PENILAIAN KINERJA
Ada dua jenis sistem imbal jasa (reward system) yang dapat diterapkan perusahaan, yaitu:
1. Intrinsic rewards, Reward intrinsik yaitu reward yang diterima karyawan untuk dirinya
sendiri. Biasanya reward ini merupakan nilai positif atau rasa puas karyawan terhadap dirinya
sendiri karena telah menyelesaikan suatu tugas yang baginya cukup menantang. Teknik-teknik
pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan, tanggung
jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih besar dengan tujuan untuk
meningkatkan harga diri karyawan, secara intrinsik merupakan imbalan bagi karyawan.
2. Reward ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung dan reward
bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji pokok, upah lembur,
pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi tidak langsung antara
lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti kerja, pelatihan dan liburan. Reward
bukan uang adalah kepuasan yang diterima karyawan dari pekerjaan itu sendiri atau dari
lingkungan psikologis dan/atau phisik dimana karyawan bekerja. Termasuk reward bukan uang
misalnya rasa aman, atau lingkungan kerja yang nyaman, pengembangan diri, fleksibilitas
karier, peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian dan pengakuan.
1. Kinerja absolut (absolute performance), dalam hal ini insentif seseorang didasarkan pada
hasil absolut kinerja yang mereka peroleh. Misalkan buruh yang bekerja di pabrik rokok
dibayar berdasarkan berapa jumlah unit rokok yang mereka bisa buat. Stock option plan juga
merupakan contoh dari absolute performance. Orang yang memiliki stock option plan akan
dapat membeli saham perusahaan dengan suat harga tertentu, misalnya Rp1.000 per lembar.
Jika BOD perusahaan dapat bekerja dengan baik dan harga saham perusahaan meningkat
menjadi Rp1.500 per lembar, maka orang yang memiliki stock option tersebut akan dapat
membeli saham yang harga pasanya Rp1.500 dengan harga Rp1.000 per lembar.
2. Kinerja yang diperbandingkan dengan suatu rencana tertentu (performance relative to some
plan). Dalam model ini, kinerja seseorang akan dibandingkan dengan target-target yang sudah
didtetapkan dalam rencana perusahaan, seperti target dalam anggaran maupun target dalam
KPI yang terdapat pada balanced scorecard.
3. Perbandingan kinerja relatif (relative performance). Dalam konsep ini kinerja seseorang atau
departemen atau perusahaan diperbandingkan dengan kinerja dari suatu kemopok tertentu.
Misalkan, dalam hal ini sistem insentif akan diberikan pada BOD apabila dapat membuat
perusahaan dapat mencapai posisi pangsa pasar nomor satu di Indonesia.
Kelebihan dari sistem insentif yang didasarkan pada kinerja relatif dibandingkan dengan sistem
insentif yang didasarkan pada suatu rencana tertentu adalah:
1. Target dari suatu rencana tertentu disusun berdasarkan asumsi saat membuat rencana
tersebut. Dalam pelaksanaannya, target-target tersebut mungkin tidak realistis lagi. Jika angka
target tersebut ternyata terlalu rendah dibandingkan dengan kondisi saat ini, maka walaupun
target tercapai, hal tersebut tetap belum tentu mencerminkan kinerja yang baik dari orang
tersebut. Hal yang sama terjadi juga pada saat kebalikannya. Relative performance dapat
mengurangi distorsi tersebut, karena jika perbandingan kinerja dilakukan terhadap perusahaan
lain misalnya, maka misalkan dalam keadaan ekonomi yang lesu, maka posisi tingkat penjualan
nomor satu di industri masih akan bisa tercapai, meskipun jika diukur secara absolut target
tersebut tidak tercapai.
2. Jika insentif didasarkan pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya, maka ada
kecenderungan orang tersebut untuk menyesuaikan kinerja aktual dengn target yang telah
ditetapkan. Misalkan jika departemen penjualan diberikan target peningkatan penjualan
sebesar 10%, maka meskipun departemen tersebut sebenarnya dapat memperoleh peningkatan
penjualan lebih dari 10%, namun mereka hanya berusaha untuk memenuhi target penjualan
tersebut. Hal ini disebakan, jika departemen tersebut dapat mencapai nya. Terlebih lagi,
seringkali sistem insentif perusahaan hanya akan memberi bonus yang sama untuk kinerja yang
melebihi suatu target tertentu.
Namun pada kenyataannya, sistem insetif yang didasarkan pada kinerja relatif sulit untuk
diterapkan, karena masalah data yang dibutuhkan. Selama informasi perbandingan yang
diperlukan adalah kinerja keuangan, maka informasi perandingan tersebut tidak akan terlalu
Khaerunnisa Nur Fatimah Syahnur
sulit untuk didapatkan. Tapi, jika informasi yang dibutuhkan adalah informasi non-keuangan,
informasi-informasi tersebut sulit untuk didapatkan. Karena itu perbandingan yang paling
mudah dilakukan adalah perbandingan antar unit yang ada dalam perusahaan, misalkan
perbandingan kinerja relatif dari cabang-cabang daru sebuah bank.
Kelemahan lainnya adalah, sering sekali sulit untuk mencari perbandingan yang setara, karena
masing-masing perusahaan atau unit perusahaan menghadapi lingkungan yang berbeda.
Misalkan, sebuaah bank ingin melakuan perbandingan relatif target-target keuangan yang
dicapai oleh cabang-cabang dari bank tersebut. Permasalahannya adalah cabang tersebut
berada didaerah yang berbeda-beda yang menyebabkan kemampuan cabang untuk menggaet
nasabah juga berbeda-beda.
Kompensasi berupa insentif tersebut tidak dapat diterapkan dalam semua kondisi ataupun
semua organisasi. Biasanya konsep ini diterapkan dalam konteks desentralisasi, dimana orang
orang yang bekerja didalam perusahaan diberikan wewenang untuk melakukan pengambian
keputusan dalam menghadapi situasi tertentu. Jika keputusan yang diambil tepat dan target
tercapai, maka insentif akan diberikan. Untuk organisasi atau pekerjaan tertentu yang
menitikberatkan pada pelaksanaan prosedur yang telah dibuat organisasi, maka insentif seperti
ini kurang tepat untuk diberikan. Misalkan, untuk orang-orang yang bekerja di pemerintahan,
orang-orang tersebut dituntut untuk menjalankan kebijakan dan SOP yang telah ditetapkan.
Mereka tidak dituntut untuk bertindak kreatif, mereka hanya dituntut untuk bekerja sesuai
dengan SOP yang ada. Organisasi-organisasi tersebut berpendapat, jika SOP dilaksanakan
dengan baik, maka hasil akhir yang diperoleh juga baik. Permasalahannya, apakah organisasi
akan memberikan insentif apabila pegawainya melakukan kegiatan mereka berdasarkan SOP?
Jawabannya adalah tidak. Semua orang dalam organisasi tersebut dituntut untuk bekerja sesuai
dengan SOP yang ada, jadi tidak ada insentif yang diberikan karena mereka patuh terhadp SOP,
namun jika mereka tidak menjalankan SOP tersebut, maka ada punishment yang akan
diberikan.
Dari penjelasan yang telah diberikan, maka terlihat bahwa sistim insentif ini lebih baik
dikaitkan dengan suatu KPI tertentu. Dalam modul mengenai balanced scorecard telah dibahas
mengenai ssyarat-syarat penyusunan KPI yang baik. Namun, jika KPI tersebut akan dikaitkan
dengan insentif, maka terdapat satu persyaratan tambahan yaitu KPI tersebut harus dapat
dikendalikan (controllable). KPI yang bersifat uncontrollable tidak akan mencerminkan
kinerja dari orang atau organisasi tersebut. Misalkan, jarang sekali perusahaan mempergunakan
KPI harga saham untuk menilai kinerja dari direksi perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan
karena harga saham adalah sesuatu yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh perusahaan.
Bisa saja terjadi perusahaan sudah mencapai target profitnya, namun karena kondisi negara
atau dunia tiba-tiba berubah (misalkan FED menaikkan suku bunga), maka sesuatu yang
dilakukan oleh negara lain dapat memberikan dampak negatif terhadap harga saham
perusahaan di Indonesia. Karena itu kinerja keuangan yang sering dipakai untuk penilaian
kinerja adalah KPI yang benar-benar dapat dikendalikan perusahaan, seperti laba bersih, return
on equity (ROE), return on capital employed (ROCE), dan sebagainya.
Khaerunnisa Nur Fatimah Syahnur
1. Cash bonus
2. Profit sharing
3. Gain sharing
4. Stock option
Cash bonus merupakan skema pembagian insentif yang telah ditetapkan sebelumnya jika target
yang ditetapkan dapat tercapai. Misalkan jika perusahaan dapat mencapai target yang
ditentukan maka total bonus yang dibagikan adalah dua kali gaji, namun jika hasil yang
diperoleh adalah 20% diatas target, maka bonus total bonus yang dibagikan adalah tiga kali
gaji. Cara ini menentukan besarnya total bonus yang akan dibagikan pada karyawan. Total
bonus ini kemudian akan dibagikan berdasarkan kinerja dari departemen, kelompok, ataupun
individu.
Penentuan total bonus dalam profit sharing dilakukan berdasarkan laba yang diperoleh
perusahaan. Dalam model ini, yang harus ditentukan adalah berapa bagian dari laba perusahaan
yang dapat dinikmati oleh pegawai, rumus untuk membagi laba tersebut, siapa orang-orang
yang berhak untuk mendapatkannya, dan juga rumus untuk membagi kompensasi tersebut pada
masing-masing pegawai. Salah satu cara yang dapat dipakai adalah dengan model residual
income atau economic value added. Dalam model tersebut, laba operasi atau laba bersih akan
dikurangi dengan bagian laba yang mencerminkan hak minimal dari pemegang saham
(required rate of return atau WACC). Hasil residual income atau EVA yang positif
mencerminkan perusahaan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari yang dipersyaratkan
pemegang saham. Jumlah residual income ataupun EVA ini yang akan dijadikan dasar untuk
melakukan profit sharing.
Gain sharing merupakan suatu cara untuk mendistribusikan cash bonus jika suatu hasil kinerja
melampaui suatu target tertentu. Gain sharing adalah insentif untuk kelompok bukan untuk
individu. Ada tiga cara yang biasanya dilakukan dalam program gain-sharing ini, yaitu:
1. Improshare
Improshare merupakan singkatan dari improve productivity sharing. Bonus ini akan diberikan
apabila produktivitas karyawan meningkat. Salah satu cara untuk mengukur peningkatan
produktivitas karyawan adalah dengan mempergunakan direct labor efficiency variance.
Besarnya direct labor efficiency variance inilah yang kemudian akan didistribusikan menjadi
berapa yang menjadi hak karyawan dan berapa yang menjadi hak pemegang saham. Yang
menjadi hak karyawan akan ditambahkan pada bonus pool yang akan dibagikan.
Rumus ini kemudian yang akan dijadikan sebagai periode dasar. Misalkan pada periode dasar,
perusahaan mengeluarkan biaya gaji sebesar Rp300.000.000 untuk memproduksi barang
senilai Rp1.000.000.000, maka rasio dasar yang akan dipakai adalah 30%. Jika perusahaan
dapat melakukan penghematan biaya gaji, sehingga angkanya ada dibawah rasio dasar, maka
penghematan tersebut akan menambah bonus yang didapat karyawan. Misalkan pada tahun
20X4, perusahaan mengeluarkan biaya gaji sebesar Rp350.000.000 untuk memproduksi
barang senilai Rp1.200.000.000, maka rasio aktual yang diperoleh adalah 29,1%. Dengan
demikian, jumlah aktual yang akan ditambahkan ke bonus pool adalah (Rp1.200.000.000 X
0.3) – Rp350.000.000 = Rp10.000.000.
Dalam hal ini, nilai produksi didefinisikan sebagai Penjualan bersih – perubahan persediaan
bahan mentah dan perlengkapan (supplies) yang dipakai. Prinsip perhitungan sama dengan
yang terdapat dalam Scanlon Plan.
Opsi saham (stock option) adalah hak untuk membeli saham perusahaan pada suatu harga
tertentu. Misalkan, pada saat opsi saham dibagikan, harga pasar saham perusahaan tersebut
adalah Rp1.000 per lembar. Dalam hal ini, perusahaan akan membagikan opsi saham dengan
exercise price sebesar Rp1.050 per lembar. Tujuan dari pemberian opsi saham adalah untuk
mendorong agar karyawan perusahaan bekerja sesuai dengan keinginan perusahaan, yang pada
akhirnya akan meningkatkan harga saham perusahaan. Jika harga saham perusahaan dapat
meningkat menjadi Rp1.200 per lembar, maka pegawai perusahaan tetap dapat membeli
dengan harga Rp1.050 per lembar, yang menyebabkan pegawai tersebut akan mendapatkan
keuntungan sebesar Rp150 per lembar saham.
1. Kecepatan implementasi
Balanced scorecard sebaiknya tidak buru-buru dikaitkan dengan system kompensasi, karena
ada kemungkinan kesalahan dalam perancangan balanced scorecard. Balanced scorecard
sebaiknya dikaitkan dengan system kompensasi, apabila balanced scorecard tersebut benar
benar telah teruji mewakili strateji perusahaan,
3. Jumlah pengukuran
Jangan mempergunakan tolok ukur yang terlalu banyak. Menurut Kaplan dan Norton (2001),
tolok ukur yang dikaitkan dengan system kompensasi perorangan sebaiknya berkisar antara
empat sampai tujuh tolok ukur.
4. Individual Vs Team
Kompensasi yang diberikan secara individu ataupun secara tim, masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kompensasi individu akan menimbulkan sikap yang individualistis,
sedangkan kompensasi kelompok (team) akan mendorong timbulnya kerja sama, Namun
demikian, pemberian kompensasi secara kelompok akan menimbulkan masalah free rider.
5. Frekuensi Update
Jika perusahaan berkompetisi dalam lingkungan yang turbulennya tinggi, maka perusahaan
akan sering menggant stratejinya seiring dengan perubahan lingkungan tersebut. Perubahan
strateji akan mengakibatkan perubahan tolok ukur. Tolok ukur yang sering berubah tidak cocok
untuk dijadikan sebagai dasar kompensasi. Karena itu, untuk kondisi yang ketidakpastiannya
tinggi sebaiknya system kompensasi hanya dikaitkan dengan tolok ukur keuangan saja.
perintah dari pusat merupakan contoh lainnya. Dalam organisasi atau perusahaan jenis ini,
semua pegawai diharapkan taat untuk menjalankan perintah atau melakukan sesuatu sesuai
dengan aturan yang baku. Ketaatan terhadap aturan atau perintah tidak otomatis menyebabkan
karyawan tersebut harus diberikan bonus. Ketaatan tersebut justru memang sesuatu yang
diharuskan, pelanggaran ketaatan justru akan diberikan hukuman. Sehingga dalam organisasi
seperti ini, yang lebih kental bukan reward system, melainkan punishment sistem. Sistem
insentif berguna terutama untuk perusahaan-perusahaan yang memberikan kepada pegawainya
untuk mengambil keputusan. Sistem insentif diberikan pada karyawan yang mengambil
keputusan yang akan menghasilkan dampak positif bagi perusahaan.