Dosen Pengampu :
Srikandi Octaviani, M.Pd
Disusun Oleh :
BINTANG SAGESTI
Prodi : PBSI
Semester : II
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang "Isu Dasar Dalam Perkembangan Remaja". Pada
mata kuliah Psikologi Umum dan Perkembangan.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan isu-isu penting dalam psikologi
perkembangan?
2. Bagaimana Konsep Transisi Perkembangan Remaja?
3. Seperti apa Konsep Storm And Stress Pada Remaja?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sementara itu, perkembangan kuantitatif adalah perkembangan yang
menyangkut jumlah, frekuensi atau derajat, antara lain menyangkut peningkatan
efisiensi dan konsistensi. Perkembangan ini bersifat gradual, terjadi dalam bentuk
penambahan sedikit demi sedikit, (misalnya penambahan bagian pengetahuan,
kebiasaan dan keterampilan yang diperoleh selama perkembangan).
Beberapa perilaku melibatkan perubahan-perubahan baik kualitatif maupun
kuantitatif. Dalam beberapa kasus, periode perubahan kualitatif dan kuantitatif
terjadi secara bergantian. Contohnya dalam penggunaan materi, seseorang mungkin
akan menemukan penambahan jumlah bahan yang diingat dengan cara menghafal
(perkembangan kuantitatif). Penambahan memori akhirnya akan diikuti dengan
perkembangan strategi (perkembangan kuantitatif), dengan menempatkan bahan-
bahan yang diingat dari kategori yang sama dalam suatu kelompok (misalnya
makanan, perabot rumah tangga, mainan anak-anak, dan sebagainya). Penambahan
berikutnya dalam kecepatan dan ketepatan pengelompokkan bahan yang diingat
dalam kategori merupakan perkembangan kuantitatif.
c) Kontribusi nature dan nurture bagi perkembangan
Nature (alam, sifat dasar) merupakan sifat khas seseorang yang dibawa sejak
kecil atau yang diwarisi sebagai sifat pembawaan. Sedangkan nurture
(pemeliharaan, pengasuhan) dapat diartikan sebagai faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi individu sejak masa pembuahan sampai selanjutnya. Untuk
mengungkapkan kedua faktor yang mempengaruhi perkembangan ini, digunakan
banyak istilah, seperti nativisme-empirisme, endogen-eksogen, biologi-kultur,
diperoleh-memperoleh, serta bakat-pengalaman.
Interaksi saling mempengaruhi antara nature dan nurture meliputi dasar-
dasar sebagai berikut.
1) Nature dan nurture menjadi sumber timbulnya setiap perkembangan tingkah
laku.
2) Nature dan nurture tidak bisa berfungsi secara terpisah satu sama lain, tetapi
harus selalu saling berinteraksi dalam memberikan kontribusinya.
3) Interaksi dapat dikonseptualisasi sebagai suatu bentuk dari interelasi yang
majemuk, yaitu suatu hubungan yang terjadi mempengaruhi hubungan-
hubungan lain yang akan terjadi.
4
d) Esensi perkembangan
Dalam hal ini terdapat beberapa unit analisis tentang apa yang berkembang,
di antaranya struktur kognitif, struktur psikis, strategi proses informasi, penentuan
pola tindakan, eksplorasi persepsi, dan perangkat kejiwaan. Pandangan mengenai
esensi perkembangan ini tergantung pada asumsi teoritis dan metode penelitian
dalam beberapa dimensi (Patricia Miller, 2011:24-25) sebagai berikut.
1) Level analisis dari molekular (lebih spesifik) ke molar (lebih luas).
2) Penekanan pada struktur (organisasi perilaku, pemikiran dan kepribadian) atau
pada proses (dinamika, fungsi aspek dari sistem).
3) Isi pembahasan yang dianggap penting (misalnya kepribadian atau kognisi).
4) Penekanan pada perilaku yang tampak atau pada pemikiran atau kepribadian
yang bersifat terselubung.
5) Metodologi yang dipergunakan untuk meneliti perkembangan.
1. Perkembangan fisik
2. Perkembangan Kognitif
5
3. Perkembangan kepribadian dan social
1. Transisi emosi
Secara tradisional masa remajaa disebut masa “ badai dan tekanan” suatu masa
dimana ketegangan emosi remaja meningkat akibat perubahan fisik dan kelenjar.
Adapun meningginya emosi remaja terutama karena anak laki – laki dan perempuan
berada dibawah tekanan social dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selam masa
kanak – kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. Pola emosi
remaja sama dengan pola emosi kanak – kanak perbedaannya terdapat pada rangsangan
yang membangkitkan emosi dan drajat, dan khususnya pada pengendalian latihan
individu terhadap ungkapan emosi mereka. Misalnya, perlakuan sebagai “anak kecil”
atau secara “tidak adil” membuat remaja sangat marah dibandingkan dengan hal – hal
lain. Remaja tidak mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang
meledak – ledak, melainkan dengan cara menggrutu, tidak mau berbicara, atau dengan
suara keras mengkritik orang – orang yang menyebabkan amarah. Remaja juga iri hati
terhadap orang yang mempunyai benda lebih banyak. Remaja dikatakan berhasil
melaluimasa transisi emosi apabila ia berhasil mengendalikan diri dan mengekspresikan
emosi sesuai dengan kelaziman pada lingkungan sosialnya tanpa mengabaikan
keperluan dirinya, dia mengungkapkan emosinya dengan menilai sesuatu dengan kritis
terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional. Dan jika tidak berhasil melaluinya
maka remaja itu akan terus terperangkap dalm emosi yang tidak menentu dan itu sangat
berpengaruh pada perkembangan selanjutnya.
6
2. Transisi sosial
Pada masa remaja hal yang terpenting dalam proses sosialisasinya adalah
hubungan dengan teman sebaya, baik dengan sejenis maupun lawan jenis. Untuk
mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat penyesuaian baru.
Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh
kelompok sebaya, perubahan perilaku social,pengelompokan social baru, nilai – nilai
baru dalam seleksi persahabatan, nilai – nilai baru dalam dukungan danpenolakan
social, dan nilai – nilai baru dalam seleksi pemimpin. Jika berhasil melalui transisi
social ini remaja akan memperoleh kebahagiaan, sedangkan jika tidak remaja tersebut
akan mendapat kesulitan berkomunikasi dan berinteraksi pada masa selanjutnya seperti
menarik diri dari pergaulan, minder dan lain sebagainya.
Sering terjadi remaja yang kurang rajin melaksanakan ibadah seperti pada masa
kanak-kanak. Hal tersebut bukan karena melunturnya kepercayaan terhadap agama,
tetapi timbul keraguan remaja terhadap agama yang dianutnya sebagai akibat
perkembangan berfikirnya yang mulai kritis. Berdasarkan penilitian kritis terhadap
keyakinan masa kanak – kanak, remaja sering merasa skeptis pada pelbagai bentuk
religious dan mulai meragukan isi religious. Bagi beberapa remaja keraguan ini dapat
membuat mereka menjadi kurang taat beragama, sedangkan remaja yang lain berusaha
untuk mencari kepercayaan lain yang dapat lebih memenuhi kebutuhan daripada
kepercayaan yang dianiut keluarganya. Remaja berfikir skeptic karena mereka berfikir
kritis terhadap segala sesuatu yang mereka hadapi, jika hal tersebut mereka anggap
memenuhi kebutuhan mereka akan menjadikan sebagai asumsi dasar tetapi jika hal
tersebut bertentangan dengna pola fikir mereka, mereka akan menjadi ragu dan mencari
kebanaran lain.
Dalam satu keluarga yang terdapat anak remaja, sulit terjadi hubungan yang
harmonis dalam keluarga tersebut.Keadaan ini disebabkan remaja yang banyak
menentang orang tua dan biasanya cepat menjadi marah.Sedangkan orang tua biasanya
kurang memahami ciri tersebut sebagai ciri yang wajar pada remaja. seringkali orang
tua tua menolak untuk memperbaiki konsep mereka tentang kemampuan anak – anak
7
mereka setelah anak mereka menjadi lebih besar. Akibatnya mereka memperlakukan
anak remaja seperti mereka masih kecil, hal itu yang membuat remaja memberntak,
karena kondisi psikologis mereka berkembang, mereka ingin di hargai dan dihormati
dan diberikan kepercayaan. Mereka ingin menunjukan bahwa mereka bias, mereka
mampu untuk melakukan sesuatu.
Pada masa remaja terjadi peralihan moralitas dari moralitas anak ke moralitas
remaja yang meliputi perubahan sikap dan nilai-nilai yang mendasari pembentukan
konsep moralnya.Sehingga sesuai dengan moralitas dewasa serta mampu
mengendalikan tingkah lakunya sendiri.ketika memasuki asa remaja, anak – anak tidak
begit saja menerima kode moral dari orang tua, guru atau bahkan teman sebayanya.
Sekarang ia sendiri ingin membentuk kode moralnya sendiri berdasarkan konsep benar
dan salah yang telah diubah dan diperbaikinya agar sesuai dengan tingkat
perkembangan yang lebih matang dan telah dilengkapi dengan hukum – hokum dan
peratutan – peraturan yang telah dipelajari dari orang tua dan gurunya. Beberapa remaja
bahkan melengkapi kode moral mereka dengan bebrapa pengetahuan yang diperoleh
dari pelajaran agama. Pembentukan kode moral terasa sulit bagi remaja karena ketidak
konsitenannya dalam kehidupannya sehari – hari. Pembentukan moral ini sangat
berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya dimasa yang akan datang. Apabila
pembentukan moral berhasil dengan baik maka remaja itu akan mendapatkan
ketenangan jiwa dan di hormati oleh orang lain, tetapi jika tidak remaja tersebut akan
mendapatkan kesengsaraan karena perilakunya yang jelek.
Kognitif transisi adalah fase penting dalam perkembangan anak. Ini adalah tahap
di mana remaja belajar untuk berpikir dengan cara yang lebih maju, efisien dan
kompleks dibandingkan dengan cara anak-anak. Awalnya, ketika seorang anak bergerak
ke masa remaja, dia mampu berpikir lebih baik.Ia mampu berpikir tentang kemungkinan
yang berbeda dari pada membatasi diri untuk apa yang nyata seperti anak-anak lakukan.
Dengan kata lain, seorang remaja mampu berpikir hipotetis.
8
Tahap ke dua remaja mengembangkan kemampuan untuk berpikir tentang ide-ide
abstrak.Sebagai contoh, remaja dapat memahami makna abstrak dalam permainan kata-
kata, peribahasa, metafora dan analogi.Karena seorang remaja dapat berpikir tentang
hal-hal abstrak, hal itu juga memungkinkan dia untuk maju menerapkan penalaran dan
logika untuk isu-isu sosial dan ideologis.Hal ini jelas terlihat saat remaja menunjukkan
minat dalam hubungan interpersonal, politik, filsafat, agama, moralitas, persahabatan,
iman, demokrasi, kejujuran dan keadilan.
Tahap ketiga dari transisi kognitif pada masa remaja adalah tentang proses berpikir itu
sendiri, juga dikenal sebagai metacognition. Hal ini karena fase ini dalam transisi
kognitif menunjukkan bahwa remaja lebih introspeksi dan kesadaran diri.Metakognitif
menawarkan keuntungan intelektual remaja tetapi juga mempengaruhi mereka
negatif.Mereka cenderung lebih egosentris dan selalu sibuk dengan diri mereka sendiri.
7. Transisi biologis
Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat
nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta
kematangan sosial.Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang
dan tinggi).Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid
pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang
tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79)
menguraikan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu;
perertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi
panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan,
mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu
kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan
tulang-tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus,
dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu
kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum
setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu
9
ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, dan
tumbuh bulu dada.
Storm and stress adalah suatu istilah yang merujuk kepada masa remaja, dimana
pada masa tersebut remaja sedang mencari jati dirinya. Mereka sedang masa
perkembangan pikiran menuju dewasa. Psikologi memandang periode remaja sebagai
periode yang penuh gejolak dengan menamakan period of storm and stress. Arnett
menarik tiga tantangan tipikal yang secara general biasa dihadapi oleh remaja; (1)
konflik dengan orangtua, (2) perubahan mood yang cepat, dan (3) perilaku beresiko
(dalam Laugesen, 2003)
Peran teman sebaya yang mulai ‘menggeser’ peran orangtua sebagai kelompok
referensi tidak jarang membuat tegang hubungan remaja dan orangtua. Teman sebaya
menjadi ukuran bahkan pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku.
Mood yang naik turun juga sering terdengar dari celetukan remaja. Ada dua mekanisme
di mana mood mempengaruhi memori kita. (1) Mood-dependent memory ,suatu
informasi atau realita yang menimbulkan mood tertentu, atau (2) Mood congruence
effects, kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif kala mood
sedang baik, dan sebaliknya informasi negatif lebih tertangkap atau diingat ketika mood
sedang jelek (Byrne & Baron, 2000). Bisa dibayangkan bagaimana perubahan mood
yang cepat pada remaja terkait dengan kecemasan yang mungkin terbentuk.
Pencarian identitas menjadi salah satu aikon pada masa remaja. Hal ini membawa
kita untuk menelisik lebih jauh tentang self-concept yang ada maupun yang sedang
10
terbentuk. Konsep diri merupakan cara individu memandang dirinya sendiri. Baron &
Byrne (2000) merumuskan sebagai berikut, “self concept is one’s self identity, a schema
consisting of an organized collection of beliefs and feelings about oneself.” Konsep diri
berkembang sejalan dengan usia, namun juga merespons umpan balik yang ada,
mengubah lingkungan seseorang atau status dan interaksi dengan orang lain. Pertanyaan
“Siapa Anda? Siapa saya?” menjadi inti studi psikologi tentang konsep diri. Rentsch &
Heffner (1994, dalam Byrne & Baron, 2000) menyimpulkan dari sekian ragam jawaban
atas pertanyaan tersebut dalam dua kategori; (1) aspek identitas sosial dan (2) atribusi
personal. Sebagian dari kita akan menjawab, Saya adalah arsitek, penulis, mahasiswa,
dan lain sebagainya yang mengacu pada identitas sosial seseorang. Sebagian dari kita
yang lain akan menjawab Saya periang, terbuka, pemalu, dan sebagainya yang lebih
merujuk pada atribusi diri.
Sementara Rogers (2001) membagi konsep diri dalam dua kategori yang sedikit
berbeda yakni (1) personal dan (2) sosial. Konsep diri personal adalah pandangan
seseorang tentang dirinya sendiri dari kacamata diri, Sedangkan konsep diri sosial
berangkat dari kacamata orang lain, Rogers menambahkan bahwa konsep diri individu
yang sehat adalah ketika konsiten dengan pikiran, pengalaman dan perilaku. Konsep diri
yang kuat bisa mendorong seseorang menjadi fleksibel dan memungkinkan ia untuk
berkonfrontasi dengan pengalaman atau ide baru tanpa merasa terancam.
Satu lagi yang perlu dipertimbangkan adalah faktor budaya. Perbedaan budaya
memiliki pengaruh pada individu dalam menilai pengalaman emosi. Studi
menunjukkan, di masyarakat kolektif, self critical menjadi norma, sementara di
masyarakat individual, self enhancement yang berlaku (Baron & Byrne,2000). Hal ini
memberikan sedikit petunjuk tentang apa yang menjadi obyek perhatian individu dalam
berpikir, bersikap dan bertindak.
11
BAB III
KESIMPULAN
Dalam dunia psikologi perkembangan terdapat isu-isu penting yang sampai saat
ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Isu-isu penting di sini diartikan sebagai
peristiwa berpengaruh yang dapat diperkirakan pada masa mendatang untuk ditanggapi
dan bersifat pokok serta harus diselesaikan dalam kajian psikologi perkembangan.
Ada beberapa isu-isu penting yang dibahas, antara lain sifat dasar pada diri
manusia, sifat kualitatif dan kuantitatif perkembangan, kontribusi nature dan nurture
pada perkembangan manusia, esensi dari perkembangan, stabilitas dan perubahan,
kontinuitas dan diskontinuitas pada perkembangan, dan pengalaman usia dini.
12
DAFTAR PUSTAKA
13