Anda di halaman 1dari 19

KASUS PELANGGARAN HAM

INDONESIA DAN INTERNASIONAL


Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas pendidikan kewarganegaraan

Oleh Kelompok II:


Aulia Endini
Aqila Vebiana
Delvionarosa Putri Salman
Harkittania Heneva Yudha
Hayfa Devina
Irvan Danil
Moza Daniya
Salsabilla Avisti
Salwa Atsila
Vania Griselda
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Sumatra Barat
Jl. Belanti Raya No. 1
MAKALAH PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
PEMBUNUHAN MARSINAH

Disusun untuk memenuhi tugas Kewarganegaraan

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


SUMATRA BARAT
PADANG
JALAN LOLONG BELANTI RAYA NO. 11

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran
No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan
karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan
tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha
berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993,
Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut
dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan
4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah hanyalah seorang buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pada PT
Catur Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas terbunuh
pada tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr
Soetomo Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas kerena penganiayaan berat.
Marsinah adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan para buruh yang
melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Awal dari kasus pemogokan dan
unjuk rasa para buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur
No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan
karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan
tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha
berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993,
Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut
dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan
4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biodata Marsinah
Marsinah (lahir di Nglundo, 10 April 1969 – meninggal 8 Mei 1993 pada umur 24
tahun) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong,
Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei
1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di dusun
Jegong, desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah,
Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono
(Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah
tewas akibat penganiayaan berat.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.
Kasus ini menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO), dikenal sebagai
kasus 1773.
B. Kronologi Kejadian
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Surya yang aktif dalam
aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara
lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993
di Tanggulangin, Sidoarjo.
3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon
Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk
perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250.
Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk
oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-
rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi
salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan
dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut
unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu
mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. 3
Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk
kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan
keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu,
sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya
sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
C. Proses penyelidikan
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim
untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai
penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit
Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den
Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur
resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya
perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama
diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V
Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat
skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi
Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di
tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara
Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat
kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang
yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang
yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian
kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos
Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke
rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah
disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan
sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun
mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas.
Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik
Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).
Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan
ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan
kasus ini adalah "direkayasa".
D. Analisis Kasus
Kasus pembunuhan Marsinah di atas merupakan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) berat. Alasannya adalah unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-
wenang di luar putusan pengadilan terpenuhi. Dengan demikian, kasus tersebut
tergolong patut dianggap kejahatan kemanusiaan yang diakui oleh peraturan hukum
Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat.
Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya
berlebihan dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas bahwa
tindakan oknum pembunuh melanggar hak konstitusional Marsinah, khususnya hak
untuk menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan
dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja. 4
Memperoleh kenaikan upah agar layak dan adil merupakan hak konstitusional.
Imlikasinya, pelanggaran terhadap amanah konstitusi tersebut merupakan
pelanggaran HAM, mengingat fungsi konstitusi salah satunya mengatur dan
melindungi HAM. Terkhusus dalam kasus marsinah, dasar hukum secara eksplisit
para penuntut pun telah ada, yaitu Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th.
1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan
karyawannya.
Berkumpul ataupun berkelompok dengan tujuan melakukan tindakan pemogokan
dan unjuk rasa pun telah mendapat perlindungan hukum, bahkan dimasukkan HAM
golongan hak atas kebebasan pribadi. Tentu dengan syarat bahwa kumpulan massa
tersebut tidak melakukan tindakan anarkis. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan; setiap orang berhak untuk
berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud yang damai.
Jika melihat kasus Marsinah, tindakan unjuk rasanya tidak menunjukkan dugaan
kecenderungan pada aksi anarkis. Rapat, mogok kerja, dan unjuk rasa merupakan hak
konstitusional dalam sebuah negara demokratis seperti di Indonesia. Selain atas dasar
hukum, perlindungan terhadap hak menyatakan pendapat tersebut tentu untuk
mewujudkan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat, termasuk dalam persoalan upah
buruh. Terlebih lagi, pada kasus Marsinah, jelas bahwa pihak perusahaan memang
tidak mematuhi keputusan gubernur mengenai peningkatan upah buruh.
Keseimbangan beban kerja dengan upah buruh memang merupakan keniscayaan
dalam sebuah sistem perekonomian yang berbasis pada kekuatan modal, termasuk di
Indonesia. Keengganan pihak perusahaan membiarkan aksi pemogokan terjadi karena
berakibat kerugian sangat tidak mendasar. Aksi pemogokan pun merupakan
konsekwensi sistem pengupahan yang tidak adil dan tidak sesuai aturan. Sebagai
jaminan keseimbangan beban kerja dan upah, dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang
HAM menggolongkan aksi mogok sebagai HAM. Pasal 25 undang-undang tersebut
menyatakan; setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum,
termasuk hak untuk mogok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berlandaskan aturan hukum positif, sama sekali tidak ada dasar legitimasi untuk
melarang aksi unjuk rasa. Meskipun demikian, tetap diharapkan bahwa kesepakatan
cepat tercapai melalui cara perundingan, baik dengan mediasi ataupun secara
langsung oleh para pihak. Jika terjadi aksi penuntutan secara berkelompok sebagai
cara akhir, maka posisi pihak kontra adalah menyerap aspirasi, sedangkan aparat
keamanan berwajib menjamin terciptanya komunikasi baik antarkedua belah pihak.
Jika harus berasumsi dalang di balik pembunuhan marsinah, maka secara umum
dapat dicap oknum yang kontra terhadap aksi-aksi demontrasi, dan bisa dikhususkan
kepada oknum perusahaan yang memang tidak setuju terhadap kenaikan upah buruh.
Putusan kasasi pada Mahkamah Agung (MA) membebaskan seluruh pihak dari segala
dakwaan (bebas murni) memang berpotensi menimbulkan sejumlah pertanyaan.
Meski telah nyata ada orang yang terbunuh, namun tak satu pun pelaku terjerat
hukuman. Asumsi aparat keamanan (polisi atau TNI) sebagai pelaku dapat didasarkan
dengan alibi bahwa yang menyuruh melakukan tindak pidana adalah pihak dari
perusahaan, sedangkan aparat keamanan hanya sebagai eksekutor pesanan
perusahaan. Sedangkan asumsi pihak perusahaan sebagai pelaku tunggal dapat
dikarenakan kepentingan mereka yang terganggu dengan aksi Marsinah. Melihat
sejumlah pelaku yang sebelumnya diduga terlibat terdiri atas oknum perusahaan dan
aparat TNI, maka berat kemungkinan memang terjadi persekongkolan. Namun
kenyataan tidak dapat dibuktikan, mungkin saja karena kuatnya pengaruh institusi
TNI yang mungkin saja terlibat.
Melihat kenyataan di atas, perlu tindakan hukum untuk menuntaskan pelanggaran
HAM, baik sebelum ataupun setelah dibentuk di bentuknya Pengadilan HAM.
Tindakan tersebut tentu penting mengingat HAM adalah muatan konstitusi dan
merupakan perhatian seluruh pihak nasional dan internasional. 5 Perangkat
pengadilan dan aturan hukum perlindungan HAM pun telah memadai, sehingga untuk
sekarang, penerapannya yang perlu dimaksimalkan.
E. Upaya Pemerintah
Hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham
individualisme dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistis
sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar
belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Dewasa ini
pula banyak kalangan yang berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam
menegakkan HAM. Sangat perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat
serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita lihat dari upaya pemerintah
sebagai berikut;
a) Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan
HAM di seluruh dunia atau di setiap negara dan Indonesia sangat merespons terhadap
pelanggaran HAM internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman Presiden
atas beberapa agresi militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak,
Afghanistan, dan baru-baru ini Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas
kepada Israel yang telah menginvasi Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil,
wanita dan anak-anak.
b) Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara
lain telah ditunjukkan dalam prioritas pembangunan Nasional tahun 2000-2004
(Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan dengan HAM. Dalam
hal kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kepres
nomor 50 tahun 1993, serta pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap
perempuan
c) Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia ,
Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, serta masih banyak
UU yang lain yang belum tersebutkan menyangkut penegakan hak asasi manusia.
Menjadi titik berat adalah hal-hal yang tercantum dalam UU nomor 39 tahun 1999
tentang hak asasi manusia adalah sebagai berikut;
1. Hak untuk hidup.
2. Hak berkeluarga.
3. Hak memperoleh keadilan.
4. Hak atas kebebasan pribadi.
5. Hak kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman.
7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak wanita
10. Hak anak
Hal-hal tersebut sebagai bukti konkret bahwa Indonesia tidak main-main dalam
penegakan HAM
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Marsinah hanyalah seorang buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pada PT Catur
Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas terbunuh pada
tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo
Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas kerena penganiayaan berat. Kasus
pembunuhan Marsinah di atas merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Alasannya adalah unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di luar putusan
pengadilan terpenuhi. Dengan demikian, kasus tersebut tergolong patut dianggap kejahatan
kemanusiaan yang diakui oleh peraturan hukum Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat.
MAKALAH PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG DILAKUKAN
CHINA TERHADAP MASYARAKAT TIBET

Disusun untuk memenuhi tugas Kewarganegaraan

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


SUMATRA BARAT
PADANG
JALAN LOLONG BELANTI RAYA NO. 11

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki manusia dan melekat pada diri
manusia sejak manusia itu lahir sampai manusia itu meninggal, maka dari itu hak asasi
manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki manusia dan menjadi dasar hak dan kewajiban
lainnya. Hak asasi manusia merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi
manusia yang melekat pada diri pribadi manusia tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain.

Hak asasi manusia dari zaman dahulu sampai sekarang tetap menjadi sorotan dalam
masyarakat. Hak dasar tersebut tertuang dalam empat kebebasan dasar atau The Four
Freedoms yaitu :
1. Freedoms of Speech, kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapat.
2. Freedoms of Religons, kebebasan untuk beragama dan beribadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing.
3. Freedom of Fear, kebebasan dari rasa takut.
4. Freedoms from Want, kebebasan dari kemelaratan dan kemiskinan.

Kebebasan individu dan kemerdekaan telah menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia
(HAM).Penindasan, dalam bentuk apa pun, merupakan pelanggaran atas nilai-nilai
universal HAM. Kesadaran politik masyarakat dunia juga sudah semakin mengglobal. Isu
dan usaha penegakan HAM sudah tidak lagi bersifat personal atau eksklusif tetapi
menjadi perjuangan bersama, perjuangan internasional dunia. Banyak kasus pelanggaran
HAM yang terjadi di dunia, terlebih lagi pada wilayah konflik. Bukan hanya militer yang
berjuang dan menjadi korban, bahkan warga sipil, wanita,dan anak-anak, yang tidak
berdosa ikut menjadi korban nyawa. Salah satunya adalah pelanggaran HAM oleh
China terhadap masyarakat Tibet. Tibet sebenarnya merupakan wilayah yang begitu
indah dan banyak diminati wisatawan, tetapi keberadaan peristiwa ini
membuat Tibet kehilangan keindahan tersebut. Daerah dengan suhu rendah itu justru
memanas karena pemberontakan yang berlangsung puluhan tahun.

Maka dari itu, penulis ingin mengkaji mengenai pelanggaran hak asasi manusia oleh
China terhadap masyarakat Tibet. Dengan adanya makalah ini di harapkan pembaca
dapat mengetahui mengenai pelanggaran hak asasi manusia di tingkat internasional, dan
dapat mengkritisi mengenai pelanggaran hak asasi manusia berat di tingkat internasional.

1.2 Rumusan Masalah


Hal-hal yang akan dibahas dalam pemaparan dapat terlihat dari rumusan masalah yang
dijabarkan. Rumusan masalah mengenai pelanggaran hak asasi manusia oleh China
terhadap masyarakat Tibet meliputi :
1. Pelanggaran hak asasi manusia apa yang dilakukan China terhadap masyarakat
Tibet?
2. Kapan pelanggaran itu terjadi?
3. Bagaimana penyelesain dari pelanggaran tersebut?
4. Bagaimana kondisi terkini?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui makalah pelanggaran hak asasi manusia oleh
China adalah :

1. Agar pembaca mengetahuai tentang pelanggaran Hak asasi manusia yang pernah
dilakukan China terhadap masyarakat Tibet.
2. Agar pembaca mengetahui mengenai penyelesaian masalah dari pelanggaran hak
asasi manusia yang dilakukan oleh China terhadap masyarakat Tibet.
3. Agar pembaca dapat menganalisis dan mengkritisi mengenai pelanggaran hak
asasi manusia ditingkat internasional
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan
Tibet berstatus Daerah Otonomi (Tibet Autonomous Region/TAR) setingkat provinsi.
China memiliki 5 daerah otonomi khusus, Tibet merupakan bentukan terakhir tahun 1965.
Status ini memberikan jaminan kebebasan kepada etnis minoritas untuk menggunakan dan
mengembangkan bahasa, kebudayaan, kebiasaan, dan agama. Hal yang sulit adalah ikatan
sejarah Tibet itu terlalu panjang untuk diputus begitu saja.

Memang agak sulit bagi Tibet untuk memisahkan diri dan mengasosiasikan diri menjadi
sebuah negara yang tidak ada hubungannya dengan RRC. Tuntutan politik Tibet lebih kepada
status wilayah dan penegakan hak asasi manusia, yang walaupun Tibet sekarang adalah
wilayah otonomi di bawah RRC. Tapi hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan
masih dipegang.

Beijing menyatakan bahwa secara historis Tibet adalah bagian dari China. Sebaliknya,
kebanyakan warga berdarah Tibet yakin bahwa Tibet tak pernah menjadi bagian China
selama berabad-abad. Bahkan di dalam benak warga Tibet, mereka selalu merdeka dari
China walau secara de facto kini berada di bawah China. Dalam konteks yang lebih
sederhana, Tibet bisa disetarakan dengan Timor Leste yang sejak diduduki Indonesia pada
tahun 1975 hingga merdeka, di mana sebagian rakyat Rimor Leste tak merasa menyatu
dengan RI.

Tuntutan politik Tibet lebih kepada status wilayah dan pemerintahan, walaupun Tibet
sekarang adalah wilayah otonomi di bawah RRC. Tapi hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan keagamaan masih dipegang. Misalnya foto Dalai Lama di wilayah Tibet tidak
boleh dipasang, tapi anehnya di propinsi Sichuan, Mongolia, Yangzhou, Gansu tidaklah
menjadi persoalan. Hal lain yang menambah kebencian pada China di Tibet, sebagaimana
dinyatakan Dalai Lama, adalah genosida budaya. Ini merujuk pada aksi pemerintah China
yang mendorong masukkan etnis Han, dari China bagian lain, ke Tibet. Etnis Tibet juga
makin terpinggirkan dari deru pembangunan ekonomi di Tibet. Dengan sikap keras China
dan sikap warga Tibet yang selalu merasa bukan bagian dari China, permasalahan Tibet kini
berkembang makin kompleks. Selain itu, tindakan keras Pemerintah China terhadap
demonstran di Tibet, yang menuntut pemisahan diri, memang bukanlah hal yang baru.

Dalam kasus ini pemerintahan China dikatakan melakukan pelanggaran HAM berat
dengan tewasnya 130 jiwa warga Tibet, penculikan Biksu-Biksu di Tibet, dan
menghilangnya ribuan tahanan Tibet. Seperti diketahui, sejak 10 Maret 2008, ribuan warga
dan biksu Tibet menggelar demonstrasi mendesak China memberikan otonomi khusus bagi
pemerintah Tibet. Ketegangan terjadi pada Kamis 24 Maret 2008 saat polisi China terlibat
bentrok dengan para demonstran di Lhasa. Aksi para biksu Tibet dalam menggalang tuntutan
terhadap China seakan mengulang kembali pemberontakan Tibet yang pernah bergolak di
Tahun 1959. Hal tersebut terjadi karena para pemimpin China sejak dulu selalu takut jika
Tibet atau bagian wilayah China lain akan memisahkan diri. Menanggapi kekerasan di Tibet,
Amnesti Internasional dalam pernyataan tertulis mendesak agar komunitas internasional
tidak melonggarkan pengawasan terhadap tragedi kemanusiaan di Tibet. Lembaga ini
menyeru agar ada tekanan dari komunitas internasional terhadap China agar menyelesaikan
konflik Tibet secara damai. Kerusuhan di Tibet pertengahan Maret 2008 yang berkembang
menjadi aksi anti-China di penjuru dunia boleh jadi menjadi berkah terselubung bagi
perbaikan hubungan kedua pihak.

Momentum Olimpiade Beijing juga menjadi pertimbangan kuat China membuka kembali
dialog. Jauh hari, Dalai Lama menyatakan tak mau jika pertemuan hanya untuk menunjukkan
kepada dunia telah terjadi dialog.Dalam pertemuan China menuduh Dalai Lama dan
kelompoknya turut berperan dalam kerusuhan. China juga meminta Dalai Lama tidak
mengganggu jalannya Olimpiade. Padahal, Dalai Lama mengatakan mendukung sepenuhnya
Olimpiade. Di sisi lain, utusan Tibet meminta China menghentikan kekerasan terhadap Tibet,
melepaskan tawanan, dan memberikan perawatan bagi korban kerusuhan. China diminta
hentikan kampanye pendidikan patriotisme. Isu lama yang belum juga tersentuh dalam
pertemuan terakhir adalah permintaan Dalai Lama agar Tibet memperoleh otonomi lebih
tinggi serta di kawasan Tibet yang lebih luas.

China telah bersedia memberikan akses kepada 30.000 wartawan asing pada Agustus
mendatang untuk meliput Olimpiade Beijing. Lalu, yang menjadi masalah selanjutnya adalah
mengapa China tidak mengizinkan satu atau dua wartawan asing untuk meliput ke Tibet.
Dapat disimpulkan bahwa pembukaan akses Tibet justru dapat menghindari kecurigaan
internasional tentang isu pelanggaran HAM oleh petugas keamanan China. Pembatasan akses
bagi media asing di Tibet tidak sejalan dengan komitmen China dalam menyukseskan
Olimpiade Beijing.

Demi kebebasan berpolitik dan beragama, sekitar 140 warga etnis Tibet tewas. Angka
sebanyak itu yang disiarkan Pemerintah Tibet dalam pengasingan. Sebanyak 22 orang China
juga diberitakan tewas dalam kerusuhan yang pecah sejak 24 Maret 2008. Memang ketetapan
jumlah korban masih simpang siur, bisa lebih banyak atau lebih sedikit, karena terbatas atau
bahkan tertutupnya akses ke Tibet. Masalah ini semakin rumit ketika Pemerintah Kota Paris
memberi Dalai Lama gelar warga kehormatan.

Politik Tibet memang agak rumit karena Dalai Lama menjadi sebuah problematik, dia
adalah tokoh kharismatik, pemegang hadiah Nobel, yang bersimpati padanya mulai dari
bintang Hollywood sampai politisi dunia, sehingga orang memang salah mengerti apa yang
diinginkan oleh Dalai Lama. Jadi kalau kita memperhatikan semua pernyataan yang
dikeluarkan oleh Dalai Lama, tidak pernah ada satupun pernyataan Dalai Lama yang
menyatakan bahwa Tibet ingin merdeka. Dengan permasalahan China dengan Tibet yang
semakin kompleks ini, berbagai cara harus terus-menerus ditempuh agar kasus ini dapat
segera terselesaikan sehingga dapat memperbaiki citra China di mata dunia dan hubungan

2.2 Penyelesaian Masalah


Permasalahan China dengan Tibet merupakan permasalahan internasional yang belum
dapat menemukan penyelesaiannya hingga sekarang, yang fokus utamanya terletak pada isu
pelanggaran hak asasi manusia dan persoalan kedaulatan di Tibet.

Persoalan yang rumit antara China dengan Tibet ini juga mendorong PBB untuk campur
tangan dalam permasalahan ini. Dewan Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa
(UNHRC) mendesak China agar membuka kembali akses Tibet bagi warga asing, terutama
para wartawan, diplomat, pemantau, dan pejuang hak asasi manusia (HAM). Ini penting
untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Tibet

Uni Eropa dan Forum Asia (FA) mendesak UNHRC agar menggelar sesi khusus bagi
penyelesaian konflik Tibet seperti yang telah dilakukan pada saat menghadapi isu
kemanusiaan di Darfur, Myanmar, dan Palestina. Namun, dengan adanya peringatan dari Uni
Eropa ini, China justru balik memperingatkan Eropa untuk tidak mencampuri konflik di
Tibet, karena China menekankan bahwa kerusuhan dan aksi kekerasan di Tibet merupakan
masalah dalam negeri China. Uni Eropa secara resmi telah mengenyampingkan upaya boikot
pembukaan Olimpiade Beijing pada bulan Agustus 2008 karena masalah pelanggaran HAM
China. Sementara Presiden Prancis Nicolas Sarkozy telah menjelaskan tidak menutup
kemungkinan untuk memboikot acara pembukaan Olimpiade Beijing. Inggris dan Jerman
juga mengecam China yang menggunakan aksi kekerasan terhadap demonstran Tibet.
Permasalahan China Tibet ini juga ikut menyeret Perancis yang memang sangat tegas dalam
meminta China segera menangani permasalahan ini. Penyebab utamanya adalah karena
China dipandang tidak menghargai hak kemerdekaan Tibet yang masih menjadi wilayah
kekuasaannya.

Para demonstran pro-Tibet di Perancis telah melakukan berbagai protes mengenai


kebijakan China ini. Hal ini sebenarnya juga didukung oleh hampir seluruh aktivis HAM di
dunia. Puncaknya terjadi di Paris, ketika arakan obor Olimpiade yang mengelilingi kota Paris
berusaha direbut oleh salah satu aktivis Perancis. Aksi ini sampai membuat polisi Perancis
membatalkan etape terakhir lari beranting membawa Obor Olimpiade di Paris akibat ramai
dan luasnya protes atas penumpasan yang dilakukan China di Tibet. Polisi sampai dua kali
terpaksa memadamkan api simbolis itu dan membawa bersama pengaraknya dengan bus
melalui massa yang terdiri dari pemrotes yang marah, sebagian diantaranya melambai-
lambaikan bendera Tibet. Polisi anti huru-hara memagari jalan-jalan kota Paris sementara
demonstran lain mengibarkan bendera hitam dari Menara Eiffel yang kelima cincinnya
berbentuk borgol.
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy ternyata juga mengirim surat kepada pembawa obor
asal China Isi surat tersebut adalah kecaman keras dan protes terhadap perarakan obor
Olimpiade Beijing 2008 di Paris. Sarkozy meminta pemerintah China segera menyelesaikan
kerusuhan yang terjadi di Tibet beberapa pekan lalu. Ia meminta China membuka dialog dan
membebaskan para tawanan politik.Presiden Sarkozy mengatakan negaranya tidak menutup
kemungkinan memboikot Olimpiade Beijing, apabila China tidak menanggapi secara serius
dan bertanggung jawab kerusuhan di Tibet. Sarkozy mengatakan bahwa sesungguhnya ia
ingin segera diselenggarakan dialog antara pemimpin China dan wakil dari pemerintah Tibet
di pengasingan. Perancis sejauh ini menampik adanya boikot Olimpiade, tetapi Sarkozy
mengatakan keputusan akhir bergantung pada bagaimana China menangani situasinya.

China dengan beberapa negara terutama Perancis yang hubungan bilateral keduanya
sangat harmonis sebelum terjadi kasus Tibet ini, serta memberikan keamanan dan kepastian
kepada Tibet.

2.3 Kondisi Kekinian


Meskipun diwarnai protes juga lobi-lobi penolakan dari kelompok-kelompok Hak Azasi
Manusia (HAM) dunia dan aktivis Tibet, China tetap terpilih masuk dalam Dewan Hak
Asasi Manusia PBB. Terpilihnya China ini menimbulkan kecemasan di Tibet. Central
Tibetan Administration atau pemerintahan Tibet di pengasingan sebelumnya mendesak
negara-negara anggota PBB "menuntut China untuk bertanggung jawab atas pelanggaran
HAM yang berkelanjutan di Tibet."

Pusat HAM dan Demokrasi Tibet (Tibetan Centre for Human Rights and
Democracy/TCHRD), kelompok pemantau praktek HAM di Tibet, mengatakan hasil
pemungutan suara di PBB hari Selasa, 12 November 2013 telah membuat mereka lebih
bertekad untuk melindungi dan memajukan HAM di Tibet.

Sementara aktivis Tibet di markas pengasingan pemerintah Tibet mengatakan


terpilihnya kembali China yang memiliki catatan HAM buruk merupakan ejekan pada
badan dunia itu. Masuknya China, Rusia, Arab Saudi, Vietnam, Kuba dan Aljazair di
Dewan HAM PBB, membuat kemarahan kelompok-kelompok HAM independen dunia.
Mereka mengatakan pemilihan mereka merusak kredibilitas pengawas HAM masyarakat
dunia itu. International Tibet Network, sebuah badan non pemerintah yang
menghubungkan berbagai kelompok pendukung Tibet, mengecam masuknya China ke
Dewan sebagai hal memalukan bagi PBB.

Masuk kembalinya China ke badan PBB bertepatan dengan seorang biarawan


Tibet berusia 20 tahun bernama Tsering Gyal menjadi 123 warga Tibet yang meninggal
mengorbankan diri di Tibet’s Pema County pada Senin, 11 November 2013 sebagai
protes terhadap kebijakan represif China.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat kita simpulkan bahwa masih banyak terjadi
pelanggaran hak asasi manusia ditingkat internasional yang sampai sekarang masih
belum ada penyelesaiannya. Pelanggaran hak asasi manusia oleh China terhadap
masyarakat Tibet merupakan salah satu contohnya yang hingga saat ini masih belum
terdapat penyelesaian dari kasus tersebut. Motif dari pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan China terhadap masyarakat Tibet adalah keinginan memisahkan diri Tibet dari
RRC, dan juga tuntutan politik Tibet lebih kepada status wilayah dan penegakan hak
asasi manusia. Namun sulit bagi RRC untuk melepaskan Tibet menjadi negara merdeka
sendiri karena ikatan sejarah Tibet dan RRC yang sulit dipisahkan begitu saja.

Sampai saat ini konflik antara China dan Tibet masih terus berlanjut, hal ini
terbukti dari ketidaksetujuan Tibet atas masuknya China dalam Dewan Hak Asasi
Manusia PBB. China dianggap tidak bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi
manusia yang terjadi di Tibet.

3.2 Saran
Menurut pendapat penulis, sebaiknya dewan hak asasi manusia PBB lebih
mempertimbangkan untuk memasukan China ke dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Lalu, peradilan hak asasi manusia internasional juga harus bertindak lebih tegas lagi
terhadap China. Selain itu, perlu adanya suatu lembaga yang berperan sebagai mediator
untuk mempertemukan perwakilan kedua belah pihak dan mendiskusikannya secara
damai sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA

Wardani Rani A. 11 Juni 2011. Analisis Konflik Internasional China Tibet.


http://ranyaw.blogspot.com/2011/06/analisis-konflik-internasional-china.html.

Atmaja Yan Chrisna Dwi. 14 November 2013. Masuknya China di Dewan PBB Diprotes Tibet.
http://satuharapan.com/read-detail/read/masuknya-china-di-dewan-ham-pbb-diprotes-tibet/

Syah Efran. 14 Januari 2013. Apa yang Terjadi Antara China dan Tibet?.
http://www.artileri.org/2013/01/apa-yang-terjadi-antara-china-dan-tibet.html.

Anonim. 15 Juli 2008. Permasalahan China Tibet.

http://ordinarypeople12.blogspot.com/.

Anda mungkin juga menyukai