Anda di halaman 1dari 10

PEGENDALIAN HASIL

Disusun oleh :
Kelompok 5
Heriyanto Pasaribu
Dwi Maulida Agustin
Sarah Permatasari
Cut Najla Firza Medina
Mata Kuliah
Dosen

: Sistem Pengendalian Manajemen


: Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Sumatera Utara
Medan
2015
Pengendalian Hasil

( 130503084 )
( 130503108 )
( 130503109 )
( 130503112 )

Pengendalian hasil atau dalam bahasa inggrisnya disebut dengan Result Control
merupakan strategi pengendalian yang menekankan pada hasil dari suatu aktivitas. Hal ini
berkaitan dengan memberikan imbalan (reward) pada pihak-pihak yang memperoleh hasil
seperti yang diharapkan, dan memberikan hukuman (punishment) bagi pihak-pihak yang
tidak berhasil mendapat hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ini mengikuti konsep result
accountability, dimana karyawan (termasuk manajer) harus mempertanggungjawabkan hasil
yang diperoleh.
Pengendalian hasil adalah tipe pengendalian yang melibatkan pemberian imbalan
pada karyawan untuk hasil yang bagus atau dapat juga disebut insentif atas kinerja.
Pengendalian hasil menciptakan meritocracies yaitu karyawan yang paling berbakat dan
bekerja keras akan dihargai lebih, daripada karyawan yang sudah lama bekerja atau memiliki
hubungan sosial lebih baik, namun kinerjanya rendah. Kelaziman pengendalian hasil
Pengendalian hasil digunakan untuk mengendalikan perilaku karyawan pada berbagai tingkat
organisasi.
Kalau hanya menekankan pada hasil, apakah ada jaminan bahwa mereka
mendapatkan hasil tersebut dengan cara yang benar? Disini akan diberikan contoh sederhana
di dunia pendidikan, dimana ditargetkan index prestasi (IP) minimal bagi mahasiswa
penerima beasiswa adalah 3.5. Apabila mahasiswa mendapatkan IP 3,5 maka akan diberi
reward berupa beasiswa untuk semester berikutnya, sedangkan yang tidak berhasil
mendapatkan IP 3,5 akan dicabut beasiswanya. Bagaimana kita yakin bahwa para mahasiswa
mendapatkan IP 3,5 dengan cara yang benar? Yang bukan karena nyontek, atau mencari
bocoran soal?
Logika penggunaan result control berkaitan dengan cara memperoleh hasil adalah
sebagai berikut: bila target hasil telah ditetapkan dan para karyawan benar-benar ingin
mencapai target tersebut, maka para karyawan akan melakukan pekerjaan tersebut dengan
sebaik-baiknya agar hasil yang diperoleh dapat sesuai yang diharapkan. Jadi dalam kaitannya
dengan contoh beasiswa di atas, maka mahasiswa akan bekerja keras untuk memperoleh IP
minimal 3,5. Jadi kesungguhan untuk mencapai result yang diharapkan akan mempengaruhi
cara bekerja mereka. Dijamin seperti itu? Tentu saja tidak dijamin apabila tidak ada kontrol
yang baik pada pelaksanaan kerja. Oleh karenanya result control akan sangat baik apabila
disertai dengan action control.

Lantas kenapa harus menggunakan result control? Karena result control memiliki
kelebihan tertentu. Karyawan yang dikendalikan melalui hasil yang diperoleh akan memiliki
keleluasaan dalam melaksanakan tugas karena yang difokuskan disini adalah hasilnya.
Terserah bagaimana cara kerjanya yang penting hasil harus sesuai dengan harapan. Hal ini
justru memberikan dorongan kepada karyawan untuk melakukan inovasi agar hasil yang
diperoleh bisa sesuai harapan.
Jadi, dalam result control reward diberikan bagi mereka yang memperoleh hasil sesuai
yang diharapkan (pay for perfomance). Disini berlaku konsep meritokrasi (meritocracies)
yaitu penghargaan diberikan atas dasar merit (prestasi). Konsep ini sangat disukai oleh para
profesional karena mereka memiliki kecenderungan bekerja untuk suatu hasil, bukan bekerja
untuk sekedar menjalankan tugas.
Agar lebih efektif pengendalian hasil membutuhkan implementasi desentralisasi
organisasi. Desentralisasi adalah pendelegasian hak dalam pengambilan keputusan. Dengan
desentralisasi akan dapat lebih jelas dalam menilai kinerja tiap manajer divisi. Kelemahan
desentralisasi :
1) Risiko tidak terdeteksinya kecurangan manajer
2) Risiko biaya operasional yang tinggi
3) Risiko terhadap reputasi perusahaan.
Selain desentralisasi, sistem insentif atas kinerja juga penting dalam penerapan
pengendalian hasil. Pengendalian hasil dan permasalahan pengendalian. Pengendalian
hasil merupakan pengendalian yang bersifat preventif dalam mengatasi berbagai masalah
pengendalian, yaitu :
1) Pemahaman karyawan mengenai apa yang harus mereka kerjakan dan hasilkan
2) Motivasi karyawan (memaksa karyawan bekerja keras)
3) Keterbatasan individu (memaksa karyawan memiliki keahlian tertentu)
4) Feedback atas pengendalian yang sedang dijalani untuk menilai strategi,
organisasi dan karyawan.

Elemen Pengendalian Hasil


Dalam implementasi pengendalian hasil, memerlukan 4 elemen yang bertahap yaitu :

1) Mendefinisikan dimensi kinerja. Perusahaan perlu menentukan fokus pada suatu


dimensi kinerja agar dapat menentukan hasil yang harus diukur. Selain perlu
menentukan apa yang perusahaan inginkan untuk diukur, juga harus memastikan
bahwa pengukuran yang dilakukan sudah sesuai.
2) Pengukuran kinerja. Pengukuran merupakan elemen penting dalam sistem
pengendalian hasil. Objek dari pengukuran adalah kinerja yang khusus dari entitas
organisasi/seorang karyawan pada periode tertentu.
3) Pengaturan target kinerja. Target kinerja dapat mempengaruhi tindakan dalam dua
cara :
a) Meningkatkan motivasi dengan menyediakan tujuan yang jelas bagi
karyawan
b) Target kinerja membuat karyawan dapat menilai dirinya sendiri
4) Pemberian imbalan. Imbalan dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Imbalan ekstrinsik, berupa uang atau non uang seperti penghargaan
pegawai terbaik
b) Imbalan intrinsik, dihasilkan secara internal melalui adanya rasa puas
atas pencapaian hasil.

Kondisi yang menentukan efektivitas pengendalian hasil


Pengendalian hasil akan maksimal apabila 3 kondisi berikut terpenuhi :
1) Organisasi tahu hasil yang diinginkan.
2) Kemampuan mempengaruhi hasil (hasil dapat dikendalikan dengan meningkatkan
kinerja karyawan).
3) Kemampuan mengukur hasil yang dapat dikendalikan secara efektif.
Kriteria kunci dalam menilai pengukuran hasil telah efektif adalah kemampuan dari
pengukuran untuk mengubah perilaku ke arah yang tepat. Agar efektif pengukuran hasil
haruslah :
1) Tepat, hasil yang diukur dapat dikendalikan.
2) Objektif; bebas dari prasangka.
3) Tepat waktu; kerja pegawai dinilai dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang.

4) Dapat dipahami; pegawai paham apa yang dinilai dari mereka dan pegawai paham apa
yang harus dilakukan untuk mendapat penilaian yang baik.

Pendekatan result control sering pula diterapkan dalam organisasi yang menggunakan
konsep management by objective (MBO). Dalam MBO, atasan dan bawahannya pada suatu
organisasi bersama-sama mengidentifikasi tujuan bersama, kemudian tanggungjawab dan
hasil yang ingin dicapai dirinci untuk setiap karyawan, yang kemudian menggunakan ukuran
tersebut sebagai dasar untuk menjalankan unit organisasi dan untuk mengukur kontribusi
tiap-tiap anggota organisasi. Dengan demikian dalam MBO ini, hasil yang ingin dicapai oleh
suatu unit, manajernya, dan juga tiap-tiap orang yang bekerja dalam unit tersebut
teridentifikasi. Setiap orang tahu targetnya masing-masing.
Bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan apabila akan merancang result
control? Ada lima tahap yang harus dilalui. Pertama adalah menetapkan dimensi apa saja
yang tepat untuk menilai kinerja suatu unit organisasi. Kedua, menetapkan bagaimana
mengukur dimensi kinerja tersebut. Ketiga, menetapkan target. Keempat, melakukan
monitoring atas kinerja yang diperoleh. Dan yang terakhir memberikan reward dan
punishment.

Mendefinisikan Dimensi Kinerja


Dimensi kinerja bagi suatu organisasi akan berbeda dengan organisasi lainnya
bergantung pada karakteristik bisnisnya. Yang paling penting disini adalah kita harus
menetapkan apa saja yang harus dilihat untuk menyatakan suatu unit organisasi berkinerja
baik atau tidak. Keberhasilan suatu unit bisnis bisa dilihat dari aspek profitabilitasnya,
kepuasan pelanggannya, kepuasan pemegang sahamnya, pangsa pasarnya, dan kualitas
produknya. Di suatu universitas kinerjanya dapat dilihat dari jumlah dan mutu penelitian,
kualitas pengajaran, kualitas lulusan, dan produktivitas lulusan.
Penentuan dimensi kinerja ini sangat penting karena sekali ditetapkan, seluruh elemen
organisasi harus berkomitmen untuk mencapai tujuan yang dimensinya telah ditetapkan
tersebut. Prestasi kerja mereka tidak bisa diukur dengan dimensi lain diluar yang telah
ditetapkan.

Cara Pengukuran Kinerja


Setelah dimensi kinerja ditetapkan, kita harus bersepakat tentang bagaimana cara
mengukurnya. Ini sangat penting karena suatu dimensi dapat diukur dengan cara yang
berbeda-beda. Mengukur profitabilitas bisa dengan beragam cara, demikian pula untuk
mengukur lainnya. Oleh karenanya diperlukan kesepakatan. Tanpa kesepakatan bisa
menimbulkan kerancuan dikemudian hari.
Dengan mengambil contoh dimensi kinerja yang telah ditetapkan pada suatu unit
bisnis, mari kita coba tentukan cara mengukurnya. Dimensi kinerja yang pertama adalah
profitabilitas. Profitabilitas dapat diukur dari jumlah laba dalam rupiah (total pendapatan
dikurangi total biaya), profit margin (laba dibagi dengan total pendapatan kemudian dikalikan
100%), atau dengan cara pengukuran profitabilitas lainnya. Dimensi kinerja kedua dalam
contoh di atas adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan jumlah
pelanggan yang melakukan pembelian ulang, jumlah pelanggan baru yang melakukan
pembelian berdasar rekomendasi pelanggan lama, atau bisa juga menggunakan ukuran
customer satisfaction index yang angkanya didapatkan dari hasil survey kepada pelanggan.
Kepuasan pemegang saham bisa dilihat dari hasil survey atapun ukuran lain seperti
pendapatan per lembar saham (earning per share atau EPS, yaitu jumlah laba dibagi dengan
jumlah saham). Demikian selanjutnya kita harus sepakati cara pengukuran tiap-tiap dimensi
kinerja.

Penetapan Target
Target merupakan suatu ukuran tentang sesuatu yang ingin kita capai dalam suatu
kurun waktu tertentu. Fungsi menetapkan target adalah untuk memotivasi kita mencapai apa
yang telah kita tetapkan dan untuk menjaga agar kita bekerja secara efisien. Dengan kata lain
adalah agar kita bekerja efektif dan efisien. Efektif berarti kita bekerja pada koridor untuk
mencapai tujuan atau dengan kata lain kita bekerja dengan benar. Sedangkan efisien adalah
kita bekerja secara hemat. Jadi kalau bisa mencapai tujuan dengan biaya yang lebih murah
mengapa harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal? Kalau dalam bentuk formula, efektif
adalah

membandingkan

antara

output

membandingkan antara output dengan input.

dengan

tujuan,

sedangkan

efisien

adalah

Target harus ditetapkan secara cermat dan harus merupakan perpaduan antara top
down dan buttom up. Dengan kata lain target harus ditetapkan dengan melalui komunikasi
yang baik antara yang memberikan target dan yang akan menjalankan target. Mengapa?
Karena atasan akan lebih cenderung menetapkan target yang setinggi-tingginya sedangkan
yang akan menjalankan akan cenderung menetapkan target yang serendah-rendahnya. Target
yang terlamapu tinggi yang hampir tidak mungkin tercapai justru tidak memotivasi .
Sebaliknya, target yang terlampau rendah akan merugikan perusahaan. Tentu saja karyawan
akan senang apabila targetnya rendah karena mereka akan lebih mudah mencapainya, tapi
perusahaan akan dirugikan karena seharusnya bisa memperoleh hasil yang lebih apabila
target ditetapkan lebih tinggi dan bisa terpenuhi. Untuk sebagai pedoman, target yang baik
adalah yang challenging but acheivable. Target harus menantang, tetapi juga pada takaran
yang harus memungkinkan untuk dicapai.
Target yang ditetapkan disini harus konsisten dengan ukuran kinerja yang telah
ditetapkan. Misalnya, dalam contoh di atas, kinerja kita antara lain diukur dari aspek
profitabilitas, dan profitabilas ini diukur dengan jumlah rupiah laba yang dihasilkan dan
profit margin. Maka target disini harus mencantumkan angka, yang sesuai dengan ukuran
yang telah disepakati untuk digunakan. Misalnya, laba tahun ini targetnya Rp. 2 Milyar,
dengan profit margin sebesar 20%. Jadi setelah target ini ditentukan, maka tugas kita
selanjutnya adalah mencapai laba Rp. 2 Milyar, dan profit margin 20%. Dengan kata lain, kita
bekerja untuk mencapai target tersebut! Bukan target yang lain yang diluar apa yang telah
ditetapkan.

Monitoring Kinerja
Setelah target ditetapkan, maka kita harus berusaha mencapainya, karena target itulah
yang akan digunakan sebagai dasar apakah kita memberikan hasil sesuai yang diharapkan
atau tidak. Dalam perjalanan menuju target, kita harus memiliki mekanisme untuk mengukur
seberapa jauh kita telah merealisasikan

target, sehingga kita memiliki informasi sudah

seberapa jauh kita melangkah dan masih seberapa jauh kita harus melangkah. Yang harus
diingat disini, kita dalam mengukur realisasi kerja harus dengan formula yang telah
ditetapkan.

Kalaupun target ditetapkan tahunan, bukan berarti kita memonitor kinerja kita hanya
pada akhir tahun. Target tahunan bisa kita rinci menjadi target bulanan, target mingguan,
bahkan target harian. Tetapi tetap saja, kalau sudah kita sepakati bahwa target adalah tahunan,
maka pemenuhan target bulanan dan mingguan atau harian tersebut hanyalah dalam kerangka
agar target tahunan terpenuhi.

Reward and Punihment


Pemberian penghargaan kepada yang berhasil mencapai target dan memberikan
hukuman bagi yang tidak memenuhi target merupakan konsekuensi dari result accountability.
Penghargaan (reward) tidak terbatas pada penghargaan dalam bentuk uang. Penghargaan bisa
dalam bentuk uang maupun bukan uang. Penghargaan dalam bentuk uang dapat berupa
kenaikan gaji ataupun bonus. Sedangkan penghargaan dalam bentuk bukan uang bisa dalam
bentuk kesempatan untuk dipromosikan, pengakuan (sebagai karyawan berprestasi misalnya),
kemanan kerja yang lebih (misalnya status asuransi kesehatannya dinaikkan dari silver ke
gold),

kesempatan training (dikirim training ke luar negeri bagi yang mencapai target

misalnya), promosi jabatan, atau bentuk-bentuk lainnya.


Hukuman (punishment) demikian pula, bisa dalam bentuk uang maupun dalam bentuk
bukan uang. Hukuman dalam bentuk uang misalnya penundaan kenaikan gaji ataupun tidak
diberikannya bonus bagi yang tidak target. Hukuman jenis ini memang tidak mewajibkan
karyawan untuk membayar kepada perusahaan sejumlah uang tertentu, tetapi mereka tidak
diberi hak seperti apabila mereka mencapai target. Jadi karyawan tidak akan minus, tetapi
tidak diberi plus. Namun ada pula perusahaan yang mewajibkan karyawan untuk membayar
dalam bentuk uang apabila tidak target. Perusahaan taxi misalnya, mereka menetapkan target
agar sopir dalam satu hari harus setor uang sejumlah tertentu. Apabila target, sopir
mendapatkan bonus, yaitu hak atas uang kelebihan, tetapi apabila tidak target, sopir
diwajibkan menutup selisih antara target dengan yang diperoleh pada hari tersebut. Walau
cara yang terakhir ini ada yang menerapkan, namun sering dipertanyakan dari aspek etika dan
perlindungan karyawan. Hukuman dalam bentuk bukan uang tentunya adalah sisi kebaikan
dari reward. Jadi karyawan yang tidak target bisa ditunda promosinya, atau bahkan
diturunkan levelnya diperusahaan.

Yang harus diperhatikan disini adalah penghargaan ataupun hukuman harus cukup
berarti bagi karyawan. Artinya, penghargaan yang terlampau kecil dan hukuman yang
terlampau kecil yang tidak berarti buat karyawan tidak akan memberikan motivasi kepada
karyawan. Memang menjadi sangat relatif akhirnya, apa yang berarti bagi seseorang bisa jadi
tidak berarti bagi orang lain. Untuk itu disini pedomannya adalah bukan nilai rupiahnya,
tetapi nilai keberartiannya. Sebagai contoh bonus Rp. 100.000,- akan berarti buka office boy,
tetapi akan tidak berarti bagi seorang manajer. Jadi, penghargaan maupun hukuman harus
tepat sasaran dan tepat takaran.

Pro dan Kontra


Kelebihan dan kekurangan suatu metoda adalah hal yang biasa. Oleh karenanya ada
yang mendukung (pro) dan ada pula yang tidak mendukung (contra) atas result control ini.
Yang pro terhadap result control beranggapan bahwa result control merupakan cara yang
praktis untuk mengendalikan seseorang atau bagian organisasi karena ukurannya sangat
mudah, yaitu hasilnya sesuai dengan harapan atau tidak. Result control juga memberikan
kesempatan kepada para karyawan untuk bebas berimprovisasi atas cara kerjanya, karena
yang penting adalah hasilnya. Jadi justru merangsang inovasi. Karyawan tidak terkekang
dengan cara-cara kerja standar yang sebetulnya masih bisa ditingkatkan. Bahkan, cara kerja
mungkin bahkan lebih baik karena untuk mencapai hasil yang baik diperlukan cara kerja
yang baik pula. Result control juga merupakan pendekatan pengendalian yang relatif murah
bila dibandingkan dengan action control. Hal ini dikarenakan kesederhanaan cara
pengukurannya dan jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan monitoring hasil lebih sedikit.
Yang kontra terhadap pendekatan result control beranggapan bahwa cara
pengendalian ini sama saja dengan mengalihkan resiko kepada pelaksana, karena yang akan
diterima oleh organisasi (bisa perusahaan atau bentuk organisasi lain) adalah hanya hasilnya
memenuhi standar, baik dari sisi jumlah maupun kualitas. Disamping itu, dengan hanya hasil
yang diperhitungkan bisa mendorong karyawan untuk melaksanakan tugasnya

dengan

berbagai cara termasuk yang mungkin tidak sesuai dengan etika agar target terpenuhi.
Misalnya, karyawan melakukan manipulasi data karena yang penting adalah target tahun ini
tercapai. Penjualan yang seharusnya belum pasti, sudah dilaporkan bahwa barang tersebut
sudah terjual. Biaya yang seharusnya dilaporkan tahun ini, ditunda pelaporannya pada awal
tahun mendatang agar tahun ini target biaya terpenuhi. Hal lain yang menjadikan orang

kontra adalah soal bahayanya apabila penetapan tidak tepat karena

apabila penetapan

targetnya tidak tepat, akan menjadikan perusahaan tidak mendapatkan yang seharusnya.
Pro dan kontra yang ada disini bukan berarti kita dihadapkan pada pilihan akan
menggunakan result control atau tidak, namun kita justru harus mampu memaksimalkan
kelebihan yang ada dan meminimalkan, atau bahkan mengeliminasi kekurangan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai