Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cairan sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau homeostasis
tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dapat mempengaruhi fungsi fisiologis
tubuh. Pemenuhan kebutuhan cairan termasuk kebutuhan fisiologis yang berarti
merupakan kebutuhan yang mendasar, untuk itu pada makalah ini dibahas
mengenai cairan, jenis cairan, fungsi cairan, mekanisme dalam tubuh,
masalahnya dan juga tindakan keperawatan nya dalam menangani masalah
kebutuhan cairan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi kebutuhan cairan?
2. Apa itu volume dan distribusi cairan tubuh?
3. Bagaimana pergerakan cairan dalam tubuh?
4. Sistem apa aja yang berperan dalam kebutuhan cairan?
5. Bagaimana keseimbangan cairan dan pengaturannya dalam tubuh?
6. Faktor apa saja yang mempengaruhi kebutuhan cairan?
7. Apa masalah yang terkait dengan kebutuhan cairan?
8. Bagaimana menghitung kebutuhan cairan dan keseimbangan cairan?
9. Apa saja tindakan dalam menangani masalah kebutuhan cairan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi kebutuhan cairan
2. Mengetahui volume dan distribusi cairan dalam tubuh
3. Mengetahui pergerakan cairan dalam tubuh
4. Mengetahui sistem apa aja yang berperan dalam kebutuhan cairan
5. Mengetahui keseimbangan cairan dan pengaturannya dalam tubuh
6. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kebutuhan cairan
7. Mengetahui masalah yang terkait dengan kebutuhan cairan
8. Mengetahui cara menghitung kebutuhan cairan dan keseimbangan cairan
9. Mengetahui tindakan-tindakan dalam menangani masalah kebutuhan cairan.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Kebutuhan Cairan


2.1.1 Definisi Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon terhadap stressor
fisiologi dan lingkungan. Cairan saling berhubungan, ketidakseimbangan
yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan.
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara
fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90%
dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari
tubuh.
Fungsi cairan :
 Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh.
 Transpor nutrien ke sel.
 Transpor hasil sisa metabolisme
 Transpor hormon
 Pelumas antar-organ
 Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler.

2.1.2 Volume dan Distribusi Cairan Tubuh


Total jumlah volume cairan tubuh (total body water) kira-kira 60% dari
berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat
sedikit menyimpan cairan, lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga
jumlah volume cairan wanita lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh
terhadap jumlah volume cairan, semakin tua usia semakin sedikit kandungan
airnya. Persentase tersebut bervariasi bergantung beberapa faktor diantaranya:

2
 TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan. Kisaran
ini tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah jaringan adipose
yang berbeda, yang mana jaringan ini hanya mengandung sedikit air.
 TBW pada wanita lebih kecil dibanding dengan laki-laki dewasa pada
umur yang sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang umumnya
lebih banyak mengandung jaringan lemak.
 TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan
 Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan menurunjkan
jumlah kandungan total air tubuh
TBW dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan
cairan ekstraseluler (CES):
1. Cairan Intraseluler (CIS)
Cairan intraseluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki
dewasa dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada
dalam sel darah merah yang berada di dalam intravaskuler. Komposisi CIS
dan kandungan airnya bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya,
jaringan lemak memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan
tubuh lainnya.
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat
perbedaan umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar
Na+, Cl dan HCO3 yang lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih
banyak ion K+ dan fosfat serta protein yang merupakan komponen utama
intra seluler.
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan
stabil namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui
mekanisme pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan
energi sebagaimana transport aktif.
2. Cairan Ekstraseluler (CES)
Cairan ekstraseluler (CES), yaitu seluruh cairan di luar sel. cairan ini
terdiri atas plasma (cairan intravaskuler) 5%, cairan interstisial (cairan di
sekitar tubuh seperti limfe) 10-15%, dan transeluler (misalnya, cairan

3
serebrospinalis, sinovia, cairan dalam peritonium, cairan dalam rongga mata,
dan lain-lain) 1-3%.
Dua kompartemen terbesar dari cairan ekstrasluler adalah cairan
interstisial, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma,
Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan
dengan cairan interstisiel melalui celah-celah membran kapiler. Celah ini
bersifat sangat permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan
ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraseluler terus
bercampur, sehingga plasma dan interstisiel mempunyai komposisi yang
sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh
terpisah dari plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu
berarti dalam keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan
dimana terjadi pengeluaran jumlah cairan transeluler secara berlebihan maka
akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Cairan
yang termasuk cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal, cairan dalam
kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan
pleura, peritoneal, dan perikardial.

2.1.3 Pergerakan Cairan dalam Tubuh


Cairan dan elektrolit dalam tubuh selalu bergerak di antara ketiga tempat
cairan tersebut, yaitu intraseluler, interstitial, dan intravaskuler (Asmadi, 2008).
Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), mekanisme pergerakan cairan tubuh
melalui tiga proses, yaitu:
1. Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit
didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran
molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur.
2. Osmosis

4
Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membran
semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi
yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
3. Transpor Aktif
Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya aktif
dari tubuh seperti pompa jantung.

2.1.4 Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan


Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), pengeluaran cairan terjadi melalui
organ-organ seperti:
1. Ginjal
Ginjal merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170
liter darah untuk disaring setiap hari. Hasil penyaringan ginjal tersebut
dikeluarkan dalam bentuk urine. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam.
Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1500 ml/hari. Jumlah urine yang
diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
2. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari
aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan demam. Hilangnya
cairan melalui kulit disebut juga dengan Isensible Water Loss (IWL), yaitu
sekitar 15-20 ml/24 jam.
3. Paru-paru
Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang
hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas
akibat pergerakan atau demam.
4. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal (melalui feses)
setiap hari sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-
15 cc/kg BB/24 jam, dengan kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan suhu
1 derajat celsius.

5
2.1.5 Keseimbangan Cairan dan Pengaturannya dalam Tubuh
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake (masukan) cairan dan output
(pengeluaran) cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan makanan.
Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500 ml/hari. Sekitar 1.200 ml
berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan pengeluaran
cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-1500 ml/hari, feses 100 ml, paru-
paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), pengaturan keseimbangan cairan


dapat dilakukan melalui mekanisme tubuh. Mekanisme tubuh tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Rasa Dahaga
Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah sebagai berikut:
a. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya
menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang hipotalamus
untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab terhadap sensasi
haus.
b. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik dan
mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.
2. Anti-diuretik hormon (ADH)
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari
hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormon ini meningkatkan
reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat air.
3. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal
untuk meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh
perubahan konsentrasi kalium, natrium serum, dan sistem angiotensin renin serta
sangat efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.

6
4. Prostaglandin
Prostagladin adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak jaringan
dan berfungsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan darah, konstruksi
uterus, dan mobilitas gastrointestinal. Dalam ginjal, prostaglandin berperan
mengatur sirkulasi ginjal, respons natrium, dan efek ginjal pada ADH.
5. Glukokortikoid
Meningkatkan resorpsi natrium dan air, sehingga volume darah naik dan
terjadi retensi natrium. Perubahan kadar glukokortikoid menyebabkan perubahan
pada keseimbangan volume darah.

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dalam Tubuh


Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit adalah sebagai berikut:
1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang
diperlukan, dan berat badan.
2. Temperatur
Lingkungan Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat
kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari
3. Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi,
proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraseluler.
4. Stress
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan
glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses
ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
5. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan
hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.

7
2.1.7 Masalah Terkait Pemenuhan Kebutuhan Cairan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri
dari dua bagian yaitu:
1. Hipovolemik
Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit,
ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalah peningkatan rangsangan saraf
simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan
vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang
berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering.
Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata cekung, pengosongan vena
jugularis. Pada bayi dan anak-anak adanya penurunan jumlah air mata. Pada
pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus, hipotensi, dan oliguri.

2. Hipervolemik
Hipervolemik adalah penambahan atau kelebihan volume CES, dapat terjadi
pada saat:
 Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air
 Fungsi ginjal abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air
 Kelebihan pemberian cairan
 Perpindahan cairan dari interstisial ke plasma
Gejala yang mungkin terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan penurunan
tekanan darah, nadi kuat, edema, adanya ronchi, kulit lembab.

8
2.1.8 Menghitung Kebutuhan Cairan dan Keseimbangan Cairan

Rumus Kebutuhan Cairan Pada Orang Dewasa

Dewasa :
BB 10 kg pertama = 1000cc
BB 10 kg kedua = 500 cc
20 cc x sisa bb
+

Rumus Kebutuhan Cairan Pada Anak

Anak :
4 x 10kg pertama = 40cc
2 x 10kg kedua = 20 cc
1 x sisa bb
+

Rumus Balance Cairan = Input – (IWL + Output)

Rumus IWL = 15 X BB
24 jam
 IWL adalah insensible water loss : jumlah cairan yang keluarnya tidak kita
sadari dan sulit di hitung, seperti keringat dan uap hawa
 Input / cairan masuk : infus, obat, minum, makanan, oksidasi metabolik
 Output / cairan keluar : urin, feses

9
2.2 Prosedural Keperawatan dalam Memenuhi Kebutuhan Pasien
Berhubungan dengan Gangguan Kebutuhan Cairan

2.2.1 Mengukur Tekanan Darah


1. Pengertian
Kerja jantung dapat dilihat melalui tekanan darah, tekanan darah terdiri atas
tekanan sistolik (pembilang) yaitu merupakan tekanan yang tertinggi pada
dinding arteri yang terjadi ketika bilik kiri jantung menyemprotkan darah
melalui katup aorta yang terbuka ke dalam aorta, dan tekanan diastole
(penyebut) yaitu tekanan yang minimal terhadap dinding arteri pada setiap
waktu (Perry & Potter. 1997). Satuan tekanan darah adalah mmHg.
Tekanan darah normal pada tiap orang berbeda. Oleh karena itu perlu
mengkaji tekanan darah normal pada orang tertentu. Menurut Perry & Potter,
seorang dewasa muda rata-rata tekanan darah normalnya adalah 120/80
mmHg. Jika terjadi kenaikan atau penurunan sebesar 20-30 mmHg atau lebih
perlu dikaji kembali apakah orang tersebut mempunyai gangguan pada sistem
sirkulasi.

2. Tempat Pengukuran Tekanan Darah


a. Arteri brankial: arteri yang terletak disiku bagian dalam.
b. Arteri popliteal: arteri yang terletak dibelakang lutut
c. Arteri radial: arteri yang terletak pada pergelangan tangan yang sejajar
dengan ibu jari.

3. Pemeriksaan Tekanan Darah


Peralatan dan Perlengkapan:
 Sphygmomanometer (tensimeter) yang terdiri atas:
 Manometer air raksa + klep pembuka dan penutup
 Manset udara sesuai dengan ukuran
 Selang karet
 Pompa udara dari karet + sekrup pembuka dan penutup

10
 Meja periksa atau tempat tidur
 Stetoskop
 Buku catatan tanda vital
 Pen
Prosedur Kerja :
1. Tahap Interaksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya
 Menyiapkan alat
 Mencuci tangan
2. Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama pasien
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien atau keluarga
 Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
 Mencuci tangan dengan benar
3. Tahap Kerja
 Atur posisi pasien.
 Letakkan lengan yang hendak di ukur tekanan darah dengan posisi
terlentang.
 Lengan baju di buka.
 Pasang manset pada lengan kanan atas sekitar 3cm di atas fossa cubiti
(jangan terlalu ketat maupun longgar).
 Tentukan denyut nadi arteri radialis dekstra.
 Pompakan udara ke dalam manset sampai denyut nadi arteri radialis
dekstra tidak teraba dengan tekanan rata-rata tekanan normal.
 Letakkan diafragma stetoskop di atas arteri brakhialis dan dengarkan.
 Keluarkan udara dalam manset secara perlahan dan berkesinambungan
dengan memutas sekrup pada pompa udara berlawanan arah jarum jam.
 Catat hingga mmHg pada manometer di mana arteri pertama berdenyut
kembali.

11
 Catat tinggi mmHg pada manometer
Fase Korotkoff I: Menunjukkan besarnya tekanan sistolik secara
auskultasi.
Fase Korotkoff IV / V: Menunjukkan besarnya tekanan diastolik secara
auskultasi.
 Cuci tangan.
 Catat hasil.
4. Tahap Terminasi
 Merapikan pasien
 Melakukan evaluasi tindakan
 Merapikan alat
 Berpamitan
 Mencuci tangan

2.2.2 Menghitung Nadi


Denyut nadi adalah salah satu efek dari pemompaan jantung. Denyut nadi
merupakan frekuensi berdenyutnya arteri atau pembuluh darah bersih dalam
satu menit. Denyut nadi bisa dirasakan di beberapa bagian tubuh di mana
pembuluh darah arteri terletak tidak jauh di bawah kulit. Beberapa tempat di
mana kita bisa merasakan denyut nadi adalah di pergelangan tangan, bagian
dalam siku, dan di bagian leher (dekat bagian belakang telinga).
Denyut nadi memiliki jumlah yang sama dengan detak jantung. Hal ini
disebabkan oleh kontraksi jantung memberikan pengaruh terhadap
meningkatnya tekanan darah dan denyut nadi dalam arteri. Denyut nadi
normal bisa menjadi salah satu indikasi bahwa jantung Anda juga normal dan
bekerja dengan baik.
Denyut nadi dapat bervariasi antar individu. Jumlahnya dapat lebih rendah
saat Anda sedang dalam keadaan istirahat dan dapat meningkat saat Anda
sedang olahraga. Hal ini karena saat olahraga tubuh membutuhkan lebih
banyak darah yang membawa oksigen untuk dialirkan ke semua sel-sel dalam
tubuh.

12
Berikut ini merupakan jumlah denyut nadi normal per menit:
a. Bayi sampai usia 1 tahun: 100-160 kali per menit
b. Anak usia 1-10 tahun: 70-120 kali per menit
c. Anak usia 11-17 tahun: 60-100 kali per menit
d. Dewasa: 60-100 kali per menit
Umumnya, denyut nadi yang berada di kisaran paling bawah (60 kali per
menit misalnya pada orang dewasa) saat keadaan istirahat menunjukkan
bahwa jantung bekerja dengan efisien saat memompa darah dan tubuh Anda
lebih bugar. Orang yang aktif memiliki otot jantung yang lebih baik sehingga
jantung tidak perlu bekerja keras untuk mempertahankan fungsi tubuh.
Beberapa hal yang dapat memengaruhi jumlah denyut nadi Anda per menit
adalah:
a. Aktivitas fisik
Denyut nadi ketika kita sedang beristirahat cenderung lambat. Setelah
melakukan aktivitas fisik, denyut nadi umumnya akan lebih cepat. Terutama
jika aktivitasnya cukup berat seperti berolahraga.
Perubahan denyut nadi akibat aktivitas fisik seperti olahraga terjadi karena
tubuh membutuhkan lebih banyak supplai oksigen yang dibawa oleh darah.
Sehingga darah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh pun lebih banyak
dan meningkatkan julmah denyut nadi.
b. Suhu udara
Umumnya denyut nadi akan lebih cepat ketika kita berada di suhu udara
yang lebih tinggi dari biasanya. Kenaikan denyut nadi akibat kenaikan suhu
biasanya sekitar 5-10 kali per menit.
c. Posisi tubuh
Posisi tubuh yang berubah juga bisa memicu perubahan pada jumlah
denyut nadi. Ketika kita sedang dalam posisi berbaring, lalu kemudian kita
berdiri, denyut nadi akan cenderung naik pada detik-detik awal.
d. Emosi

13
Beberapa kondisi seperti marah, sedih, cemas, takut, stres, hingga terlalu
senang bisa merubah denyut nadi seseorang. Biasanya denyut nadi akan
semakin cepat ketika kita merasakan emosi tertentu.
e. Ukuran tubuh
Orang dengan berat badan yang lebih besar biasanya cenderung memiliki
denyut nadi yang lebih cepat dari yang lain. Tetapi angka normal
maksimalnya tetap pada 100 kali per menit.
f. Obat-obatan
Penggunaan obat sering kali menimbulkan efek samping, salah satunya
adalah perubahan pada denyut nadi. Terdapat jenis obat-obatan yang bisa
memperlambat denyut nadi dan ada juga yang memberikan efek sebaliknya.
Tidak masalah jika kita tidak memiliki jumlah denyut nadi yang sama
dengan orang lain. Pada dasarnya jika denyut nadi masih berada di kisaran
normal, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Denyut nadi dapat diukur di beberapa titik dalam tubuh , seperti:
1. Pergelangan tangan
2. Siku bagian dalam
3. Sisi leher bagian bawah
Persiapan Alat:
1. Arloji
2. Buku catatan

Prosedur Pelaksanaan:
1. Tahap Interaksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya
 Menyiapkan alat
 Mencuci tangan
2. Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama pasien
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien atau keluarga

14
 Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
 Mencuci tangan dengan benar
3. Tahap Kerja
 Mendekatkan alat ke samping klien
 Memberitahu klien tentang prosedur dan tujuannya
 Mencuci tangan
 Membantu klien untuk melakukan posisi telentang atau duduk
 Menempatkan dua atau tiga jari tangan pemeriksa di pergelangan
tangan di lekukan radiasi searah ibu jari klien.
 Berikan tekanan ringan diatas radius, abaikan denyutan awal dan
kemudian tekanan rileks sehingga denyutan menjadi mudah di palpasi.
 Saat denyutan teratur, hitung frekuensi denyut dengan jam tangan
berdetik
 Hitung selama 1 menit penuh.
 Kaji kekuatan, irama, kesetaraan denyut.
 Bantu klien dalam posisi nyaman.
 Mendokumentasikan dalam catatan perawatan.
4. Tahap Terminasi
 Merapikan pasien
 Melakukan evaluasi tindakan
 Merapikan alat
 Berpamitan
 Mencuci tangan

Berikut adalah masalah yang mungkin terjadi ketika denyut nadi tidak
normal:
 Takikardia adalah kondisi di mana denyut jantung lebih cepat dan tidak
seperti biasanya. Kondisi ini bisa menyababkan sirkulasi darah bermasalah
sehingga suplai darah ke seluruh tubuh jadi tidak tercukupi. Kondisi ini bisa
terindikasi jika Anda memiliki denyut nadi lebih dari 120 kali per menit.

15
 Bradikardia adanya kebalikan dari takikardia, yaitu kondisi di mana
denyut jantung lebih lambat dari angka normalnya. Jika denyut nadi di bawah
angka 50 kali per menit, kemudian dibarengi dengan berbagai gejala lain
seperti sesak napas, nyeri di dada, dan lemas, maka perlu waspada akan
kondisi ini.
2.2.3 Pemeriksaan Rumple leed
Test rumple leed bermaksud untuk menguji ketahanan kapiler darah dengan
cara melakukan pembendungan kepada vena, sehingga darah menekan dinding
kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh
pembendungan itu, sehingga darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan
merembes kedalam jaringan sekitarnya sehingga tampak sebagai bercak merah
kecil pada permukaan kulit; bercak itu disebut petechiae (petekie) sebagai salah
satu manifestasi perdarahan.
Petekie adalah ektravasasi sel darah merah (eritrosit) ke dalam kulit atau
selaput lendir (mukosa) dengan manifestasi berupa makula kemerahan
superficial berukuran milier dengan diameter kira-kira 2 mm, yang tidak hilang
pada penekanan. Petekie dapat mengalami perubahan warna, awalnya merah
kemudian menjadi kebiruan, semakin memudar dan akhirnya hilang. Petekie
dapat timbul dengan dua cara yaitu secara spontan, karena kelainan hematologi,
atau diprovokasi dengan melakukan uji tourniquet (rumple leed test).
Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:
1. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai tekanan
100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump sampai tekanan
ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).
2. Biarkan tekanan itu selama 10 menit
3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali.
Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi
tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai
warna kulit pada lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).
4. Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris
tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti

16
Catatan:
 Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4
cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif. Seandainya
dalam lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi terdapat petechiae pada
distal yang lebih jauh daripada itu, test Rumple Leede juga dikatakan positif.
 Warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan, tidak
ikut diikut sebagai petechiae
 Derajat laporan:
(-) = tidak didapatkan petechiae
(+1) = timbul beberapa petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal lengan &
telapak tangan muka & belakang
(+4) = banyak sekali petechiae diseluruh permukaan lengan, telapak
tangan & jari, muka & belakang
 Ukuran normal: negative atau jumlah petechiae tidak lebih dari 10

2.2.4 Memberi Minum Peroral


Memberikan minuman kepada pasien sesuai daftar minuman atau daftar
diet pasien dengan tujuan memenuhi kebutuhan cairan pasien dan memenuhi
kebutuhan diet pasien. Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan:
Persiapan Alat
 Alat dipersiapkan dengan lengkap
 Baki berisi minuman yang dianjurkan
 Sendok / sedotan
 Serbet
Prosedur pelaksanaan
 Merapikan lingkungan pasien
 Mencuci tangan
 Mencocokkan miuman dengan kartu diit atau daftar diit

17
 Membawa baki dekat pada pasien
 Memberitahu pasien dan memberi penjelasan seperlunya
 Membaringkan pasien seenak mungkin jika diperbolehkan kepala lebih
ditinggikan / posisi fowler
 Membentangkan serbet di bawah dagu pasien
 Membantu pasien untuk minum
 Membersihkan mulut pasien
 Merapikan pasien
 Bereskan alat
 Cuci tangan

4. Dokumentasi
 Respon pasien didokumentasikan
 Waktu pemasangan
 Jenis minuman yang diberikan, banyaknya minuman yang diberikan
 Dokumentasi dicatat dengan jelas atau mudah dibaca
 Dokumentasi ditandatangani dan diberi nama Iengkap dan jelas

2.2.5 Menghitung Keseimbangan Cairan


Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting dalam proses
hemeostasis baik untuk meningkatkan kesehatan maupun dalam proses
penyembuhan penyakit. Tubuh manusia tersusun kira kira 50%-60% cairan
jumlah itu tergantung pada usia, jenis kelamin dan kandungan lemak.
Rumus Balance Cairan = Input – (IWL + Output)

Rumus IWL = 15 X BB
24 jam
 IWL adalah insensible water loss : jumlah cairan yang keluarnya tidak kita
sadari dan sulit di hitung, seperti keringat dan uap hawa
 Input / cairan masuk : infus, obat, minum, makanan, oksidasi metabolik

18
 Output / cairan keluar : urin, feses
Persiapan Alat :
1. Alat tulis
2. Gelas ukur urine / urine bag

Prosedur Tindakan :
1. Tahap Interaksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya
 Menyiapkan alat
 Mencuci tangan
2. Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama pasien
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien atau keluarga
 Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
 Mencuci tangan dengan benar
3. Tahap Kerja
Menentukan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh
 Menghitung intake oral ( makan dan minum )
 Menghitung intake parenteral / intravena
Menentukan jumlah cairan yang keluar dari dalam tubuh
 Menghitung output urine
 Menghitung output feces
 Menghitung output abnormal (muntah, pendarahan)
 Menghitung ouput IWL
Menghitung balance cairan
4. Tahap Terminasi
 Merapikan pasien
 Melakukan evaluasi tindakan
 Merapikan alat

19
 Berpamitan
 Mencuci tangan

2.2.6 Merawat Luka Infus


Merawat luka infus adalah tindakan yang diberikan perawat kepada pasien
yang telah dilakukan pemasangan infus sesuai prosedur guna menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi pada
daerah luka tusukan infus. Perawatan ini dilakukan kepada pasien yang
terpasang infus, kesulitan bergerak atau bed rest, dan pasien yang
pemasangan infus yang relatif lama. Berikut adalah tahapan merawat luka
infus.
Persiapan alat :
 Perlak dan pengalas
 Kapas alkohol
 Instrumen steril (pinset, gunting dan kom)
 Bengkok
 Tempat sampah
 Kasa steril
 Sarung tangan
 Larutan anti septik
 Plester

Prosedur tindakan :
1. Tahap Pre interaksi
 Membaca program tindakan
 Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama pasien
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien atau keluarga

20
 Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
 Mencuci tangan dengan benar
3. Tahap Kerja
 Menggunakan sarung tangan
 Meletakan perlak dan pengalas di bawah lengan pasien
 Membuka balutan infus yang kotor dengan pinset bersih
 Mengkaji tanda infeksi pada luka tusukan
 Membersihkan luka tusukan infus dengan larutan antiseptik
 Menutup luka tusukan infus dengan kasa steril
 Memfiksasi selang infus dengan plester
4. Tahap Terminasi
 Mengevaluasi perasaan pasien setelah di lakukan tindakan
 Mengakhiri kegiatan
 Merapikan alat
 Melepas sarung tangan
 Membuka sampiran
 Mencuci tangan
 Dokumentasi

2.2.7 Mengganti Cairan Infus


Mengganti botol atau cairan infus adalah penggantian botol/cairan infus
yang dilakukan jika cairan infus sudah berada di leher botol infus dan tetesan
masih berjalan. Juga merupakan suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan teknik aseptik untuk mengganti cairan infus yang telah habis dengan
botol cairan yang baru sesuai dengan jumlah tetesan yang dibutuhkan sesuai
instruksi dokter.
Dengan tujuan memelihara rehidrasi parenteral, mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin, protein, kalori, dan nitrogen pada
klien yang tidak mampu mempertahankan masukan yang adekuat melalui
mulut, memulihkan keseimbangan asam-basa, meningkatkan tekanan darah,

21
menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan. Berikut adalah
langkah-langkahnya:
Persiapan Alat
a. Botol atau kantong cairan infus
b. Label untuk mencatat tanggal penggantian
c. Jam tangan,
d. Plester
e. Kapas alkohol
Prosedur Pelaksanaan
1. Tahap Pre interaksi
 Membaca program tindakan
 Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama pasien
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien atau keluarga
 Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
 Mencuci tangan dengan benar
3. Tahap Kerja
 Gunakan sarung tangan
 Siapkan botol infus yang baru sesuai dengan macam infus.
 Buka tutup botol, lakukan desinfeksi tutup botol cairan
 Klem selang infus
 Tarik jarum dari botol yang lama dan segera tusukkan pada botol infus
yang baru
 Gantungkan botol infus pada tiang infus
 Buka klem dan hitung kembali tetesan infus sesuai dengan dosis tetesan
 Pasang label pada botol infus.
4. Tahap Terminasi
 Mengevaluasi perasaan pasien setelah di lakukan tindakan

22
 Mengakhiri kegiatan
 Merapikan alat
 Melepas sarung tangan
 Membuka sampiran
 Mencuci tangan
 Dokumentasi

2.2.8 Memonitor Cairan Infus


Monitoring infus merupakan pemantauan perawat untuk mencatat hasil
dari data pasien sebelum maupun setelah melakukan tindakan perawatan infus
dan untuk mengatur jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien.
Dengan tujuan memberikan informasi tentang status dan kecenderungan
bahwa pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke
waktu.
JUMLAH CAIRAN X FAKTOR TETES

LAMA PEMBERIAN X 60 (DETIK)

Faktor tetes :
- Infus set (Makro & Mikro)
- Merk

MAKRO
- Otsuka = 1cc = 15 tetes
- Terumo = 1 cc = 20 tetes

MIKRO = 1cc = 60 tetes

Persiapan alat :
 Alat ukur waktu (arloji atau jam tangan yang ada detiknya)
 Alat tulis dan buku catatan
Prosedur pelaksanaan :
1. Tahap Pre interaksi
 Membaca program tindakan
 Menyiapkan alat

23
2. Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama pasien
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien atau keluarga
 Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
 Mencuci tangan dengan benar
3. Tahap Kerja
 Mencari tahu kalibrasi dalam tetesan per milliliter dari set infuse
(sesuai petunjuk pada bungkus)
 Mencuci tangan
 Memakai sarung tangan
 Menetapkan kecepatan aliran dengan menghitung tetesan pada bilik
drip selama satu menit dengan jam
 Atur klem pengatur untuk menaikkan atau menurunkan kecepatan
infuse.
 Memeriksa kecepatan ini setiap jam.
4. Tahap Terminasi
 Mengevaluasi perasaan pasien setelah di lakukan tindakan
 Mengakhiri kegiatan
 Merapikan alat
 Melepas sarung tangan
 Membuka sampiran
 Mencuci tangan
 Dokumentasi

2.2.9 Melepas Infus


Pelepasan infus adalah suatu teknik melepas atau mencabut selang
infuse beserta abocatnya (kateter IV). Indikasi dilakukan pada klien yang
sudah tidak memerlukan terapi cairan, obat, dan nutrisi melalui vena dalam
jangka waktu tertentu atau terjadi peradangan pada tempat penusukan jarum.

24
Persiapan Alat :
 Perlak pengalas
 Sarung tangan
 Kapas alcohol larutan antiseptic
 Plester
 Kassa
 Gunting plester
 Bengkok
Prosedur Pelaksanaan :
1. Tahap Pre interaksi
 Membaca program tindakan
 Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama pasien
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien atau keluarga
 Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
 Mencuci tangan dengan benar
3. Tahap Kerja
 Memasang perlak pengalas
 Memakai sarung tangan
 Membasahi plester yang melekat pada kulit dengan kapas alcohol
 Melepas plester dan kassa dari kulit
 Menekan tempat tusukan dengan kapas alcohol dan anjurkan klien
menarik nafas dan cabut infus pelan-pelan
 Lalu fiksasi dengan plester
4. Tahap Terminasi
 Mengevaluasi perasaan pasien setelah di lakukan tindakan
 Mengakhiri kegiatan
 Merapikan alat

25
 Melepas sarung tangan
 Mencuci tangan
 Dokumentasi

26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa setiap manusia itu membutuhkan cairan untuk memenuhi kebutuhan
cairan dalam tubuh agar tubuh bisa melakukan aktivitas . jika tubuh kekurangan
cairan maka sistem kerja tubuh tidak seimban karena cairan merupakan suatu hal
penting untuk manusia dapat melakukan aktivitasnya. Kekurangan volume
cairan bisa di definisikan adalah suatu keadaan pada individu yang mengalami
dehidrasi intrasel, vaskular, atau selular yang berhubungan dengan kehilangan
yang aktif.

3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas kita sebagai manusia harus selalu menjaga
keseimbangan cairan dalam tubuh agar tubuh tidak mengalami gangguan dan
tidak mengalam ketidakseimbangan cairan yang bisa menimbulkan akibat yang
lebih dari ketidakseimbangan cairan tersebut

27
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, AH. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dermawan, deden. 2013. Keterampilan Dasar Keperawatan (Konsep dan


Prosedur). Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,


Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

28

Anda mungkin juga menyukai