Anda di halaman 1dari 5

ROH KUDUS MENJADIKAN KITA MURID KRISTUS

1. Para murid dan masa


Sebelum Tuhan Yesus naik ke surga sesudah kebangkitan-Nya, Ia memberikan
perintah kepada para murid-Nya untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia: "Kepada-Ku
telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Mat.
28:18-20)
Tuhan memberikan perintah untuk mewartakan Injil, bukan hanya supaya semua
orang percaya kepada-Nya, melainkan supaya semua yang percaya itu menjadi murid. Apa
bedanya antara para murid dan yang lain ?
Diantara mereka yang mengikuti Yesus dapat kita bedakan antara para murid dan
orang banyak, antara mereka yang berseru-seru: "Tuhan, Tuhan" (Luk. 6:46) dan para
murid yang mengikuti Yesus. Orang banyak telah menyaksikan mukjizat-mukjizat Yesus.
Mereka menjadi amat antusias dan mau menjadikan Dia raja. Tetapi, ketika kemudian
Yesus berbicara tentang sesuatu yang lain, yaitu bahwa orang harus makan daging-Nya dan
minum darah-Nya, artinya Ekaristi, mereka mengukur sabda Tuhan dengan pengertian
mereka yang picik. Mereka tidak mengerti dan tidak mau menerima sabda Tuhan dan
karenanya banyak yang meninggalkan Yesus.
Tetapi Yesus tidak menarik kembali perkataan-Nya, melainkan malahan menantang
keduabelas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yoh. 6:67) Berbeda dengan
orang banyak, para murid yang duabelas itu, karena hubungannya yang mesra dengan
Yesus, mau tetap setia kepada-Nya, walaupun saat itu mereka mungkin juga tidak mengerti
segala sesuatu yang dikatakan Yesus, namun mereka tahu, bahwa Yesus memiliki sabda
kehidupan. Karena itu Petrus menjawab atas nama para murid: "Tuhan, kepada siapakah
kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal dan kami telah percaya
dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah." (Yoh. 6:68-69)
Pada suatu hari orang banyak dengan antusias berteriak-teriak: Hosana Putera Daud !
Hosana Putera Daud! Akan tetapi, beberapa hari kemudian mereka kena hasut dan
berbalik: Salibkan, salibkan! Orang-orang yang hanya hidup massa, dalam gerombolan,
dalam kerumunan orang banyak, tidak setia, tidak kuat.
Orang banyak berseru dan berteriak: "Yesus, tolong kami." Tentu saja maksudnya,
menurut keinginan kami. Dengan demikian memperalat Allah untuk kepentingan diri sendiri.
Sebaliknya murid yang sejati akan berkata, "Tuhan, apakah yang Kaukehendaki supaya
kuperbuat?" Murid yang sejati pertama-tama mencari kehendak Tuhan, karena dia tahu,
bahwa itulah yang paling berharga dan paling banyak mendatangkan kebahagiaan sejati. Ia
tahu, bahwa rencana Allah itulah yang terbaik. Murid yang sejati pertama-tama mencari
Kerajaan Allah sebagai ungkapan kehendak Allah, "Carilah lebih dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya." (Mat. 6:33)

2. Murid-murid Yesus yang sejati


Dalam hidup-Nya Yesus mengalami kegagalan dengan orang banyak karena Dia
mengecewakan pengharapan mereka yang duniawi. Sebaliknya, Ia telah berhasil
membentuk keduabelas rasul. Mereka inilah yang kemudian menjadi dasar Gereja-Nya.
Mereka itu merupakan pelipatgandaan diri-Nya sendiri. Para murid merupakan kelompok
pengikut yang setia, karena mereka mencintai Yesus, biarpun sebagai manusia mereka itu
tetap manusia yang lemah.
Hubungan Guru-murid pada zaman Yesus, lain sekali dengan pengertian sekarang ini.
Antara mereka ada hubungan pribadi yang amat mendalam. Hubungan ini bahkan lebih
penting daripada hubungan antara ayah dan anak. Seorang ayah adalah pemberi hidup
kodrati kepada anaknya, namun seorang guru memberikan rahasia hidup yang baik, yang
berkenan kepada Allah. Karenanya pengajar hidup yang baik ini lebih penting daripada
pemberi hidup kodrati saja.
Yang diajarkan guru-guru Yahudi adalah rahasia hidup yang baik, bagaimana caranya
hidup dengan baik. Tetapi yang diberikan Yesus, Sang Guru Sejati, ialah hidup yang baik itu
sendiri, yang bukan lain adalah hidup-Nya sendiri. Bila Yesus bersabda, "Marilah, ikutilah
Aku," itu berarti: "Marilah, hayatilah hidup ini bersama dengan Aku."

3. Sikap seorang murid


Kita adalah murid-murid Yesus, bila kita menghayati hidup-Nya. Bila kita belajar
daripada-Nya, bagaimana harus hidup serta menerima dari Dia kekuatan untuk
menghayatinya, kita dapat berkata, "Kami ini adalah murid-murid Yesus." Para murid
datang ke rumah gurunya dan hidup bersama dia serta menjadi pelayannya. Mereka
melayani gurunya dalam segala hal yang kecil-kecil. Mereka melakukan segala sesuatu
yang biasanya dilakukan oleh seorang pelayan. Seorang murid adalah pelayan gurunya.
Dari dia ia dapat belajar tentang rahasia kehidupan secara konkrit. Para murid menghendaki
segala sesuatu yang diajarkan gurunya. Demikian pula hubungan kita dengan Yesus Sang
Guru. Kita harus hidup bersama Dia, melayani Dia, dan belajar dari Dia.
Sekarang yang menjadi pertanyaan ialah: Apakah aku ingin, agar ajaran Yesus
menjadi segala-galanya bagiku? Apakah aku mau membentuk seluruh hidupku sesuai
dengan seluruh ajaran-Nya? Secara konkrit itu berarti, membentuk dan menghayati
hidupku sesuai dengan Injil yang diwartakan-Nya tanpa kompromi? Bila dengan jujur kita
dapat menjawab "ya", kita sungguh-sungguh adalah murid-murid Yesus. Para murid
berjalan di belakang gurunya, tidak di sampingnya dan karena itu mereka mengikutinya.
Bila Sang Guru berbicara, para murid mendengarkan. Yesus berbicara dengan kuasa,
dengan kewibawaan yang besar. Ia memerintah, sebab Ia adalah Sang Guru. Guru
berbicara dengan penuh kewibawaan dan para murid taat. Akan tetapi dewasa ini, ketaatan
merupakan sesuatu yang langka, yang sulit didapat. Tetapi para murid taat kepada Yesus.
Yesus sendiri juga taat kepada Yosef dan Maria dan tumbuh dalam hikmat dan
kebijaksanaan, dan semakin dicintai oleh Allah dan manusia (bdk. Luk. 2:51-52). Kemudian
hari dalam karya-Nya di muka umum, Yesus selalu mencari kehendak BapaNya dan taat
kepadaNya. Makanan-Nya ialah melakukan kehendak Bapa-Nya (lih. Yoh. 4:34). Demikian
pula dengan tegas Ia menyatakan, bahwa Ia telah turun dari surga bukan untuk melakukan
kehendak-Nya sendiri, melainkan kehendak Bapa (bdk. Yoh. 6:38). Karena itu Bapa sangat
berkenan kepada-Nya:"Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara
tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku. Dan Ia, yang telah mengutus
Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa
yang berkenan kepada-Nya." (Yoh 8:28-29) Karena itu Yesus sungguh-sungguh besar di
hadapan Allah dan manusia. Demikian pula seorang murid akan menjadi besar di hadapan
Allah dan manusia, bila Ia selalu mendengarkan Sang Guru dan melakukan kehendak-Nya.

4. Hubungan Guru dan murid


Hubungan antara Sang Guru dan murid-murid-Nya sungguh dalam, hangat, mesra,
dan nyata. Ia menjadikan murid-murid-Nya saudara-saudara-Nya. “Bagaimanakah caranya
Ia mengajar para murid-Nya?” Ia membiarkan para murid bekerja sama dengan Dia,
membantu Dia dalam pelayanan-Nya. Yesus juga ingin mengajar kita pula sekarang ini:
Marilah dan bantulah Aku menyelamatkan umat manusia. Dengan bekerja sama dengan Dia
kita akan belajar bagaimana Ia mencintai, menyembuhkan, bagaimana sikap-Nya terhadap
orang-orang, dalam situasi tertentu. "Jika engkau tidak menyangkal dirimu sendiri, engkau
tidak akan mampu menjadi murid-Ku, tidak akan mampu mencintai dan melayani seperti
Aku." (bdk. Mat. 16:24)
Seperti Yesus kita akan belajar menerima orang-orang berdosa dengan belaskasihan.
Tanda bahwa kita sungguh-sungguh mencintai, ialah bahwa orang berdosa berani datang
kepada kita tanpa takut diadili. Seorang murid sejati menyadari, bahwa ia sudah bukan
miliknya sendiri, tetapi milik Kristus. Hidupnya pun sudah bukan hidupnya sendiri,
melainkan hidup Kristus. "Aku hidup, tetapi sudah bukan aku lagi yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam Aku." (Gal. 2:20) "Pikullah salibmu dan ikutilah Aku" (Mrk.
8:34). Kehendak Yesus lebih penting daripada hidupku sendiri.
Yesus harus menjadi Tuhan atas segalanya. Ia minta segalanya dari kita, supaya Ia
dapat membentuk kita secara sempurna. Seorang murid harus menghayati hidup yang
sama seperti gurunya. Maka cara hidupnya ditentukan oleh Sang guru. Karena itu kita
harus belajar mendengarkan sabda Allah dengan duduk diam di kaki Yesus. Supaya dapat
melaksanakan hal itu, kita harus bertanya pada diri sendiri: Prioritas mana yang harus ada
dalam hidupku? Tidak hanya secara teoritis, tetapi secara nyata. Murid yang sejati ingin
memiliki semangat yang sama seperti Gurunya. Tetapi hal itu hanya mungkin bila kita
berani “duduk diam di kaki Yesus," menjadi prioritas utama dalam hidup kita. Akan tetapi
yang menjadi soal sekarang ialah, “Beranikah aku melaksanakan hal itu? Aku mau menjadi
murid, tetapi tidak punya waktu untuk mendengarkan Dia? Kalaupun aku kadang-kadang
mengambil waktu untuk bersama Dia, bukankah seringkali aku terus yang bicara dan tidak
memberikan kesempatan kepada Dia untuk bicara kepadaku? Padahal yang terpenting
bukanlah apa yang kukatakan kepada-Nya, melainkan apa yang dikatakan-Nya kepadaku.”
Sesungguhnya Yesus ingin sekali berbicara kepada kita, serta memberikan bimbingan
kepada kita. Namun, bagaimanakah mungkin Dia akan berbicara kepada kita, bila kita tidak
memberikan kesempatan kepada-Nya? Karena itu sebagai murid Kristus prioritas kita yang
utama haruslah duduk diam di kaki Yesus untuk mendengarkan Dia.
Kalau demikian, kita akan diberi-Nya kuasa untuk dapat melakukan pekerjaan yang
dilakukan-Nya sendiri, bahkan yang lebih besar daripada itu: "Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-
pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu."
(Yoh. 14:12)
Maka kita akan memiliki keberanian meminta apa saja dalam nama Yesus dan Dia
akan mengabulkan permohonan kita itu, seperti yang disabdakan-Nya sendiri: "Jikalau
kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang
kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yoh. 15:7) Bahkan Tuhan sendiri rindu,
agar kita sebagai murid yang baik, dapat berdoa penuh keyakinan dan dikabulkan. Bahkan
Tuhan Yesus sendiri mendesak, agar kita belajar minta dalam nama-Nya: "Sampai sekarang
kamu belum minta sesuatu pun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima,
supaya penuhlah sukacitamu." (Yoh. 16:24)

5. Dibentuk oleh Roh Kudus menjadi murid yang sejati


Sebelum Yesus naik ke surga para murid masih lemah sekali, pikirannya masih penuh
perkara-perkara keduniawian. Mereka juga penakut. Tetapi, ketika pada hari Pentakosta
Roh Kudus turun atas para murid Yesus, kehidupan mereka berubah secara total. Dari
orang-orang yang serba takut terhadap orang-orang Yahudi, mereka menjadi saksi Kristus
yang meyakinkan dan berani. Mereka sudah tidak memikirkan diri sendiri lagi, atau
keselamatan sendiri, melainkan hatinya dipenuhi dengan Yesus dan ingin memberikan
kesaksian tentang Dia. Secara nyata, sebagai contoh, Roh Kudus telah mengubah Petrus
dan menjadikan dia saksi Yesus yang penuh keyakinan dan keberanian. Bahkan dihadapan
para pemuka Yahudi, ia tidak gentar memberikan kesaksian, bahwa Yesus adalah Tuhan,
karena Roh Kudus: "Maka jawab Petrus penuh dengan Roh Kudus: Hai pemimpin-pemimpin
umat dan tua-tua..." (Kis. 4:8) Bahkan ketika dilarang supaya jangan berbicara atau
mengajar lagi dalam nama Yesus, Petrus dengan berani menjawab: "Silakan kamu putuskan
sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah."
(Kis. 4:19) Padahal sebelum kebangkitan Tuhan, Petrus hanya karena ditanya seorang
hamba perempuan saja sudah ketakutan setengah mati lalu menyangkal Tuhan.
Mereka sadar, bahwa Roh Kudus telah menjadikan mereka anak-anak Allah: "Kamu
telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya
Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-
anak Allah." (Rm. 8:15-16)
Roh Kudus juga menyadarkan para murid, bahwa Yesus itu sungguh-sungguh Tuhan,
karena tak seorang pun dapat berkata, bahwa Yesus adalah Tuhan, jika tidak dalam Roh
Kudus (bdk. 1 Kor. 12:3) Kehadiran Roh Kudus akan meyakinkan mereka, siapa Yesus itu,
dan karenanya mereka dapat memberikan kesaksian tentang Dia dengan penuh keyakinan:
"Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu, dan kamu akan menjadi
saksi-Ku" (Kis. 1:8; bdk. Kis. 5:32).
Kecuali itu Roh Kudus membimbing dan mengajar para murid, seperti yang dijanjikan
Yesus sendiri, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan
mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yoh. 14:26) Contoh
yang jelas dan konkrit kita jumpai dalam Kisah Para Rasul, antara lain:
Roh Kudus menjiwai: "Maka jawab Petrus penuh dengan Roh Kudus." (Kis. 4:8)
Roh Kudus berbicara: "Lalu kata Roh kepada Filipus: Pergilah kesitu dan dekatilah kereta
itu" (Kis. 8:29), dan "Ketika Petrus sedang berpikir tentang hal itu, berkatalah Roh: Ada
tiga orang mencari engkau. Bangunlah, turunlah ke bawah dan berangkatlah bersama-sama
dengan mereka,jangan bimbang, sebab Aku yang menyuruh mereka kemari" (Kis. 10:19-
20)
Roh juga mendorong orang berbicara: "Tetapi mereka tidak sanggup melawan
hikmatnya dan Roh yang mendorong mereka berbicara.” (Kis. 6:10)
Roh juga membimbing para murid dalam pewartaan: “Ia menyuruh Saulus dan
Barnabas pergi. Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa,
berkatalah Roh Kudus: Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah
Kutentukan bagi mereka." (Kis. 13:2)
Tetapi Roh Kudus juga melarang mereka untuk pergi ke suatu tempat tertentu:
"Mereka melintasi tanah Frigia ... karena Roh Kudus mencegah mereka untuk mewartakan
Injil di Asia." (Kis. 16:6)
Mereka bergaul erat mesra dengan Roh Kudus yang membimbing mereka dan
menjadikan mereka murid-murid Yesus yang sejati. Hidupnya meyakinkan, pergaulannya
dengan Tuhan nyata sekali, kasih persaudaraannya sangat besar, pewartaannya sungguh
efektif, penuh tanda dan kuasa dan dengan demikian membawa banyak orang kepada
pertobatan dan pengenalan Allah.

Anda mungkin juga menyukai