Anda di halaman 1dari 5

Laporan Pendahuluan Isolasi Sosial

I. Pengertian
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
(Keliat, BA, 1998 dalam Trimelia, 2011).
II. Rentang Respon
Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya akan menimbulkan respons-
respons sosial pada individu. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Trimelia
(2011) respons sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif.
Respons Adaptif Respons Maladaptif

Menyendiri Menarik diri


Otonomi Merasa sendiri Ketergantungan
Bekerjasama Depedensi Manipulasi
Interdependen Curiga Curigsa

Solitude Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Mutualisme Ketergantungan Narcisme
Interdependen
III. Faktor Predisposisi menurut Trimelia (2011)
1) Gangguan tugas perkembangan : Pada setiap tahapan tumbuh kembang
individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi
gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas-tugas dalam setiap
perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial selanjutnya. Misalnya: adanya kegagalan menjalin hubungan intim
dengan sesama jenis, tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas,
kegagalan dalam bekerja, bergaul, sekolah, itu semua akan mengakibatkan
ketergantungan pada orang tua dan rendahnya ketahanan terhadap berbagai
kegagalan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga : Gangguan komunikasi dalam keluarga
merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan hubungan sosial,
seperti adanya komunikasi yang tidak jelas (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana individu menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu yang bersamaan dan ekspresi emosi yang tinggi disetiap
berkomunikasi.
3) Faktor pola asuh keluarga dan sosial budaya : Mengasingkan diri dari
lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut keluarga. Misalnya: pada anak yang kelahirannya tidak diharapkan,
seperti hamil diluar nikah, kegagalan KB, jenis kelamin yang tidak
diinginkan, cacat, akan menyebabkan keluarga mengasingkan individu
tersebut dan mengeluarkan komentar-komentar yang negatif, merendahkan
dan menyalahkan.
4) Faktor biologis : Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor
pendukung yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak. Klien skizoprenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang abnormal
pada otak, seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbik dan kortikal.
IV. Faktor Presipitasi menurut Trimelia (2011)
1) Faktor eksternal dan internal : Stressor sosial budaya, keluarga dan
psikologik. Misalnya: stres terjadi akibat ansietas atau rasa cemas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. Ansietas atau rasa cemas terjadi akibat
berpisah dengan orang terdekat, hilangnya pekerjaaan atau orang yang
dicintai.
2) Koping individu tidak efektif : Saat individu mengalami kegagalan
menyalahkan orang lain, ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu
menghadapi kenyataan dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tinggi self
ideal dan tidak mampu menerima realitas dengan rasa syukur.
V. Manifestasi klinis / Tanda Gejala menurut Trimelia (2011)
a. Gejala subjektif
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
- Klien merasa tidak man berada dengan orang lain.
- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
- Klien merasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
- Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan.
- Respons verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada.
- Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai.
- Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri.
- Menyendiri dalm ruangan, sering melamun.
- Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang.
- Kurang bergairah atau spontan, apatis, aktifitas menurun.
- Ekspresi wajah tidak berseri
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
- Retensi urin dan feses.
- Kurang energi.
- Posisi tidur seperti janin.
- Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk.
- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
- Rendah diri.
VI. Pohon masalah / Patway
Gangguan Persepsi Sensori: halusinasi
pendengaran/penglihatan/penciuman/perabaan/pengecapan.

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


Ketidakberdayaan
Koping individu tidak efektif
Sumber: Trimelia (2011).
VII. Proses Keperawatan
7.1 Pengkajian
- Data Subjektif: Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain, tidak ingin
ditemani perawat dan minta untuk sendirian, tidak mau berbicara dengan orang
lain, tidak mau berkomunikasi, data tentang pasien biasanya didapat dari keluarga
yang mengetahui keterbatasan pasien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman
dekat.
- Data Objektif: Kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah
kurang berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, tidak
ada atau kurang komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar
terhadap lingkungan sekitarnya, asupan makanan dan minuman terganggu, retensi
urin dan feses, aktivitas menurun, kurang berenergi atau bertenaga, rendah diri,
postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada posisi
tidur).
7.2 Diagnosa Keperawatan
- Isolasi Sosial
7.3 Rencana Tindakan Keperawatanmenurut Fitria (2014): melaksanakan SP Isolasi
sosial
VIII. Strategi Pelaksanaan Tindakan
a. SP Klien : SP I
a) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
b) Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
c) Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
d) Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
e) Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincangdengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP II
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan
dengan satu orang (perawat).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP III
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan
dengan satu orang (klien lain).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempraktikkan cara
berkenalan dengan dua orang atau lebih (kelompok).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP V
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Menjelaskan cara patuh minum obat.
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. SP Keluarga : SP I
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya isolasi
sosial.
c) Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
SP II
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien.
SP III
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning).
b) Menjelaskan follow up klien setelah pulang
IX. Daftar Pustaka
Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta: TIM.

Palangka Raya, Oktober 2018


Ners Muda,

(Priscia Agustin)
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

( ) ( )
Mengetahui,
Preseptor Klinik RSJ Kalawa Atei

( )

Anda mungkin juga menyukai