Oleh
Anggota Kelompok:
S1 AKUNTANSI INTAKE D3
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
RESULT CONTROL
Result control merupakan strategi pengendalian yang menekankan pada hasil dari suatu
aktivitas. Hal ini berkaitan dengan memberikan imbalan (reward) pada pihak-pihak yang
memperoleh hasil seperti yang diharapkan, dan memberikan hukuman (punishment) bagi
pihak-pihak yang tidak berhasil mendapat hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ini mengikuti
konsep result accountability, dimana karyawan (termasuk manajer) harus
mempertanggungjawabkan hasil yang diperoleh. Logika penggunaan result control berkaitan
dengan cara memperoleh hasil adalah bila target hasil telah ditetapkan dan para karyawan
benar-benar ingin mencapai target tersebut, maka para karyawan akan melakukan pekerjaan
tersebut dengan sebaik-baiknya agar hasil yang diperoleh dapat sesuai yang diharapkan. Jadi
kesungguhan untuk mencapai result yang diharapkan akan mempengaruhi cara bekerja
mereka. Oleh karenanya result control akan sangat baik apabila disertai dengan action
control.
Kenapa harus menggunakan result control? Karena result control memiliki kelebihan
tertentu. Karyawan yang dikendalikan melalui hasil yang diperoleh akan memiliki
keleluasaan dalam melaksanakan tugas karena yang difokuskan disini adalah hasilnya.
Terserah bagaimana cara kerjanya yang penting hasil harus sesuai dengan harapan. Hal ini
justru memberikan dorongan kepada karyawan untuk melakukan inovasi agar hasil yang
diperoleh bisa sesuai harapan. Jadi, dalam result control, reward diberikan bagi mereka yang
memperoleh hasil sesuai yang diharapkan (pay for perfomance). Disini berlaku konsep
meritokrasi (meritocracies) yaitu penghargaan diberikan atas dasar merit (prestasi). Konsep
ini sangat disukai oleh para profesional karena mereka memiliki kecenderungan bekerja
untuk suatu hasil, bukan bekerja untuk sekedar menjalankan tugas.
Hasil yang didefinisikan dengan jelas akan memberikan informasi pada karyawan
mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan mendorong mereka melakukan tindakan
sesuai hasil yang diinginkan, sehingga result control mengurangi potensi kurangnya
pengarahan dan menjadi cara efektif terkait masalah motivasi, serta result control juga dapat
mengatasi masalah keterbatasan individual.
Pengukuran kinerja sebagai bagian dari result control juga menyediakan beberapa hal
nonmotivasi, tipe-deteksi pengendalian manfaat dari feedback yang alami. Pengukuran hasil
membenatu organisasi menjawab pertanyaan tentang bagaimana berbagai strategi, entitas
organisasi, dan karyawan bertindak. Jika kinerja gagal dan tidak sesuai yang diharapkan,
organisasi dapat mengganti strukturnya.
Penentuan dimensi kinerja ini sangat penting karena sekali ditetapkan, seluruh elemen
organisasi harus berkomitmen untuk mencapai tujuan yang dimensinya telah ditetapkan
tersebut. Prestasi kerja mereka tidak bisa diukur dengan dimensi lain diluar yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini, menentukan dimensi kinerja yang tepat sangat penting karena
tujuan yang ditetapkan dan pengukuran yang dibuat akan membentuk pandangan
karyawan mengenai hal yang dianggap penting. Dengan kata lain, apa yang anda ukur
adalah apa yang anda dapatkan. Kemudian muncul apa yang mengkhawatirkan adalah
bahwa karyawan bekerja untuk memperbaiki area yang diukur tanpa memperhatikan
apakah dimensi pengukuran didefinisikan dengan benar atau tidak. Misalnya jika tidak
sesuai dengan tujuan organisasi atau strategi yang disepakati, maka result control akan
benar-benar mendorong karyawan melakukan hal yang salah.
2. Pengukuran Kinerja
Setelah dimensi kinerja ditetapkan, kita harus bersepakat tentang bagaimana cara
mengukur kinerjanya. Ini sangat penting karena suatu dimensi dapat diukur dengan cara
yang berbeda-beda. Pengukuran kinerja biasanya bervariasi pada seluruh level organisasi.
Pada level yang lebih tinggi, sebagian besar hasil yang penting didefinisikan dalam
dimensi keuangan. Pada tingkatan yang lebih rendah, biasanya akan dievaluasi dari
pengukuran operasional. Variasi keduanya menciptakan sebuah ketergantungan dalam
hierarki manajemen. Jika manajer mengidentifikasikan lebih dari satu ukuran hasil yang
diberikan kepada karyawan, mereka harus memberi bobot pada masing-masing
pengukuran sehingga penilaian mengenai kinerja dlaam tiap-tiap hasil dapat dikumpulkan
dalam evaluasi menyeluruh.
Dalam result control system, target harus ditentukan untuk setiap dimensi kinerja yang di
ukur. Terget kinerja mempengaruhi prilaku dalam 2 cara dasar, yaitu :
1. Menstimulasi aksi /meningkatkan motivasi dengan memberikan tujuan yang jelas bagi
karyawan untuk dicapai. Dalam hal ini, orang lebih suka diberi target khusus untuk
diambil, bukan hanya diberi pernyataan yang tidak jelas seperti lakukan yang terbaik
yang anda bisa/bekerja pada kecepatanyang wajar.
2. Target kinerja memungkinkan karyawan untuk menilai kinerja mereka sendiri. Target
membedakan kinerja yang baik dan buruk. Kegagalan dalam mencapai target memberi
manajer suatu tanda bahwa mereka tindakan mereka.
Pemberian penghargaan kepada yang berhasil mencapai target dan memberikan hukuman
bagi yang tidak memenuhi target merupakan konsekuensi dari result accountability.
Penghargaan (reward) tidak terbatas pada penghargaan dalam bentuk uang. Penghargaan
bisa dalam bentuk uang maupun bukan uang. Penghargaan dalam bentuk uang dapat
berupa kenaikan gaji ataupun bonus. Sedangkan penghargaan dalam bentuk bukan uang
bisa dalam bentuk kesempatan untuk dipromosikan, pengakuan (sebagai karyawan
berprestasi misalnya), kemanan kerja yang lebih (misalnya status asuransi kesehatannya
dinaikkan dari silver ke gold), kesempatan training (dikirim training ke luar negeri bagi
yang mencapai target misalnya), promosi jabatan, atau bentuk-bentuk lainnya.
Hukuman (punishment) demikian pula, bisa dalam bentuk uang maupun dalam bentuk
bukan uang. Hukuman dalam bentuk uang misalnya penundaan kenaikan gaji ataupun
tidak diberikannya bonus bagi yang tidak target. Hukuman jenis ini memang tidak
mewajibkan karyawan untuk membayar kepada perusahaan sejumlah uang tertentu, tetapi
mereka tidak diberi hak seperti apabila mereka mencapai target. Jadi karyawan tidak akan
minus, tetapi tidak diberi plus. Namun ada pula perusahaan yang mewajibkan karyawan
untuk membayar dalam bentuk uang apabila tidak target. Yang harus diperhatikan disini
adalah penghargaan ataupun hukuman harus cukup berarti bagi karyawan. Artinya,
penghargaan yang terlampau kecil dan hukuman yang terlampau kecil yang tidak berarti
buat karyawan tidak akan memberikan motivasi kepada karyawan.
Organisasi dapat mendorong nilai yang memotivasi dari berbagai hubungan imbalan
sebagai bentuk penilaian hasil yang diperoleh yang dapat mempengaruhi karyawan.
Kekuatan motivasi dari imbalan yang bersifat ekstrinsik maupun intrinsic dapat dipahami
dari beberapa hal teori motivasi seperti teori pengharapan. Teori pengharapan mendalilkan
bahwa kekuatan motivasi individu adalah suatu fungsi dari (1) angka harapan atau
kepercayaan bahwa hasil tertentu akan diperoleh dari tindakan mereka, dan (2) valensi
atau kekuatan preferensi mereka terhadap hasil, tetapi bukan selalu terbatas pada uang
tetapi mungkin juga status dan martabat.
Result control tidak selalu dapat digunakan secara efektif. Result control bekerja
dengan baik hanya ketika seluruh kondisi berikut ada di dalam perusahaan:
1) Organisasi dapat menentukan hasil apa yang diinginkan di dalam wilayah yang dapat
dikendalikan.
2) Karyawan yang prilakunya dikendalikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
hasil yang mereka pertanggungjawabkan.
3) Organisasi dapat mengukur efektivitas hasil secara efektif.
Ketepatan (Prescision)
Ketepatan mengacu pada jumlah keacakan dalam ukuran. Ketepatan adalah tingkat
dimana pengukuran yang diulang pada situasi yang hampir sama menunjukkan hasil
yang sama. Beberapa aspek kinerja seperti tanggung jawab sosial, kecerdasan dalam
menjalankan kepemimpinan, pengembangan pegawai menjadi sulit bahkan tidak
mungkin untuk diukur secara tepat, karena pengukuran mengandung kesalahan acak
atau bias yang sistematis. Pengukuran yang tidak tepat meningkatkan risiko kesalahan
evaluasi kinerja.
Objektivitas (Objectivity)
Objektivitas yang berarti kebebasan dari bias. Pengukuran yang baik untuk tujuan
pengendalian seharusnya bersifat presisi dan objektif. Pengukuran objektivitas rendah
berarti kemungkinan bias tinggi. Terdapat dua alternatif untuk meningkatkan
objektivitas pengukuran, yaitu :
1. memiliki pengukuran yang dilakukan oleh orang yang independen dalam proses
seperti oleh personel di departemen pengendali.
2. memiliki pengukuran yang telah diverifikasi oleh pihak independen seperti auditor.