3. Teori Objektivis
Dasar pengingakat hukum internasional adalah norma hokum yang lebih tinggi yang
didsarkan pada norma yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sehingga pada ketingkat
norma atau kaidah dasar yang disebut “Grundnorm” tersebut.
kesimpulan bahwa pada masa dan tingkat perkembangan masyarakat internasional dewasa ini
hukum internasional cukup memiliki wibawa terhadap hukum nasional untuk mengatakan bahwa
pada umumnya hukum internasional itu ditaati dan hukum nasional itu pada hakikatnya tunduk
wilayah negara sebagai suatu hukum yang mengikat dirinya dalam pergaulan dengan negara lain,
dunia ini saling menghormati garis batas yang memisahkan wilayahnya dari wilayah negara lain
tidak berarti bahwa sekali-sekali tidak bisa terjadi sengketa perbatasan. Sengketa perbatasan antara
Contoh lain kaidah hukum internasional yang umumnya ditaati ialah hukum yang
mengatur perjanjian internasional antarnegara. Di sini pun sekali-sekali hal terjadi penyimpangan
dari keadaan umum ini seperti juga dalam hal hukum internasional mengenai perbatasan wilayah.
Sering apa yang tampak sebagai pelanggaran suatu perjanjian tertentu, yang dengan
kekebalan diplomatik dan konsuler yang dijamin oleh ketentuan hukum internasional ini terpaksa
dilanggar oleh negara tuan rumah seperti misalnya dalam usaha menangkap atau menundukkan
pemberontak yang berlindung di gedung atau halaman gedung kedutaan atau konsuler negara
asing.
Bagaimanapun juga secara umum dapat dikatakan bahwa negara tuan rumah tidak
akan melanggar hak kekebalan dan hak istimewa diplomatik dan konsuler kecuali ada alasan yang
kuat untuk ini dan setelah tidak ada jalan lain untuk mengatasinya.
Juga mengenai perlakuan terhadap orang asingdan hak milik asing dalam keadaan
tertentu, ketentuan hukum internasional mengenai perlakuan terhadap orang asing dan milik asing
tidak bisa dipertahankan karena ada kepentingan lain yang lebih mendesak dan lebih tinggi. Prima
facie merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional yang memberikan perlindungan
kepada orang asing dan miliknya. Dalam persoalan tindakan pemerintah Indonesia terhadap
perkebunan dan perusahaan lain milik Belanda pada tahun 1958 ini, yang kemudian dikenal
dengan nama Perkara Tembakau Bremen. Keputusan yang diambil oleh pengadilan Bremen yakni
bahwa pengadilan tidak mencampuri sah tidaknya tindakan ambil alih dan nasionalisasi
pemerintah Indonesia itu, secara tidak langsung dapat diartikan sebagai membenarkan tindakan
Bidang lain dalam praktik hukum internasional ialah hukum laut. Sejak tahun 1958
yakni tahun diadakannya Konferensi Hukum Laut di Jenewa yang pertama tidak dapat lagi
dikatakan bahwa 3 mil laut merupakan batas lebar laut teritorial yang berlaku umum.
masing-masing negara? Persoalan batas lebar laut teritorial itu sepenuhnya diatur oleh hukum
nasional negara masing-masing yang pada hakikatnya berarti penyangkalan terhadap adanya
ketentuan (pembatasan) hukum internasional tentang penetapan lebar laut teritorial, kesimpulan
pokok yang dapat kita tarik darinya ialah bahwa penetapan batas lebar laut teritorial bukanlah
Pada waktu Konferensi Hukum Laut III di Caracas Venezuela (tahu 1974) dimulai
persoalan batas lebar laut teritorial sudah tidak menjadi masalah lagi karena tidak ada negara
peserta yang dapat menyangkal batas lebar 12 mil sebagai batas yang berlaku umum.
mengenai atas lebar laut wilayah dapat kita tarik beberapa kesimpulan.
Salah satu di antaranya ialah bahwa kita perlu ada pertentangan hakiki atau
fundamental antara tindakan sepihak (unilateral act) suatu negara dengan hukum internasional.