Anda di halaman 1dari 6

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

“BAB 2 : RESULT CONTROL”

Oleh

Anggota Kelompok:

1. Aulia Nabilah ( 1610536031)

2. Ratu Novita Lova (1610536032)

3. Hamda Khairani (1610536043)

S1 AKUNTANSI INTAKE D3

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

2018
RESULT CONTROL

Result control merupakan strategi pengendalian yang menekankan pada hasil dari suatu
aktivitas. Hal ini berkaitan dengan memberikan imbalan (reward) pada pihak-pihak yang
memperoleh hasil seperti yang diharapkan, dan memberikan hukuman (punishment) bagi
pihak-pihak yang tidak berhasil mendapat hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ini mengikuti
konsep result accountability, dimana karyawan (termasuk manajer) harus
mempertanggungjawabkan hasil yang diperoleh. Logika penggunaan result control berkaitan
dengan cara memperoleh hasil adalah bila target hasil telah ditetapkan dan para karyawan
benar-benar ingin mencapai target tersebut, maka para karyawan akan melakukan pekerjaan
tersebut dengan sebaik-baiknya agar hasil yang diperoleh dapat sesuai yang diharapkan. Jadi
kesungguhan untuk mencapai result yang diharapkan akan mempengaruhi cara bekerja
mereka. Oleh karenanya result control akan sangat baik apabila disertai dengan action
control.

Kenapa harus menggunakan result control? Karena result control memiliki kelebihan
tertentu. Karyawan yang dikendalikan melalui hasil yang diperoleh akan memiliki
keleluasaan dalam melaksanakan tugas karena yang difokuskan disini adalah hasilnya.
Terserah bagaimana cara kerjanya yang penting hasil harus sesuai dengan harapan. Hal ini
justru memberikan dorongan kepada karyawan untuk melakukan inovasi agar hasil yang
diperoleh bisa sesuai harapan. Jadi, dalam result control, reward diberikan bagi mereka yang
memperoleh hasil sesuai yang diharapkan (pay for perfomance). Disini berlaku konsep
meritokrasi (meritocracies) yaitu penghargaan diberikan atas dasar merit (prestasi). Konsep
ini sangat disukai oleh para profesional karena mereka memiliki kecenderungan bekerja
untuk suatu hasil, bukan bekerja untuk sekedar menjalankan tugas.

A. PREVALENSI (KELAZIMAN) dari RESUT CONTROL

Result control bersifat konsisten dan membutuhkan implementasi dari bentuk


desentralisasi organisasi dengan perluasan perwujudan otonomi atau pusat
pertanggungjawaban. Dengan kata lain, desentralisasi mencoba untuk mereplika “model
enterpreneural” dalam tipe perusahaan yang lebih besar, tempat seluruh manajer diberi
kekuasaan untuk memutuskan kemudian mempertanggunjawabkan hasilnya. Result control
tidak hanya dibutuhkan pada level manajemen saja, tetapi dapat juga diterapkan pada level
yang lebih bawah dalam organisasi.
Terdapat 2 pilihan/alternatif desain organisasi dalam konteks result control (arsitektur
organisasi) yaitu Desentralisasi, delegasi otoritas atau hak pengambilan keputusan oleh
manajer dan Sistem Insentif untuk memastikan manajer tidak menyalahgunakan
kewenangannya serta diberi reward yang sepadan dengan risiko yang dihadapinya. Dua
alternatif tersebut dikombinasikan untuk mencapai hasil terbaik. Pilihan yang diambil oleh
perusahaan terkait arsitektur organisasi sifatnya konteks-spesifik, yaitu bergantung kepada
beberapa faktor, antara lain: Struktur pasar, strategi organisasi, proses produksi dan layanan,
serta tingkat asimetri informasi. Faktor pendukung desentralisasi: informasi lokal yang lebih
banyak, kebutuhan waktu bagi manajemen di tingkat yang lebih tinggi, kebutuhan pelatihan
yang lebih bagi lower level manajer, biaya insentif yang layak, proses produksi atau
pelayanan yang membutuhkan sedikit koordinasi antar unit, informasi terpusat low level
dibutuhkan untuk fungsi unit local.
Pada organisasi level menengah result control umumnya diterapkan dalam bentuk
framework Management by Objective (MBO). MBO adalah suatu proses atasan dan bawahan
pada suatu organisasi bersama-sama mengidentifikasi tujuan bersama, menentuksn
tanggungjawab dan hasil yang ingin dicapai untuk setiap karyawan, dan menggunakan
ukuran tersebut sebagai panduan untuk mengoperasikan unit organisasi dan untuk menilai
kontribusi tiap-tiap anggota organisasi. Dengan demikian dalam MBO ini, hasil yang ingin
dicapai oleh suatu unit, manajernya, dan juga tiap-tiap orang yang bekerja dalam unit tersebut
teridentifikasi. Setiap orang tahu targetnya masing-masing.

B. RESULT CONTROL dan MASALAH PENGENDALIAN

Hasil yang didefinisikan dengan jelas akan memberikan informasi pada karyawan
mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan mendorong mereka melakukan tindakan
sesuai hasil yang diinginkan, sehingga result control mengurangi potensi kurangnya
pengarahan dan menjadi cara efektif terkait masalah motivasi, serta result control juga dapat
mengatasi masalah keterbatasan individual.
Pengukuran kinerja sebagai bagian dari result control juga menyediakan beberapa hal
nonmotivasi, tipe-deteksi pengendalian manfaat dari feedback yang alami. Pengukuran hasil
membenatu organisasi menjawab pertanyaan tentang bagaimana berbagai strategi, entitas
organisasi, dan karyawan bertindak. Jika kinerja gagal dan tidak sesuai yang diharapkan,
organisasi dapat mengganti strukturnya.

C. ELEMEN dari RESULT CONTROL

Ada lima tahap dalam implementasi result control, yaitu :

1. Mendefinisikan Dimensi Kinerja

Penentuan dimensi kinerja ini sangat penting karena sekali ditetapkan, seluruh elemen
organisasi harus berkomitmen untuk mencapai tujuan yang dimensinya telah ditetapkan
tersebut. Prestasi kerja mereka tidak bisa diukur dengan dimensi lain diluar yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini, menentukan dimensi kinerja yang tepat sangat penting karena
tujuan yang ditetapkan dan pengukuran yang dibuat akan membentuk pandangan
karyawan mengenai hal yang dianggap penting. Dengan kata lain, apa yang anda ukur
adalah apa yang anda dapatkan. Kemudian muncul apa yang mengkhawatirkan adalah
bahwa karyawan bekerja untuk memperbaiki area yang diukur tanpa memperhatikan
apakah dimensi pengukuran didefinisikan dengan benar atau tidak. Misalnya jika tidak
sesuai dengan tujuan organisasi atau strategi yang disepakati, maka result control akan
benar-benar mendorong karyawan melakukan hal yang salah.

2. Pengukuran Kinerja

Setelah dimensi kinerja ditetapkan, kita harus bersepakat tentang bagaimana cara
mengukur kinerjanya. Ini sangat penting karena suatu dimensi dapat diukur dengan cara
yang berbeda-beda. Pengukuran kinerja biasanya bervariasi pada seluruh level organisasi.
Pada level yang lebih tinggi, sebagian besar hasil yang penting didefinisikan dalam
dimensi keuangan. Pada tingkatan yang lebih rendah, biasanya akan dievaluasi dari
pengukuran operasional. Variasi keduanya menciptakan sebuah ketergantungan dalam
hierarki manajemen. Jika manajer mengidentifikasikan lebih dari satu ukuran hasil yang
diberikan kepada karyawan, mereka harus memberi bobot pada masing-masing
pengukuran sehingga penilaian mengenai kinerja dlaam tiap-tiap hasil dapat dikumpulkan
dalam evaluasi menyeluruh.

3. Pengaturan Target Kinerja

Dalam result control system, target harus ditentukan untuk setiap dimensi kinerja yang di
ukur. Terget kinerja mempengaruhi prilaku dalam 2 cara dasar, yaitu :

1. Menstimulasi aksi /meningkatkan motivasi dengan memberikan tujuan yang jelas bagi
karyawan untuk dicapai. Dalam hal ini, orang lebih suka diberi target khusus untuk
diambil, bukan hanya diberi pernyataan yang tidak jelas seperti lakukan yang terbaik
yang anda bisa/bekerja pada kecepatanyang wajar.

2. Target kinerja memungkinkan karyawan untuk menilai kinerja mereka sendiri. Target
membedakan kinerja yang baik dan buruk. Kegagalan dalam mencapai target memberi
manajer suatu tanda bahwa mereka tindakan mereka.

4. Pemberian Reward (Hadiah /Insentif)

Pemberian penghargaan kepada yang berhasil mencapai target dan memberikan hukuman
bagi yang tidak memenuhi target merupakan konsekuensi dari result accountability.
Penghargaan (reward) tidak terbatas pada penghargaan dalam bentuk uang. Penghargaan
bisa dalam bentuk uang maupun bukan uang. Penghargaan dalam bentuk uang dapat
berupa kenaikan gaji ataupun bonus. Sedangkan penghargaan dalam bentuk bukan uang
bisa dalam bentuk kesempatan untuk dipromosikan, pengakuan (sebagai karyawan
berprestasi misalnya), kemanan kerja yang lebih (misalnya status asuransi kesehatannya
dinaikkan dari silver ke gold), kesempatan training (dikirim training ke luar negeri bagi
yang mencapai target misalnya), promosi jabatan, atau bentuk-bentuk lainnya.

Hukuman (punishment) demikian pula, bisa dalam bentuk uang maupun dalam bentuk
bukan uang. Hukuman dalam bentuk uang misalnya penundaan kenaikan gaji ataupun
tidak diberikannya bonus bagi yang tidak target. Hukuman jenis ini memang tidak
mewajibkan karyawan untuk membayar kepada perusahaan sejumlah uang tertentu, tetapi
mereka tidak diberi hak seperti apabila mereka mencapai target. Jadi karyawan tidak akan
minus, tetapi tidak diberi plus. Namun ada pula perusahaan yang mewajibkan karyawan
untuk membayar dalam bentuk uang apabila tidak target. Yang harus diperhatikan disini
adalah penghargaan ataupun hukuman harus cukup berarti bagi karyawan. Artinya,
penghargaan yang terlampau kecil dan hukuman yang terlampau kecil yang tidak berarti
buat karyawan tidak akan memberikan motivasi kepada karyawan.
Organisasi dapat mendorong nilai yang memotivasi dari berbagai hubungan imbalan
sebagai bentuk penilaian hasil yang diperoleh yang dapat mempengaruhi karyawan.
Kekuatan motivasi dari imbalan yang bersifat ekstrinsik maupun intrinsic dapat dipahami
dari beberapa hal teori motivasi seperti teori pengharapan. Teori pengharapan mendalilkan
bahwa kekuatan motivasi individu adalah suatu fungsi dari (1) angka harapan atau
kepercayaan bahwa hasil tertentu akan diperoleh dari tindakan mereka, dan (2) valensi
atau kekuatan preferensi mereka terhadap hasil, tetapi bukan selalu terbatas pada uang
tetapi mungkin juga status dan martabat.

D. KONDISI YANG MENENTUKAN EFEKTIVITAS dari RESULT CONTROL

Result control tidak selalu dapat digunakan secara efektif. Result control bekerja
dengan baik hanya ketika seluruh kondisi berikut ada di dalam perusahaan:
1) Organisasi dapat menentukan hasil apa yang diinginkan di dalam wilayah yang dapat
dikendalikan.
2) Karyawan yang prilakunya dikendalikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
hasil yang mereka pertanggungjawabkan.
3) Organisasi dapat mengukur efektivitas hasil secara efektif.

1) Pengetahuan dari Hasil yang Diinginkan


Agar result control dapat digunakan, perusahaan harus tahu hasil apa yang diinginkan
dalam wilayah yang diharapkan dapat dikendalikan dan mereka harus
mengkomunikasikan efektivitas hasil yang diinginkan dari pekerjaan karyawan di area
tersebut. Terdapat tiga area hasil yaitu kualitas, biaya, dan penjadwalan yang mana
ketiganya seringkali berlawanan satu sama lain dan tujuan organisasi secara keseluruhan
adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham yang tidak banyak memberi petunjuk
dalam pembuatan pengorbanan. Pentingnya dari masing-masing bidang hasil ini dapat
bervariasi dari waktu ke waktu dan di antara bagian-bagian organisasi tergantung pada
kebutuhan dan strategi yang berbeda.

2) Kemampuan Mempengaruhi Hasil yang Diinginkan (Pengendalian)


Prinsip pengendalian ini adalah salah satu prinsip utama akuntansi pertanggungjawaban.
Dasar pemikirannya adalah bahwa ukuran hasil berdaya guna hanya pada batasan jika
informasi mengenai tindakan yang diinginkan atau keputusan yang dapat diambil telah
tersedia. Pada sebagian besar situasi organisasi, sejumlah/sebagian faktor yang tidak
terkendali berpengaruh terhadap pengukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja.
Namun, ketika banyak pengaruh besar yang tidak terkontrol mempengaruhi ketersediaan
pengukuran hasil, maka result control menjadi tidak efektif.
3) Kemampuan untuk Mengukur Efektivitas Hasil yang Dapat Dikendalikan
Seringkali, hasil yang dapat dikendalikan dari keinginan organisasi dan karyawan terkait
dapat berpengaruh, tetapi tidak dapat diukur secara efektif. Kriteria penting yang seharusnya
digunakan untuk menilai efektivitas pengukuran hasil, yaitu selaras dengan bidang hasil yang
diinginkan adalah kemampuan untuk membangkitkan perilaku yang diinginkan. Untuk
membangkitkan perilaku yang benar, sebagai tambahan agar menjadi selaras dan terkendali,
pegendalian hasil harus tepat, obiektif, tepat waktu, dan dapat dipahami.

 Ketepatan (Prescision)
Ketepatan mengacu pada jumlah keacakan dalam ukuran. Ketepatan adalah tingkat
dimana pengukuran yang diulang pada situasi yang hampir sama menunjukkan hasil
yang sama. Beberapa aspek kinerja seperti tanggung jawab sosial, kecerdasan dalam
menjalankan kepemimpinan, pengembangan pegawai menjadi sulit bahkan tidak
mungkin untuk diukur secara tepat, karena pengukuran mengandung kesalahan acak
atau bias yang sistematis. Pengukuran yang tidak tepat meningkatkan risiko kesalahan
evaluasi kinerja.

 Objektivitas (Objectivity)
Objektivitas yang berarti kebebasan dari bias. Pengukuran yang baik untuk tujuan
pengendalian seharusnya bersifat presisi dan objektif. Pengukuran objektivitas rendah
berarti kemungkinan bias tinggi. Terdapat dua alternatif untuk meningkatkan
objektivitas pengukuran, yaitu :
1. memiliki pengukuran yang dilakukan oleh orang yang independen dalam proses
seperti oleh personel di departemen pengendali.
2. memiliki pengukuran yang telah diverifikasi oleh pihak independen seperti auditor.

 Tepat Waktu (Timeliness)


Tepat waktu merujuk pada kesenjangan/lag antara kinerja karyawan dan hasil
pengukuran (dan penyediaan imbaan). Alasan dari ketepatan waktu merupakan kualitas
pengukuran yang penting yaitu motivasi dan meningkatkan nilai intervensi yang
diperlukan.

 Mudah Dipahami (Understandability)


Dua aspek yang menjadikan faktor mudah dipahami menjadi sangat penting, yaitu:
1. Karyawan yang perilakunya sedang dikendalikan harus memahami bahwa mereka
harus bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Ini membutuhkan
komunikasi seperti pelatihan.
2. Karyawan harus memahami apa yang harus mereka lakukan untuk mempengaruhi
ukuran, setidaknya dalam hal luas.

Anda mungkin juga menyukai