Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KRITIK DAN ESAI

Oleh Kelompok VI :
1. Ayu Safitri
2. Anisa Septiana
3. Ahmad Yudha Kurnia
4. Ariya Diki Saputra
Kelas XII MIPA

MA NURUL ISLAM
JATI AGUNG - LAMPUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang "KRITIK DAN ESAI".

Dalam pembuatan makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca terutama
diri kami pribadi dan dapat menambah wawasan tentang materi yang kami bahas dalam
makalah ini.

Jati Agung, September 2019

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Tujuan ....................................................................................................... 1
C. Permasalahan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2

A. Pengertian ................................................................................................. 2
B. Ciri-ciri ..................................................................................................... 2
C. Jenis-jenis ................................................................................................. 3
D. Prinsip-prinsip penulisan .......................................................................... 4
E. Langkah-langkah ...................................................................................... 5
F. Hal yang harus diperhatikan ..................................................................... 5

BAB III KESIMPULAN ........................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini sangat jarang bahkan sulit bagi setiap orang untuk saling terbuka dalam
mengapresiasi suatu bentuk hasil karya (Ciptaan) sekalipun mereka itu memiliki
penilaian sendiri, asumsi, presepsi, dan konsepsi yang matang menjadi pemikiran
terbuka (Kritik) terhadap suatu karya.
Maka dari itu hendaknya kita dapat menikmati karya tersebut dengan memberikan
apresiasi dalam karya tulis format terhadap karya tersebut sebagai karya yang
memberikan nilai sosial, kemanusiaan, moral, filosofis dan lainnya.

B. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas yang telah di tugaskan.
2. Untuk memuka keterbukaan dalam mengapresiasi karya.
3. Memberikan nilai sosial terhadap keterbukaan pemikiran yang di tuangkan dalam
bentuk karya tulis.
4. Untuk memberikan wawasan mengenai bahasan terkait.

C. Permasalahan
1. Apa definisi kritik dan esai ?
2. Bagaimana cara menulis kritik dan esai ?
3. Apa tujuan dari menulis kritik dan esai ?
4. Hal apa yang dapat ditemukan dari menulis kritik dan esai

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997 : 531 ),
disebutkan Kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian
dan pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu hasil karya, pendapat, dan
sebagainya.
2. Sedangkan Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara
sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya (Depdikbud, 1997: 270 ).

B. Ciri-Ciri
1. Ciri Kritik
a. Dapat berupa tulisan maupun ucapan
b. Memberikan tanggapan terhadap hasil karya.
c. Memberikan pertimbangan baik dan buruk (kelebihan dan kekurangan ) sebuah
karya sastra
d. Pertimbangan bersifat obyektif
e. Memaparkan kesan prebadi kritikus terhadap sebuah karya sastra
f. Memberikan alternatif perbaikan atau penyerpurnaan
g. Tidak berprasangka
h. Tidak terpengaruh siapa penulisnya

2. Ciri Esai
a. Berbentuk prosa
b. Singkat
c. Memiliki gaya pembeda
d. Selalu tidak utuh
e. Memenuhi keutuhan penulisan
f. Mempunyai nada pribadi atau bersifat personal

2
C. Jenis-Jenis
1. Jenis Kritik
a. Kritik sastra intrinsik, yaitu menganalisis karya sastra berdasarkan unsur
intrinsiknya, sehingga akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang ada dalam
karya sastra.
b. Kritik sastra ekstrinsik, yaitu menganalisis dengan cara menghubungkan karya
sastra dengan penulisnya, pembacanya , atau masyarakatnya. Disamping itu
juga melibatkan faktor ekstinsik lain seperti sejarah, psikologi, relegius,
pendidikan dan sebagainya.
c. Kritik deduktif , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada sebuah
ukuran yang dipercayainya dan dipergunakan secara konsekuen
d. Kritik Induktif, yaitu menganalisis dengan cara melepaskan semua hukum atau
aturan yang berlaku
e. Kritik impresionik, yaiti menganalisis hasil karya berdasarkan kesan pribadi
secara subyektif terhadap karya sastra
f. Kritik penghakiman , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada
ukuran atau aturan tertentu untuk menentukan apakah sebuah karya sastra baik
atau buruk
g. Kritik teknis, yaitu kritik yang dilakukan untuk tujuan tertentu saja.

2. Jenis Esai
a. Esai deskriptif. Esai jenis ini dapat meluliskan subjek atau objek apa saja yang
dapat menarik perhatian pengarang. Ia bisa mendeskripsikan sebuah rumah,
sepatu, tempat rekreasi dan sebagainya.
b. Esai tajuk. Esai jenis ini dapat dilihat dalam surat kabar dan majalah. Esai ini
mempunyai satu fungsi khusus, yaitu menggambarkan pandangan dan sikap
surat kabar/majalah tersebut terhadap satu topik dan isyu dalam masyarakat.
Dengan Esai tajuk, surat kabar tersebut membentuk opini pembaca. Tajuk surat
kabar tidak perlu disertai dengan nama penulis.
c. Esai cukilan watak. Esai ini memperbolehkan seorang penulis membeberkan
beberapa segi dari kehidupan individual seseorang kepada para pembaca. Lewat
cukilan watak itu pembaca dapat mengetahui sikap penulis terhadap tipe pribadi

3
yang dibeberkan. Disini penulis tidak menuliskan biografi. Ia hanya memilih
bagian-bagian yang utama dari kehidupan dan watak pribadi tersebut.
d. Esai pribadi, hampir sama dengan esai cukilan watak. Akan tetapi esai pribadi
ditulis sendiri oleh pribadi tersebut tentang dirinya sendiri. Penulis akan
menyatakan “Saya adalah saya. Saya akan menceritakan kepada saudara hidup
saya dan pandangan saya tentang hidup”. Ia membuka tabir tentang dirinya
sendiri.
e. Esai reflektif. Esai reflektif ditulis secara formal dengan nada serius. Penulis
mengungkapkan dengan dalam, sungguh-sungguh, dan hati-hati beberapa topik
yang penting berhubungan dengan hidup, misalnya kematian, politik,
pendidikan, dan hakikat manusiawi. Esai ini ditujukan kepada para
cendekiawan.
f. Esai kritik. Dalam esai kritik penulis memusatkan diri pada uraian tentang seni,
misalnya, lukisan, tarian, pahat, patung, teater, kesusasteraan. Esai kritik bisa
ditulis tentang seni tradisional, pekerjaan seorang seniman pada masa lampau,
tentang seni kontemporer. Esai ini membangkitkan kesadaran pembaca tentang
pikiran dan perasaan penulis tentang karya seni. Kritik yang menyangkut karya
sastra disebut kritik sastra.

D. Prinsip-Prinsip Penulisan
1. Kritik
a. Terbuka mengemukakan dari sisi mana menilai karya sastra tersebut.
b. Obyktif dalam menilai.
c. Menyertakan bukti dari teks yang dikritik.

2. Esai
a. Dapat memilih topik yang akan dibahas sesuai dengan tujuan dan sudut pandang
yang dipilihnya
b. Pengungkapan gagasan-pendapat tersebut tidak like or dislike, namun dikemas
dalam formulasi ilmiah yang diperkuat dengan data-data.
c. Logika penulis ditunjang oleh argumentasi dan dasar penalaran yang masuk
akal(Imajinatif), didukung oleh fakta yang nyata dan bersifat objektif.

4
E. Langkah-Langkah
a. Menentukan tema
b. Menentukan bentuk tujuan tulisan (kritik atau esai).
c. Mengumpulkan bahan dan mencari referensi yang mendukung.
d. Membuat kerangka (kritik atau esai).
e. Membuat isi (kritik atau esai).
f. Penutup atau kesimpulan.

F. Hal yang harus diperhatikan

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis kritik dan esai suatu
karya sastra, yaitu sebagai berikut.
1. Setiap kritikus yang cakap harus memerhatikan berbagai hal yang terdapat pada
setiap karya sastra.
2. Kecermatan dalam mengungkapkan berbagai hal yang terdapat dalam karya sastra
tersebut tergantung pada tingkat ketajaman perasaan kritikus.
3. Kritikus agar dapat menangkap kepribadian karya sastra harus melalui rekreasi
artistik.
4. Kritikus harus tahu bahasa yang digunakan oleh sastrawan atau harus akrab dengan
berbagai jenis gaya bahasa/idiom, komposisi, latar belakang kebudayaan.

Setelah mengetahui hal apa saja yang harus dilakukan untuk menulis kritik dan esai
dan hal apa saja yang harus diperhatikan serta hal lain tentang kritik dan esai, maka
dapat ditemukan aspek dalam menulis kritik dan esai sebagai berikut.
1. Aspek historis, yaitu berkaitan dengan watak dan orientasi kesejarahan
(mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan sastrawan dan menafsirkan hasrat
keinginan berdasarkan minat sastrawan serta latar belakang budayanya).
2. Aspek rekreatif, yaitu menghubungkan apa yang ditangkap/yang telah diungkapkan
sastrawan, menuliskan kesan-kesan tentang pengalaman rohani yang diperoleh dari
karya sastra yang telah dibaca.
3. Aspek penghakiman, yaitu berkaitan dengan nilai-nilai dan kadar artistiknya.

5
Selain ditmukannya aspek dalam menulis kritik dan esai juga terdapat kriteria
penentuan nilai dalam menulis kritik dan esai sebagai berikut.

1. Estetik, yakni pencapaiannya sebagai karya seni.


2. Epistemik, yakni tentang kebenaran-kebenaran.
3. Normatif, yakni tentang arti kepentingan, keagungan, dan kedalamannya.

Contoh esai sastra

Pentingnya Sastra bagi Generasi Muda

Oleh Edy Firmansyah


Sejatinya sastra merupakan unsur yang amat penting yang mampu memberikan wajah
manusiawi, unsur-unsur keindahan, keselarasan, keseimbangan, perspektif, harmoni,
irama, proporsi, dan sublimasi dalam setiap gerak kehidupan manusia dalam
menciptakan kebudayaan. Apabila hal tersebut tercabut dari akar kehidupan manusia,
menusia tidak lebih dari sekadar hewan berakal.
Untuk itulah sastra harus ada dan selalu harus diberadakan. Sayangnya, untuk kita,
bangsa Indonesia, sastra dan kesenian nyatanya kian terpinggirkan dari kehidupan
berbangsa. Padahal, kita adalah bangsa yang berbudaya.
Dalam dunia pendidikan sastra dianggap hafalan belaka. Siswa mengenal novel-novel
sastra seperti Sengsara Membawa Nikmat, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan
sebagainya hanya karena mereka ”terpaksa” atau mungkin ”dipaksa” menghafal
beberapa sinopsis dari beberapa karya yang benar-benar singkat yang ada dalam buku
pelajaran, yang mereka khawatirkan muncul ketika ujian.
Akibatnya bagi siswa, sastra hanyalah aktivitas menghafal, mencatat, ujian, dan
selesai. Metodenya hampir sama dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi.
Sehingga, minat terhadap dunia sastra benar-benar tidak terlintas di benak kebanyakan
generasi kita.
Fenomena semacam itu semakin parah melanda generasi muda di daerah-daerah,
terutama daerah pedalaman. Walaupun begitu, tidak bisa dipungkiri, itu juga melanda
generasi muda di perkotaan.
Beberapa waktu lalu penulis sempat berbincang-bincang dengan seorang guru bahasa
Indonesia sebuah sekolah favorit di Pamekasan, Madura, di sebuah warung kopi

6
sebelah rumah. Iseng-iseng, penulis bertanya tentang perkembangan sastra
siswasiswinya.
Dan jawabannya sungguh mengejutkan, ”Yah, menurut saya, yang terpenting bagi
mereka adalah mampu menjawab soal-soal UAN yang berkenaan dengan sastra.
Sebab, malu rasanya jika nilai bahasa Indonesia jeblok.” Sangat ironis jawaban seperti
itu.
Selang beberapa waktu kemudian, setelah pembicaraan saya dengan guru bahasa
Indonesia itu, terjadi peristiwa yang mengejutkan di Pamekasan. Ada tawuran
antarpelajar atau tepatnya tawuran antarkelas yang dilakukan oleh beberapa siswa
dari sekolah terfavorit di Pamekasan.
Namun, entah karena apa, peristiwa ini tidak diekspos oleh media massa, koran lokal
sekalipun. Padahal, dalam tawuran itu dua orang siswa harus dirawat intensif di RSUD
Pamekasan. Tentu saja, terjadinya tawuran tersebut, kesalahan tidak bisa dilimpahkan
sepenuhnya kepada siswa.
Sekolah pun mestinya memiliki tanggung jawab penuh untuk merefleksi diri mengapa
tawuran antarpelajar sering terjadi akhir-akhir ini. Sebab, ada kemungkinan kesalahan
dalam mendidik dan memberikan metode pendidikan. Dan salah satunya jelas karena
kurangnya pengayaan terhadap sastra.
Sastra adalah vitamin batin, kerja otak kanan yang membuat halus sikap hidup insani
yang jika benar-benar dimatangkan, akan mampu menumbuhkan sikap yang lebih
santun dan beradab.
Tentu akan lain ceritanya jika sekolah lebih mengembangkan sastra kepada
siswasiswinya. Ambil contoh kecil, misalnya pengembangan berpuisi.
Selain keseimbangan olah jiwa, kepekaan terhadap lingkungan yang memiliki unsur-
unsur keindahan, siswa akan semakin mengerti tentang hakikat dan nilai-nilai
kemanusiaan.
Jiwa kemanusiaan semakin tebal, maka jiwa-jiwa kekerasan yang ada dalam diri
manusia akan tenggelam dengan sendirinya. Sebab, jarang sekali puisi dan kekerasan
tampil dalam tubuh kalimat yang sama.
Terkait dengan itu, beberapa hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa
ternyata berpuisi sebagai salah satu bagian dari sastra selain mampu memanajemen
stress, yang notabene pemicu dari lahirnya tindak kekerasan, juga memberikan efek

7
relaksasi serta mencegah penyakit jantung dan gangguan pernapasan (Hendrawan
Nadesul, Kompas, 23/07/04).
Maka, tidak bisa lagi kita mengelak dengan mengatakan bahwa sastra hanyalah
permainan kata-kata. Kata-kata yang dibolak-balik, diakrobatkan, diliuk-liukan di
udara imajinasi agar terkesan wah, indah, dan bersahaja bagi siapa saja yang
membacanya.
Sebab, ternyata dari hasil penelitian di atas, sastra mampu menduduki posisi sebagai
terapi alternatif terhadap beberapa penyakit. Sehingga, menjadi wajar bahwa penulis
di sini sangat menekankan untuk sekolahsekolah terus-menerus memberikan waktu
yang lebih banyak pada siswanya untuk melatih imajinasi melalui karya-karya sastra
baik itu puisi, cerpen, teater, maupun drama.
Sebab, selain untuk memupuk minat terhadap sastra dan mengembangkan imajinasinya
sebagai
penunjang pengetahuan yang lainnya, diharapkan juga nantinya mampu melahirkan
para budayawan dan sastrawan terkenal sebagai pengganti ”pendekar” sastra pilih
tanding yang tidak produktif lagi karena usia dan satu per satu telah meninggalkan
kita.
Sebut saja Hamid Jabbar, Mochtar Lubis, dan Pramudya Ananta Toer. Caranya adalah
sekolah harus membuka lowongan pekerjaan untuk seniman-seniman profesional yang
cenderung urakan di mata masyarakat untuk menjadi guru bahasa dan sastra Indonesia
sebagai pengganti dari guru bahasa Indonesia lulusan universitas yang selalu terikat
dengan kurikulum sehingga kebanyakan dari mereka tidak mampu mengembangkan
minat sastra pada siswa-siswinya.
Bisa juga dengan memberikan waktu khusus untuk para seniman, sastrawan muda
berbakat untuk memberikan pelajaran sastra.
Nah, kalau tidak segera digagas mulai sekarang, kapan lagi kita akan mampu
melestarikan kesastraan kita yang besar dan unik itu, serta siapa yang akan
menggantikan generasi tua?

8
Contoh kritik sastra

Ideologi Patriarki dalam Cerpen Asma Nadia

Ateng Hidayat Mahasiswa Sastra UPI Bandung

Diterbitkannya kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi karya Helvy Tiana Rosa
(1997) menandai kebangkitan kembali fiksi Islam Indonesia, setelah beberapa dekade
terakhir meredup. Sejarah mencatat fiksi Islam Indonesia telah berkembang sejak abad
ke-18, antara lain, dengan munculnya Tajussalatin karya Hamzah Fansuri dan
Bustanussalatin karya Nuruddin ar-Raniri.
Sejak tahun 1997 karya fiksi Islam kembali membumi. Sederetan penulis dan karyanya
berhasil mendulang prestasi besar. Di antara penulis tersebut adalah Fahri Asiza, Gola
Gong, Jazimah al Muhyi, dan Asma Nadia. Salah satu karya Asma Nadia, penulis fiksi
Islam yang pernah meraih penghargaan Adikarya IKAPI 2001, adalah cerpen Cerita
Tiga Hari, yang termuat dalam antologi cerpen Meminang Bidadari (FBA Press, Maret
2005).

Banyak pesan moral dan nilai religius yang diangkat dalam kumpulan cerpen ini.
Termasuk dalam Cerita Tiga Hari yang mengisahkan kebahagiaan satu keluarga.
Cerita yang dikisahkan hanya tiga hari. Hari pertama, menceritakan saat suami
berangkat kerja.

Kepergiannya diiringi tatap istri dan kedua anaknya penuh bahagia. Hari kedua,
menceritakan saat suami pulang kerja sampai makan malam. Hal ketiga, menceritakan
saat suami bekerja.

Ia digoda seorang wanita cantik yang menumpang di kendaraannya. Adapun pesan


moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah peran cinta dan rumah tangga penuh
kasih, yang dapat menyingkirkan besarnya godaan terhadap para suami di luar rumah,
saat mereka bekerja.

Terlepas dari misi agung yang diemban pengarang, apabila kita membaca dengan
memposisikan diri sebagai pembaca perempuan (reading as a women), sebagaimana

9
yang dinyatakan Jonathan Culler, yaitu adanya kesadaran bahwa ada perbedaan jenis
kelamin yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan, budaya, termasuk sastra, kita
akan menemukan adanya gender inekualities atau ketidakadilan gender dalam cerpen
ini.
Djajanegara mengemukakan, ketidakadilan gender tersebut di antaranya dapat dilihat
dari peran dan karakter tokoh. Cerita Tiga Hari mungkin merupakan potret realitas
perempuan Indonesia, yang masih tertindas oleh dominasi laki-laki dengan ideologi
patriarkinya.
Dalam cerpen tersebut masih terdapat pembagian peran, antara peran
domestik/tradisional yang dilakukan oleh perempuan dengan peran publik yang
dilakukan oleh laki-laki.

Istri dan dua anaknya mengantar sampai ke pintu. Wajah-wajah cerah itu yang setiap
hari melepasnya pergi.... Istrinya menyuguhkan segelas teh manis hangat. Itulah
petikan yang menunjukkan adanya peran domestik tokoh istri. Ia beraktivitas hanya
dalam lingkungan rumah tangga, menangani masalah dapur, merawat dan
membesarkan anak, dan mengurus rumah. Berbeda dengan tokoh suami, ia beraktivitas
di wilayah publik, bekerja mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Perhatikan
kutipan berikut.

Udara Jakarta yang panas, seharian bekerja mengitari ibu kota berhadapan dengan
rupa-rupa manusia. Kehadiran tokoh istri tidak lebih hanya menjadi pelayan dan
pelengkap kehidupan tokoh suami.

Pembedaan peran domestik dan peran tradisional tersebut jelas merugikan kaum
perempuan, karena hal tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan seks atau
jenis kelamin. Bukan merupakan kodrat seorang perempuan untuk mengurusi hal-hal
domestik, laki-laki pun bisa melakukannya.

Perbedaan peran tersebut hanya merupakan masalah gender, yang dikonstruksi secara
sosial dan kultural oleh masyarakat yang didominasi ideologi patriarki, demikian kata
Mansour Fakih.

10
Selain peran domestik tersebut, perempuan dalam cerpen ini hanya dijadikan sebagai
objek dalam percintaan. Lelaki yang dipanggil sayang itu tersenyum. Mengecup kening,
dan dua pipi istrinya .... Lalu sun sayang di kening, dan pelukan istri yang
menyambutnya.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kehadiran tokoh istri hanya menjadi pemuas
kebutuhan laki-laki, baik secara biologis maupun psikologis. Selain dalam peran tokoh,
bias gender dalam cerpen ini dapat dikaji dalam penokohan. Sambutan hangat yang
anehnya justru selalu mengalirkan hawa dingin di penat tubuhnya....

Akhirnya, terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam cerpen Cerita
Tiga Hari, sebuah karya fiksi Islam tidak cukup hanya memuat pesan moral yang baik
dan nilai-nilai religius yang agung saja. Karena, ternyata kehadirannya kian
mengukuhkan bangunan ideologi patriarki yang selama ini menindas kaum perempuan.

Republika, 11 Februari 2007

11
BAB III

KESIMPULAN

Kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan


pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.

Esai adalah salah satu cara penulisan dalam genre Non Fiksi yang patut di pelajari
karena gayanya yang santai namun menonjol. Bagi penulis lepas, esai merupakan cara
mengekspresikan kritik sosal yang menyenangkan namun masih tetap di anggap nyata
(non fiksi). Tipe-tipe esai adalah Esai Deskriptif, Esai Ekspositori, Esai Persuasif, Esai
Dokumentatif dan Esai Pribadi. Bahasa esai baku, logis, ringkas, runtun dan denotatif.
Ciri-ciri esai berbentuk prosa, singkat, memiliki gaya pembeda, selalu tidak utuh,
memenuhi keutuhan penulisan, mempunyai nada pribadi atau bersifat personal.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://simademigama.blogspot.com/2013/11/menulis-kritik-dan-esai.html
https://intipena.blogspot.com/2017/03/pengertian-ciri-ciri-kritik-dan-esai-lengkap-
beserta-contohnya.html
http://hamidahmahasiswiur.blogspot.com/2017/03/kritik-dan-esai.html

13

Anda mungkin juga menyukai