Anda di halaman 1dari 36

INSIDENSI CAMPAK PADA KUNJUNGAN POLI

PUSKESMAS KRUENG BARONA JAYA

Disusun oleh:
Dr. Ety Suhira

Pembimbing:
dr. Nilawati

PUSKESMAS KRUENG BARONA JAYA


KABUPATEN ACEH BESAR
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan mini project yang
berjudul “Insidensi Campak pada Kunjungan Poli Puskesmas Krueng Barona
Jaya”. Selanjutnya shalawat dan salam penulis hanturkan kepangkuan alam Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan mini project ini merupakan salah satu syarat yang diajukan dalam
menempuh Program Internsip Dokter Indinesia. Seperti yang telah kita ketahui
bahwa angka kejadian penderita campak di masyarakat cukup banyak dan menjadi
salah satu keluhan penting yang dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat.
Untuk meningkatkan kualitas hidup agar tidak menimbulkan masalah di
masyarakat perlu upaya pencegahan dan penanggulangan dispepsia dimulai
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah
lebih sehat. Maka dari itu penulis tertarik melakukan kegiatan mini project
terhadap kasus tersebut.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada pembimbing yaitu
dr. Nilawati dan para staf tenaga kesehatan lainnya di puskesmas yang telah
bekerjasama hingga terselesaikannya laporan ini.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa laporan mini project ini
masih jauh dari kesempurnaan. Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian
dibahas mengharapkan masukan terhadap kegiatan ini, demi perbaikan di masa
yang akan datang.

Aceh Besar, September 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. ii
DAFTAR TABEL....................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 2
1.4.1.Manfaat Teoritis........................................................... 2
1.4.2.Manfaat Praktis............................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3


2.1. Definisi................................................................................. 3
2.2. Epidemiologi ....................................................................... 3
2.3. Etiologi ................................................................................ 4
2.4. Faktor Resiko ....................................................................... 5
2.5. Patofisiologi.......................................................................... 7
2.6. Gejala Klinis......................................................................... 10
2.7. Diagnosis.............................................................................. 11
2.8. Diagnosis Banding ............................................................... 13
2.9. Tatalaksana........................................................................... 13
2.10. Komplikasi ........................................................................ 14
2.11. Pencegahan ........................................................................ 15
2.12. Prognosis ........................................................................... 18

BAB III Metode Penelitian ...................................................................... 19


3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................ 19
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian............................................... 19
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian............................................ 19
3.3.1. Populasi ..................................................................... 19
3.3.2. Sampel ....................................................................... 19
3.3.3. Kriteria Penerimaan (Kriteria Inklusi) ...................... 19
3.3.4. Kriteria Penolakan (Kriteria Eksklusi) ...................... 19
3.3.5. Besar Sampel ............................................................. 19
3.4. Kerangka Konsep ................................................................ 20
3.5. Definisi Operasional............................................................. 20
3.6. Instrumen Penelitian............................................................. 20
3.7. Teknik Pengambilan Data..................................................... 20
3.8. Prosedur Penelitian .............................................................. 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 21


4.1. Profil Komunitas Umum ..................................................... 21
4.1.1 Data Geografis............................................................. 21
4.1.2 Data Demografi........................................................... 22
4.1.3 Sumber Daya Kesehatan Puskesmas........................... 23
4.1.4 Sarana & Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas. . 23
4.2. Hasil Penelitian .................................................................... 25
4.2.1 Karakteristik Subjek ................................................... 25
4.2. Pembahasan ......................................................................... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 28


5.1. Kesimpulan .......................................................................... 28
5.2. Saran .................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak merupakan suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus rubeola
(campak) dan merupakan penyakit yang sangat menular yang biasanya menyerang
anak-anak. Penyakit ini ditandai dengan batuk, koriza, demam dan ruam
makulopapular yang timbul beberapa hari sesudah gejala awal.[ CITATION
Kem \l 1057 \m Mar16] Campak merupakan salah satu penyakit penyebab
kematian tertinggi pada anak, sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa
prodromal (4 hari sebelum muncul ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah
munculnya ruam. Campak timbul karena terpapar droplet yang mengandung virus
campak. Sejak program imunisasi campak dicanangkan, jumlah kasus menurun,
namun akhir-akhir ini kembali meningkat.[ CITATION Hal16 \l 1057 ]
Penyakit campak bersifat endemik diseluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi
145.700 kematian yang disebabkan oleh campak diseluruh dunia (berkisar 400
kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak
kurang dari 5 tahun. Di Amerika Serikat, timbul KLB (Kejadian Luar Biasa)
campak sebanyak 147 kasus sejak awal Januari hingga Februari 2015. Di
Indonesia, kasus campak masih banyak terjadi dan tercatat meningkat pada tahun
2014.[ CITATION Hal16 \l 1057 ]
Berdasarkan laporan Dirjen PP & PL Depkes RI tahun 2014, masih banyak
kasus campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai
12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus.
Sebagian besar kasus campak alah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selam
aperiode 4 tahun, kasus campak lebih banyak pada kelompok usia 5-9 tahun yaitu
sebanyak 3.591 kasus dan pada kelompok umur 104 tahun sebanyak 3.383 kasus.[
CITATION Hal16 \l 1057 ]
Kasus campak di Indonesia dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan
terdapat 23.164 kasus campak. Tahun 2015 dilaporkan ada sebanyak 8.185 kasus
campak dan satu kasus meninggal di Jambi.Provinsi dengan incidence rate (per
100.000 penduduk) tertinggi adalah Sulawesi Tengah (15,64), Jambi (14,43) dan
Papua (13,27). Sedangkan provinsi dengan incidence rate terendah adalah NTB
(0,06), Aceh (0,28) dan Riau (0,28). Adapun incidence rate nasional sebesar 3,2
per 100.000 penduduk.[ CITATION Kem \l 1057 \m Yun17] Pada tahun 2000,
lebih dari 562.000 anak per tahun meninggal di seluruh dunia karena komplikasi
penyakit campak. Dengan pemberian imunisasi campak dan berbagai upaya yang
telah dilakukan, maka pada tahun 2014 kematian akibat campak menurun menjadi
115.000 per tahun, dengan perkiraan 314 anak per hari atau 13 kematian setiap
jamnya.[ CITATION Dir17 \l 1057 ]
Dari data prevalensi di atas, terlihat kasus campak masih cukup banyak di
masyarakat. Campak masih menjadi salah satu keluhan penting yang dapat
mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas serta kualitas masyrakat. Untuk
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta kualitas hidup masyarakat,
maka diperlukan suatu upaya untuk pencegahan dan penanggulangan campak.
Usaha tersebut dapat dimulai dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat
mengenai penyakit campak serta merubah pola hidup ke arah yang lebih sehat.
Untuk itu pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui insidensi campak pada
kunjungan Poli Puskesmas Krueng Barona Jaya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran insidensi campak pada kunjungan Poli Puskesmas


Krueng Barona Jaya

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran insidensi campak pada kunjungan Poli


Puskesmas Krueng Barona Jaya

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bidang Pelayanan Masyarakat


Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
pedoman edukasi campak bagi kalangan masyarakat
1.4.2 Bidang Akademis
Laporan ini bermanfaat sebagai sumber informasi data epidemiologi
menyangkut prevalensi campak serta merupakan salah satu syyarat untuk
menyelesaikan Program Dokter Internsip Dokter Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit campak dikenal juga dengan Morbili atau Measles. Campak adalah
suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus rubeola (campak) dan merupakan
penyakit yang sangat menular yang biasanya menyerang anak-anak. Penyakit ini
ditandai dengan batuk, koriza, demam dan ruam makulopapular yang timbul
beberapa hari sesudah gejala awal.[ CITATION Kem \l 1057 \m Mar16]

2.2 Epidemiologi
Penyakit campak bersifat endemik diseluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi
145.700 kematian yang disebabkan oleh campak diseluruh dunia (berkisar 400
kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak
kurang dari 5 tahun. Berdasarkan laporan Dirjen PP & PL Depkes RI tahun 2014,
masih banyak kasus campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang dilaporkan
mencapai 12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104
kasus. Sebagian besar kasus campak alah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD.
Selam aperiode 4 tahun, kasus campak lebih banyak pada kelompok usia 5-9
tahun yaitu sebanyak 3.591 kasus dan pada kelompok umur 104 tahun sebanyak
3.383 kasus.[ CITATION Hal16 \l 1057 ]
Gambar 1. Negara dengan kasus campak terbesar di dunia[ CITATION Dir17 \l
1057 ]
Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak
dan 30.463 kasus rubella. Tahun 2015 dilaporkan ada sebanyak 8.185 kasus
campak dan satu kasus meninggal di Jambi.Provinsi dengan incidence rate (per
100.000 penduduk) tertinggi adalah Sulawesi Tengah (15,64), Jambi (14,43) dan
Papua (13,27). Sedangkan provinsi dengan incidence rate terendah adalah NTB
(0,06), Aceh (0,28) dan Riau (0,28). Adapun incidence rate nasional sebesar 3,2
per 100.000 penduduk.[ CITATION Kem \l 1057 \m Yun17]

Gambar 2. Estimasi Kasus Campak dan Rubella di Indonesia tahun 2010-


2015[ CITATION Kem \l 1057 ]
Pada tahun 2000, lebih dari 562.000 anak per tahun meninggal di seluruh
dunia karena komplikasi penyakit campak. Dengan pemberian imunisasi campak
dan berbagai upaya yang telah dilakukan, maka pada tahun 2014 kematian akibat
campak menurun menjadi 115.000 per tahun, dengan perkiraan 314 anak per hari
atau 13 kematian setiap jamnya.[ CITATION Dir17 \l 1057 ]

2.3 Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus
genus Morbillivirus famili Paramyxoviridae dan memiliki genom RNA beruntai
negatif dengan ukuran sekitar 15,9kb. Partikel virus measles ini bersifat
pleomorfik dan sebagian besar terkait sel dengan ukuran virion mulai dari 50
hingga 510 nm. Virus mesles ini dari famili yang sama dengan virus gondongan
(mumps), virus parainfluenza, virus human metapneumovirus dan RSV
(Resiratory Syncytial Virus).[ CITATION Hal16 \l 1057 \m Cou17]

Gambar 3. Diagram partikel Measles virus[ CITATION The07 \l 1057 ]

2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko yang mendukung terjainya infeksi virus morbili adalah
imunodefisiensi, malnutrisi, status vaksinasi dan defisiensi vitamin A.[ CITATION
Mar16 \l 1057 ] Infeksi campak paling sering terjai pada usia balita disebabkan
oleh sistem imun belum matang pada usia muda. Selama tahun pertama
kehidupan, anak akan dilindungi oleh antibodi maternal yang ditransfer dari ibu
ke anaknya untuk melawan infeksi virus campak. Antibodi maternal tersebut
menurun pada saat bayi berusia 6-12 bulan. Hal tersebut menyebabkan anak
rentan terhadap penyakit campak.[ CITATION Ing17 \l 1057 ]
Keadaan malnutrisi merupakan penyebab imunodefisiensi secara global
sehingga anak dengan malntrisi tidak mampu untuk merespon vaksin secara
efektif. Malnutrisi dapat mengganggu sistem imunologi seseorang engan cara
merusak integritas barier mukosa dan merusak fungsi sistem imun inate dan
adaptif. Kerusakan barier mukosa menyebabkan patogen masuk kedalam tubuh
dengan mudah. Selain itu malnutrisi juga berhubungan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas infeksi. Anak yang memiliki gangguan antropometri
memiliki risiko yang tinggi terhadap kematian karena infeksi seperti sepsis,
meningitis, campak dan tuberkulosis.[ CITATION Ing17 \l 1057 ]
Status gizi juga berhubungan dengan berat ringannya campak yang
diderita oleh anak. Anak yang mederita campak dengan status gizi kurang
cenderung mengalami komplikasi campak dibandingkan dengan anak yang
memiliki status gizi yang baik, lebih dan obes. Penelitian oleh Panjaitan
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
komplikasi campak. Jumlah penderita campak yang mempunyai status gizi kurang
lebih tinggi mengalami komplikasi dibandingkan dengan status gizi baik.
[ CITATION Liw16 \l 1057 ]
Pemberian ASI juga mempengaruhi campak, pene;itian Sifverdal et al.
menunjukkan bahwa pada anak yang diberi ASI akan menurunkan resiko
mengalami campak hingga mencapai 30% dibandingkan anak yang tidak pernah
diberikan ASI. ASI merupakan makanan terbaik bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi. ASI mengandung sekretori Ig A (sIgA), antibodi yang
melindungi bayi terhadap infeksi pasif. Bayi baru lahir menerima antibodi
maternal Ig A melalui plasenta yang dapat melindungi bayi dari mikroba. Bayi
memiliki ketahanan tubuh yang baik dan tidak mudah untuk terkena penyakit
campak.[ CITATION Muj15 \l 1057 ]

Riwayat Kontak
Penelitian Caesar menunjukkan riwayat kontak dengan penderita campak
berpengaruh terhadap kejadian campak dan riwayat kontak merupakan faktor
risiko kejadian campak. Pada penelitain lainnya oleh Parker et al. di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa riwayat kontak terhadap campak sangat berpengaruh
terhadap kejadian campak. Dari 34 pasien, 19 orang (56%) terinfeksi langsung
oleh penderita campak (18 kaena berkumpul bersama penderita campak
sedangkan 1 orang karena mengunjungi tetangga yang sakit campak) dan 13 orang
(38%) lainnya tertular langsung oleh penderita dirumahnya.[ CITATION Muj15 \l
1057 ]

Status Imunisasi
Berdasarkan penelitian Kidd di Burkina Faso didapatkan bahwa anak yang
tidak diimunisasi memiliki peluang 5,9 kali lebih tinggi mengalami campak
dibandingkan dengan anak yang diimunisasi. Penelitian lainnya oleh Mariati juga
menunjukkan bahwa ada hubungan anatara imunisasi dengan kejadian campak
pada anak dan status imunisasi merupakan faktor risiko kejadian campak dengan
OR sebesar 2,8 kali.[ CITATION Muj15 \l 1057 ]

Status Vitamin A
Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan bahwa vitamin A merupakan
mikronutrien penting yang diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh spesifik
maupun non spesifik. Defisiensi vitamin A dilaporkan dapat menyebabkan
gangguan kekebalan humoral serta seluler. Berasarkan penelitian Munasir terbukti
vitamin A dapat menghambat replikasi virus vaksin campak dengan peningkatan
respon imun, ternyata suplementasi vitamin A dosis tinggi juga bermanfaat pada
pasien campak.[ CITATION Muj15 \l 1057 \m Mun00]

2.5 Patofisiologi
Measles virus sangat menular ke manusia dan menyebabkan penyakit
bersifat self-limiting yang ditanai dengan demam disertai dengan ruam
makulopapular. Measles virus ditularkan secara aerosol yaitu melalui udara.
Penelitian pada binatang menunjukkan sel target awal dari virus ini pada
makrofag alveolar dan sel dendritik yang terinfeksi melalui CD 150. Virus ini
akan diangkut melalui jaringan limfoid dan menyebarkan infeksi ke sistemik yang
diperantarai oleh sel limfosit B dan T. [ CITATION Cou17 \l 1057 ]

Gambar 4. Tahap awal infeksi virus Measles masuk tubuh[ CITATION Lak16 \l
1057 ]
Masa inkubasi diperkirakan berlangsung 10 sampai 14 hari dan hal ini
terkait dengan leukopenia. Fase prodormal ditandai dengan timbulnya demam
disertai batuk, coryza dan atau konjungtivitis. Ruam umumnya muncul tiga
hingga lima hari setelah onset demam. Penyebaran virus dimulai pada fase
prodromal sebelum onset ruam.[ CITATION Cou17 \l 1057 ]
Gambar 5. Tahap kedua infeksi sistemik virus Measles[ CITATION Lak16 \l 1057
]
Setelah terjadinya viremia yang diperantarai oleh sel infeksi yang
terinfeksi, epitel pernapasan terinfeksi secara basolateral melalui nektin-4 dan
virus akan berlanjut hingga ke sekresi pernapasan. Individu dianggap menular dari
sekitar 4 hari sebelum ruam muncul sampai 4 hari setelah onset ruam. Jumlah
perjalanan penyakit ini yang tidak mengalami komplikasi kira-kira 17-21 hari dari
tanda pertama demam.[ CITATION Cou17 \l 1057 ]
Gambar 6. Tahap ke tiga dari infeksi virus Measles[ CITATION Lak16 \l 1057 ]
Pemulihan dari campak akan menghasilkan kekebalan seumur hidup.
Namun, selama dan setelah fase akut, pasien secara paradok sakan mengalami
imunosupresi transien yang dibuktikan dengan penekatan respon hipersensitivitas
tipe lambat. Karena measles virus menyebabkan imunosupresi, infeksi bakteri
sekunder sering terjadi sehingga menyebabkan pneumonia atau infeksi
gastrointestinal yang merupakan penyebab untama morbiditas dan mortalitas
terkait campak. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kerentanan
terhadap infeksi bisa berlanjut hingga 2 sampai 3 tahun setelah campak. Infeksi
sekunder dan morbiditas serta mortalitas dapat dicegah dengan melakukan
vaksinasi campak.[ CITATION Cou17 \l 1057 ]

Tabel 1. Respon mun pada infeksi Measles akut[ CITATION The07 \l 1057 ]
Selama respon imun primer antibodi IgM dan IgG diproduksi dan dapat
dideteksi dalam serum selama beberapa hari saat onset ruam muncul.
Menggunakan tes ELISA IgM sensitif, maka didapatkan sebanyak 90% kasus
campak engan IgM positif pada hari ke 3 setelah munculnya ruam. Tingkat
antibodi IgG mencapai puncak sekitar 4 minggu dan bertahan lama setelah
infeksi. Serum IgA dan IgA sekretorik antibodi juga diproduksi. Paparan kembali
terhadap virus campak akan menginduksi respon imun yang kuat dengan sehingga
dengan cepat meningkatkan antibodi IgG, yang mencegah penyakit klinis. Hal ini
menunjukkan jika sekali sistem kekebalan telah dipicu oleh infeksi alami,
kekebalan akan kekal. Imunitas selulur, terdiri dari sel T sitotoksik dan
kemungkinan pembunuh alami sel, memainkan peran penting dalam kekebalan
dan pemulihan dari infeksi akut.[ CITATION The07 \l 1057 ]

2.6 Gejala Klinis


Campak merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan
oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala penyakit campak
adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk
dan/atau pilek dan/atau konjungtivitis akan tetapi sangat berbahaya apabila
disertai dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat
menyebabkan kematian.[ CITATION Dir17 \l 1057 ]
Morbili memiliki gejala klinis yang khas berdasarkan stadiumnya masing-
masing. Stadium prodormal berlangsung kira-kira 4-5 hari. Gejala klinis klasik
campak pada stadium prodromal adalah adanya demam disertai coryza, batuk,
konjungtivitis, dan fotofobia. Kemudian akan muncul stadium erupsi yang
berlangsung 4-7 hari setelah stadium prodormal ditandai dengan timbulnya bercak
koplik dan ruam mulai muncul daribelakang telinga menyebar ke wajah, badan,
lengan dan kaki. Selanjutnya stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai
dengan erupsi yang mulai menghilang.[ CITATION Hal16 \l 1057 \m Mar16]

Tabel 2. Perjalanan infeksi virus campak primer tanpa komplikasi[ CITATION


The07 \l 1057 ]
Tabel 3. Gambaran Klinis Campak mulai dari awal penyakit[ CITATION The07 \l
1057 ]

2.7 Diagnosis

Anamnesis
Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai
timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh. [ CITATION Hal16 \l
1057 ]

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>38 C), mata merah, dan ruam
makulopapular.[ CITATION Hal16 \l 1057 ]

Pemeriksaan Diagnostik
Virus campak dapat diisolasi dari urin, aspirasi nasofaring, darah dan swab
tenggorokkan. Spesimen untuk kultur virus harus diambil pada setiap orang
dengan kasus campak yang dicurigai secara klini dan seharusnya dikirim ke
laboratorium. Spesimen klinis untuk isolasi virus harus dikumpulkan pada saat
yang sama saat sampel diambil untuk uji serologis. Hal ini dikarenakan virus lebih
mungkin diisolasi ketika spesimen dikumpulkan dalam 3 hari setelah onset
munculnya ruam. Spesimen klinis harus diperoleh dalam 7 hari dan tidak boleh
lebih ari 10 hari setelah munculnya ruam.[ CITATION Pre15 \l 1057 ]
Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan
limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat
membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama dan
ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi setidaknya
sampai 1 bulan sesudah infeksi.[ CITATION Hal16 \l 1057 ].
Tabel 4. Bagan diagnosis campak[ CITATION The07 \l 1057 ]

 Tes ELISA IgM lebih sensitif antara hari ke 4 dan 28 setelah timbulnya ruam,
satu kali sampel serum diperoleh pada saat kontak pertama dengan perawatan
kesehatan dalam masa 28 hari setelah onset dianggap memadai untuk
surveilans campak
 Jika kasus telah divaksinasi dalam 6 minggu sebelum pengumpulan serum dan
pencarian aktif di masyarakat tidak menumkan bukti penularan campak an
tidak ada riwayat perjalanan je daerah dimana virum campak diketahui beredar,
maka kasus ini harus dibuang.

2.8 Diagnosis Banding


Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga
berupa ruam makulopapular. Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama
antara lain[ CITATION Hal16 \l 1057 ]:
 Rubella (campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai batuk.
 Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda ketika
ruam muncul.
 Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium
prodromal.
 Demam scarlet (scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam
tanpa konjungtivitis ataupun coryza.
 Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam,
tetapi tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan
pembengkakan sendi yang tidak ada pada campak.

2.9 Tatalaksana
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan
pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila diperlukan.
Pasien morbili diupayakan untuk memperbaiki keadaan umum dengan pemberian
cairan dan nutrisi yang adekuat. Pada kasus ini cairan yang dibutuhkan adalah
cairan maintenance yang fungsinya adalah untuk menggantikan air yang hilang
lewat urine, tinja, paru dan kulit. Karena cairan yang kelur sedikit sekali
mengandung elektrolit, maka cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotonik
seperti N4D5. Pemberian cairan hipotonik dapat diberikan dengan jumlah
tetesan 25 tetes/menit.[ CITATION Mar16 \l 1057 ]
Pemberian antibiotik dapat dilakukan jika ada indikasi infeksi sekunder.
Selain itu pemberian antibiotuk sebagai profilaksis dari infeksi sekunder tidak
bermanfaat dan tidak dianjurkan. Pemberian antibiotik golongan cephalosporin
berupa ceftriaxone dapat digunakan pada infeksi saluran nafas dan dengan dosis
50-75 mg/kgBB/kali sehari atau dibagi mejadi 2 dosis. Pengobatan simtopmatik
seperti pemberian antipiretik berupa parasetamol pada pasien juga dapat diberikan
jika pasien mengeluhkan emam. Dosis parasetamol pada anak yaitu 10-15
mg/kgBB/dosis.[ CITATION Mar16 \l 1057 ]
Terapi vitamin A terbukti menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
pada anak dibawah 5 tahun, World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pemberian vitamin A intramuskular pada anak segera setelah
didiagnosis campak, dan diikuti pemberian dosis kedua pada hari berikutnya,
walaupun pada negara berkembang yang dimana campak biasanya ringan.
Pemberian vitamin A dengan dosis berbeda sesuai dengan usia pasien, pada
neonatus hingga < 6 bulan diberikan 50.000 UI, 6 sampai 11 bulan 100.000 UI
dan ≥ 12 bulan sebanyak 200.000 UI. Jika ditemukan tanda klinis defisiensi
vitamin A misalnya ditemukan bercak Bitot (Bitot’s spots), maka diberikan dosis
ketiga pada saat 4 sampai 6 minggu kemudian.[ CITATION Bic17 \l 1057 ]
Ketika terjadi defisiensi vitamin A pada kasus morbili maka akan
menyebabkan kebutaan dan kematian. Elemen nutrisi utama yang menyebabkan
kegawatan morbili bukanlah protein dan kalori melainkan vitamin A. Oleh karena
itu vitamin A diberikan dalam dosis tinggi. American Academy of Pediatrics
(AAP) merekomendasi pemberian dosis tunggal vitamin A dengan dosis 200.000
IU untuk anak usia > 12 bulan dan 100.000 IU untuk anak usia < 12 bulan.
Pemberian vitamin A pada anak dengan morbili adalah 100.000 IU per oral satu
kali dan apabila terdapat malnutrisi maka dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
[ CITATION Mar16 \l 1057 ]

2.10 Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu[ CITATION
Hal16 \l 1057 ]:
 Usia muda, terutama di bawah 1 tahun
 Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
 Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
 Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV,
malnutrisi, atau keganasan
 Anak dengan defisiensi vitamin K
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain[ CITATION
Hal16 \l 1057 \m Bic17]:
 Saluran pernapasan : bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup),
bronkiolitis, bronkiektasis.
 Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi,
gingivostomatitis, gastroenteritis, hepatitis, mesenteric limadenitis dan
apendisitis.
 Telinga: otitis media
 Susunan saraf pusat :
1. Ensefalitis akut: timbul pada 0,01 – 0,1% kasus campak. Gejala berupa
demam, nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya
muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam.
Umumnya self-limited (dapat sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15%
kasus terjadi perburukan yang cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa
kehilangan pendengaran, gangguan perkembangan, kelumpuhan, dan kejang
berulang.
2. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu proses degeneratif
susunan saraf pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak, timbul
beberapa tahun setelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita mengalami
perubahan tingkah laku, retardasi mental, kejang mioklonik, dan gangguan
motorik.
 Mata: keratitis, ulkus kornea
 Kardio : Perimiokarditis
 Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder

2.11 Pencegahan
Penyakit ini sangat berpotensi menjadi wabah apabila cakupan imunisasi
rendah dan kekebalan kelompok/herd immunity tidak terbentuk. Ketika seseorang
terkena campak, 90% orang yang berinteraksi erat dengan penderita dapat tertular
jika mereka belum kebal terhadap campak. Seseorang dapat kebal jika telah
diimunisasi atau terinfeksi virus campak.[ CITATION Dir17 \l 1057 ]
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(Measles,Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun
2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat
dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15
bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR
ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun. Dosis vaksin campak ataupun vaksin
MMR 0,5 Ml subkutan.[ CITATION Hal16 \l 1057 ]

Gambar 4. Gambaran Imunisas Campak di Indonesia[ CITATION Kem \l 1057 ]


Gambaran tabel di atas menunjukkan adanya penurunan cakupan imunisasi
campak tahun 2014 dan 2015 dan angka insiden penyakit campak cenderung
meningkat. Selain itu persentase kabupaten yang mempunyai cakupan campak
dosis pertama >95% cenderung menurun, dari 45% tahun 2013 menjadi 28%
tahun 2015.Kegiatan imunisasi massal MR adalah kesempatan yang sangat
penting untuk menutup kesenjangan di atas sehingga tidak ada daerah kantong
yang akan menjadi sumber penularan. Cakupan yang tinggi dan merata minimal
95% akan membentuk herd immunity dan memutus rantai penularan penyakit
campak dan rubella.[ CITATION Kem \l 1057 ]

Gambar 5. Jumlah Kasus Campak Menurut Status Imunisasi Campak, Tahun


2015[ CITATION Inf \l 1057 ]
Selama tahun 2000 – 2013 vaksinasi morbili telah mencapai 15,6 juta
kematian, dengan penurunan jumlah kematian sebasar 75% dari 544.400 pada
tahun 2000 menjadi 145.700 pada tahun 2013. Sebelum era vaksinasi, lebih dari
90% anak di bawah 15 tahun pernah mengalami morbili. Tahun 2011, Indonesia
memiliki cakupan vaksinasi campak sebesar 93,4% dan terdapat kasus campak
sebesar 21.893 kasus dengan sembilan kasus meninggal.[ CITATION Mar16 \l
1057 ]
Vaksin measles aman dan efektif diberikan pada anak dengan sakit akut
ringan seperti demam, diare dan infeksi saluran pernapasan atas. Sedangkan pada
anak dengan sakit berat deng demam yang tinggi vaksin pemberian vaksin harus
ditunda sampai anak tersebut sembuh. Malnutrisi bukanlah kontraindikasi,
melainkan indikasi yang kuat untuk diberikan vaksinasi campak. Jika seseorang
anak yang malnutrisi terinfeksi, maka penyakit ini akan memperburuj nutrisinya.
Vaksin campak kontraindikasi pada seseorang yang pernah mengalami reaksi
anafilaktik atau hipersensitivitas berat terhadap dosis MMR atau terhadap
komponen vaksin.[ CITATION Mea051 \l 1057 ]
Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi
organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised
yang terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa
bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.[ CITATION
Hal16 \l 1057 ]
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pasca-
vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari ke 5-
6 sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada
5% resipien, yang timbul pada hari ke 7 s/d 10 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2-4 hari. Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan sistem
saraf pusat, seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Risiko kedua efek
samping tersebut dalam 30 hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara
1.000.000 dosis vaksin. Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan pada
penelitian mencakup 6000 anak berusia 1-2 tahun berupa malaise, demam, atau
ruam 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung 2-3 hari. Vaksinasi MMR dapat
menyebabkan efek samping demam, terutama karena komponen campak. Kurang
lebih 5-15% anak akan mengalami demam >39,4 C setelah imunisasi MMR.
Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12 hari setelah imunisasi, ada
yang selama 1-2 hari. Dalam 6-11 hari setelah imunisasi, dapat terjadi kejang
demam pada 0,1% anak, ensefalitis pasca-imunisasi terjadi pada <1/1.000.000
dosis.[ CITATION Hal16 \l 1057 ]

2.12 Prognosis
Campak merupakan self limited disease, namun sangat infeksius. Mortalitas
dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang
mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai
1-3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.[ CITATION
Hal16 \l 1057 ]
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan potong
lintang. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif artinya penelitian
diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan didalam suatu
komunitas atau masyarakat berdasarkan pengukuran.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Poli Umum Puskesmas Krueng Barona Jaya
Kota Banda Aceh. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada Januari-
Juni 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi
Populasi target adalah semua pasien yang berkunjung melakukan
pengobatan di Poli Umum Puskesmas Krueng Barona Jaya Kota Banda Aceh.

3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi target yang memenuhi kriteria sampel
penelitian. Pada penelitian ini, sampel diambil dengan metode konsekutif.

3.3.3 Kriteria Penerimaan (Kriteria Inklusi)


Pasien yang menderita campak yang berobat ke Poli Umum pada Bulan
Januari-Juni 2018.

3.3.4 Kriteria Penolakan (Kriteria Eksklusi)


Pasien menolak ikut serta dalam penelitian.
3.3.5 Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan pada studi deskriptif ini adalah menggunakan
total sampel, yakni semua pasien yang datang berobat ke Poli Umum dengan
diagnosis campak.

3.4 Teknik Pengambilan Data


Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah data sekunder yang
didapatkan secara langsung dari petugas puskesma yang mendata mengenai
campak di Puskesmas Krueng Barona Jaya.

Prosedur Penelitian
Pasien yang datang berobat ke Poli Umum dengan diagnosis campak akan
didata oleh petuga puskesmas, data tersebut selanjutnya akan digunakan oleh
peneliti.

Analisis Data Penelitian


Setelah dilakukan verifikasi terhadap kelengkapan data penelitian, data hasil
penelitian akan dianalisis. Analisis data pada penelitian ini berupa analisis
univariat dengan mengdeskripsikan variabel-variabel yang dinilai pada penelitian
ini dan disajikan dalam bentuk tabel maupun diagram.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Komunitas Umum


Krueng Barona Jaya adalah salah satu dari 23 kecamatan di Kabupaten Aceh
besar, Provinsi Aceh, Indonesia. Kecamatan ini terletak di dekat wilayah Ulee
Kareng, Banda Aceh. kecamatan Krueng Barona Jaya terdiri dari 12 desa dan 3
Mukim, yaitu Kemukiman Ulee Kareng/Lamreung yang terdiri dari 3 desa (Lueng
Ie, Meunasah Papeun dan Meunasah Baktrieng). Kemukiman Lam Ujong yang
terdiri dari 6 desa (Meunasah Baet, Meunasah Intan, Meunasah Manyang, Gla
Meunasah Baro, Rumpet dan Lamgapang) dan Kemukiman Pango yang terdiri
dari 3 desa (Miruk, Gla Deyah dan Lampermai). Lamreung dikenal sebagai
kampung halaman seorang pahlawan nasional Aceh, yaitu Teuku Nyak Arief yang
dimakamkan di wilayah tersebut.
Sejak 1 Januari 2014, Puskesmas Krueng Barona Jaya Aceh Besar melayani
pasien umum, pasien ASKES, JAMKESMAS maupun JKA di mana semuanya
mendapatkan pengobatan secara gratis dalam program Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial (BPJS).

4.1.1 Data Geografis


Secara administrasi Puskesmas Krueng Barona Jaya Kecamatan Krueng
Krueng Barona Jaya merupakan salah satu kecamatan dalam kabupaten Aceh
Besar yang berada dalam wilayah Provinsi Aceh dan merupakan Pemekaran di
wilayah Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Bulan Maret 2005.
Kecamatan Krueng Barona Jaya kedudukannya berada pada meridian bumi
antara 5,2°-5,8° Lintang Utara dan 95,0°-95,8° Bujur Timur. Topografi
wilayahnya dataran rendah. Oleh karena kedudukannya di jalur khatulistiwa,
curah hujan di Kabupaten ini tergolong tinggi yaitu antara 11-304 mm pertahun
dengan suhu udara berkisar 21-33°C. Luas wilayah mencakup 9,2 km 2 yang dibagi
atas 12 Desa, 44 Dusun dengan jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten ± 54 km 2
dan Ibu Kota Provinsi Aceh ± 6,5 km2 (Puskesmas Krueng Barona Jaya,2015).
Adapun batas wilayah Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar adalah
sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas
Darussalam, sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Ingin
Jaya, sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Puskesmas Kuta Baro, sebelah
Barat berbatasan dengan Kota Banda Aceh.

4.1.2 Data Demografi


Pertumbuhan penduduk kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh
Besar dalam 3 tahun terus bertambah walaupun tidak terlalu signifikan dimana
pada tahun 2011 jumlah penduduk ± 13.236 jiwa, tahun 2012 bertambah menjadi
± 13.770 jiwa dan pada tahun 2013 bertambah menjadi ± 14.419 jiwa. Pada tahun
2014 jumlah laki-laki sebanyak 7.604 jiwa dan perempuan 7.509 jiwa dengan
perbandingan jenis kelamin (sex rasio) 101.27 sedangkan rata-rata jumlah anggota
rumah tangga sebanyak 4,04 atau sudah mencapai kondisi ideal kepadatan rumah
tangga.
Angka kelahiran kasar / Crude Birth Rate (CBR) selama tahun 2013 adalah
2.18%. tingginya angka kelahiran kasar / Crude Birth Rate tentunya akan
meningkatkan angka pertumbuhan penduduk (Population Growth Rate) dan
memperbesar tanggungan penduduk (Dependecy Ratio). Dinamika penduduk
Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar bila disusun menurut
hirarki golongan umur termuda hingga golongan tertua akan namak bahwa
komposisi penduduk terbanyak berada pada usia muda < 30 tahun (59%). Dengan
demikian struktur penduduk Kecamatan ini merupakan struktur penduduk muda
atau tidak produktif (anak-anak dan remaja) lebih banyak.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk
Menrut Dea Kecamatan Krueng Barona Jaya Tahun 2014
No Desa Jumlah Jumlah Rumah Kepadatan
. Penduduk Tangga Penduduk (per km2)
1. Lampermai 971 170 1674,14
2. Miruk 928 258 1427,69
3. Gla Deyah 624 194 975,00
4. Gla Meunasah Baro 783 214 978,75
5. Meunaah Intan 809 217 1078,67
6. Meunasah Baet 1.072 232 1786,67
7. Meunasah Manyang 1.025 186 1576,92
8. Lamgapang 2.100 570 2000,00
9. Rumpet 711 180 817,24
10. Meunasah Baktrieng 1.898 509 2530,67
11. Lung Ie 997 187 1424,29
12. Meunasah Papeun 3.195 824 2662,50
Jumlah 15.113 3.741 1,636
Sumber : BPS Kabupaten Aceh Besar

4.1.3 Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Krueng Barona Jaya

Jumlah tenaga kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Krueng Barona


Jaya adalah 73 orang. Distribusi tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin
ilmu untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terdiri
dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai tidak tetap (PTT).
Tabel 4.2 Tenaga Kesehantan Puskesmas Krueng Barona Jaya tahun 2014
No Jenis Pegawai Jumlah (orang)
.
1. Dokter Umum 3
2. Dokter Gigi -
3. Bidan 38
4. Perawat 10
5. Perawat Gigi 2
6. Tenaga Kefarmasian 2
7. Tenaga Kesehatan Masyarakat 8
8. Tenaga Kesehatan Lingkungan 3
9. Nutrisionis 3
Total 69 orang

3.1.4 Sarana dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas Krueng Barona


Jaya
 Sarana Kesehatan
- 1 unit puskesmas induk dan 2 unit puskesmas pembantu milik
pemerintah serta 10 unit Poskedes
- Posyandu jumlahnya di wilayah kerja puskesmas Krueng Barona Jaya
sebanyak 13 dan Desa siaga 12
 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Kesehatan yang ada di puskesmas Krueng Barona Jaya, yaitu:
a. Ruang Kepala Puskesma : 1 unit
b. Kamar Pemeriksa : 2 unit
c. Poliklinik Gigi : 1 unit
d. Poliklinik Imunisasi : 1 unit
e. Poliklinik KIA : 1 unit
f. Poliklinik MTBS : 1 unit
g. Poliklinik Gizi : 1 unit
h. Poliklinik Usila : 1 unit
i. Ruang Tata Usaha : 1 unit
j. Laboratorium : 1 unit
k. Apotek : 1 unit
l. Ruang Bantu : 1 unit

Puskesmas Krueng Barona Jaya mempunyai fasilitas kesehatan berupa 2


Pustu (Lamreung dan Lam Ujong) dan 10 Poskedes (Lamgapang, Lueng Ie,
Meunasah Papeun, Gla Munasah Baroe, Meunasah Baktrieng, Lampermai,
Meunasah Manyang, Rumpet, Miruk dan Mneunasah Intan). Sedangkan upaya
pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas Krueng Barona Jaya ini adalah:
Upaya Kesehatan Wajib
1. Promosi Kesehatan
2. Kesehatan Lingkungan
3. Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berenana
4. Perbaikan Gizi Mayarakat
5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Serta Pengobatan

Upaya Kesehatan Pengembangan


1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
3. Upaya Keseatan Jiwa
4. Kesehatan Usia
5. Pembinaan Pengobatan Tradisional

Puskesmas Krueng Barona Jaya melaksanakan kesehatan menyeluruh dan


terpadu yaitu pengobatan, pencegahan, peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
dalam bentuk kegiatan, diantaranya:
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Kesehatan Gigi dan Mulut
3. Kesehatan Usia Lanjut
4. Usaha Peningkatan Gizi
5. Laboratorium Sederhana
6. Promosi Kesehatan
7. Kesehatan Lingkungan

4.2 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari – Juni 2018. Data diambil dari
hasil rekap rekam medis di Puskesmas Krueng Barona Jaya dan diperoleh hasil
sebanyak 7 orang menderita campak dalam 6 bulan terakhir.

4.2.1 Karakteristik Subjek


Jenis kelamin subyek pada penelitian ini didapatkan laki-laki 3 (42,8%)
subyek dan wanita 4 (57,2%) subyek sedangkan pada kelompok usia didapatkan
usia 40-49 tahun sebanyak 9 (45%) subyek, kelompok usia 50-59 tahun sebanyak
7 (35%) subyek dan usia >60 tahun sebanyak 4 (20%). Proporsi jenis kelamin dan
kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Proporsi jenis kelamin subyek
No. Karakteristik Jumlah (n=20)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 8
b. Perempuan 12

Tabel 4.2 Proporsi usia subyek

No. Karakteristik Jumlah (n=20)


1. Umur
a. 0-5 tahun 3
b. 5-10 tahun 3
c. ≥10 tahun 1

4.3 Pembahasan
Dari hasil tabel tersebut menunjukkan jika prevalensi campak di
Puskesmas Krueng Barona Jaya tidak begitu banyak. Dari tabel juga
menunjukkan jika penderita campak rata-rata berusia muda, banyak anak anak
yang terkena campak. Usia rata-rata penderita campak yaitu 7 tahun. Usia
penderita campak termuda yaitu berusia 2,5 tahun. Sedangkan untuk usia tertua
yaitu 15 tahun. Untuk jenis kelamin penderita campak diperoleh lebih banyak
perempuan yaitu 4 orang (57,1%) sedangkan laki-laki 3 orang (42,9%), namun
perbedaan ini tidak begitu signifikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidensi terjadinya campak
pada pasien yang melakukan kunjungan ke Poli Puskesmas Krueng Barona Jaya.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa campak terjadi lebih banyak menyerang
pada anak-anak. Hal tersebut sejalan dengan penelitian oleh Ardiyanto yang
menunjukkan jika distribusi frekuensi penderita penyakit campak adalah yang
berusia 6-10 tahun terdapat 22 kasus (44,9%), usia balita (1-5 tahun) terdapat 8
kasus (16,3%), usia 11-15 tahun terdapat 9 kasus (18,4%) dan usia 16-20 tahun
sebanyak 10 kasus (20,4%). Sedangkan menurut jenis kelamin pada penelitiam
oleh Ardiyanto menunjukkan jika penderita penyakit campak paling banyak
adalah laki-laki sebanyak 26 orang (53,1%) dan pada perempuan sebanyak 23
orang (46,9).[ CITATION Ana16 \l 1057 ]
Penelitian oleh Ulfah dkk. menunjukkan jika insidensi campak terbanyak
terjadi pada usia 13-60 bulan yaitu sebanyak 45 insidensi (73,8%). Hal ini
dikarenakan pada usia balita disebabkan oleh sistem imun belum matang pada
usia muda. Selama tahun pertama kehidupan, anak akan dilindungi oleh antibodi
maternal yang ditransfer dari ibu ke anaknya untuk melawan infeksi virus
campak. Antibodi maternal tersebut menurun pada saat bayi berusia 6-12 bulan.
Hal tersebut menyebabkan anak rentan terhadap penyakit campak.[ CITATION
Ing17 \l 1057 \m Ulf15]
Kasus campak menyerang pada anak-anak pra-sekolah dan usia SD.
Berdasarkan laporan Kemenkes RI diperoleh data pada tahun 2013, tercatat
11.521 kasus campak, lebih rendah dibandingkan tahun 2012 dengan jumlah kasus
15.987 dan jumlah kasus meninggal sebanyak 2 orang Sedangkan pada tahun
2014 dilaporkan kasus kejadian campak sebanyak 12.947 lebih tinggi
dibandingkan dengan kasus campak pada tahun 2013, sebanyak 11.521 dan
dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus.[ CITATION Ana16 \l 1057 ]
Selain itu, penelitian ini juga menilai faktor-faktor yang berkontribusi
dengan terjadinya campak, salah satunya yaitu imunisasi. Pada penelitian ini
hanya satu kasus yang diketahui memiliki status imunisasi yang lengkap,
sedangkan untuk kasus yang lain status imunisasinya tidak diketahui dengan jelas.
Penelitian oleh Giarsawan dkk. didapatkan hasil sebanyak 10 kasus (43,%%) tidak
mendapatkan imunisasi campak (tidak imunisasi lengkap) dan sebanyak 13 kasus
(56,5%) mendapatkan imunisasi campak (imunisasi lengkap). Status imunisasi
campak berpengaruh terhadap kejadian campak. Penelitian oleh Giarsawan dkk
juga menunjukkan anak yang mempunyai status imunisasi tidak lengkap memiliki
kemungkinan 16,923 kali lebih banyak beresiko terkena campak dibandingkan
anak dengan status imunisasi lengkap.[ CITATION Gia14 \l 1057 ]
Berdasarkan penelitian oleh Setia Budi yang menelitia faktor resiko
kejadian campak pada anak usia (0-59 bulan) menunjukkan jika faktor risiko anak
yang terbukti berhubungan dengan kejadian campak adalah status imunisasi, umur
anak dan pemberian vitamin A. Pada penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa
anak berusia 0-41 bulan berisiko terkena campak 2,46 kali dibandingkan dengan
anak berumur 42-69 bulan. Dari data surveilans rutin kasus campak pada tahun
2007, ditemukan sebanyak 18.488 kasus, 84% diantaranya anak yang tidak
diimunisasi dan proporsi yang terbesar (44%) adalah anak yang berusia dibawah 5
tahun. Demikian pula dengan kasus yang ditemukan pada tahun 2008, dari 14.148
kasus campak ditemukan sebanyak 78% merupakan anak yang tidak diimunisasi,
dengan proporsi yang hampir sama dengan tahun sebelumnya.[ CITATION
Bud123 \l 1057 ]

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAM

5.1 Kesimpulan

Penyakit campak atau dikenal juga dengan Morbili atau Measles adalah
suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus rubeola (campak) dan merupakan
penyakit yang sangat menular yang biasanya menyerang anak-anak. campak
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Negara Berkembang termasuk
Indonesia. Melihat masih adanya insidensi campak dikalangan masyarakat yang
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya status imunisasi yang tidak
lengkap, maka sangat diperlukan kesadaran masyarakat dan tindakan yang tepat
untuk mencegah terjadinya campak di masyarakat. Tujuan akhir dari program
penjegahan ini meliputi penurunan insidensi dan prevalensi campak, serta
penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat campak.

5.2 Saran

Diperlukan berbagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan ibu


penderita campak khususnya untuk berperan dalam mencegah timbulnya campak.
Pola hidup yang sehat dan menghindari semua faktor risiko yang dapat
menyebabkan munculnya campak perlu digalakkan di masyarakat. Selain itu
diperlukan juga pemberian vaksinasi campak pada anak-anak. Masyarakat secara
umum harus diberikan penyuluhan dan pengenalan lebih baik lagi mengenai
penyakit campak sehingga dapat menurunkan angka insidensi campak bahkan
menghilangkan insidensi campak di Puskesmas Krueng Barona Jaya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia KKR. Status Campak dan Rubella Saat Ini di Indonesia.


www.kemenkes.go.id. 1-2.
2. Mariz DR. Diagnosis dan Tatalaksana Morbili. J Medulla Unila. 2016;
4(3):40-44.
3. Halim RG. Campak Pada Anak. CDK-238. 2016; 43(3):186-188.
4. Yuningsih R. Pro Kontra Imunisasi Campak Rubela. Majalah Info Singkat
kesejahteraan Sosial. 2017; 9(18):9-12.
5. Direktorat Jenderal Pencegahan dan pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi
Measles Rubella (MR): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2017:1-13.
6. Coughlin MM, Beck AS, Bankamp B, Rota PA. Perspective on Global
Measles Epidemiology and Control and the Role of Novel Vaccination
Strategies. Viruses. 2017; 9(11):1-3.
7. The Departement of Immunization VaB. Manual for the Laboratory
Diagnosis of Measles and Rubella Virus Infection. 2nd ed. Genewa 27,
Switzerland: World Health Organization; 2007:4-9.
8. Ingridara N, Garna H, Budiman. Hubungan Usia, Status Gizi dan Status
Imunisasi dengan Kejadian Campak pada Anak Usia 0-5 Tahun di Rumah
Sakit Umum Daerah Al Ihsan Periode Januari 2016 - Mei 2017. BaMGMH.
2017; 1(1):49-53.
9. Liwu TS, Rampengan NH, Tatura SNN. Hubungan Status Gizi dengan Berat
Ringannya Campak pada Anak. eCL. 2016 Januari-Juni; 4(1):237-240.
10. Mujiati E, Mutahar R, Rahmawati A. Faktor Risiko Kejadian Campak pada
Anak Usia 1-14 Tahun di Kecamatan Metro Pusat Provinsi Lampung Tahun
2013-2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015 Juli; 6(2):100-107.
11. Munasir Z. Pengaruh Suplementasi Vitamin A Terhadap Campak. Sari
Pediatri. 2000 Agustus; 2(2):72-76.
12. Laksono BM, D. R, McQuaid S, Duprex WP, Swart RLd. Measles Virus
Host Invasion and Pathogenesis. Viruses. 2016; 8(210):1-6.
13. Centers for Disease Control and Prevention. Epidemiology and Prevention
of Vaccine-Preventable Diseases, 13 Edition. 2015. 209-213.
14. Bichon A, Aubry C, Benarous L, Drouet H, Zandotti C, Parola P, et al. Case
Report: Ribavirin and Vitamin A in a Severe Case of Measles. Medicine.
2017; 96(50):1-3.
15. Infodatin. Situasi Imunisasi di Indonesia. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.1-12.
16. Meales Elimination Field Guide Second Edition: Pan American Health
Organization; 2005:11-13.
17. Ardiyanto, Bayu S. Analisis Faktor Risiko Dengan Kejadian Campak di
Kabupaten Boyolali. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah , Program Studi Kesehatan Masyarakat; 2016:4.
18. Ulfah M, Hernowo BS, Husin F, Rusmil K, Dhamayanti M, Mose JC.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Campak pada
Balita di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. IJEMC. 2015; 2(2, 25-26).
19. Giarsawan N, Asmara IWS, Yulianti AE. Faktor0Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Campak di WIlayah Puskesmas Tejakula 1
Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 2014; 4(2):140-145.
20. Budi Dwi Agus S. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Campak pada Peristiwa Kejadian Luar Biasa Campak Anak (0-59 Bulan) di
Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2011. Depok:
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan
Masyarakat; 2012:75-78.

x
1. Indonesia KKR. Status Campak dan Rubella Saat Ini di Indonesia.
www.kemenkes.go.id.
2. Mariz DR. Diagnosis dan Tatalaksana Morbili. J Medulla Unila. 2016 Januari;
4(3).
3. Halim RG. Campak Pada Anak. CDK-238. 2016; 43(3).
4. Yuningsih R. Pro Kontra Imunisasi Campak Rubela. Majalah Info Singkat
kesejahteraan Sosial. 2017 Agustus.
5. RI DJPdpPKK. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Measles Rubella (MR):
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.
6. Coughlin MM, Beck AS, Bankamp B, Rota PA. Perspective on Global Measles
Epidemiology and Control and the Role of Novel Vaccination Strategies.
Viruses. 2017 January; 9(11).
7. The Departement of Immunization VaB. Manual for the Laboratory Diagnosis
of Measles and Rubella Virus Infection. 2nd ed. Genewa 27, Switzerland:
World Health Organization; 2007.
8. Ingridara N, Garna H, Budiman. Hubungan Usia, Status Gizi dan Status
Imunisasi dengan Kejadian Campak pada Anak Usia 0-5 Tahun di Rumah Sakit
Umum Daerah Al Ihsan Periode Januari 2016- Mei 2017. BaMGMH. 2017;
1(1).
9. Liwu TS, Rampengan NH, Tatura SNN. Hubungan Status Gizi dengan Berat
Ringannya Campak pada Anak. eCL. 2016 Januari-Juni; 4(1).
10. Mujiati E, Mutahar R, Rahmawati A. Faktor Risiko Kejadian Campak pada Anak
Usia 1-14 Tahun di Kecamatan Metro Pusat Provinsi Lampung Tahun 2013-
2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015 Juli; 6(2).
11. Munasir Z. Pengaruh Suplementasi Vitamin A Terhadap Campak. Sari Pediatri.
2000 Agustus; 2(2).
12. Laksono BM, D. R, McQuaid S, Duprex WP, Swart RLd. Measles Virus Host
Invasion and Pathogenesis. Viruses. 2016; 8(210).
13. Prevention CfDCa. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable
Diseases, 13 Edition. 2015 April.
14. Bichon A, Aubry C, Benarous L, Drouet H, Zandotti C, Parola P, et al. Case
Report: Ribavirin and Vitamin A in a Severe Case of Measles. Medicine. 2017.
15. Infodatin. Situasi Imunisasi di Indonesia. , Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
16. Meales Elimination Field Guide Second Edition: Pan American Health
Organization; 2005.
17. Analisis Faktor Risiko Dengan Kejadian Campak di Kabupaten Boyolali.
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah , Program
Studi Kesehatan Masyarakat; 2016.
18. Ulfah M, Hernowo BS, Husin F, Rusmil K, Dhamayanti M, Mose JC. Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Campak pada Balita di
Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. IJEMC. 2015; 2(2, 25-26).
19. Giarsawan N, Asmara IWS, Yulianti AE. Faktor0Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Campak di WIlayah Puskesmas Tejakula 1 Kecamatan Tejakula
Kabupaten Buleleng Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2014; 4(2,
140-145).
20. Budi DAS. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Campak pada
Peristiwa Kejadian Luar Biasa Campak Anak (0-59 Bulan) di Kota
Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2011. Depok: Program Pasca
Sarjana Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat; 2012.
x

Anda mungkin juga menyukai