Anda di halaman 1dari 8

“LAHIR DARI SEORANG PEREMPUAN”

Maria Menurut Rasul Paulus

Arnold Suhardi SMM

Pengantar

Pusat pewartaan Paulus pertama-tama adalah Kristus yang mulia


atau yang bangkit, yang ia kenal melalui sebuah pengalaman
perjumpaan pribadi yang mengubah seluruh hidupnya (bdk. Flp 3:
4b-15). Sebelum pengalaman itu, ia menyakini bahwa Yesus telah
dikutuk oleh Allah dengan dihukum mati di kayu salib. Ternyata Ia
telah dibenarkan Allah dengan membangkitkanNya dari antara orang
mati. Maka, dalam hidup Paulus ada saat sebelum dan setelah.
Monumen yang menandai keterputusan antara saat sebelum dan
setelah itu adalah Damsyik (Kis 9: 1-30).

Maka selanjutnya, tema pewartaannya juga secara kuat sekali


ditandai oleh pewartaan tentang salib (1Kor: 1; 2; Rom 6; Gal 2; Kol
1; Flp 2), sebab salib itu ternyata membawa keselamatan. Sehingga
singkatnya dapat dikatakan bahwa inti pewartaan Paulus adalah
sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus (1Kor 15: 3-4), di samping
segala tema lain sebagai akibat lanjutannya seperti hidup baru dalam
Kristus dan hidup dalam kesadaran akan kedatangan Tuhan yang
dekat.

Walaupun demikian, ada juga saat di mana Paulus merenungkan


asal-muasal ilahi dan manusiawi Yesus yang telah disalibkan dan
dibangkitkan itu. Pada saat itulah ia bersentuhan dengan tindakan
Allah dalam diri seorang “perempuan” yang dipilihNya dalam
kegenapan waktu.

1
I. Teks Paulus yang diklaim sebagai merujuk kepada Maria

Harus diakui bahwa para ahli tidak seragam dalam menguraikan


tentang pribadi dan peran Maria dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.
Ada yang mulai menguraikannya dengan langsung meneliti teks-teks
yang terdapat dalam keempat Injil, Kisah para Rasul dan Wahyu,
mengabaikan surat-surat Paulus; namun ada juga yang memasukkan
dalam uraiannya itu “Maria menurut Paulus”.

Paulus memang tidak pernah menyebut nama “Maria” dalam surat-


suratnya. Namun, dalam suratnya kepada umat di Galatia 4:4, ia
menggunakan ungkapan “lahir dari seorang perempuan”, yang oleh
sebagian ahli diyakini sebagai suatu pernyataan yang, walaupun
secara tidak langsung, merujuk kepada Maria. Aristide Serra bahkan
menyebut ayat 4 Surat1 ini sebagai “kesaksian marial pertama dalam
Perjanjian Baru”2. Atau G. Söll mengatakan, ini adalah “teks
Perjanjian Baru yang sangat bermakna secara mariologis”3.

Agar mengetahui konteks ungkapan di atas, baiklah di sini dikutip


seluruh ayat 4-6 dari Surat tersebut:
“(4) Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus
AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk
kepada hukum Taurat. (5) Ia diutus untuk menebus mereka,
yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima
menjadi anak. (6) Dan karena kamu adalah anak, maka Allah
telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang
berseru: ya Abba, ya Bapa!”4
1
Ada yang mengatakan Surat kepada umat Galatia ini ditulis sebelum tahun 49.
Ada juga yang mengatakan ditulis sekitar tahun 53/54 atau 56/57. Masing-masing
pendapat ini tentu disokong oleh argumentasinya masing-masing. Namun, yang
pasti untuk kita adalah bahwa Surat Paulus ini ditulis sebelum Injil Markus dan
ketiga Injil lainnya.
2
Aristide Serra, “Bibbia”, dalam Stefano de Fiores dan Salvatore Meo (ed.),
Nuovo Dizionario di Mariologia, Edizioni Paoline, Milano 1985, hlm. 233.
3
G. Söll, Storia dei dogmi mariani, Las, Roma 1981, hlm. 31.
4
Kata ganti diri dalam kutipan teks ini memang membingungkan: ada saat di mana
Paulus menggunakan kata “mereka”, “kita” dan “kamu”. Tatkala menulisnya, tentu
2
Pada intinya, teks ini berbicara tentang penghampaan diri (kenosis)
Anak Allah dalam Penjelmaan –menjadi sungguh-sungguh manusia,
seorang di antara kita - , yang tujuannya adalah supaya kita dapat
diangkat sebagai anak-anak Allah, berkat pengutusan Roh Kudus.

Tentang kenosis, Paulus mendeskripsikannya sebagai terjadi dalam


kegenapan waktu5. Itu adalah saat di mana karya keselamatan Allah
mencapai tahap definitif, kepenuhan, terakhir. Itu adalah tahap yang
telah dipersiapkan (bdk. Ibr 1,1) oleh Allah sendiri untuk datang
bertemu langsung dengan manusia. Pada saat itu, Allah mengutus
AnakNya. Itu berarti AnakNya itu telah ada (pra-ada) dalam
keabadian (Flp 2; Rom 1,3), sebelum masuk dalam waktu. Tampak
di sini, Allahlah yang berinisiatif: Ia mengutus AnakNya dengan cara
menjelma menjadi manusia…. Peristiwa ini menjadi awal babak
baru dan definitif sejarah keselamatan umat manusia, di mana
semuanya diangkat sebagai anak-anak Allah.

Pernyataan yang disinyalir sebagai merujuk kepada Maria adalah


lahir dari seorang perempuan. Terhadap ungkapan ini dapat
dikatakan ada dua penafsiran berbeda, yang menunjuk kepada
penekanan yang juga berbeda.

Tafsiran pertama mengatakan bahwa ungkapan ini tidak merujuk


kepada Maria. Karena ungkapan “lahir dari seorang perempuan”
merupakan sebuah ungkapan klasik yang digunakan untuk menyebut
kefanaan hidup manusia (bdk. penggunaan ungkapan yang sama
(Yunaninya: genómenon ek gynaikós) dalam Ay 14:1; 15:14; 25:4;
yang diterapkan kepada Yohanes Pembaptis dalam Mat, 11:11; Luk
7:28). Maka, ungkapan ini hanya mau berbicara tentang kondisi

Paulus membawa serta identitas dirinya yang kompleks: bahwa dia adalah seorang
kristiani, bahkan seorang pewarta iman kristiani yang semangatnya berkobar-
kobar, namun masih menyadari bahwa dia pun seorang Yahudi.
5
Tantang arti “kegenapan waktu” bdk. Aristide Serra, Maria e la pienezza del
tempo, meditazioni sul mistero dell’Incarnazione per il Giubileo del Duemila,
Paoline Editoriale Libri, Milano 1999, hlm. 50-61.
3
manusiawi dari Anak Allah. Ungkapan ini tidak sedang hendak
berbicara tentang “perempuan“, apalagi tentang perempuan “yang
melahirkan Anak Allah” ini, tapi tentang kefanaan Anak Allah itu
sebagai keturunan manusia yang semuanya memang dilahirkan
perempuan. Maka, ungkapan “lahir dari seorang perempuan” dipakai
untuk menunjukkan bahwa Penjelmaan merupakan pengenaaan
kondisi penghampaan diri (kenotik) oleh Putera Allah.

Kedua, sambil tetap membenarkan kemungkinan tafsiran di atas,


sesungguhnya harus diakui juga bahwa dari konteks kalimatnya kita
menemukan bahwa ungkapan itu digunakan Paulus untuk
menerangkan “cara” dan “proses” Allah mengutus AnakNya dalam
kegenapan waktu, yaitu dengan “dilahirkan oleh seorang
perempuan”. Di sini Maria disebut secara tidak langsung, dalam arti
bahwa bisa jadi Paulus berpikir tentang Maria tatkala menyebut
tentang lahir dari “seorang perempuan” itu. Sebab sebagai
keterangan yang menjelaskan “cara” dan “proses” pengutusan Anak
Allah, perempuan yang disebutkan di situ adalah seorang perempuan
tertentu. Sebagai keturunan manusia, Putera Allah ini pasti memiliki
seorang ibu yang melahirkanNya. Sebagai Anak yang diutus Allah,
sebelum lahir, saat dikandung ibuNya dan setelah lahir, Ia tetap Anak
Allah, walaupun kini Ia menjadi manusia yang lemah, mengambil
bagian dalam kefanaan dan kenestapaan hidup manusia. Maka dari
konteks kalimatnya, makna ungkapan itu pada Gal 4:4 berbeda
dengan yang terdapat dalam Ay 14:1; 15:14; Mat 11:11; Luk 7:28.
Penggunaan ungkapan “lahir dari seorang perempuan” dipakai untuk
memperjelas “cara” dan “proses” pengutusan Anak Allah itu.

Oleh karena menjelaskan “cara” dan “proses”, maka dapat dikatakan


bahwa peristiwa dikandung dan dilahirkan sudah merupakan satu
rangkaian proses pengutusan. Jadi, Yesus tidak diutus setelah
dilahirkan, atau saat Ia hendak tampil di depan umum sejak
PembaptisanNya, tapi Ia sudah diutus sejak peristiwa yang
memungkinkan kelahiranNya, yaitu bahwa Ia diutus pertama-tama
kepada perempuan itu, dengan mengandungNya dalam rahimnya.
Penghampaan diri merupakan bagian dari pengutusanNya. Maka
4
perempuan ini merupakan ruang kenosis Putera Allah sekaligus bukti
bahwa Dia sungguh-sungguh seorang di antara kita.

II. Beberapa kesimpulan lanjutan

Ada beberapa kesimpulan lanjutan di bidang teologi dan hidup


rohani yang muncul ke permukaan kalau ungkapan “lahir dari
seorang perempuan” pada Gal 4:4 itu diyakini sebagai merujuk
kepada Maria.

a. Maria direnungkan dalam kerangka Tritunggal Mahakudus

Maria di sini direnungkan dalam optik trinitarian. Allah Bapa yang


mengutus baik Anak maupun Roh Kudus. Anak ini diutus untuk
menyelamatkan mereka yang takluk kepada Hukum Taurat, sehingga
dalam Roh Kudus mereka dapat menyapa Allah sebagai Abba, Bapa.

Maka dari teks yang sangat singkat ini dapat dikatakan bahwa sudah
sejak awal sekali, Mariologi telah dikaitakan dengan Kristologi (dan
Soteriologi), Teologi-Trintarian dan Pneumatologi. Lalu nanti di Kis
1:14 dikaitkan dengan Eklesiologi.

Selanjutnya, salah satu kunci penafsiran yang efektif untuk


memahami pribadi dan peran Maria dalam sejarah keselamatan
adalah teologi tentang “perempuan”: yang subur, yang adalah Puteri
Sion, yang mengikat diri dalam perjanjian kasih dengan Allah dan
yang karenanya terlibat dalam hubungan sponsal (sebagai mempelai)
denganNya6. Perempuan yang melahirkan Generasi baru umat
manusia ini berada dalam hubungan yang intensif dengan Allah
Tritunggal sebab dia adalah hasil karyaNya dalam rangka turut
berperan dalam karya keselamatan pada kegenapan waktu dan
setelahnya dalam karya pengudusan pada masa Gereja.

6
Bdk. Gianni Colzani, Maria Mistero di grazia e di fede, Edizioni San Paolo,
Mialno 1996, hlm. 39-44.
5
b. Maria sudah dipersiapkan sejak awal

Perempuan itu - yang menjadi Bunda Putera Allah – dalam teks ini
disebut persis pada puncak pewahyuan. Sehingga hidupnya terkait
dengan puncak rencana keselamatan Allah atau termasuk dalam
skenario puncak pewahyuan diri Allah itu, yaitu dalam dan melalui
PuteraNya. Sama seperti pengutusan Putera telah disiapkan, maka
perempuan ini - untuk menjadi Bunda Putera Allah - , tentu juga
telah disiapkan.

Sebab, pertanyaan yang bisa muncul dalam hati kita adalah: siapa
gerangan perempuan ini, yang disebut sebagai “seorang”
perempuan? Mengapa ia pantas melahirkan Anak Allah, yang
dikatakan Paulus dalam Kol 1:16-17 sebagai:
“Gambar Allah yang tak kelihatan, yang sulung, lebih utama
dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah
diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di
bumi, yang kelihatan dan yang tak kelihatan, baik
singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun
penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu
ada dalam Dia”.

Jadi, perempuan ini melahirkan Penciptanya sendiri: ciptaan


melahirkan Penciptanya! Dia, yang dikatakan dalam Kitab Raja-raja
sebagai yang tak dapat ditampung atau dimuat oleh bumi, juga oleh
langit bahkan oleh langit yang mengatasi segala langit (1 Raj 8: 27),
kini menjadi sangat kecil, sehingga dapat ditampung atau dikandung
dalam rahim Maria. Menakjubkan! Bagaimana ini bisa terjadi?
Perempuan mana yang pantas mengandungNya?

Maka kesimpulannya – lagi-lagi - adalah: tentulah perempuan ini


telah dipersiapkan Allah sebelumnya. Maria bukan sebuah kebetulan,
ia tentulah ciptaan baru, yang seluruhnya kudus (“Aku akan
memberikan mereka hati yang lain dan Roh yang baru di dalam batin
mereka” - Yeh 11:19; Mzm 50). Ia adalah tabut Perjanjian Baru,
6
firdaus baru, etc. pastilah ia tidak bernoda. Intuisi-intuisi logis ini
mengantar ke sapaan Malaikat dalam Luk 1:28: “Bersukacitalah,
Wahai Yang-dipenuhi-Rahmat. Tuhan ada padamu!”, yang akan
menjadi salah satu sandaran alkitabiah proklamasi dogma “Maria
dikandung tanpa noda dosa”7.

Kata-kata Paulus, “semua orang telah berbuat dosa” (Rom 3:23)


tidak dapat dipakai untuk menentang intuisi ini karena konteks kata-
kata Paulus itu adalah kenyataan bahwa semua orang memerlukan
keselamatan (3:24) dari dosa. Yesus termasuk “orang” yang tidak
berdosa sehingga Ia dapat menyelamatkan “semua orang” yang
berdosa8. Dan Maria telah disiapkan sejak awal, diselamatkan untuk
tidak berdosa, sehingga ia dapat menjadi rekan Yesus dalam
menyalamatkan “semua orang” berdosa. Sebab persetujuan dan
seluruh kerjasama Maria takkan dapat dipahami kalau bukan
sebagai efek atau akibat karya Allah sejak awal sekali dalam dirinya.

Karena itu, Maria tidak dibenarkan Allah karena jawaban FIAT yang
diucapkannya secara eksplisit dalam Luk 1:38, tapi sejak awal sekali,
sejak Allah sendiri menghendaki untuk berkenan kepadanya. FIAT
Maria hanya memungkinkan segala rencana keselamatan Allah
menjadi kenyataan. Tapi secara personal, seluruh hidup Maria, sejak
awal sekali, sudah merupakan sebuah FIAT abadi oleh karena Allah
memang menghendaki demikian.

c. Keperawanan Maria sebelum dan saat melahirkan

Bagaimana cara atau proses kelahiran Anak Allah ini tidak disebut
oleh Paulus. Kelihatannya kelahiran itu biasa atau alamiah saja….
Kalau ternyata alamiah saja, pertanyaan kita adalah bagaimana
mungkin seorang yang sama-sama dilahirkan dari perempuan seperti

7
Paus Pius IX, “Ineffabilis Deus”, dalam Mother of Christ, Mother of the Church.
Documents on the Blessed Virgin Mary, Intr. by M. Jean Frisk, S.T.L., Pauline
Books & Media, Boston 2001, hlm. 19.
8
Bdk. John H. Hampsch CMF, Maria dalam Kitab Suci, pertanyaan dan jawaban,
Obor, Jakarta 2002, hlm. 9-12.
7
semua manusia yang lain dapat membebaskan sesamanya? Padahal
dalam sejarah tidak ada yang mampu. Bagaimana mungkin seorang
yang sama-sama tunduk kepada Hukum Taurat dapat membebaskan
sesamanya yang juga tunduk kepada Hukum Taurat? Bagaimana
paradoks ini dapat dijelaskan? Pastilah karena cara Dia dikandung
dan dilahirkan dari perempuan itu berbeda dari yang lain9.

Dari sini sudah tampak bahwa Allahlah yang berkarya untuk


kelahiran PuteraNya dari Maria. Buktinya, Anak Allah ini disebut
dalam kaitannya dengan perempuan yang menjadi ibuNya, bukan
dengan ayahNya. Allahlah yang berkarya, bertindak, mengutus
AnakNya dan dilahirkan oleh perempuan itu. Jadi, ini sesuatu yang
luar biasa!

Maka teks ini terbuka bagi munculnya kisah tentang dikandungNya


dan dilahirkanNya Yesus oleh Maria dalam keadaan perawan, karena
kuasa Roh Kudus, yang akan ditemukan secara eksplisit nanti dalam
Injil Mat 1:16, 18,20; Luk 1: 1-2, 35 dan Yoh 1: 12-13.

Penutup

Secara tegas sekali Rasul Paulus menggarisbawahi pribadi dan peran


Maria dalam hubungannya dengan misteri Kristus, Putera Allah.
Ketegasan itu terungkap dalam cara dia menyatakan “cara” dan
“proses” pengutusan Putera Allah dalam kegenapan waktu,
walaupun tanpa menyebut nama Maria. Karena itu, pernyataannya
yang sederhana dalam Gal 4:4 membuka jalan bagi, atau
mempersiapkan lahan bagi, beberapa pernyataan marial selanjutnya
dalam Perjanjian Baru.

9
Bdk. A. Vanhoye, “La Mère du Fils de Dieu selon Gal 2,4”, dalam Marianum, 40
(1978), hlm. 247; Gianni Colzani, Maria Mistero di grazia e di fede, Edizioni San
Paolo, Milano 1996, hlm. 37.
8

Anda mungkin juga menyukai