Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

MANAJEMEN
KOMPENSASI DAN
HUBUNGAN
INDUSTRIAL

PENINJAUAN GAJI DAN


UPAH
SECARA SEDERHANA

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

10
Fakultas Ekonomi Manajemen Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP,
dan Bisnis Psikolog

Abstract Kompetensi
Perkuliahan membahas masalah Mahasiswa memahami ketentuan-
manajemen pengupahan, dalam hal ini ketentuan kompensasi, faktor-faktor
mahasiswa mempelajari bagaimana penentuan kompensasi, serta memiliki
manajemen pengupahan dilaksanakan kemampuan untuk melaksanakan
dengan baik agar membantu efektivitas kegiatan pengelolaan system
dan efisiensi perusahaan, sehingga kompensasi dalam organisasi
membantu terciptanya tujuan perusahaan.
perusahaan..

BAHAN KAJIAN
 Strategi kebijakan peninjauan upah dan gaji
 Kenaikan gaji umum
 Kenaikan gaji perorangan
 Kenaikan gaji/upah dan produktivitas
 Mengatasi beban kenaikan gaji/upah di masa kritis

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
STRATEGI KEBIJAKAN PENINJAUAN UPAH DAN GAJI

Upah/gaji pekerja dan karyawan bisa maju (naik) melalui beberapa jalur atau cara. Di
lingkungan perusahaan swasta, terutama perusahaan yang besar yang telah menerapkan
manajemen sumber daya manusia yang lebih canggih, biasanya terdapat beberapa cara
untuk menyelesaikan upah dan gaji pekerja dan karyawan tergantung dari strategi dan
kebijakan yang mereka terapkan. Yang paling umum terjadi adalah 2 (dua) cara yaitu
”Kenaikan Bersifat Umum” (general salery increase), dan “Kenaikan Perseorangan”
(individual increase).

1. Kenaikan Gaji yang Bersifat Umum

Istilah kenaikan gaji yang bersifat umum yang biasa digunakan di perusahaan
besar terutama perusahaan internasional adalah ” general salery increase” .
Kenaikan ini berlaku atau diberikan untuk semua karyawan dari semua tingkatan,
maka disebut ”Kenaikan Umum” atau Across the Board Increase”. Dasar (alasan) dari
kenaikan umum biasa salah satu dari hal berikut:

 kemauan perusahaan sendiri


 musyawarah
 kebiasaan
 ketentuan pemerintah

1.1 Karena kemauan perusahaan sendiri

Yang dimaksud adalah kenaikan umum karena kebijakan/kemauan


perusahaan sendiri tanpa diminta atau dipaksa. Hal ini dapat dilakukan oleh
perusahaan yang secara finansial mampu dan melihat bahwa hasil survei atau
penelitian yang mereka lakukan ternyata tingkat upah/gaji mereka berbeda di
bawah ”pasaran”. Dalam kasus ini besarnya kenaikan sangat tergantung pada
kemauan dan keputusan perusahaan.

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
1.2 Karena musyawarah

Yang dimaksud adalah kenaikan umum sebagai hasil atau kesepakatan


yang dicapai dari musyawarah antara pimpinan perusahaan dan organisasi
pekerja. Misalnya, yang dilakukan setahun sekali atau pada waktu
memperbaharui KKB. Dalam kasus ini, besarnya kenaikan tergantung dari hasil
musyawarah atau negosiasi antara organisasi pekerja dan pimpinan perusahaan.

1.3 Karena kebiasaan

Yang dimaksud adalah kenaikan umum karena kebiasaan yang sudah


tercantum dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Banyak perusahaan yang
sudah mengikat dari dalam kesepaklatan yang mewajibkan perusahaan untuk
melakukan penyelesaian upah/gaji yang biasanya dilakukan secara priodik pada
waktu yang ditetapkan. Dalam kasus patokan tertentu yang dianggap dapat
diterima, yaitu Indek harga Konsumen (IHK) yang merupakan indikator tingkat
inflasi di Indonesia. Pelaksanaannya bervariasi. Ada yang melakukannya secara
rutin setahun sekali, misalnya setiap tanggal 1 April, tetapi ada pula yang
melakukannya dua tahun sekali, misalnya setiap awal tahun Januari dan Juli.

1.4 Karena ketentuan pemerintah

Yang dimaksud adalah kenaikan umum karena ada ketentuan pemerintah


misalnya tentang Upah Minimum Regional (UMR) atau UMSR. Bila tingkat upah
perusahaan yang rendah berada di bawah UMR/UMSR, perusahaan harus
menaikannya. Dalam kasus ini besarnya kenaikan minimal adalah besarnya
selisih antara upah terendah perusahaan sekarang dan besarnya
UMR/UMP/UMSR.

Perlu di catat bahwa setiap kali perusahaan memberikan kenaikan upah/gaji


umum, ”Patokan Gaji/Upah” yang berbentuk apa pun yang pada saat kenaikan
digunakan oleh perusahaan sebagai panduan harus segera di-update atau
disesuaikan. Yang dimaksud adalah menaikkan angka-angka patokan gaji/upah
tersebut dengan presentase besarnya kenaikan umum yang diberikan. Apabila ini tidak
dilakukan, gaji/upah real karyawan akan melampaui patokan gaji//upah tersebut,
sehingga patokan itu menjadi tidak berguna lagi.

2. Kenaikan Gaji Perseorangan/Individual

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
Dasar dari kenaikan upah/gaji perseorangan dalam perusahaan biasanya adalah
karena:

 prestasi kerja
 promosi
 masa kerja

2.1 Karena prestasi kerja Individu

Kenaikan gaji perorangan karena prestasi kerja juga bisa disebut


kenaikan berdasarkan Merit. Kenaikan berdasarkan merit inibiasanya diberikan
sebagai penghargaan atau hadiah untuk prestasi kerja dan ”hal-hal baik” lainnya
yang ditempelkan pada seorang karyawan. Pemberian kenaikan gaji atas dasar
prestasi kerja ini cukup sukar pelaksanaannya karena memerlukan dukungan
cara pengukuran prestasi kerja yang dianggap objektif dan selama inifaktor
budaya cukup sukar diterapkan di perusahaan di Indonesia.

Sebagian besar perusahaan Indonesia yang menerapkan manajemen


modern telah menerapkan sistem merit ini. Besarnya tergantung pada tingkat
atau kriteria prestasinya. Yang terendah bisa 0% sampai 2% sedangkan yang
tertinggi bisa 8% sampai 10%. Dalam keadaan ni ”normal” kenaikan merit
sebesar 8% diatas ”kenaikan umum” akan sangat dihargai karyawan dan
mungkin akan mendorongnya untuk berprestasi lebih tinggi.

Tetapi, bila pada suatu saat negara dilanda byper inflation seperti terjadi
pada tahun 1998, kenaikan sebesar itu akan dicibir! Anggaran untuk kenaikan
gaji/upah atas dasar merit biasanya setelah dari anggaran sebesar 20%,
perusahaan harus menganggarkan sekitar 10% dari total biaya upah/gaji untuk
merit saja. Dengan demikian, bila kebiasaan memberikan kenaikan merit ini akan
diperhatikan, perusahaan tersebut harus menyediakan anggaran sebesar 30%
dari jumlah biaya gaj/upah.

Selain itu, sekali lagi harus dingat bahwa sistem kenaikan gaji berdasarkan
merit lebih tepat bagi perusahaan yang mendorong karyawannya untuk bersaing
secara individu. Bagi perusahaan yang menekankan ”semangat kerja sama” dan
kelompok kerja, sistem merit sangat tergantung dengan falsafah yang dianut.
Kesulitan akan dihadapi terutama dalam menerapkan sistem merit pada
kelompok tenaga sebuah team kerja yang solid. Prestasi kerja karyawan
kelompok tenaga pelaksana atau tenaga profesional yang harus bekerja sebagai

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
sebuah team kerja yang solid. Prestasi kerja karyawan kelompok ini biasanya
lebih bersifat hasil kerja team, bukan individu. Dengan demikian perusahaan
yang ingin memelihara ”semangat team” yang bagus biasanya tidak akan
menerapkan sistem merit justru akan mendorong persaingan antara
sesamakaryawan. Akhirnya, sistem merit juga dikritik bahwa karena dasar
pemberiannya adalah prestasi kerja tahun yang sudah lewat, dapat terjadi bahwa
prestasi karyawan yang telah mendapat kenaikan merit kemudian merosot tajam
padahal kenaikan gaji yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali.

2.2 Karena promosi

Kenaikan gaji/upah perseorangan ini tentunya diberikan kepada seorang


karyawan yang dinaikan pangkatnya (dipromosikan) sehingga ia menanggung
beban kerja tanggung jawab yang lebih besar. Kenaikan ini bisa juga karena
kemajuan dalam senioritas (seniority progression) yang biasanya berlaku untuk
tenaga propesional (di departemen pemerintahaan biasanya disebut jabatan
”fungsional”) yang tidak menduduki jabatan”struktural”.

2.3 Karena masa kerja

Kenaikan jenis ini biasanya dilaksanakanoleh perusahaan yang bersedia


mengakomodir keinginan (tuntutan) pekerja agar masa kerja dihitungkan dalam
menentukan ”kemajuan” upah pekerja. Dengan kata lain, mereka yang
mempunyai masa kerja yang lebih lama seyogianyamempunyai upah yang lebih
besar dari pada mereka yang masa kerjanya lebih sedikit. Kebiasaan ini banyak
dituntut oleh pekerja Indonesia karena mencontoh kebiasaan yang diterapkan
oleh pemerintah untuk PNS dan TNI/Polisi yang dulu mempunyai kebiasaan
memberikan kenaikan berkala otomatis sebagai penghargaan untuk masa kerja.
Kebiasaan ini sebenarnya justru tidak sejalan dengan jiwa dari Konvensi ILO
no.100 tentang Equal Remuneranon for Equal Job” yang disebut gembira oleh
kaum pekerja. Konvensi ini menetapkan bahwa selama ”bobot” dan ”nilai” dua
atau lebih pekerjaan sama, besarnya upah harus sama dan masa kerja tidak
menjadi pertimbangan sama sekali.

3. Keuntungan dan Kerugian dari Kenaikan Gaji yang Bersifat Umum

Banyak berdebatan mengenai pro dankontra terhadap kebijakan dan kebiasaan


kenaikan upah umum. Di satu fihak banyak yang menganggap bahwa kebijakan dan
kebiasaan memberikan kenaikan umum secara priodik dan pasti akan menguntungkan

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
bagi semua pihak, baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan. Di lain pihak, banyak
pula kritik terhadapnya.

3.1 Keuntungan

Keuntungan kenaikan gaji atau upahyang bersifat umum adalah sebagai


berikut:

1. Pekerja mendapat kaminan bahwa daya belinya akan terpelihara dan tidak
perlu mengajukan permintaan atau tuntutan, apabila tertekan
2. Karena kepastian tersebut, tidak akan menjadi ketegangan dalam hubungan
antara pengusaha/pimpinan perusahaan dan pekerja/organisasi pekerja, dan
waktu produktif tidak terbuang percuma untuk negosiasi yang tidak perlu!
3. Perusahaan dengan mudah memperhitungkan besarnmya kenaikan upah
yang perlu diberikan dan memasukannya dalam anggaran tahunan
perusahaan.

3.2 Kerugian

Banyak pimpinan perusahaan dan para pakar manajemen sumber daya


manusia yang berpendapat bahwa kebiasaan tersebut dalam jangka panjang
akan melemahkan posisi kompetitif perusahaan. Alasannya adalah sebagai
berikut:

1. Kenaikan upah umum yang diberikan secara rutin akan mengakibatkan


bahwa kenaikan biaya personel akan meningkat lebih pesat daripada
kenaikan produktivitas. Dalam jangka panjang hal ini akan menjadi beban
berat untuk perusahaan yang biasanya akan mendorong perusahaan
mengambil tindakan-tindakan efisensi seperti rasionalisasi dan penggunaan
teknologi tinggi.
2. Kebiasaan kenaikan tersebut akan dianggap menjadi ”hak” oleh pekerja dan
tetap harus diberikan oleh perusahaan bagaimanapun kondisi perusahaan.
3. Dalam kondisi ekonomi dilanda inflasi tinggi perusahaan yang mempunyai
kebiasaan ini akan dilanda kesulitan.

Kesulitan yang disebut dalam butir 3 (tiga) di atas akan lebih besar lagi bila
ketentuan dalam KKB berbunyi bahwa IHK mencapai tingkat tertentu (misalnya 3 atau
6%) perusahaan harus memberikan kenaikan upah/gaji secara otomatis sebesar IHK

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
tersebut. Andaikan kita menerapkan pada kondisi yang pernah terjadi di negara kita,
yaitu ketika krisis 1998 perusahaan tersebut seharunya memberikan kenaikan
upah/gaji setiap bulan sekali, karena pada tahun itu inflasi mencapai 78%. Mungkin
masih ada juga perusahaan yang mampu memberikan kenaikan upah umum dengan
cara seperti itu, tetapi mereka harus memperhitungkan dampak dari kebiasaan
tersebut pada struktur biaya perusahaan dalam jangka panjang yang akan diuraikan di
bawah ini.

a. Bila dalam dua atau tiga tahun lagi situasi menjadi kembali ”mendekati normal”
(tidak mungkin kembali ke 100% seperti sebelum ”Krismon”), tingkat upah dan gaji
sudah sedemikian tinggi dan karyawan menjadi overpaid dan beban perusahaan
menjadi sangat besar.
b. Komponen biaya personel lain yang biasanya didasarkan pada upah/gaji pokok
seperti iuran JAMSOSTEK, Permi upah lembur, Tunjangan Hari Raya, dan
tunjangan lain yang besarnya berupa persentase dari upah/gaji pokok akan turut
naik. Dengan demikian, seluruh biaya personel akan sangat membengkak.
c. Kenaikan upah rata-rata sebesar 7% setiap kali, dalam 6 kali jumlahnya bukan
6x7% atau 42% tetapi telah mencapai kira-kira 46% karena harus dihitung secara
compounded. Bukankah ini merupakan beban jangka panjang yang berat?
d. Pemberian kenaikan upah/gaji berbentuk presentase yang merata untuk semua
tingkatan justru akan merugikan pekerja pada tingkaan bawah dalam struktur
organisasi dan dalam struktur skala upah/gaji. Bila besarnya upah rata-rata
karyawan golongan terendah misalnya Rp. 250.000 perbulan, dan gaji karyawan
tingkat supervisor adalah Rp. 1.000.000 per bulan, maka selisihnya sekarang
adalah Rp. 750.000. bila semua dinaikan 40%, upah terendah hanya menjadi Rp.
350.000 sedangkan upah supervisor menjadi Rp. 1.400.000, dan selisihnya
sekarang menjadi Rp. 1.050.000 atau bertambah lebar dari Rp. 300.000 atau
hampir sama dengan gaji sebulan karyawan terendah. Dari contoh itu terlihat
bahwa karyawan golongan atas sebenarnya mendapatkan tambahan gaji lebih
besar daipada yang dibawah! Apakah ini yang diinginkan oleh semua orang?
Ditinjau dari keinginan pemerintah dan pekerja untuk memperkecil kesenjangan
sosial, keputusan 9dan tntutan kepada perusahaan) untuk memberikan kenaikan
upah/gaji seperti itu justru bersifat asosial! Karena itu, selalu dianjurkan aga bila
pemberian kenaikan upah/gaji umum berbentuk presentase, besarnya harus
berbeda antara kelompok atas (pimpinan) dan kelompok pekerja pelaksana.
Kelompok atas harus menerima presentase yang lebih kecil, antara 60% atau 75%
dari yang diberikan kepada pekerja pelaksana. Dengan demikian bila karyawan

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
pelaksana memperoleh misalnya 10%, para manajer 7.5% dengan cara ini
kesenjangan upah antara karyawan tingkat pimpinan dan karyawan tingkat bawah
akan dapat dihindarkan.

2. Kenaikan Gaji/Upah Umum dan Produktivitas

Kenaikan upah umum sebaiknya di musyawarahkan setiap tahun sekali dan yang
menjadi dasar bagi pembicaraan tentang kenaikan upah adalah tingkat kenaikan
produktivitas dan efisiensi yang dicapai, seperti dilakukan oleh beberapa perusahaan
tertentu di Indonesia dan sudah menjadinorma di negara yang lebih maju seperti
Singapura dan Malaysia. Jadi, kenaikan gaji atau upah secara umum itu mestinya
dikaitkan dengan peningkatan produktivitas.

Bahwa perusahaan harus menjamin bahwa perusahaan harus membayar upah


dasar yang layak, ”wajar” dan seimbang dengan jelas, tingkat teknologi yang
digunakan, dan besarnya perusahaan tersebut. Jangan sampai misalnya perusahaan
yang menggunakan teknologi tinggi dan bergerak pada sektor padat modal
menetapkan tingkat upah yang sama dengan industri padat karya, apabila hanya
berpatokan pada UMR/UMP/UMK.

3. Mengatasi beban kenaikan gaji/upah dimasa Krisis

Dalam situasi krisis seperti sekarang yang di Indonesia sudah berjalan dua tahun
lebih, para manajer dan direktur Sumber Daya Manusia dituntut untuk semangat kreatif
dan inovatif untuk mencari trobosan. Mereka harus menemukan cara yang tidak
enyimpang dari ketentuan normatif, wajar/layak, dan dapat menyelamatkan
perusahaan.

Untuk melaksanakan perubahan yang perlu, pertama-tama Pimpinan


Perusahaan harus menjelaskan secara transparan kepada semua jajaran manajemen,
karyawan dan pekerja mengenai kesulitan yang dihadapi, atau akan dihadapi oleh
perusahaan dan mereka, bila cara kenaikan upah/gaji tetap berpegang pada ketentuan
dan kebiasaan yang berlaku saat ini. Bila sudah ada Serikat Kerja, Pimpinan
Perusahaan harus merundingkan hal ada dalam Peraturan Perusahaan dan
Kesepakatan Kerja Sama yang jelas memberatkan perusahaan. Bila terjadi kebuntuan

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
dalam perundingan, perusahaan mungkin terpaksa membawa masalah itu ke
Departemen Tenaga Kerja untuk ditengahi, dan bila perlu diteruskan ke Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4).

Sejumlah kiat yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

4.1 Pemberian Gaji/Upah Ekstra Berbentuk Lump-Sum

Tindakkan yang dirasakan adalah memberikan gaji ekstra atau THR


tambaha, misalnya gaji ke-13, ke-14, ke-15 dst. Lebih tepat lagibila
pemberiannya diberikan pada awal bulan Juli untuk membantu karyawan yang
mempunyai anak membeli kebutuhan sekolah anak mereka. Harus dijelaskan
bahwa pemberian gaji ekstra ini adalah tindakan darurat dan tidak akan menjadi
sebuah kebijakan yang permanen. Setiap tambahan gaji ekstra sebesar I bulan
sama dengan lebih kurang 8,5% dari biaya upah/gaji keseluruhan tetapi tidak
akan berdampak pada komponen-komponen imbalan yang lain. Selain itu,
pemberian ini hanya akan menjadi beban pada casb-flow untuk tahun yang
berjalan.

4.2 Pemberian Sembako Cuma-Cuma

Bantuan sembako Cuma-Cuma ini bersifat sementara (selama masa krisis)


atau dikombinasikan dengan pemberian gaji ekstra seperti telah diuraikan di
atas. Pemberian sembako Cuma-Cuma ini biasa hanya diberikan kepada
karyawan tingkat bawah. (non-staf) atau bisa saja kepada semuanya termasuk
staf. Pemberian sembako bisa juga diganti dengan tunjangan interim khusus
berbentuk tunai seperti dilakukan oleh beberapa perusahaan multinasional.

4.3 Pemberian Saham Perusahaan Secara Cuma-Cuma

Terobosan ini mungkin hanya dapat diterima oleh karyawan staf senior dan
manajerial yang dimaksudkan untuk mengganti jatah kenaikan gaji dengan
saham sehingga karyawan turut memiliki perusahaan. Dalam masa krisis,
perusahaan mungkin menderita rugi, atau walaupun untung tidak akan ada
pembagian divinden tetapi pada suatu saat nanti karyawan akan menikmati
keuangannya.

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog
 Daftar Pustaka
1. Nawawi, Hadari.. 2005. Perencanaan SDM untuk Organisasi Profit yang Kompetitif.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
2. Sudiro, Achmad. 2010. Perencanaan Sumberdaya Manusia. Universitas Brawijaya
Press. Malang
3. Werther, William and Keith Davis. 2010. Humam Resources and Personnel
Management. MdGrw-Hil International Edition New York.
4. Noe. 2012 Training and Development.

‘13 Manajemen Kompensasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Mochamad Soelton, S.Psi.,MM.,CHRMP, http://www.mercubuana.ac.id
Psikolog

Anda mungkin juga menyukai