.

Apabila hal-hal tersebut diatas telah dilaksanakan maka pemerintah harus


senantiasa memelihara sistem yang ada, seperti yang diungkapkan teoritisi sosiologi

12
modern Talcott Parsons (1975) dimana setiap sistem sosial akan mengalami adaptasi
dan penyesuaian diri, dalam hal ini dengan lingkungan yang semakin berubah.

Terkait dengan lapangan pekerjaan, Arif Satria (2019), sebagai Rektor IPB
menyampaikan bahwa kemajuan suatu bangsa salah satunya diukur oleh sejauh mana
lead of achievement. Menurutnya, agar suatu negara itu maju maka lead of achievement
harus lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan lead of power dan lead of affiliation.
Kewirausahaan itu bisa dicerminkan oleh adanya lead of achievement yang tinggi
dalam masyarakat. Oleh karena itu apabila lead of achievement masyarakat rendah,
maka kemajuan sebuah bangsa itu juga rendah. Tetapi kalo lead of achievement
masyarakat tinggi maka bangsa ini bisa lebih maju lagi. Dr. Arif menambahkan salah
satu wujud lead of achievement adalah dunia bisnis atau dunia kewirausahaan. Untuk
menciptakan wirausaha-wirausaha tangguh, harus diciptakan by design bukan by
accident. Oleh sebab itu, pemerintah berusaha memberikan fasilitas kepada calon
wirausaha dengan pelatihan bisnis, kelas bisnis dan inkubasi bisnis.

Beberapa studi (Frey & Osborne, 2013); (Tassey, 2014); (Leopold, et. all, 2016)
menunjukkan bahwa secara luas, peningkatan teknologi memiliki dampak negatif dan
positif terhadap pekerjaan. Ketika teknologi mengambil alih, ada beberapa pekerjaan
yang hilang dan pekerja harus meningkatkan atau mempelajari keterampilan baru agar
tetap berada di pasar kerja. Di beberapa kasus, teknologi secara langsung menggantikan
pekerja, sementara pada kasus lain teknologi justru memperkuat sumber daya manusia.
Pada sisi hasil, teknologi dapat meningkatkan produktivitas dan juga meningkatkan
permintaan konsumen terhadap produk, jasa dan industri yang baru. Pada akhirnya,
ekspansi ini dapat menciptakan peluang kerja yang baru.

Terlebih lagi, pasar kerja daring memberikan ruang yang lebih bagi dunia usaha
terutama wirausaha kecil dan menengah. Perangkat e-dagang internet di antaranya
Tokopedia, Blibli, Bukalapak dan sebagainya memungkinkan usaha kecil di Indonesia
memasarkan produk mereka langsung ke pelanggan. Media sosial juga dapat
membantu bisnis secara langsung mencapai pelanggan potensial dan mempromosikan
produk mereka. Karena tidak adanya data atau studi mengenai peran media sosial

13
di Indonesia, sulit untuk mengatakan hingga sejauh mana jalur daring ini menciptakan
peluang bagi usaha kecil. Namun penelitian yang dilakukan oleh sebuah perusahaan
kecil dari China saat perhelatan fesyen retail menunjukkan bahwa usaha kecil dan
pelanggan saling berinteraksi lebih intensif melalui media sosial dan bisa menghasilkan
penjualan yang lebih tinggi (Ha et.al, 2016).

Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan kreatif dan sosial serta proses


pengambilan keputusan yang kompleks pada lingkungan yang tidak pasti sulit
tergantikan oleh mesin atau kecerdasan buatan. Karenanya permintaan terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kemampuan menyelesaikan masalah yang
kompleks serta keterampilan sosial dan kognitif lebih tinggi di masa yang akan datang
(Leopold, 2016). Selain itu, sejumlah besar pekerjaan tingkat menengah membutuhkan
keterampilan vokasional khusus yang dipadukan dengan pengetahuan dasar terkait
keaksaraan, berhitung, beradaptasi dan penyelesaian masalah (Autor, 2015). Selain itu,
pekerja di masa depan membutuhkan keterampilan agar dapat mengoperasikan dan
bekerja menggunakan mesin dan digitalisasi. Ini termasuk di dalamnya wearable
computing, internet-of-things (termasuk data analisis dan pengumpulan data),
penggunaan gawai multi-fungsi untuk bekerja dan realitas yang bertambah (augmented
reality) (Mercer, 2015).

Menurut sebuah studi ILO mengenai ASEAN (ILO, 2016) lebih dari 60 persen
pekerjaan berupah di bidang elektronika, otomotif, dan tekstil serta pakaian jadi
terancam dan mungkin akan hilang karena otomatisasi. Persentase pekerjaan yang
berisiko kini mencapai 85 persen pada perdagangan retail. Secara keseluruhan, hasil
temuan studi itu menunjukkan bahwa dalam beberapa dasawarsa ke depan semua
pekerjaan mengalami otomatisasi di ASEAN-5 (Kamboja, Indonesia, Thailand,
Filipina dan Vietnam). Dari kelima negara tersebut, resiko pekerjaan yang mengalami
otomatisasi tertinggi adalah Vietnam (70 persen), diikuti Filipina (57 persen) dan
Indonesia menyusul pada angka 56 persen. Probabilitas hilangnya pekerjaan di
Thailand adalah yang terkecil (44 persen). Perkiraan untuk Indonesia dan negara-
negara ASEAN lain dibuat berdasarkan metodologi yang dikembangkan oleh Frey dan
Osborne untuk mencaritahu jenis pekerjaan yang berisiko tergantikan oleh mesin dan

14
otomatisasi. Pekerjaan di ASEAN memiliki sembilan variabel yang dikelompokkan
menjadi tiga tugas yang tidak dapat diotomatisasi karena membutuhkan persepsi dan
manipulasi, kecerdasan kreatif dan kecerdasan sosial.

Dalam penelitian mengenai 702 pekerjaan di Amerika Serikat, Frey dan Osborne
(2013) memperkirakan 47 persen pekerjaan berisiko. Pada studi yang lain McKinsey
menyimpulkan bahwa 45 persen tugas yang dilakukan pekerja menjadi punah melalui
otomatisasi (McKinsey, 2017). Kedua studi ini menunjukkan proporsi yang sangat
tinggi dari pekerjaan yang hilang. Namun Arntz el. (2016) menemukan bahwa hanya 9
persen pekerjaan di negara-negara anggota Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD) yang berisiko hilang. Studi ini berusaha membedakan antara
tugas yang ada dalam sebuah pekerjaan. Secara umum, pekerjaan atau jabatan terdiri
dari pelaksanaan beberapa tugas dan sangat mungkin otomatisasi memengaruhi
beberapa tugas tersebut dan karenanya tidak bisa samasekali menghapus sebuah
pekerjaan. Dalam situasi tersebut, pekerjaan dapat mengalami perubahan seiring
dengan berjalannya waktu di mana beberapa fungsi atau tugas menjadi berulang akibat
tugas lain yang ditambahkan ke dalam jabatan yang sama atau bahkan menimbulkan
jabatan baru.

15
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Program upah pengangguran khususnya lulusan SMK tidak efektif. Karena,
permasalahan utama saat ini ada di serapan tenaga kerja yang belum ideal.
Lapangan kerja industri, pertanian dan pertambangan belum cukup menciptakan
lowongan kerja massif. Ada permasalahan kemampuan yang tidak sesuai antara
kebutuhan industri dan lulusan SMK. Maka solusinya adalah merubah kurikulum
dan kerjasama dengan industri. Sehingga, yang mengeluarkan upah selama
magang adalah pengusaha. Tidak membebani Anggaran Pengeluaran dan Belanja
Negara (APBN).
Penting untuk mengakui bahwa sulit untuk menolak perubahan teknologi,
bila tidak mungkin di dunia yang mengalami globalisasi. Penting memandang
teknologi sebagai cara atau pendorong untuk mencapai pembangunan yang lebih
tinggi. Secara historis diadopsinya teknologi pada jangka pendek menimbulkan
gangguan pada pasar kerja. Kebijakan dan program pemerintah karenanya harus
fokus pada upaya membantu mereka yang terdampak secara negatif atau
menghadapi kerugian dari teknologi. Penelitian menunjukkan bahwa kebijakan
pasar kerja yang aktif mendatangkan hasil bila dilakukan untuk membantu orang
mempelajari keterampilan baru dan membantu mereka dalam mencari pekerjaan.
Serangkaian kebijakan ini bisa diprioritaskan sehingga memberikan peluang bagi
mereka yang berisiko kehilangan mata pencaharian karena kecanggihan
teknologi.

B. Saran
Saran utama dari penulis yaitu agar pemerintah mengkaji ulang tentang rencana
memberikan gaji bagi lulusan yang belum memperoleh pekerjaan, lebih baik
anggaran yang ada diberikan dalam bentuk pelatihan dan modal menjadi
entrepreneur.

16
Kedua, sesegera mungkin pemerintah mengambil langkah-langkah kongkrit
untuk mampu menanggulangi jumlah pengangguran yang sangat banyak di negeri
ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arntz, M.T., Gregory, T., and Zierahn, U. (2016). The risk of automation for jobs in OECD
countries: a comparative analysis. OECD Social, Employment and Migration Working
Papers, No. 189, OECD Publishing, Paris. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.1787/5jlz9h56dvq7-en

Autor, D.H. (2015). Why are there still so many jobs? The history and future of workplace
automation. The Journal of Economic Perspectives, 29 (3), 3 – 30. Retrieved from
http://www.jstor.org/stable/43550118.

Blustein, David & Kozan, Saliha & Connors-Kellgren, Alice. (2013). Unemployment and
underemployment: A narrative analysis about loss. Journal of Vocational Behavior. 82.
10.1016/j.jvb.2013.02.005.

BPS. (2016). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2016. Retrieved from


https://www.bps.go.id/pressrelease/2016/05/04/1231/februari-2016--tingkat-
pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-50-persen.html

17
BPS. (2017). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2017. Retrieved from
https://www.bps.go.id/pressrelease/2017/05/05/1376/tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--
sebesar-5-33-persen.html

BPS. (2018). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018. Retrieved from


https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/1484/februari-2018--tingkat-
pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-13-persen--rata-rata-upah-buruh-per-bulan-
sebesar-2-65-juta-rupiah.html

BPS. (2019). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2019. Retrieved from


https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/05/06/1564/februari-2019--tingkat-
pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-01-persen.html

Frey, C. B., & Osborne, M.A. (2013). The future of employment: how susceptible are jobs to
computerisation? University of Oxford.

Ha, S., Kankanhalli, A., Kishan, J. S., & Huang, K. W. (2016). Does social media marketing
really work for online SMEs? Research Paper. Dublin.

International Labour Organization. (2016). Technological changes and work in the future:
making technology work for all. The Future of Work Centenary Initiative. Retrieved from
http://www.ilo. org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---
dcomm/documents/publication/wcms_534201.pdf

Leopold, T.A. (2016). The future of jobs employment: skills and workforce strategy for the
fourth industrial revolution. World Economic Forum.

McKinsey & Company. (2017). A future that works: automation, employment, and
productivity.

Mercer. (2015). The Future of HR. Mercer, 2015. Center for Advanced Human Resources
Studies, Cornell Univeristy, USA. Retrieved from
https://www.mercer.com/content/dam/mercer/attachments/north-america/us/the-future-
of-hr-mercer.pdf

Satria, Arif . (2019). Kuliah Kewirausahaan Pemuda. Kuliah kerjasama IPB dan Kemenpora.
(online) https://kumparan.com/news-release-ipb/ipb-akan-bangun-gedung-
entrepreuneurship-center-1r61ur9pGYL

Sendari, A. A,. (2019). Daftar Lengkap Visi Misi Jokowi-Ma'ruf Amin. Liputan6. Retrieved
from https://www.liputan6.com/news/read/3868449/daftar-lengkap-visi-misi-jokowi-
maruf-amin

Sukirno,Sadono. (2011). Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali.

18
Talcott Parsons. (1975). "The Present Status of "Structural-Functional" Theory in Sociology."
In Talcott Parsons, Social Systems and The Evolution of Action Theory New York: The
Free Press.

Tassey, G. (2014). Competing in advanced manufacturing: the need for improved growth
models and policies. The Journal of Economic Perspectives. 28 (1), 27 – 48. Retrieved
from http://www.jstor.org/stable/43193715

Tobing, Elwin. (2005). Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi. Retrieved from


http://www.theindonesianinstitute.org/janeducfile.htm

Wikipedia. (2019). Unemployment. Retrieved from


https://en.wikipedia.org/wiki/Unemployment

LAMPIRAN :

Tabel 1.

19
Tabel 2.

20
Tabel 3.

21
Tabel 4.

22

Anda mungkin juga menyukai