Anda di halaman 1dari 6

Page 1 of 6

WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Pengeritian wilayah negara


Wilayah negara merupakan daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas batas suatu
negara, dimana dalam wilayah tersebut negara dapat melaksanakan kekuasaanya, menjadi
tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat untuk mengorganisir dan
menyelenggarakan pemerintahannnya.
a. Daratan
Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup dua negara atau lebih,
pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat. Misalnya:
• 1) Traktat antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891 menentukan batas
wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.
• 2) Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas
tertentu dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973.
b. Lautan
Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah lautan, yaitu res
nullius dan res communis.
• 1). Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu dapat diambil dan
dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini dikem-bangkan oleh John Sheldon (1584 -
1654) dari Inggris dalam buku Mare Clausum atau The Right and Dominion of The Sea.
• 2). Res communis adalah konsepsi yang beranggapan bahwa laut itu adalah milik
masyarakat dunia sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara.
Konsepsi ini kemudian dikembangkan oleh Hugo de Groot (Grotius) dari Belanda pada tahun
1608 dalarn buku Mare Liberum (Laut Bebas). Karena konsepsi inilah, kemudian Grotius di
anggap sebagai bapak hukum internasional.
Dewasa ini, masalah wilayah lautan telah memperoleh dasar hukum yaitu Konferensi Hukum
Laut Internasional III tahun 1982 yang diselenggarakan oleh PBB atau United Nations
Conference on The Law of The Sea (UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB itu ditandatangani
oleh 119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan di dunia tanggal 10 Desember
1982.
Dalam bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai berikut :

a. Batas Laut Teritorial


Page 2 of 6

Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang jaraknya sampai 12 mil laut,
diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.
b. Batas Zona Bersebelahan
Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari pantai adalah batas zona
bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan menghukum
pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea-cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban
negara.
c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari pantai.
Di dalam wilayah ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan alam lautan
serta melakukan kegiatan ekonomi tertentu. Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas
wilayah itu, serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah lautan itu. Negara pantai
yang bersangkutan berhak menangkap nelayan asing yang kedapatan menangkap ikan dalam
ZEE-nya.
d. Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah
ini negara pantai boleh mengadakan eksplorasi dan eksploitasi, dengan kewajiban membagi
keuntungan dengan masyarakat internasional.
c. Udara
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di forum internasional mengenai kedaulatan di ruang
udara. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang kemudian diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago 1944
menyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang
udara di atas wilayahnya. Mengenai ruang udara (air space), di kalangan para ahli masih
terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan batas jarak ketinggian di ruang udara yang
sulit diukur. Sebagai contoh, Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982
menyatakan bahwa wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer adalah
35.761 km.
d. Daerah Ekstrateritorial
Daerah Ekstrateritorial adalah daerah atau wilayah kekuasaan hukum suatu negara yang
berada dalam wilayah kekuasaan hukum Negara lain. Berdasarkan hukum internasional yang
mengacu pada hasil Reglemen dalam Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun
1818, pada perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah ekstrateritorial.
Di daerah ekstrateritorial berlaku larangan bagi alat negara, seperti polisi dan pejabat
kehakiman, untuk masuk tanpa izin resmi pihak kedutaan. Daerah itu juga bebas dari
pengawasan dan sensor terhadap setiap kegiatan yang ada dan selama di dalam wilayah
perwakilan tersebut.
Daerah ekstrateritorial dapat juga diberlakukan pada kapal-kapal laut yang berlayar di laut
terbuka di bawah bendera suatu negara tertentu.

B. Wilayah Negara
Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau lautan (perairan), lazim
dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral serta multilateral. Batas antara satu negara
dengan negara lain dapat berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan
Page 3 of 6

batas buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang tembok. Ada juga
negara yang menggunakan batas menurut geofisika berupa garis lintang.

Batas suatu wilayah negara yang jelas sangat penting artinya bagi keamanan dan kedaulatan
suatu negara dalam segala bentuknya. Kepentingan itu juga berkaitan dengan pemanfaatan
kekayaan alam, baik di darat maupun di laut, pengaturan penyelenggaraan pemerintahan
negara, dan pemberian status orang-orang yang ada di dalam negara bersangkutan.Indonesia
sebagai negara kepulauan mempunyai perbatasan darat dengan 3 (tiga) negara tetangga
(Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste) serta 11 perbatasan laut dengan negara tetangga
(India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Federal State of Micronesia,
Papua Nugini, Timor Leste dan Australia).

Adapun perbatasan udara mengikuti perbatasan darat dan perbatasan teritorial laut antar
negara. Hingga saat ini penetapan batas dengan negara tetangga masih belum semua dapat
diselesaikan. Permasalahan penetapan perbatasan negara saat ini masih ada yang secara
intensif sedang dirundingkan dan masih ada yang belum dirundingkan. Kondisi situasi
demikian menjadi suatu bentuk ancaman, tantangan, hambatan yang dapat mengganggu
kedaulatan hak berdaulat NKRI. Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang
memiliki 17.504 pulau besar dan kecil,] sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang
menyebar disekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak
pada koordinat 6°LU – 11°08'LS dan dari 95°'BT – 141°45'BT serta terletak di antara dua benua
yaitu benua Asia dan benua Australia/Oseania.

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km².
Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana setengah populasi Indonesia
bermukim. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatra
dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas
189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Batas wilayah Indonesia diukur dari
kepulauan dengan menggunakan territorial laut: 12 mil laut serta zona ekonomi eksklusif: 200
mil laut, searah penjuru mata angin, yaitu:
1.Utara
Negara Malaysia dengan perbatasan sepanjang 1.782 km[34], Singapura, Filipina, dan Laut
Tiongkok Selatan. Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia (bagian timur), tepatnya
di sebelah utara pulau Kalimantan
2.Timur
Negara Papua Nugini dengan perbatasan sepanjang 820 km[34], Timor Leste, dan Samudra
Pasifik
3. Selatan
Negara Australia, Timor Leste, dan Samudra Indonesia. Indonesia sebelah selatan berbatasan
langsung dengan wilayah darat Timor Leste, Perairan Australia dan Samudera Hindia.
4.Barat
Samudra Indonesia. Sebelah barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia dan perairan negara India.
Page 4 of 6

Permasalahan perbatasan yang muncul dari luar (eksternal) adalah: adanya berbagai
pelanggaran wilayah darat, wilayah laut dan wilayah udara kedaulatan NKRI. Disini rawan
terjadi kegiatan illegal seperti:
1. illegal logging,
2. illegal fishing,
3. illegal trading,
4. illegal traficking dan
5. trans-national crime

Hal tersebut merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan yang akan dapat
berubah menjadi ancaman potensial apabila pemerintah kurang bijak dalam menangani
permasalahan tersebut.
Sedangkan permasalahan perbatasan yang muncul dari dalam (internal) adalah: tingkat
kesejahteraan dan tingkat pendidikan SDM yang masih rendah, kurangnya sarana prasarana
infrastruktur dan lain-lain sehingga dapat mengakibatkan kerawanan dan pengaruh dari
negara tetangga.

Perbatasan negara merupakan manifestasi dari kedaulatan wilayah suatu negara, dan
mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan
sumber kekayaan alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Idealnya wilayah
perbatasan juga sekaligus berfungsi sebagai “frontier” atau sebagai wilayah yang dapat untuk
memperluas pengaruh (sphere of influence) dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan terhadap negara-negara disekitarnya, sehingga pembangunan
wilayah perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional
yang meliputi semua aspek kehidupan.

Oleh karena itu wilayah perbatasan bukan merupakan bidang masalah tunggal tetapi
merupakan masalah multidemensi yang memerlukan dukungan politik nasional untuk
mengatasinya.

Kementerian Luar Negeri sebagai ujung tombak pemerintah bagi penyelesaian batas wilayah
dengan negara-negara tetangga, bersama dengan kementerian-kementerian dan lembaga
terkait lainnya turut serta merumuskan kebijakan dan hal-hal teknis yang diperlukan untuk
menghadapi perundingan-perundingan dengan negara-negara tetangga.

Selain itu, pemerintah telah berupaya untuk menggunakan diplomasi dan perundingan yang
lebih baik bagi penyelesaian batas wilayah yang belum tuntas dengan negara-negara
tetangga, dan upaya tersebut juga untuk mencegah terjadinya ketegangan di batas wilayah
negara. Untuk itu, masalah perbatasan hanya bisa diselesaikan oleh negara-negara tersebut
yang terkait langsung dengan kepentingannya, sehingga permasalahan batas wilayah tidak
bisa diselesaikan oleh salah satu negara saja tetapi melibatkan negara-negara lainnya. Dengan
demikian setiap ada permasalahan terkait masalah batas wilayah negara diharapkan dapat
diselesaikan dengan cara diplomasi atau perundingan-perundingan walaupun membutuhkan
waktu yang relatif lama.
Page 5 of 6

Negara Kesatuan

Konsepsi negara kepulauan diterima oleh masyarakat internasional dan dimasukan kedalam
UNCLOS III 1982, terutama pada pasal 46. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa, “Negara
Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan
dapat mencakup pulau-pulau lain”. Sedangkan pengertian kepulauan disebutkan sebagai, “
kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan
lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga
pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi,
ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis diangap sebagai demikian.” Dan
dalam sejarah hukum laut Indonesia sudah dijelaskan dalam deklarasi Juanda 1957, yaitu
pernyataan Wilayah Perairan Indonesia:

“Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian
pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan tidak memandang luas atau lebarnya
adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan RI dan dengan demikian
merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak
daripada negara RI”.

Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia disebutkan
bahwa, “Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih
kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.” Sementara itu, dimasukannya poin-poin
negara kepulauan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 yang berisi 9 pasal, yang berisi
antara lain: Ketentuan-ketentuan tentang negara-negara kepulauan, garis-garis pangkal lurus
kepulauan, status hukum dari perairan kepulauan, penetapan perairan pedalaman, dalam
perairan kepulauan, hak lintas damai melalui perairan kepulauan, hak lintas alur-alur laut
kepulauan, hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam pelaksanan hak lintas
alur-alur laut kepulauan.

Pengaturan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 dimulai dengan penggunaan istilah
negara kepulauan (archipelagic state). Pada pasal 46 butir (a) disebutkan bahwa, “negara
kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri satu atau lebih kepulauan dan dapat
mencakup pulau-pulau lain (pasal 46 butir (a). Maksud dari pasal 46 butir (a) tersebut adalah,
secara yuridis, pengertian negara kepulauan akan berbeda artinya dengan definisi negara
yang secara geografis wilayahnya berbentuk kepulauan. Hal ini dikarenakan, dalam pasal 46
butir (b) disebutkan bahwa kepulauan adalah suatu gugusan pulau-pulau, termasuk bagian
pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya
demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan
suatui kesatuan geografis, ekonomi dan politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap
sebagai demikian. Dengan kata lain, pasal 46 ini membedakan pengertian yuridis antara
negara kepulauan (archipelagic state) dengan kepulauan (archipelago) itu sendiri (Agoes
2004).
Page 6 of 6

Indonesia menuangkan Konsepsi Negara Kepulauan dalam amandemen ke 2 UUD 1945 Bab
IXA tentang wilayah negara. Pada pasal 25 A berbunyi ” Negara Kesatuan RI adalah negara
kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah-wilayah yang batas-batasnya dan hak-
haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu, dalam pasal 2 Undang-Undang No 6
tahun 1996 tentang Perairan indonesia, pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan
bahwa negara RI adalah negara kepulauan.

Sebagaimana yang disyaratkan oleh pasal 46 Konvesni Hukum laut PBB 1982, tidak semua
negara yang wilayahya terdiri dari kumpulan pulau-pulau dapat di anggap sebagai negara
kepulauan. Dari peraturan peundang-undangan nasional yang dikumpulkan oleh UN-DOALOS
ada 19 negara yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
negara kepulauan, yaitu; Antigua dan Barbuda, Bahama, Komoro, Cape Verde, Fiji, Filipina,
Indonesia, Jamaika, Kiribati, Maldives, Kepulauan Marshall, PNG, Kepulauan Solomon, Saint
Vincent dan Grenadines, Sao Tome dan Principe, Seychelles, Trinidad dan Tobago, Tuvalu, dan
Vanuatu (Agoes 2004).

Selanjutnya dalam peraturan pelaksanannya, pemerintah RI mengeluarkan PP No 38 tahun


2002 tentang Daftar Koordinat Geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. Pada
pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk
menetapkan lebar laut teritorial. Sedangkan penarikan garis pangkal kepulauan dilakukan
dengan menggunakan; garis pangkal lurus kepulauan, garis pangkal biasa garis pangkal lurus,
garis penutup teluk, garis penutup muara sungai, terusan dan kuala, serta garis penutup pada
pelabuhan.

Namun kepemilikan Indonesia terhadap pulau-pulau kecil, khususnya pulau-pulau terluar


yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, masih menyisakan permasalahan.
Kalahnya pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia telah mamberikan pelajaran kepada
Indonesia dimuka Internasional. Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah RI hanya sekedar
memilki tanpa mempunyai kemampuan untuk menguasai dan memberdayakannya. Berkaca
dari maraknya potensi konflik dipulau-pulau kecil terluar, pemerintah Indonesia
mengeluarkan Perpres No 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.
Perpres tersebut bertujuan untuk:
1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa
serta menciptakan stabilitas kawasan.
2. Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.
3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar juga diharapkan dapat mengatasi ancaman keamanan
yang meliputi kejahatan transnasional penangkapan ikan ilegal, penebangan kayu ilegal,
perdagangan anak-anak dan perempuan (trafficking), imigran gelap, penyelundupan
manusia, penyelendupan senjata dan bahan peledak, peredaran narkotika, pintu masuk
terrorisme, serta potensi konflik sosial dan politik. Hal ini penting agar kesaradaran untuk
menjaga pulau-pulau kecil diperbatasan tetap ada, dan pualu-pulau kecil diperbatasan tidak
dianggap sekedar halaman belakang.

Anda mungkin juga menyukai