Anda di halaman 1dari 59

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena

pada usia tersebut rentan terhadap masalah kesehatan. selain rentan

terhadap masalah kesehatan juga peka terhadap perubahan. Masalah ini

kurang begitu diperhatikan baik oleh orang tua, sekolah atau para klinis

serta profesional kesehatan lainnya(Gobel,2013). Berbagai macam

masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah biasanya masalah

kesehatan umum. Masalah kesehatan umum yang terjadi pada anak usia

sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan

seperti kebersihan diri, serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun. Banyak

anak usia sekolah yang menderita diare dikarenakan sebelum dan sesudah

makan mereka tidak cuci tangan. Akibatnya yang ada di tangan ikut masuk

ke dalam tubuh bersama makanan yang dimakan dan menyebabkan infeksi

gastrointestinal seperti diare (Permata, 2015).

Cuci tangan sering dianggap sebagai hal yang sepele di

masyarakat, padahal cuci tangan bisa meningkatkan kontribusi pada

peningkatan status kesehatan masyarakat. Berdasarkan fenomena yang ada

terlihat bahwa anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan kurang

memperhatikan perlunya cuci tangan dalam kehidupan sehari-hari,

terutama ketika di lingkungan sekolah. Mereka biasanya langsung makan

yang mereka beli di sekitar sekolah tanpa cuci tangan terlebih dahulu,
2

padahal sebelumnya mereka bermain-main. Perilaku tersebut tentunya

berpengaruh dan dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya penyakit

diare. Cuci tangan merupakan tehnik dasar yang paling penting dalam

pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi (Ana, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, setiap

tahunnya sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1,5 juta

pertahun, dan angka kejadian diare yang mengakibatkan dehidrasi yaitu 4

juta kasus pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan

kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare

merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak, karena usia 10 tahun

rentan terhadap penyakit dan anak cenderung mengabaikan kebersihan,

khususnya saat mencuci tangan sebelum makan. Untuk skala nasional

berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2013

mencapai 59,35%, dengan angka kematian akibat diare adalah 2,5%.

Menurut profil kesehatan provinsi Jawa Timur, angka kejadian diare tahun

2014 di Jawa Timur 1.063.321 kasus (Dinkes Jatim, 2014). Di RS

Dr.Soetomo tahun 2013 dari 1279 pasien yang rawat inap, yang menderita

diare 104 (8,1%). Sedangkan kejadian diare di kabupaten Banyuwangi

pada tahun 2014 yang tercatat melalui data profil kesehatan dari 45

Puskesmas terhimpun sebanyak 54% kasus.Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 8 November 2017 di

SD Islam Al Khairiyah Kabupaten Banyuwangi dengan populasi siswa

kelas 4 sebanyak 140 anak, ternyata didapatkan pernah mengalami diare.


3

Kesehatan merupakan hak setiap manusia, kesehatan merupakan

hal yang pokok dan wajib dimiliki seseorang. Oleh karena itu manusia

harus berusaha untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.

Perilaku hidup bersih harus diterapkan pada anak sendiri mungkin agar

anak terbiasa berprilaku hidup bersih sehat di lingkungan rumah maupun

luar rumah (Anisa, D. N., 2015).Tangan merupakan anggota tubuh yang

paling mudah sebagai perantara masuknya kuman di dalam tubuh, oleh

karena itu perilaku cuci tangan pakai sabun adalah hal penting untuk

mewujudkan perilaku hidup bersih sehat. Perilaku hidup bersih sehat

merupakan cara untuk mencegah terjadinya penyakit menular akibat

kuman seperti diare (Depkes, 2012).Diare merupakan keadaan dimana

seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya encer, dapat bercampur

darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat

mengakibatkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita

diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat

menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah 5

tahun (Ummuauliya, 2013). Kehilangan cairan yang banyak akan

menyebabkan dehidrasi pada penderita.

Kesadaran seseorang tentang cuci tangan masih sangat rendah.

Maka disini peran orang tua pada anak sangat berpengaruh untuk

membantu dalam personal hygiennya. Seperti mencuci tangan

menggunakan 6 langkah dengan sabun sebelum dan sesudah makan,

karena pada usia ini anak cenderung lebih tidak memikirkan tentang

kesehatannya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk


4

mengadakan penelitian dengan judul “Hubunganperilaku cuci tangan

sebelum makan dengan kejadian diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al

Khairiyah Kabupaten Banyuwangi tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Menurut data di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai

berikut: “Adakah hubungan perilaku cuci tangan sebelum makan dengan

kejadian diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Banyuwangi

Tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahui hubungan perilaku cuci tangan sebelum makan dengan

kejadian diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Banyuwangi

Tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasinya perilaku cuci tangan sebelum makan pada anak kelas

4 di SD Islam Al Khairiyah Banyuwangi Tahun 2018.

1.3.2.2 Mengidentifikasinya kejadian diare pada anak kelas 4 di SD Islam

AlKhairiyah Banyuwangi Tahun 2018.

1.3.2.3 Menganalisisnya hubungan perilaku cuci tangan sebelum makan dengan

kejadian diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Banyuwangi

Tahun 2018.
5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan penulis dan pembaca mengetahui

hubungan perilaku cuci tangan sebelum makan dengan kejadian diare pada

anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Banyuwangi Tahun 2018.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Praktek Keperawatan

Meningkatkan peran perawat untuk memberikan pendidikan atau

asuhan keperawatan tentang pentingnya mencuci tangan untuk mencegah

terjadinya diare..

1.4.2.2Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan

ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan kebersihan dalam hal

pencegahan diare.

1.4.2.3Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan

untuk meningkatkan taraf kebersihan dalam hal cuci tangan dan mencegah

diare.
6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mencuci Tangan

2.1.1 Pengertian mencuci tangan

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun

oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman.

Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya

pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi

agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari

satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak

tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti

handuk,gelas)(Permata, 2014).

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara

mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.

Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta

meminimalisasi kontaminasi silang (Tietjen dkk, 2012).

Cuci tangan dianggap merupakan salah satu langkah yang paling

penting untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah

infeksi selama lebih dari 150 tahun. Menurut (Napu, 2012). bahwa dapat

diketahui kesehatan kebersihan tangan yangbaik dapat mencegah


7

penularan mikroorganisme dan mengurangifrekuensi infeksi nosokomial

(Tietjen dkk, 2014).

Cuci tangan merupakan tindakan mendasar dalam perilaku hidup

bersih dan sehat. Perilaku cuci tangan tidak akan serta merta terbentuk

pada anak, tanpa ada pembiasaan sejak dini. Penekanan pentingnya cuci

tangan pada anak SD perlu dilakukan secara terus menerus sehingga akan

terbentuk kebiasaan cuci tangan tanpa harus diingatkan lagi. Perilaku cuci

tangan diharapkan dapat menurunkan ketidakhadiran siswa di sekolah

akibat diare. Tindakan cuci tangan ini perlu dilakukan di kalangan sekolah

dasar, karena anak-anak pada usia ini masih punya kebiasaan untuk jajan

di sembarang tempat (Vindigni, Riley & Jhun, 2012).

2.1.2 Tujuan mencuci tangan

Menurut Tietjen (2012), mengatakan bahwa mencuci tangan

dengan sabun bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan debu secara

mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme

sementara. Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya

dengan cuci tangan menggunakan sabun antimikrobial. Sebagai tambahan,

iritasi kulit jauh lebih rendah apabila menggunakan sabun biasa.

Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan

pakai sabun antara lain diare, infeksi saluran pernafasan dan infeksicacing

(infeksi mata dan kulit) (Suriadi & Rita. Y., 2013).


8

Menurut Val Curtis & Sandy Cairncross dari London School of

Hygiene and Tropical Medicine,Inggris tahun 2012. Menurut peneliti

tentang kesehatan sanitary dan air ini, perilaku mencuci tangan dengan

sabun bisa mengurangi insiden diare sebanyak 42-47%. Artinya, sekitar

satu juta anak di dunia dapat diselamatkan tiap tahun dengan cuci tangan.

Hanya saja ada yang perlu diperhatikan dalam prosesnya, yaitu harus

menggunakan sabun dan membilas tangan menggunakan air mengalir.

Menurut Curtis & Cairncross, tanpa sabun, bakteri dan virus tidak

akanhilang. Air hanya sebatas menghilangkan kotoran yang tampak, tetapi

takmenghilangkan cemaran mikrobiologis yang tidak

tampak(Moernantyo,2015).

2.1.3 Manfaat Cuci Tangan

Mencuci tangan menggunakan sabun yang secara tepat dan benar

dapat mencegah berjangkitnya beberapa penyakit. Mencuci tangan dapat

mengurangi resiko penularan berbagai penyakit termasuk flu burung,

cacingan, influenza, hepatitis A, dan diare terutama pada anak usia

sekolah. Anak yang mencuci tangan tanpa menggunakan sabun beresiko

30 kali lebih besar terkena penyakit tipoid, dan yang terkena penyakit

tipoid kemudian tidak pernah atau jarang mencuci tangan menggunakan

sabun, maka akan beresiko mengalami penyakit tipoid 4 kali lebih parah

daripada yang terbiasa mencuci tangan menggunakan sabun

(Hartanto,2013). Selain itu, manfaat positif lain dari mencuci tangan

adalah tangan menjadi bersih dan wangi (Kemenkes, 2012).


9

2.1.4 Cara mencuci tangan dengan benar

Praktek CTPS yang benar hanya membutuhkan sabun dan air

mengalir. Air mengalir tidak harus dari keran, bisa juga mengalir dari

sebuah wadah berupa gayung , botol, kaleng, ember tinggi, gentong atau

jerigen. Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis

sabun karena semua sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman

penyebab penyakit. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka CTPS

perlu dilakukan dengan cara yang baik dan benar, langkah-langkahnya

adalah sebagai berikut, yaitu :

1) Basuh tangan dengan air bersih yang mengalir, ratakan sabun dengan
kedua telapak tangan
2) Gosok punggung tangan dan sela - sela jari tangan kiri dan tangan
kanan, begitu pula sebaliknya

3) Gosok kedua telapak dan sela - sela jari tangan

4) Jari - jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci

5) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya

6) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak


tangan kiri dan sebaliknya

7) Bilas kedua tangan dengan air yang mengalir dan keingkan ( Tietjen,
2014 ).
10

Gambar 2.1 : Teknik mencuci tangan dengan menggunakan sabun (WHO,

2014).
11

Untuk mendorong cuci tangan, kita harus melakukan segala upaya

menyediakan sabun dan suplai air bersih terus menerus baik dari kran atau

ember dan lap pribadi. Langkah-langkah mencuci tangan tersebut adalah :

1) Basahi kedua belah tangan

2) Gunakan sabun biasa

3) Gosok dengan seluruh bidang permukaan tangan dan jari-jari bersama

sekurang-kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan memperhatikan

bidang di bawah kuku tangan dan di antara jari-jari

4) Bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih

5) Keringkan kedua tangan dengan lap atau pengering dan gunakan lap

untuk mematikan kran( Tietjen, 2012).

Karena mikroorganisme tumbuh berkembang biak di tempat

basah dan di air yang menggenang maka apabila sabun batangan

digunakan sediakan sabun batangan yang berukuran kecil dalam tempat

sabun yang kering. Hindari mencuci tangan di waskom yang berisi air

walaupun telah ditambahkan bahan antiseptic seperti detol atau savlon,

karena microorganisme dapat bertahan dan berkembang biak pada

larutan ini. Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila

masih ada isinya, penambahan dapat menyebabkan kontaminasi bakteri

pada sabun yang baru dimasukkan. Apabila tidak tersedia air mengalir,

gunakan ember dengan kran yang dapat dimatikan sementara

menyabuni kedua tangan dan buka kembali untuk membilas atau

gunakan ember dan kendi(Tietjen, 2014).


12

2.1.5 Waktu Penting Cuci Tangan Pakai Sabun

Saat yang penting cuci tangan dengan sabun adalah sebelum

makan dan sesudah makan, sebelum memegang makanan, sebelum

melakukan kegiatan apapun yang memasukkan jari-jari kedalam mulut dan

mata, setelah bermain dan olah raga, setelah buang air kecil dan buang air

besar, setelah buang ingus dan setelah buang sampah, setelah menyentuh

hewan/unggas termasuk hewan peliharaan dan sebelum mengobati luka

(Jawapos, 2013).

Penggunaan sabun pada saat mencuci tangan menjadi penting

karena sabun sangat membantu menghilangkan kuman yang tidak tampak

minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit serta meninggalkan bau wangi.

Sehingga kita dapat memperoleh kebersihan yang terpadu dengan bau

wangi dan segar setelah mencuci tangan pakai sabun, ini tidak akan kita

dapatkan jika kita hanya menggunakan air saja. Yang tidak kalah penting

untuk diperhatikan adalah waktu-waktu kita harus melakukan perilaku

mencuci tangan, di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting yaitu:

1) Setelah ke jamban

2) Setelah menceboki anak

3) Sebelum makan

4) Sebelum memberi makan anak

5) Sebelum menyiapkan makanan (Niken, 2012).


13

2.1.6 Jenis Sabun Cuci Tangan

Sabun adalah produk berbaris deterjen yang mengandung

diesterifikasi asam lemak dan natrium atau kalium hidroksida. Bahan

tersebut terdapat dalam berbagai bentuk termasuk sabun batangan maupun

dalam sediaan cair. Bahan-bahan tersebut juga efektif dalam

membersihkan sisa lemak dan kotoran, tanah dan berbagai zat organik dari

tangan. Jenis sabun cuci tangan yang paling sering digunakan oleh tenaga

medis di rumah sakit sebelum melakukan prosedur pembedahan adalah

Chlorhexidine dan produk berbahan dasar iodin adalah Chloroxylenol dan

Hexachlorophene serta Triklosin. Hexachlorophene dan triklosin jarang

digunakan, tetapi masih merupakan alternatif yang baik jika ada anggota

tim medis menunjukkan reaksi alergi terhadap klorheksidin dan produk

berbahan dasar iodin (WHO, 2014).

2.1.7 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Cuci Tangan Pada Anak

Sekolah Dasar

1)Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

individu/orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Sulistyowati, Dewi. 2012).


14

Sebelum anak berprilaku mencuci tangan, ia harus tahu terlebih

dahulu apa arti atau manfaat perilaku dan apa resikonya apabila tidak

mencuci tangan dengan sabun bagi dirinya atau keluarganya. Melalui

pendidikan kesehatan mencuci tangan anak mendapatkan pengetahuan

pentingnya mencuci tangan sehingga diharapkan anak tahu, bisa menilai,

bersikap yang didukung adanya fasilitas mencuci tangan sehingga

tercipta perilaku mencuci tangan (Sulistyowati, Dewi. 2012).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Karena itu dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan. Pengetahuan yang baik dapat meningkatkan

kesehatan, oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang baik dalam

mencuci tangan (Sulistyowati, Dewi. 2012).

2) Kebiasaan Anak

Adanya kebiasaan untuk tidak cuci tangan atau cuci tangan sejak

kecil, akan terbawa sampai dewasa (Destya. 2013).

3) Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam

berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan

konsisten dari waktu ke waktu. Banyak ahli mengatakan pemgasuh anak

adalah bagian penting dan mendasar. Pada dasarnya pola asuh dapat

diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak.

Perlakuan yang dilakukan orang tua antara lain mendidik, membimbing,


15

serta mengajarkan tingkah laku yang umum dilakukan masyarakat

(Nasution dan Nurhalijah, 2014).

Orang tua adalah tokoh panutan anak, maka diharapkan orang tua

dapat ditiru, sehingga anak yang bebas bersekolahpun sudah mau dan

mampu melakukan cuci tangan dengan benar melalui metode yang ditiru

dari orang tuanya (Nasution dan Nurhalijah, 2014).

2.1.8 Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Perilaku Mencuci

Tangan

Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, oleh karena

itu sangat penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan

pakai sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah

penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu

Burung. Diare merupakan penyakit "langganan" yang banyak berjangkit

pada masyarakat terutama usia balita. Survei Kesehatan Nasional tahun

2012 menempatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) penyakit

pada posisi tertinggi sebagai penyakit paling berbahaya pada balita. Diare

dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-

negara berkembang. Sementara Flu Burung atau yang dikenal juga H5N1

merupakan penyakit mematikan dan telah memakan cukup banyak korban.

Penyakit-penyakit tersebut juga merupakan masalah global dan banyak

berjangkit dinegara-negara berkembang, suatu wilayah yang didominasi

dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, tidak cukup pasokan air

bersih, kemiskinan dan pendidikan yang rendah tetapi rantai penularan

penyakit-penyakit tersebut di atas dapat diputus "hanya" dengan perilaku


16

cuci tangan pakai sabun yang merupakan perilaku yang sederhana, mudah

dilakukan, tidak perlu menggunakan banyak waktu dan banyak biaya.

(Azwar, S., 2012).

Cuci tangan merupakan salah satu perilaku sehat yang pasti sudah

dikenal. Perilaku ini pada umumnya sudah diperkenalkan kepada anak-

anak sejak kecil tidak hanya oleh orang tua di rumah, bahkan ini menjadi

salah satu kegiatan rutin yang diajarkan para guru di Taman Kanak-Kanak

sampai Sekolah Dasar. Tetapi kenyataannya perilaku sehat ini belum

menjadi budaya masyarakat kita dan biasanya hanya dilakukan

sekedarnya, sebagai contoh ketika kita masuk ke sebuah rumah makan

Indonesia, biasanya fasilitas cuci tangan disediakan dalam bentuk kobokan

berisi air bersih dengan sepotong kecil jeruk nipis yang maksudnya untuk

menghilangkan bau amis di tangan. Pemandangan berbeda ketika kita

masuk ke restaurant fast food terkemuka asal negara adi daya, fasilitas

cuci tangan sudah sangat memenuhi syarat, yaitu air bersih mengalir

dilengkapi dengan sabun cuci tangan cair berkualitas dan pengering tangan

merek terkenal, sayangnya fasilitas itu belum digunakan dengan baik,

karena biasanya orang hanya mencuci tangan sekedar menghilangkan bau

amis bekas makanan dan lupa atau malas mencuci tangan dulu sebelum

makan.

Jika kita sedikit melirik ke masyarakat pedesaan, pada umumnya

masyarakat desa hanya menggunakan air seadanya dan belum banyak

yang menggunakan sabun untuk mencuci tangan sebelum atau sesudah

dari jamban. Beberapa hal di atas menunjukan kenyataan bahwa perilaku


17

cuci tangan pakai sabun sebagai salah satu upaya personal hygiene belum

dipahami masyarakat secara luas dan prakteknya pun belum banyak

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. (Azwar, S., 2012).

Banyak masyarakat yang beranggapan mencuci tangan adalah

suatu kegiatan yang sepele. Mereka mencuci tangan cukup dengan

meletakkan tangan di air, bilas, selesai. Kesadaran bahwa kesehatan harus

dimulai dan diusahakan oleh kita sendiri, harus kita sadari sejak dini. Agar

anak tahu dan mampu berperilaku mencuci tangan pakai sabun, dapat

diberikan penjelasan mengenai pentingnya mencuci tangan dengan sabun

dan cara mencuci tangan pakai sabun dengan benar melalui pendidikan

kesehatan. Dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang mencuci

tangan dengan tujuan anak mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya

mencuci tangan pakai sabun. sehingga setelah anak tahu, diharapkan anak

timbul dalam kesadarannya sendiri membiasakan mencuci tangannya

pakai sabun (Wijono, 2013).

Menurut penelitian Rogers (2012) perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku

didasari oleh pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan sikap positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat lenggeng (long lasting). Sebaliknya apabila

perilaku tidak didasari oleh pengetahuan, pemahaman dan kesadaran maka

tidak akan berlangsung lama. Seperti, anak-anak dihimbau untuk mencuci

tangan oleh gurunya tanpa mengetahui makna dan tujuan mencuci tangan

pakai sabun, maka sebagian besar dari anak akan lebih banyak
18

menyepelekan kegiatan mencuci tangan tersebut walaupun telah

mendapatkan himbauan mencuci tangan pakai sabun (Notoatmodjo, 2013).

Data menunjukkan lebih dari 5.000 anak balita penderita diare

meninggal setiap harinya di seluruh dunia sebagai akibat kurangnya akses

pada air bersih dan fasilitas sanitasi dan pendidikan kesehatan. Penderitaan

dan biaya-biaya yang harus ditanggung karena sakit dapat dikurangi

dengan melakukan perubahan perilaku sederhana seperti mencuci tangan

dengan sabun (Mujiyanto, 2012).

2.1.9 Pengukuran Analisa Kuesioner

Jawaban pada kuesioner menggunakan skala Guttman.Skala

Guttman digunakan apabila ingin mendapatkan jawaban yang tegas

terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.Pada skala Guttman

terdapat dua interval yaitu ya atau tidak.Pernah atau tidak pernah.Jawaban

ya atau pernah skor 1, sedangkan jawaban tidak atau tidak pernah

mendapat skor 0 (Sugiyono, 2012).

2.2 Diare

2.2.1 Definis Diare

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan

yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dalam

bentuk tinja yang encer atau cair (Nanda,2013).

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari), serta perubahan


19

dalam isi ( lebih dari 200 g/hari ) dan konsistensi ( feses cair ), dengan

tanpa darah atau lendir (Nanda, 2013).

Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang

abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200

g/hari) dan konsistensi (feses cair) (Brunner & Suddarth, 2012).

2.2.2 Klasifikasi Diare

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare dari diare akut,

diare persisten dan diare kronis.

2.2.2.1Diare Akut

Diare Akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi

dan anak yang sebelumnya sehat, yang berlangsung kurang dari 14 hari,

dengan mengeluarkan tinja lunak disertai darah.

2.2.2.2 Diare Persisten

Diare Persisten adalah kelanjutan dari diare akut yang berlangsung

antara 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut dan diare kronis.

2.2.2.3Diare Kronis

Diare Kronis adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau

lebih dengan kehilangan BB atau BB tidak bertambah selama masa diare

tersebut.

2.2.3 Etiologi

Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari infeksi

maupun alergi terhadap makanan tertentu (Hidayah, A., 2014).


20

2.2.3.1 Penyebab Diare

1) Infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi

makanan maupun air minum

2) Infeksi berbagai macam virus

3) Alergi makanan, khususnya susu atau laktosa ( makanan yang

mengandung susu )

4)Parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor

Adapun penyebab penyakit diare dibagi 2 menurut buku (Brunner

&Suddarth, 2012).

1. Penyebab khusus penyakit diare yaitu ada beberapa virus, bakteri, dan

parasit yang menyebabkan penyakit diare.

2. Penyebab umumnya dari infeksi bakteri meliputi :

a. Eschericha coli adalah organisme aerobic yang bisa terkolonisasi

pada usus besar.

b. Salmonella adalah hasil gram negative yang memiliki beberapa

spesies, salah satunya adalah yang sangat patogenik yaitu

salmonella typhi (deman thypoid).

c. Shingella adalah spesies organisme gram negative yang

menyerang lumen usus dan menyebabkan penyakit dan diare

berair yang berat (mungkin darah).

d. Infeksi Campylobarter ini banyak ditemukan pada hewan.

e. Giardia lambia adalah suatu protozoa yang penularannya melalui

makanan dan minuman.


21

f. Vibrio Cholera adalah organisme gram negative dengan beberapa

serotipi yang berbeda.

2.2.4 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi diare antara lain usia yang kecil,

malnutrisi, penyakit kronis, penggunaan antibiotic, air yang

terkontaminasi, sanitasi yang buruk, pengelolahan dan

penyimpanan makanan yang tidak tepat.

2.2.5 Patogenesis

1. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus

meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit

kedalam rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus

untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.

2. Gangguan Sekresi

Akibat terangsang tertentu (misalnya toksin) pada dinding

usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam

rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat isi

rongga tersebut.

3. Gangguan Motilitas Usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul

diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan


22

mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul

diare pula (Sander, M. A., 2013).

2.2.6 Gejala Klinis

Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar

terus menerus disertai dengan rasa mulas yang berkepanjangan,

dehidrasi, mual dan muntah. Tetapi gejala lainnya yang dapat

timbul antara lain pegal pada punggung, dan perut sering berbunyi

(Soebagio, 2012).

Frekuensi defekasi meningkat bersama dengan

meningkatnyakandungan cairan feses.Biasanya pasien

mengeluhkan kram perut, distensi, gemuruh usus (Borboringimus),

anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan

perenggangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus), dapat

terjadi pada setiap defekasi. Diare dapat eksplosif atau bertahap

dalam sifat dan awitan. Gejala yang berkaitan langsung dalam

diare, diantaranya adalah dehidrasi dan kelemahan. Feses semi

padat lebih sering dihubungkan dengan gangguan kolon. Feses

yang sangat besar dan berminyak menunjukkan malabsorpsi usus,

dan adanya mucus dan pus dalam feses menunjukkan enteritis

inflamasi atau colitis. Diare nocturnal mungkin manifestasi dari

neuropati diabetic (Brunner & Suddarth, 2012).

Dehidrasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

1. Dehidrasi ringan. Pasien menunjukkan membrane mukosa

mulut yang kering dan meningkatnya rasa haus. Tujuan


23

rehidrasi adalah memberikan sekitar 50 ml/kg cairan rehidrasi

oral setiap interval 4 jam.

2. Dehidrasi sedang. Mata cekung, penurunan turgor kulit dan

membrane mukosa kering adalah manivestasi yang muncul.

Pada bayi terdapat fontanel yang cekung. Tujuan rehidrasi

adalah memberikan sekitar 100 ml/kg lebih 4 jam untuk pasien

dengan rehidrasi sedang.

3. Dehidrasi berat. Pasien akan menunjukkan tanda syok (pulpasi

cepat, sinosis, eksremitas dingin, nafas cepat, lemah atau

koma) dan harus ditangani dengan intravena sampai dengan

status mental kembali normal. Apabila kemajuan telah

diperoleh, pasien dapat ditangani dengan TRO.

2.2.7 Penatalaksanaan Diare

Penatalaksanaan medis utama diarahkan pada pengendalian atau

pengobatan penyakit dasar. Obat-obat tertentu (misalnya prednisone) dapat

mengurangi beratnya diare dan penyakit.

Untuk diare ringan, cairan oral dengan segera ditingkatkan dan

glukosa oral serta larutan eletrolit dapat diberikan untuk rehidrasi pasien.

Untuk diare sedang akibat sumber non infeksius, obat-obatan tidak

spesifik seperti difenoksilat (lomotil) dan loperamid (imodium) juga

diberikan untuk menurunkan motilitas. Preparat antimicrobial diberikan

bila preparat infeksius telah teridentifikasi atau bila diare sangat berat.

Terapi cairan intervena mungkin diperlukan untuk hidrasi cepat,

khususnya untuk anak kecil atau lansia (Brunner & Suddarth 2012).
24

2.3 KonsepAnak Usia Sekolah

2.3.1 Definisi Anak Usia Sekolah

Usia sekolah merupakan masa anak yang memperoleh dasar-dasar

pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa

dan memperoleh keterampilan tertentu (Yusuf, S., 2014).

Anak usia sekolah merupakan anak dengan usia 6-12 tahun.

Periode usia pertengahan ini dimulai dengan masuknya anak ke dalam

lingkungan sekolah (Yusuf, S., 2014). Periode anak usia sekolah terbagi

menjadi 3 tahapan usia yaitu : tahap awal 6-7 tahun, tahap pertengahan 7-9

tahun,dan tahap pra remaja 10-12 tahun (Permata, 2014). Sekolah dapat

memperluas dunia anak dan merupakan transisi dari kehidupan yang

secara relatif bebas bermain. Anak pada usia sekolah menuntut kebutuhan

dan kehidupan yang menantang. Kemampuan kognitif, fisik, psikososial

dan moral dikembangkan,diperluas,disaring,dan disinkronisasi,sehingga

individu dapat menjadi anggota masyarakat yang diterima dan menjadi

seseorang yang produktif (Yusuf, S., 2014). Lingkungan pada anak usia

sekolah memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan

anak dengan orang lain. Anak usia sekolah identik dengan hubungan

perkelompokan atau senang bermain dalam kelompok (Wulandari, Anjar

Purwidiana.,2015).

2.3.2 Ciri-ciri Anak Usia Sekolah

Menurut Hidayat (2013),orang tua, pendidik, dan ahli psikologis

memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu


25

mencerminkan ciri-ciri penting dari periode anak usia sekolah, yaitu

sebagai berikut:

1. Label yang digunakan oleh orang tua

a. Usia yang menyulitkan

Suatu masa dimana tidak mau lagi menuruti perintah dan

dimana anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya

daripada oleh orang tua dan anggota keluarganya.

b. Usia tidak rapi

Suatu masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan dan

ceroboh dalam penampilan,dan kamarnya sangat berantakan.

Sekalipun ada peraturan keluarga yang ketat mengenai kerapian

dan perawatan barang-barangnya, hanya beberapa saja yang taat,

kecuali kalau orang tua mengharuskan melakukannya dan

mengancam dengan hukuman.

2. Label yang digunakan oleh pendidik

a. Usia sekolah

Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar

pengetahuan yang dianggap penting dalam keberhasilan

penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari

berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan kulikuler

maupun ekstra kulikuler.

b. Periode kritis

Suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk

mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Telah


26

dilaporkan bahwa tingkat perilaku berprestasi pada masa kanak-

kanak mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi

pada masa dewasa.

3. Label yang digunakan ahli psikologis

a. Usia berkelompok

Suatu masa dimana perhatian utama anak tertuju pada

keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebgai anggota

kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman-temannya. Oleh

karena itu, anak ingin menyesuaikan diri dengan standar yang

disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara, dan perilaku.

b. Usia penyesuaian diri

Penyesuaian berarti adaptasi, dapat mempertahankan

eksistensinya (survive) dan memperoleh kesejahteraan rohaniah,

serta dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan

sosial. Penyesuaian diri juga dapat diartikan konformitas yang

menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Definisi lain

mengenai penyesuaian diri yaitu, kemampuan untuk membuat

rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa,

sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan

frustasi-frustasi secara efesien individu memiliki kemampuan untuk

menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat.

Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai suatu

penguasaan dan kematang emosional. Kematangan emosional

maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang


27

tepat pada setiap situasi. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai

keharmonisan pada diri sendiri dan lingkungannya.

c. Usia kreatif

Suatu masa dalam rentang kehidupan dimana akan ditentukan

apakah anak-anak menjadi konformitas atau pencipta karya baru.

Meskipun dasar-dasar untuk ungkapan kreatif diletakkan pada awal

masa kanak-kanak, namun kemampuan untuk menggunakan dasar-

dasar ini dalam kegiatan-kegiatan pada umumnya belum

berkembang sempurna sebelun anak-anak belum mencapai tahun-

tahun akhir masa kanak-kanak.

d. Usia bermain

Bukan karena banyak waktu untuk bermain, dalam periode ini

hal yang sama tidak dapat dipungkiri apabila anak-anak sudah

sekolah akan tumpang tindih antara ciri-ciri bermain anak-anak

remaja. Jadi periode ini disebut usia bermain adalah karena luasnya

minat dan kegiatan bermain dan bukan karena banyaknya waktu

untuk bermain.

2.3.3 Perkembangan Anak usia Sekolah

Menurut Nagel dalam Sunarto dan Agung Hartono (2011),

perkembangan merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang

terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karna itu

bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam

bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi.


28

Menurut Schneirla(2012), perkembangan adalah perubahan-

perubahan progresif dalam organisasi organisme, dan organisme ini dilihat

sebagai sistem fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya. Perubahan

progresif meliputi:

1) Perkembangan fisik

Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka

perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan

baik.Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau

minatnya.Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas

motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang

ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini,

seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenang,

main bola, dan atletik.

Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor

penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan

maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat

menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah

dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya

dicapainya, karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran

keterampilan.

Perkembangan fisik atau motorik dapat di bagi menjadi dua yaitu :

1) Motorik kasar

Perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh

seperti berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar, dan


29

menangkap, serta menjaga keseimbangan, yang diperlukan dalam

meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada

anak usia 4 tahun, anak menyenangi kegiatan fisik yang

mengandung bahaya, seperti melompat dari tempat tinggi, dan usia 5

atau 6 tahun keinginan untuk melakukan kegiatan berbahaya

bertambah, anak pada masa ini menyukai kegiatan lomba seperti

balapan sepeda, atau kegiatan lain yang mengandung bahaya.

2) Motorik halus

Perkembangan motorik halus pada masa usia 6-7 tahun,

koordinasi gerakan berkembang secara pesat, pada masa ini anak

sudah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti

mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan dan tubuh

secara bersamaan.

2) Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan

berpikir anak berkembang dan berfungsi.Kemampuan kognitif dapat

dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta

kemampuanmelakukan penalaran dan pemecahan masalah.Kemampuan

berpikir anak berkembang dari tingkat yang sederhana dan konkret ke

tingkat yang lebih rumit dan abstrak.

Menurut Piaget, masa anak usia sekolah akhir berada dalam tahap

operasi konkret dalam berpikir (usia 7-12 tahun). Piaget menemukan

beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif

anak, diantaranya:
30

a) Anak adalah pembelajar yang aktif.Anak tidak hanya

mengobservasi dan mengingat apa-apa yang mereka lihat dan dengar

secara pasif, tetapi mereka secara natural memiliki rasa ingin tahu

tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi

untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas

tentang dunia yang mereka hadapi.

b) Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari

pengalamannya.Anak-anak tidak hanya mengumpulkan apa-apa

yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu

kesatuan.Sebaliknya, anak secara gradual membangun suatu

pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.

c) Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi

dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan

pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada, yakni anak

mengasimilasikan lingkungan ke dalam suatu skema.Akomodasi

terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yakni

anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya.

d) Proses equilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah

bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek. Melalui proses

asimilasi dan akomodasinya, sistem kognisi seseorang berkembang

dari satu tahap ke tahap selanjutnya, sehingga kadang-kadang

mencapai keadaan equilibrium, yakni keadaan seimbang antara

struktur kognisinya dan pengalamannya di lingkungan.


31

3) Perkembangan bahasa

Anak memiliki kemampuan yang lebih dalam memahami dan

menginterpretasikan komunikasi lisan dan tulisan.Pada masa ini

perkembangan bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata

dan tata bahasa.Anak-anak semakin banyak menggunakan kata kerja

yang tepat untuk menjelaskan satu tindakan seperti memukul,

melempar, menendang, atau menampar.Mereka belajar tidak hanya

untuk menggunakan banyak kata lagi, tetapi juga memilih kata yang

tepat untuk penggunaan tertentu.Area utama dalam pertumbuahan

bahasa adalah pragmatis, yaitu penggunaan praktis dari bahasa untuk

komunikasi.

4) Perkembangan moral

Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk

memahami aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat.

Perilaku moral banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta

perilaku moral dari orang-orang di sekitarnya.Perkembangan moral ini

juga tidak terlepas dari perkembangan kognitif dan emosi

anak.Perkembangan moral tidak terlepas dari perkembangan kognitif

dan emosi anak.

Menurut Piaget (2012), antara usia 5-12 tahun konsep anak

mengenai keadilan sudah berubah. Piaget menyatakan bahwa

relativisme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya: bagi anak

usia 5 tahun, berbohong adalah hal yang buruk, tetapi bagi anak yang

lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong adalah


32

dibenarkan dan oleh karenanya berbohong tidak terlalu buruk. Piaget

berpendapat bahwa anak yang lebih muda ditandai dengan moral yang

heteronomous sedangkan anak pada usia 10 tahun mereka sudah

bergerak ke tingkat yang lebih tinggi yang disebut moralitas

autonomous.

Kohlberg menyatakan adanya 3 tahap perkembangan moral. Ke-

enam tahap tersebut terjadi pada tiga tingkatan, yakni tingkatan:

1) Pra-konvensional, anak peka terhadap peraturan-peraturan yang

belatar belakang budaya dan terhadap penilaian baik-buruk, benar-

salah tetapi anak mengartikannya dari sudut akibat fisik suatu

tindakan.

2) Konvensional, memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau

agama dianggap sebagai sesuatu yang berharga pada dirinya sendiri,

anak tidak perduli apapun akan akibat-akibat langsung yang terjadi.

Sikap yang nampak pada tahap ini terlihat dari sikap ingin loyal,

ingin menjaga, menjunjung dan memberi justifikasi pada ketertiban.

3) Pasca-konvensional, ditandai dengan adanya usaha yang jelas untuk

mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang sohih serta

dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang

memegang prinsip-prinsip tersebut terlepas apakah individu yang

bersangkutan termasuk kelompok itu atau tidak.


33

5) Perkembangan Emosi

Emosi memainkan peran yang penting bagi perkembangan.Akibat

dari emosi ini juga dirasakan oleh fisik anak terutama bila emosi itu

kuat dan berulang-ulang.

Hurlock menyatakan bahwa ungkapan emosi yang muncul pada

masa ini masih sama dengan masa sebelumnya, seperti: marah, takut,

cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.

Ciri-ciri emosi emosi masa kanak-kanak akhir:

1) Emosi anak berlangsung relative lebih singkat (sebentar), hanya

beberapa menit dan sifatnya tiba-tiba.

2) Emosi anak kuat atau hebat. Hal ini terlihat bila anak: takut, marah

atau sedang bersendau gurau.

3) Emosi anak mudah berubah.

4) Emosi anak nampak berulang-ulang.

5) Respon emosi anak berbeda-beda.

6) Emosi anak dapat diketahui atau dideteksi dari gejala tingkah

lakunya.

7) Emosi anak mengalami perubahan dalam kekuatannya.

8) Perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosional.

6) Perkembangan sosial

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan

dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai

proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma


34

kelompok, tradisi, dan moral agama. Perkembangan sosial anak

dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya dan guru.

2.3.4 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Widiastuti (2013)

adalah sebagai berikut:

1) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-

permainan yang umum.

2) Membangun sikap yang sangat sehat mengenai diri sendiri sebagai

makhluk yang sedang tumbuh.

3) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya.

4) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.

5) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,

menulis dan berhitung.

6) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari.

7) Mengembangan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai.

8) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan

lembaga-lembaga.

9) Mencapai kebebasan pribadi.

2.4 Hubungan Perilaku Cuci Tangan sebelum Makan dengan Kejadian

Diare pada AnakKelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Banyuwangi tahun

2018.

Cuci tangan merupakan salah satu hal yang paling utama dalam kehidupan

sehari-hari karena seseorang lebih cenderung mengabaikan, hal ini dapat


35

menimbulkan masalah kesehatan yang menyebabkan tumbuhnya bakteri,

karena tangan cenderung lebih banyak melakukan aktifitas seperti hal nya

menyentuh suatu benda yang akan mengakibatkan timbulnya bakteri (Suliha,

U., 2014). Salah satu bakteri yang tumbuh pada tangan akibat melakukan

banyak aktifitas tersebut yang mengakibatkan diare, penyakit diare dimulai

dengan masuknya kuman ke dalam usus halus kemudian bermultiplikasi di

dalamnya, mengeluarkan toksik sehingga kekurangan cairan. Bila tidak

dilakukan pertolongan sesegera mungkin dengan cara yang benar maka dapat

menyebabkan kematian. Oleh karena itu cuci tangan sesudah melakukan

aktifitas sangat penting karena penyakit yang diakibatkan oleh diare tersebut

dapat pula masuk melalui tangan yang kurang bersih.

Kebiasaan anak yang suka bermain di tempat yang kotor, misalnya

bermain pasir dan tanah, tidak mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun

sebelum makan, tidak menjaga kebersihan makanan, serta perilaku yang tidak

mencerminkan pola hidup sehat dapat menjadi penyebab timbulnya

diare(Azwar, S., 2012).

Pengetahuan yang dimiliki oleh anak akan mempengaruhi kemampuan

dalam melakukan hal apapun (Notoatmodjo, 2012), terutama dalam

melakukan cuci tangan. Pengetahuan yang dimiliki anak tersebut juga dapat

membantu anak dalam melakukan perilaku kebersihan. Faktor utama dari

penyakit diare adalah memakan menggunakan tangan yang kotor akibatnya

banyak kuman yang masuk dalam tubuh dan mengakibatkan diare. Anak

cenderung suka membeli jajanan tanpa memperhatikan efek yang terjadi yang

mengakibatkan diare (Sulistyowati, Dewi., 2012). Hal itu sendiri


36

menunjukan hasil dari tahu tidaknya anak tentang cara cuci tangan sebelum

makan(Notoatmodjo,2012).
37

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka konsep


Ya

Penyebab terjadinya penyakit diare Perilaku mencuci tangan

1. Menggunakan Tidak
Penyebab khusus : antiseptik
2. Menggunakan air
1. Virus
mengalir
2. Bakteri
3. Menggunakan
3. Parasit
sabun
4. Mengeringkan
Penyebab umum : tangan
menggunakan
1. Bakteri Eschericha lap/tissue
coli 5. Frekuensi mencuci
2. Bakteri Salmonella tangan
3. Bakteri Shingella
4. Bakteri Infeksi
Campylobarter
5. Bakteri Giardia
lambia
6. Bakteri Vibrio
Cholera

Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti

Gambar 3.1 : Kerangka konsep Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum


Makan Dengan Kejadian Diare Pada Anak SD AL KHAIRIYAH
Banyuwangi Tahun 2018.
38

3.2 Hipotesa Penelitian

Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Hopotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan

karena hipotesis akan bisa memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan,

analisis, dan interpretasi data. Uji hipotesis artinya menyimpulkan suatu

ilmiah atau hubungan yang telah dilaksanakan peneliti sebelumnya.

Adanya hubungan yang signifikan antara perilaku cuci tangan

sebelum makan dengan kejadian diare pada murid SD Islam Al Khairiyah

Kabupaten Banyuwangi tahun 2018.


39

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis – jenis Desain Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan

yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu peneliti

bisa diterapkan (Nursalam, 2013).

Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah

korelasionalyaitu penelitian yang mengkaji hubungan antara variabel.

Penelitian dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan

menguji berdasarkan teori yang ada (Notoatmodjo, 2012).

4.1.2 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk memperoleh

jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Dalam pengertian yang luas

desain penelitian mencakup berbagai hal yang dilakukan peneliti, mulai

dari identifikasi masalah, rumusan hipotesis, operasionalisasi hipotesis,

cara pengumpulan data sampai akhirnya analisis data. Dalam pengertian

yang lebih sempit desain penelitian mengacu pada jenis penelitian, oleh

karena itudesain berguna sebagaipedoman untuk mencapai tujuan

penelitian (Sugiyono, 2014).

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data


40

variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat

(Notoatmodjo, 2012).

4.2 Kerangka Kerja

Populasi : Semua murid kelas 4 SD Islam Al Khairiyah sebanyak 140


anak

Total sampling

Sampling : Seluruhmurid kelas 4 SD Islam Al Khairiyah

Informed Consent

Desain penelitian : Cross Sectional

Pengumpulan data : Dengan kuisioner

Pengolahan data : Coding, scoring, tabulating, dan analisa data dengan


uji Chi Square, menggunakan SPSS 21 for Windows

Hasil penelitian

Laporan Penelitian

Bagan 4.2 : Hubungan perilaku cuci tangan sebelum makan dengan kejadian
diare pada anak kelas 4 di SD Islam A l KhairiyahKabupaten
Banyuwangi tahun 2018.
41

4.3 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang diteliti (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah yang pernah

mengalami diare tahun 2018 dengan jumlah 140anak.

4.3.2 Teknik Sampling

TeknikSampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan

pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek

penelitian (Nursalam, 2013). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian

ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan

sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2014).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas 4

di SD Islam Al Khairiyah Banyuwngi tahun 2018.

4.4 Identifikasi Variabel

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi

nilai dan merupakan oprasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti

secara emprisi atau ditentukan tingkatannya (Sugiyono, 2014). Variabel

adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain

(Notoatmodjo, 2012).
42

4.4.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2013).Pada penelitian ini variabel

bebasnya adalah “Perilaku cuci tangan”.

4.4.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh

variabel lain. Variabel terikat merupakan faktor yang diamati dan diukur

untuk menetukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel

bebas (Nursalam, 2014).Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah

“Kejadian diare”.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik

yang dapat diamati (ukur). Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain

(Nursalam, 2013).

Table 4.5 Daftar tabel Definisi Operasional pada penelitian Hubungan


Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan Dengan Kejadian Diare Pada Anak
Kelas 4 Di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2018
No Variabel Definisi Indikator Alat Skala Hasil Ukur
Operasional Ukur
1. Variabel Perilaku 1. Mengguna kuesioner Nominal Ya: 1
Independen: mencuci tangan kan air Tidak: 0
Perilaku cuci dengan air mengalir
tangan mengalir 2. Mengguna
menggunakan kan sabun
sabun 3. Mengerin
gkan
tangan
mengguna
kan
43

lap/tissue
4. Frekuensi
mencuci
tangan
2. Variabel Sebuah penyakit 1. Konsisten kuesioner Nominal Pernah : 1
Dependen: yang ditandai si feses Tidak
2
Kejadian diare dengan tinja atau 2. Frekuensi pernah : 0
feses berubah diare
menjadi lembek
atau cair yang
biasanya terjadi
paling sedikit 3x
dalam 24 jam

4.6 Metode Pengumpulan Data dan Analisa Data

4.6.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data. Dengan Kuesioner (daftar pertanyaan dalam rangka

wawancara).

4.6.2 Tempat dan Waktu Penelitian

a) Tempat : Di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten Banyuwangi

b) Waktu : Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 April 2018

4.6.3 Pengumpulan Data

1. Birokrasi perijinan

Peneliti menyerahkan surat studi pendahuluan kepada kepala

sekolah SD Islam AL Khairiyah Kabupaten Banyuwangi.

a) Cara pengumpulan data

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta surat izin

penelitian kepada Ketua STIKES Banyuwangi kemudian

diteruskan meminta izin ke Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan

Perlindungan Masyarakat. Langkah selanjutnya meminta izin ke


44

Kepala sekolahSD Islam Al Khairiyah Kabupaten Banyuwangi

karena merupakan tempat yang diteliti. Sebelum mengambil data

penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,

kemudian memberikan penyuluhan tentang perilaku cuci tangan

sebelum makan. Setelah responden mengerti apa yang telah

dijelaskan kemudian responden melakukan wawancara

(Kuesioner), dan selanjutnya peneliti mengobservasi dan data yang

diperoleh kemudian di tabulasi.

4.6.4 Analisa Data

Analisa data merupakan proses memilih dari beberapa unsur

maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang

dilakukan (Sedmayanti dan Syarifuddin H, 2012).

Data yang telah dikumpulkan memggunakan metode

kuesioner untuk data mencuci tangan dan metode kejadian diare

pada anak, kemudian diolah dengan coding dan tabulating.

Variabel independen yaitu mencuci tangan menggunakan data

nominal. Sedangkan variabel dependen kejadian diare

menggunakan data nominal.

1. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data

secara manual, dalam penelitian ini tehnik pengolahan data

dengan menggunakan analisis statistik dengan langkah-

langkah sebagai berikut:


45

a) Coding

Yaitu memberikan kode-kode pada responden, pertanyaan-

pertanyaan yang di anggap perlu. Pada pertanyaan kebiasaan

cuci tangan dan diare, jawaban:

Ya =1

Tidak =0

Pernah =1

Tidak pernah =0

b. Scoring

Penentuan skor atau nilai untuk tiap-tiap item. Dalam

penentuan skor atau nilai ditentukan dengan kesesuaian dan

prosedurnya, yaitu dengan menjumlahkan skor dari semua

pertanyaan.

Variable dependen :

Kebiasaan cuci tangan

Jawaban Ya = > 50%

Jawaban Tidak = < 50%

Diare

Jawaban Pernah = > 50%

Jawaban Tidak Pernah = < 50%

c. Tabulating

Tabulating adalah usaha untuk menyajikan data, terutama

pengolahan data yang akan menjerumus ke analisa kuantitatif.

Tabulating dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


46

f
P= X 100
N

Keterangan :

P : Prosentase

f : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah skor maksimal jika semua jawaban benar.

Selanjutnya di intepretasikan datanya menggunakan teknik

interpretasi data menurut Arikunto (2015), yaitu :

100% = Seluruhnya

76-95 = Hampir seluruhnya

51-75 = Sebagian besar

50% = Setengahnya

26-49% = Hampir setengahnya

1-25% = Sebagian kecil

0% = Tidak sama sekali

2. Uji Statistik

Dalam penelitian ini data yang terkumpul diolah dengan

menggunakan Uji Statistik Chi Square dan dibantu dengan

SPSS 21 for windows Dasar pengambilan keputusan

berdasarkan perbandingan Uji Chi Square dan tabel bahwa :

Jika Chi Square hitung <Chi Squaretabel, maka Ho diterima.

Jika Chi Square hitung >Chi Square tabel, maka Ho ditolak.

Uji Chi Square dengan menggunakan tabel kontigensi.


47

4.7 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan surat ijin

permohonan permohonan penelitian kepada Kepala Sekolah SD Islam Al

Khairiyah Kabupaten Banyuwangi dengan memperhatikan etika

penelitian, yang meliputi :

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya

adalah supaya subjek bersedia, maka responden harus menandatangani

lembar persetujuan, jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

Dalam menggunakan subjek penelitian dilakukan dengan cara

tidak memberikan atau mencantukan nama responden pada lembar

kuesioner dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya yang berhubungan

dengan responden. Hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.


48

4.8 Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan yang dihadapi peneliti dalam penelitian ini

adalah :

1. Responden membutuhkan pendampingan peneliti untuk melakukan

pengisian kuesioner karena responden sulit memahami isi kuesioner.


49

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan di uraikan mengenai hasil dan pembahasan dari

penelitian tentang “Hubungan Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan Dengan

Kejadian Diare Pada Anak Kelas 4 Di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2018”.Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 20

2018. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner,

maka tahap selanjutnya adalah dengan menampilkan hasil penelitian sebagai

berikut:

5.1.1 Karakteristik Tempat Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di wilayah kerja SD Islam Al

Khairiyah Kabupaten Banyuwangi, dengan batas-batas wilayah sebagai

berikut :

a. Batas Wilayah :

1) Sebelah Utara : Masjid BesarBaiturahman

2) Sebelah Timur : Jembatan Kali Lo

3) Sebelah Selatan : MI Rodatul Ulum

4) Sebelah Barat : Perempatan Lampu Merah


50

b. Jumlah Guru

1) Kepala Sekolah : 1 orang

2) Staf Guru Laki-Laki : 17 orang

3) Staf Guru Perempuan : 15 orang

4) Tukang Kebun : 2 orang

c. Jumlah Siswa

1) Laki-Laki : 77siswa

2) Perempuan : 63siswi

5.1.2 Data Umum

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

45%
55% 63 Resp pernah
77 Resp
tidak pernah

Diagram 5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin siswa


kelas 4 SD Islam Al Khairiyah Kabupaten Banyuwangi
tahun 2018.

Berdasarkan diagram 5.1diatas dapat disimpulkanbahwa

sebagian besar 77 responden (55%) berjenis kelamin laki-laki 77.


51

5.1.3 Data Khusus

1. Tingkat Perilaku Cuci Tangan

Cuci Tangan

55%
45% pernah
77 Resp
63 Resp
tidak pernah

Diagram 5.2 Distribusi responden berdasarkan Tingkat Perilaku


Cuci Tangan siswa kelas 4 SD Islam Al Khairiyah
Kabupaten Banyuwangi tahun 2018.

Berdasarkan diagram 5.2diatas dapat disimpulkan bahwa

sebagianbesar 77 responden (55%) memiliki tingkat perilaku cuci

tangan yang baik.

2. Diare

Diare

44%
56% 62 Resp pernah
78 Resp tidak pernah

Diagram 5.3 Distribusi responden berdasarkan Diare siswa kelas 4


SD Islam Al Khairiyah Kabupaten Banyuwangi tahun
2018.
52

Berdasarkan diagram 5.3diatas dapat disimpulkan bahwa


sebagianbesar 78 responden (56%) yang
tidak pernah mengalami diare.Hubungan
Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan
Dengan Kejadian Diare Pada Anak Kelas 4
di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2018.

Perilaku cuci tangan

Diare Ya Tidak Total

35 42 77
Pernah (25%) (30%) (55%)

25 38 63
Tidak pernah (18%) (27%) (45%)

Total 60 80 140
(43%) (57%) (100%)

Dari tabel 5.1 tentang hubungan perilaku cuci tangan dengan

diare disimpulkan bahwa, sebagian besar memiliki perilaku cuci

tangan yang tidak pernah 63 responden (45%) dan sebagian besar

yang pernah mengalami diare sebanyak 77 responden (55%).

Test Statistics
PerilakuCuciTanga
n Diare
Chi-Square 3,457a 69,443b
Df 1 2
Asymp. Sig. ,063 ,000
a. 0 cells (0,0%) have expected frequencies less than
5. The minimum expected cell frequency is 70,0.

b. 0 cells (0,0%) have expected frequencies less than


5. The minimum expected cell frequency is 46,7.

Berdasarkan tabel di atas, kemudian dilakukan Uji Chi Square

dengan menggunakan SPSS for windows.Berdasarkan hasil dari uji


53

Chi Square, didapatkan  = 0,00 dengan kaidah pengujian sebagai

berikut  =  0.05 maka Ha diterima Ho ditolak, berarti ada hubungan

yang bermakna antara variabel yang diukur yaitu ada Hubungan

Perilaku Cuci Tangan dengan Kejadian Diare.

Setelah dilakukan analisa data, kemudian diuji dengan uji Chi

Square menggunakan SPSS 24 for windows diperoleh hasil ρ = 0,000.

Karena 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya

ada hubungan perilaku cuci tangan sebelum makan dengan kejadian

diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten

Banyuwangi tahun 2018.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Perilaku Cuci Tangan
Berdasarkan data hasil penelitian pada diagram 5.2 diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku cuci tangan yang baik

sebanyak 77 responden (55%).

Perilaku ini dapat diartikan bahwa tindakan mendasar dalam

perilaku hidup dan bersih itu sangat penting dan berpengaruh bagi

kesehatan. Perilaku cuci tangan tidak akan serta merta terbentuk tanpa ada

pembiasaan sejak dini. Penekanan pentingnya cuci tangan pada anak SD

perlu dilakukan secara terus menerus sehingga akan terbentuk kebiasaan

cuci tangan tanpa harus diingatkan lagi. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku cuci tangan pada anak diantaranya meliputi

pengetahuan, kebiasaan anak, dan pola asuh orang tua. Jika anak memiliki

pengetahuan yang baik ia akan mengetahui pentingnya perilaku cuci


54

tangan. Dengan adanya pengetahuan anak akan membiasakan cara hidup

bersih dengan melakukan cuci tangan sebelum makan atau setelah

beraktivitas. Pola asuh orang tua sangat penting dimana orang tua dapat

mendidik, membimbing serta mengajarkan tingkah baik kepada anak itu

sendiri (Nasution dan Nurhalijah, 2014).

Perilaku cuci tangan yang baik harus dibiasakan sejak kecil untuk

diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih

dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat dengan cara cuci tangan dengan

air mengalir dan sabun.

5.2.2 Kejadian Diare

Berdasarkan diagram 5.3 hasil penelitian didapatkan bahwa

sebagian besar responden yang tidak pernah mengalami diare sebanyak 78

responden (56%).

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari), serta perubahan

dalam isi ( lebih dari 200 g/hari ) dan konsistensi ( feses cair ), dengan

tanpa darah atau lendir. Penyebab terjadinya diare dikarenakan infeksi dari

berbagai bakteri yang disebabkan olh kontaminasi makanan maupun air

minum, infeksi berbagai macam virus, alergi makanan khsusnya susu atau

laktosa ( makanan yang mengandung susu ), parasit yang masuk ke tubuh

melalui makanan atau minuman yang kotor (Hidayah, A., 2014).

Kejadian diare dapat diminimalisir dengan melakukan cuci tangan

pakai sabun dengan baik dan benar pada beberapa momen yang memang
55

dikhususkan akan menjadi momen yang dapat membuat responden

mengalami diare.

5.2.3 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dengan Kejadian

Diare pada Anak Kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2018

Dari hasil penelitian hubungan perilaku cuci tangan sebelum

makan dengan kejadian diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah

Kabupaten Banyuwangi menggunakan uji Chi Square dengan SPSS 24 for

windows diperoleh hasil ρ = 0,000. Karena 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak

dan Ha diterima yang artinya ada hubungan perilaku cuci tangan sebelum

makan dengan kejadian diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah

Kabupaten Banyuwangi tahun 2018.

Menurut penelitian Rogers (2012) perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku

didasari oleh pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan sikap positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat lenggeng (long lasting). Sebaliknya apabila

perilaku tidak didasari oleh pengetahuan, pemahaman dan kesadaran maka

tidak akan berlangsung lama. Seperti, anak-anak dihimbau untuk mencuci

tangan oleh gurunya tanpa mengetahui makna dan tujuan mencuci tangan

pakai sabun, maka sebagian besar dari anak akan lebih banyak

menyepelekan kegiatan mencuci tangan tersebut walaupun telah

mendapatkan himbauan mencuci tangan pakai sabun (Notoatmodjo, 2013).


56

Banyak masyarakat yang beranggapan mencuci tangan adalah

suatu kegiatan yang sepele. Mereka mencuci tangan cukup dengan

meletakkan tangan di air, bilas, selesai. Kesadaran bahwa kesehatan harus

dimulai dan diusahakan oleh kita sendiri, harus kita sadari sejak dini. Agar

anak tahu dan mampu berperilaku mencuci tangan paskai sabun, dapat

diberikan penjelasan mengenai pentingnya mencuci tangan dengan sabun

dan cara mencuci tangan pakai sabun dengan benar melalui pendidikan

kesehatan (Wijono, 2013).

Oleh karena itu cuci tangan sesudah melakukan aktifitas sangat

penting karena penyakit yang diakibatkan oleh diare tersebut dapat pula

masuk melalui tangan yang kurang bersih.Kebiasaan anak yang suka

bermain di tempat yang kotor, misalnya bermain pasir dan tanah, tidak

mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum makan, tidak

menjaga kebersihan makanan, serta perilaku yang tidak mencerminkan

pola hidup sehat dapat menjadi penyebab timbulnya diare(Azwar, S.,

2012).

Pengetahuan yang dimiliki oleh anak akan mempengaruhi

kemampuan dalam melakukan hal apapun (Notoatmodjo, 2012), terutama

dalam melakukan cuci tangan. Pengetahuan yang dimiliki anak tersebut

juga dapat membantu anak dalam melakukan perilaku kebersihan. Faktor

utama dari penyakit diare adalah memakan menggunakan tangan yang

kotor akibatnya banyak kuman yang masuk dalam tubuh dan

mengakibatkan diare. Anak cenderung suka membeli jajanan tanpa

memperhatikan efek yang terjadi yang mengakibatkan diare (Sulistyowati,


57

Dewi., 2012). Hal itu sendiri menunjukan hasil dari tahu tidaknya anak

tentang cara cuci tangan sebelum makan (Notoatmodjo,2012).

Berdasarkan dari data hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas,

penelitian pada siswa kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2018, dengan jumlah responden sebanyak 140

hasilnya menunjukan yang memiliki tingkat perilaku cuci tangan yang

baiksebanyak 77 responden (55%), hasilnya menunjukkan terdapat

hubungan yang signifikan. Hal itu dikarenakan masing-masing individu

tidak hanya berbeda dalam kemampuan untuk berperilaku akan tetapi juga

berbeda dalam kemauan untuk berperilaku cuci tangan sebelum makan,

sehingga perilaku seseorang untuk berperilaku cuci tangan sebelum

makan dengan kejadian diare tergantung kepada keinginan mereka.


58

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis dan pembahasan, maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

6.1.1 Perilaku cuci tanganpada anak kelas 4 di SD Islam Al

Khairiyah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2018 sebagian besar

yaitu sebanyak 77 responden (55%) memiliki tingkat perilaku

cuci tangan yang baik. Sebagian besar sebanyak 63 responden

(45%) memiliki tingkat perilaku tidak baik.

6.1.2 Diare pada anak kelas 4 di SD Islam Al Khairiyah Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2018 dapat disimpulkan sebagian besar

yaitu sebanyak 78 responden (56%) yang tidak pernah

mengalami diare. Hampir setengahnya yang pernah mengalami

diare sebanyak 62 responden (44%).

6.1.3 Berdasarkan hasil uji Chi Squeredengan SPSS 24 for windows

di dapatkan tingkat signifikan 0,000 bahwa < α =0,05 (0,000 <

0,05) maka Ha diterima Ho ditolak.berarti ada hubungan yang

bermakna antara variabel yang diukur yaitu ada Hubungan

perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada anak kelas 4 di

SD Islam Al Khairiyah Kabupaten Banyuwangi tahun 2018.


59

6.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan dapat menjadi

masukan bagi beberapa pihak terkait yaitu :

6.2.1 Bagi profesi keperawatan

Diharapkan perawatlebih optimal dalammemberikan

wawasan dan pengetahuan tentang upaya untuk menjaga

kebersihan tangan sebelum makan dengan kejadian diare pada

anak SD kelas 4

6.2.2 Bagi responden

Disarankan agar dapat memberikan informasi bagi

responden tentang pentingnya dalam perilaku cuci tangan

sebelum makan, sehingga penelitian ini dapat dijadikan acuan

untuk teratur dalam mengajarkan cara cuci tangan dengan

benar.

6.2.3 Bagi tempat penelitian

Disarankanuntuk lebih mendampingi siswa untuk cara

cuci tangan yang baik dan lebih disiplin lagi dalam hal

kebersihan upaya meningkatkan siswa untuk berperilaku hidup

bersih dengan cara cuci tangan sebelum makan.

Anda mungkin juga menyukai