Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KERACUNAN DI

RUANG IGD
RS RSUD KMRT WONGSONEGORO SEMARANG

Disusun Oleh

Ellya Shahnaz Fitriani

G2A014039

Pembimbing

Tnggal Pengumpulan

Saran Pembimbinga

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang .................................................................................... 4


2. Tujuan Penulisan ................................................................................. 4
3. Metode Penulisan ................................................................................ 5
4. Sistematika Penulisan ......................................................................... 5

BAB II KONSEP DASAR

1. Pengertian ............................................................................................ 6
2. Etiologi ................................................................................................ 7
3. Patofisiologi ........................................................................................ 12
4. Manifestasi Klinis ............................................................................... 12
5. Penatalaksanaan .................................................................................. 14
6. Pengkajian fokus .................................................................................. 19
7. Pathways Keperawatan ....................................................................... 24
8. Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 24
9. Focus Intervensi & Rasional ............................................................... 25

BAB III

1. Kesimpulan ......................................................................................... 45
2. Saran .................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh
obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan
dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang
disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang merupakan
tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja (Brunner and
Suddarth, 2010).

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien dengan keracunan
Tujuan khusus :
1. Mahasiswa mampu mendefinisikan pengertian keracunan
2. Mahasiswa mampu menyebutkan etiologi/predisposisi keracunan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi keracunan
4. Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi klinis keracunan
5. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan keracunan
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian berdasarkan teori keracunan\
7. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian berdasarkan kasus keracunan
8. Mahasiswa mampu menggambarkan pathways keperawatan keracunan Mahasiswa
mampu menegakkan diagnosa keperawatan keracunan
9. Mahasiwa mampu menyebutkan intervensi dan rasional keracunan

1.3 Metode Penulisan


Data penulisan makalah kami peroleh dari :
1. Studi pustaka
a. Metode dengan membaca berbagai sumber buku
b. Metode dengan membaca berbagai sumber jurnal
c. Metode dengan membaca berbagai sumber internet

3
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN (latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, sistematika penulisan)
BAB II : KONSEP DASAR (pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, pengkajian teori dan kasus, pathways keperawatan, diagnosa
keperawatan, intervensi dan rasional).
BAB III : PENUTUP (kesimpulan)

4
BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Keracunan adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari
tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik,
baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung
departemen kedaruratan datang karena masalah toksik (Sartono, 2012).
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat
diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti
usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal.
Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan
rumah tangga maupun lingkungan kerja (Brunner and Suddarth, 2010).
Keracunan adalah masuknya suatu zat toksik ke dalam tubuh melalui system
pencernaan baik kecelakaan maupun disengaja, yang dapat mengganggu kesehatan bahkan
dapat menimbulkan kematian (Paula,2009).

B. ETIOLOGI
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan
berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
1. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembang biakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan proses awal dari
akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan
makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan
dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi
oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun.
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara
lain:

5
a. Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di
tempat-tempat yang tidak ada udaranya.Kuman ini mampu melindungi dirinya dari
suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang
demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara
kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah
memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian
disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu
diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami
kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah
sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena
itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian
direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b. Keracunan jamur
Ada tiga efek utama dari jamur beracun, yaitu:
 Halusinasi. Beberapa jenis jamur mengandung racun yang dapat
menimbulkan halusinasi. Jenis jamur psikotropika ini sering disebut dengan
'magic mushrooms' atau 'jamur ajaib'. Salah satu spesies ini yang terkenal
adalah Golden Top (Psilocybe subaeruginosa). Selain menyebabkan
halusinasi, efek lainnya yang menyertai adalah kebingungan, kelemahan otot,
agitasi, denyut jantung cepat dan sakit kepala. Perlu diperhatikan, terutama
bagi penyuka travelling ke hutan, jamur Golden Top juga mirip dengan
beberapa jamur jenis Galerina, yang berpotensi mematikan.
 Penyakit gastrointestinal. Banyak jamur beracun yang menyebabkan
penyakit pencernaan, seperti mual, muntah, kram perut dan diare.
 Kegagalan hati hingga kematian. Gejala keracunan akibat makan jamur
Death Cap (Amanita phalloides) terjadi antara 6-24 jam setelah makan.
Gejalanya adalah mual, kram perut, muntah dan diare. Racunnya bahkan
dapat berakibat fatal pada hati dan ginjal, bahkan kematian yang dapat terjadi
dalam waktu 48 jam. Jamur lain yang memiliki efek mirip dengan Death Cap
adalah beberapa jamur dari spesies Galerina, Lepiota dan Conocybe.

6
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur
yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah,
mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan. Tindakan
pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar muntah.
Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganat (1 gram
dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas
buatan dan kirim penderita ke rumah sakit.
c. Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam
saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya
keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta
lainnya. mengkonsumsi jengkol sebaiknya berhati-hati dan jangan
mengkonsumsinya dalam keadaan mentah. Mengingat di dalam biji jengkol
terkandung asam jengkolat (Jencolid Acid). Asam Jengkolat dapat menyebabkan
keracunan yang di tandai dengan mual dan susah buang air kecil, karena
tersumbatnya saluran kencing. Racun jengkol dapat dikurangi dengan cara
perebusan, perendaman dengan air,
atau membuang mata lembaganya karena kandungan racun terbesar ada pada
bagian ini.Lain halnya dengan petai cina (leucaena Glauca). Bahan pangan ini
mengandung mimosin, yaitu sejenis racun yang dapat menjadikan rambut ront
ok karena retrogresisi di dalam sel-sel partikel rambut.
Gejala klinisnya seperti : sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri
sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak
keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.
Tindakan pertolongan : pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air
soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk
mengurangi sakitnya.Pada keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di
rumah sakit.
d. Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan.Diduga racun tersebut
terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Penyebab terjadinya keracunan
ikan laut sangat ditentukan oleh jumlah histamin yang terkandung dalam ikan
tersebut, konsumsi 15 ppm kadar histamin dapat menimbulkan alergi, Konsumsi 100
ppm dapat menimbulkan keracunan. Keracunan ikan juga bisa disebabkan karena

7
mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi dengan mikroorganisme bernama
dinoflagellata. Mikroba ini dapat ditemukan pada alga (sejenis rumput laut) dan
terumbu karang yang mati.
Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20
menit sesudah memakannya.
Gejala itu berupa : mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan
susah bernafas.
Tindakan pertolongan : usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang
sudah tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan pernafasan
buatan.Obat yang khas untuk keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.
e. Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida).Singkong beracun biasanya
ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau memakan
daunnya.Racun asam biru tersebut bekerja sangat cepat.Dalam beberapa menit
setelah termakan racun singkong, gejala-gejala mulai timbul.Dalam dosis besar,
racun itu cepat mematikan.
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung di dalamnya.
Bergantung pada jenis singkong kadar asam sianida berbeda-beda. Namun tidak
semua orang yang makan singkong akan menderita keracunan. Hal ini disebabkan
selain kadar asam sianida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga dipengaruhi
oleh cara pengolahannya sampai dimakan.
Di dalam singkong, terutama varietas Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun
daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam
sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun). Umbi
dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan berasa pahit
dan baunya langu. Perebusan dan perendaman dalam air mengalir dapat mengurangi
kandungan racun yang terkandung karena, sifat dari asam sianida larut di dalam air.

2. Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah :
a. Terutama pada anak-anak <6 tahun. Khususnya pada negara-negara berkembang.
b. Daerah perkotaan > daerah perdesaan
c. Pria > wanita
d. Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua

8
Keracunan minyak tanah biasanya diakibatkan oleh aspirasi atau tertelannya
minyak tanah sehingga muncul gangguan pernafasan. Aspirasi ini dapat timbul tidak
hanya pada saat tertelan. Bila minyak tanah di aspirasi ke dalam paru dapat
menimbulkan keracunan akut, perdarahan yang dapat menyebabkan kematian.
Minyak tanah yang diinhalasi atau dihirup menyebabkan efek sistemik yang lebih
kuat daripada minyak tanah di minum. Hal ini disebabkan penyerapan minyak tanah
dari usus terjadi secara lambat.
Gejala dan Tanda :
Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas,
pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin
muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan,
panas badan, dan batuk persisten dapat terjadi kemudian.Pada anak yang lebih besar
mungkin mengeluh rasa panas pada lambung dan muntah secara spontan.Gejala
CNS termasuk lethargi, koma, dan konvulsi.Pada kasus yang gawat, pembesaran
jantung, atrial fibrilasi, dan fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi.Kerusakan ginjal
dan sumsum tulang juga pernah dilaporkan.Gejala lain seperti broncho pneumonia,
efusi pleura, pneumatocele, pneumo mediastinum, pneumothorax, dan subcutaneus
emphysema. Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan
pada kulit. Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga
kerusakan permanen mata.

3. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada dalam
golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur lainnya
adalah sama. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid,
aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin, miosis,
fasikulasi otot, cemas dan kejang.Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, keram otot
perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya terlihat sejak awal.Kematian
biasanya karena depresi pernafasan.
a. Efek muskarinik (parasimpatik) berupa: miosis (pinpoint), Hipersalivasi, lakrimasi,
Hipersekresi bronchial, Bronkospasme, Hiperperistaltik : mual, muntah, diare, kram
perut., Inkontinensia urin, Pandangan kabur, Bradikardi

9
b. Efek nikotinik berupa: fasikulasi otot, kejang, kelumahan otot, paralysis, ataksia,
takikardi (hipertensi).
c. Efek SSP berupa: sakit kepala, bicara ngawur, bingung, kejang, koma, dan depresi
pernafasan.
d. Efek pada kardiovaskular bergantung pada reseptor mana yang lebih dominan.

4. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti
pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen metana,
karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan
bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
Keracunan karbon monoksida adalah keracunan akibat terlalu
banyak menghirup karbon monoksida. Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun,
tidak berwarna, tidak berbau, tidak mengiritasi kulit dan mata, namun sangat
berbahaya. CO dalam udara dapat dihirup dan diserap dengan mudah ke dalam paru-
paru. Dibandingkan oksigen, CO lebih mudah berikatan dengan hemoglobin di dalam
sel darah merah, menyebabkan jaringan tubuh menjadi kekurangan oksigen.
5. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan
serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll (Djoko Widodo, 2013).

C. PATOFISOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga
terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah
perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi
mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia
terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin
tidak tampak karena
adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan
memperberat syok,asidemia,dan hipoksia (Brunner and Suddarth, 2010).

10
D. MANIFESTASI KLINIS
1. keracunan makanan botolinum
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah memakan
makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul dengan
penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan
saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum
antitoksin yang khas untuk botulinum.Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah
pencegahan.
2. Keracunan makanan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang
beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret,
haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan, dehidrasi, mata miosis, diare,
kejang.
3. Keracunan makanan jengkol (Pithecolobium Lobatum)
Gejala klinisnya seperti : sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri
sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar
bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.
4. Keracunan makanan ikan laut
a. Mual
b. Muntah
c. kesemutan di sekitar mulut
d. lemah badan
e. susah bernafas
f. diare
g. nyeri perut
h. nyeri sendi
i. demam
j. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit
sesudah memakannya.
5. Keracunan makanan singkong
a. Mual
b. nyeri kepala
c. mengantuk

11
d. hipotensi
e. takikardi
f. dispneu
g. kejang
h. koma (cepat meninggal dalam waktu 1-15 menit)
i. diare
j. kepala terasa pusing
k. sesak nafas
l. jika dalam keadaan keracunan berat bisa sampai pingsan
m. jantung berdetak kencang,
n. Warna bibir, kuku, muka dan kulit kebiru-biruan dalam istilah medis cyanosis
o. Dalam keracunan berat bisa sampai menimbulkan kematian
6. Keracunan minyak tanah
Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas, pencernaan,
dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin muntah,
meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas
badan, dan batuk persisten dapat terjadi kemudian.Pada anak yang lebih besar mungkin
mengeluh rasa panas pada lambung dan muntah secara spontan.Gejala CNS termasuk
lethargi, koma, dan konvulsi.Pada kasus yang gawat, pembesaran jantung, atrial
fibrilasi, dan fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi.Kerusakan ginjal dan sumsum
tulang juga pernah dilaporkan.Gejala lain seperti bronchopneumonia, efusi pleura,
pneumatocele, pneumomediastinum, pneumothorax, dan subcutaneus emphysema.
Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan pada kulit.
Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga kerusakan
permanen mata.
7. Keracunan baygon
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin, miosis,
fasikulasi otot, cemas dan kejang.Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, keram otot
perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya terlihat sejak awal.Kematian
biasanya karena depresi pernafasan.
e. Efek muskarinik (parasimpatik) berupa: miosis (pinpoint), Hipersalivasi, lakrimasi,
Hipersekresi bronchial, Bronkospasme, Hiperperistaltik : mual, muntah, diare, kram
perut., Inkontinensia urin, Pandangan kabur, Bradikardi

12
f. Efek nikotinik berupa: fasikulasi otot, kejang, kelumahan otot, paralysis, ataksia,
takikardi (hipertensi).
g. Efek SSP berupa: sakit kepala, bicara ngawur, bingung, kejang, koma, dan depresi
pernafasan.
h. Efek pada kardiovaskular bergantung pada reseptor mana yang lebih dominan.
8. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants )
Keracunan karbon mono-oksida (CO) :
a. kulit dan mukosa tampak merah terang
b. nyeri
c. pusing kepala
d. dispneu
e. pupil midriasis
f. kejang
g. depresi pernafasan sampai koma.

E. PENATALAKSANAAN
1. Penetalaksanaan makanan kaleng (botulisme)
a. Pencegahan makanan kaleng (botulisme) sebelum dihidangkan, makanan kaleng
dibuka dan kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b. Tindakan :
1) Bilas lambung dengan norit
2) Beri ATS 10.000 unit
3) Beri fenobarbital 3 x 30-60 mg / oral
2. Penatalaksanaan keracunan makanan jamur
a. Emesis, bilas lambung dan beri pecahar
b. Injeksi sulfas tropin 1 mg / 1-2 jam
c. Infus glukosa
d. Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar
muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganat (1
gram dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan
napas buatan dan kirim penderita ke rumah sakit.
3. Penatalaksanaan keracunan jengkol
a. Infus natrium bikarbonat
b. Natrium bikarbonat tablet 4 x 2 gr/hari

13
c. Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda
sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk
mengurangi sakitnya. Pada keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di
rumah sakit.
4. Penatalaksanaan keracunan makanan ikan laut
a. Tindakan pertolongan : usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah
tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan pernafasan
buatan. Obat yang khas untuk keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.
b. Tindakan : Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.
5. Penatalaksanaan keracunan makanan singkong
a. Beri 10 cc Na Nitrit 5 % IV dalam 3 menit
b. Beri 50 cc Na Thiosulfat 25 % IV dalam 10 menit
c. Tindakan pertolongan pertama :
1) Mengupayakan agar orang yang keracunan singkong muntah atau membuat
muntah dengan merangsang dinding faring belakang dengan jari.(hal ini tidak
boleh lakukan bila orang tersebut tidak sadar)
2) Memberi minum hangat.
3) Memberikan nafas buatan atau menempatkan penderita di ruang terbuka agar
memperoleh udara segar.
4) Bila keadaan tidak membaik segera bawa ke Rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan lanjutan
6. Penatalaksanaan keracunan minyak tanah
Tindakan :
a. Monitor sistem respirasi
b. Inhalasi oksigen
c. Nebulisasi dengan Salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
d. Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
e. Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
f. Kumbah lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur menolak
penatalaksanaan dengan kumbah lambung, dengan alasan dapat menyebabkan
aspirasi dan kerusakan paru. Sedangkan literatur lain memperbolehkannya,
utamanya bila jumlah yang ditelan cukup banyak, karena dikhawatirkan terjadi
penguapan dari lambung ke paru.
g. Antasida : untuk mencegah iritasi mukosa lambung

14
h. Pemberian susu atau bahan dilusi lain
i. Anus dan perineum harus dibersihkan secepatnya untuk mencegah iritasi (skin burn)
sekunder
j. Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End Expiratory
Pressure / PEEP)
Pertolongan pertama :
a. Paparan inhalasi:
 Pindah pasien deri tempat paparan udara bebas
 Berikan oksigen secepat mungkin, kalau perlu beri nafas buatan
b. Paparan ingesti:
 Baringkan pasien di tempat yang rata
 Hindari usaha memuntahkan, aspirasi cairan lambung dalam waktu 1 jam
paska ingesti
 Bila perlu diberikan oksigen
c. Paparan pada kulit:
 Bersihkan kulit yang terkena paparan minyak tanag dengan air mengalir ( air
pipa) atau air mandi (mandi).
 Selama melepas pakaian, tubuh pasien tetapi diguyur dengan air.
 Daerah kulit yang terkena dicuci mengunakan sabun dan air sampai bersih
d. Paparan pada mata:
 Hindari pasien dari tempat paparan.
 Lepas lensa kontak bila pasien menggunakan lensa kontak/
 Cuci mata yang terbuka menggunakan air mengalir atau 0,9% tulis
penyelaman 10-15 menit
7. Penatalaksanaan keracunan baygon
a. Pada pasien yang sadar :
1) Kumbah lambung
2) Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampuls) intra muscular
3) 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampuls) intra muscular, diulang tiap 30
menit sampai artropimisasi
4) Setelah atropinisasi tercapai , diberikan 0 , 25 mg SA ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam
selama 24 jam
b. Pada pasien yang tidak sadar :

15
1) Injeksi sulfus atropin 4 mg IV (16 ampuls)
2) 30 menit kemudian berikan SA 2 mg ( 8 ampul ) i.m , diulangi setiap 30 menit
sampai os sadar
3) Setelah os sadar , berikan SA 0,5 mg ( 2 ampul ) i.m sampai tercapai atropinisasi,
ditandai dengan midriasis , fotofobia, mulut kering , takikardi, palpitasi , tensi
terukur.
4) Setelah atropinisasi tercapai , berikan SA 0,25 mg ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam
selama 24 jam.
c. Pada pasien anak
1) Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat penderita muntah
2) Lakukan pernafasan buatan bila terjadi depresi pernafasn dan bebaskan jalan
nafas dari sumbatan-sumbatan.
3) Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.
4) Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara intra vena
dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi.
Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama
24 jam.
5) Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena
sangat perlahan-lahan atau melalui “IVFD”
6) Pengobatan simtomatik dan suportif.
8. Pertolongan pertama :
a) Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang
bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun
(antidotum) yang meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi
untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah
lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut.
b) Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian
SA.
c) Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi
demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan
nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda
lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir
vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera
kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen

16
serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine
serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
d) Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator
mungkin bisa diperlukan.
e) Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety
precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan
juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis .neurosis, mental
retardasi dan lain-lain.
9. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants )
Keracunan karbon mono-oksida (CO) :
a. tindakan :
1) pasang O2 bertekanan
2) jangan gunakan stimululan
3) pengawasan : kemungkinan oedem otak
b. pertolongan pertama :
 Cucilah bahan kimia yang masih kontak dengan tubuh (kulit, mata, dan
anggota tubuh lain)
 Usahakan penderita tidak kedinginan. Jangan berikan minuman
beralkohol karena mempercepat penyerapan racun.
 Kalau sukar bernafas, bantu dengan cara pernafasan dari mulut ke mulut
 Minta bantuan dokter terdekat
Keracunan melalui mulut :
 Berilah minum air susu 2 sampai 4 gelas kecuali keracunan fosfor. Bila
koraban pingsan, jangan memberikan sesuatu melalui mulut.
 Usahakan supaya muntah dengan segera dengan memasukkan jari
telunjuk ke pangkal lidah yang digerak-gerakkan atau dengan
memberikan air garam hangat. Ulangi permuntahan sampai cairan jernih.
Jangan diusahakan muntah bila korban tertelan minyak tanah, bensin,
atau alkali kuat atau bila korban tidak sadar.
 Berilah antidote yang cocok dengan bahan racun yang tertelan. Kalau
tidak diketahui berilah satu sendok antidote umum dengan segelas air
hangat.
Keracunan bahan kimia berupa gas :

17
 Klorin, hydrogen sulfida, hydrogen sianida, fosgen merupakan gas yang
sangan beracun dan harus pakai masker untuk penyelamatan atau tahan
nafas.
 Pindah ke tempat lain dan beriikan udara segar sebanyak-banyaknya.

F. PENGKAJIAN FOKUS
1. DEMOGRAFI
a. Identitas Pasien
2. RIWAYAT KESEHATAN
3. DATA FOKUS TERKAIT PERUBAHAN POLA FUNGSI DAN PEMERIKSAAN
FISIK
a. Data fokus
1) Data Subyektif
a) Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan
sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status
jantung dan status kesadaran.
b) Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa
lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus
keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
2) Data Obyektif
a) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan
saluran pencernaan.
b) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi,
delirium, kejang sampai koma.
c) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
d) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam jumlah
besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
e) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.
f) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau
hipokalsemia (Mansjoer Arif,2009).

18
b. Pemeriksaan fisik
Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan
adalah melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :
1. Survey Primer
a) Resusitasi (ABCD).
1) Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering
terjadi pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena
klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien
keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan
napas dapat dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw
trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien
diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap.
Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan
sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari
sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah
dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”,
alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi),
bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.
2) Breathing
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi
melalui analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk
ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan
ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong
dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan
oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak
sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat
berlangsung dengan baik.
3) Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok
yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini
berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang
ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau

19
penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan
meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV,
kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan
vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan
pantau EKG.
4) Disability
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat
kesadaran dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda
vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan
alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga
disebabkan karena penurunan oksigenasi, akibat depresi
pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum
b) Survey Sekunder
Kaji adanya bau dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar bicara,
sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan
penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks, brongko kontriksi,
aritmia jantung dan syhock.
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey
skunder adalah sebagai berikut :
 Dekontaminasi
Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk
menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi
dan mencegah kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang
perlu dilakukan yaitu:
 Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan
korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor
kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen 100%
dan jika perlu beri ventilator.
 Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk
membersihkan mata dari racun yaitu dengan
memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan

20
miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka
kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades
atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya
diperkirakan sudah hilang.
 Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah
melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesoris
lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang
kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang
terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10
menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering
dan lembut.
 Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering,
sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon
aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung
dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah
lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan
toksik.
c) Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran
racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran
gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Langkah-langkahnya
meliputi :
 Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml.
Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
 Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
 Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak
kooperatif. Hasilnya paling efektif bila kumbah lambung
dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.

21
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada
koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung
sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
d) Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada
obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara
komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa
digunakan adalah Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek
akumulasi AKH pada tempat penumpukannya.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
 Pengobatan Pada pasien yang sadar :
1) Kumbah lambung
2) Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
3) 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM,
diulang tiap 30 menit sampai terjadi artropinisasi.
4) Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1
ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam .
 Pada pasien yang tidak sadar
1) Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
2) 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM,
diulangi setiap 30 menit sampai klien sadar.
3) Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM
sampai tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis,
fotofobia, mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi
terukur.
4) Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1
ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam.
 Pada Pasien Anak
1) Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat klien
muntah.

22
2) Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan
dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan– sumbatan.
3) Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata,
bersihkan dengan air.
4) Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg
/ Kg BB secara intra vena dan dapat diulangi setiap 5 –
10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian
berikan dosis rumat untuk mempertahankan
atropinisasi ringan selama 24 jam.
5) Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25
gram secara intra vena sangat perlahan – lahan atau
melalui IVFD
6) Pengobatan simtomatik dan suportif.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan
lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N,
kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining
toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif (Mansjoer
Arif,2009).
a. BGA
b. Laboratorium
Penurunan kadar Khe dengan sel darah merah dalam plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracuna IFO akut / kronik .
Keracunan Akut :
1) Ringan 40 – 70 %
2) Sedang 20 – 40 %
3) Berat <>
4) Keracunan kronik : Apabila kadar KhE menurun sampai 25–50%.
c. Pathologi Anatomi
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan pathologi biasanya tidak khas. Sering
hanya di temukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ –
organ lainnya.

23
G. PATHWAYS KEPERAWATAN

Makanan Bahan kimia dan Gigitan binatang


obat-obatan berbisa

Saluran Saluran Kulit


cerna pernafasan

Mual, muntah Korosi Nyeri lokal


Pembuluh
dan diare trachea &kemerahan
darah

Devisit Edema
Gg . system saraf laring Koping Gangguan
volume
otonom individu integritas kulit
cairan&
elektrolit tidak
Obstruksi efektif
saluran
pernapasa
Nyeri kepala & Kelemahan Pusat
n
otot otot,kram pernapasan
Cemas
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
Gg. Rasa Gg .pergerakan Napas
nyaman cepat&dalam

Intoleransi Gg. Pola napas


aktivitas

24
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
2. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual mundah dan diare.
3. Cemas berhubungan dengan Tidak efektifnya koping individu.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan nyeri lokal dan kemerahan
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri kepala dan otot
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot dan keram
7. Gangguan pola napas berhubungan dengan napas cepat dan dalam.
(Doengoes, 2014).

I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Bersihan jalan nafas NOC : NIC :
tidak efektif b.d· Respiratory status : Airway suction
obstruksi jalan nafas Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral /
Definisi ·: Respiratory status : tracheal suctioning
Ketidakmampuan untuk Airway patency 2. Auskultasi suara nafas
membersihkan sekresi· Aspiration Control sebelum dan sesudah
atau obstruksi dari suctioning.
saluran pernafasan 3. Informasikan pada klien
untuk mempertahankan Kriteria Hasil : dan keluarga tentang
kebersihan jalan nafas.  Mendemonstrasikan suctioning
batuk efektif dan suara 4. Minta klien nafas dalam
Batasan Karakteristik nafas yang bersih, tidak sebelum suction
: ada sianosis dan dilakukan.
 Dispneu, Penurunan dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan
suara nafas mengeluarkan sputum, menggunakan nasal untuk
 Orthopneu mampu bernafas dengan memfasilitasi suksion
 Cyanosis mudah, tidak ada pursed nasotrakeal

 Kelainan suara nafas lips) 6. Gunakan alat yang steril


 Menunjukkan jalan sitiap melakukan tindakan

25
(rales, wheezing) nafas yang paten (klien 7. Anjurkan pasien untuk
 Kesulitan berbicara tidak merasa tercekik, istirahat dan napas dalam
 Batuk, tidak efekotif irama nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
atau tidak ada pernafasan dalam dari nasotrakea
 Mata melebar rentang normal, tidak 8. Monitor status oksigen

 Produksi sputum ada suara nafas pasien

 Gelisah abnormal) 9. Ajarkan keluarga

 Perubahan frekuensi  Mampu bagaimana cara

dan irama nafas mengidentifikasikan melakukan suksion


dan mencegah factor 10. Hentikan suksion dan

Faktor-faktor yang yang dapat menghambat berikan oksigen apabila

berhubungan: jalan nafas pasien menunjukkan


bradikardi, peningkatan
 Lingkungan :
saturasi O2, dll.
merokok, menghirup
asap rokok, perokok
pasif-POK, infeksi Airway Management
1. Buka jalan nafas,
 Fisiologis : disfungsi
guanakan teknik chin lift
neuromuskular,
atau jaw thrust bila perlu
hiperplasia dinding
2. Posisikan pasien untuk
bronkus, alergi jalan
memaksimalkan ventilasi
nafas, asma.
3. Identifikasi pasien
 Obstruksi jalan
perlunya pemasangan alat
nafas : spasme jalan
jalan nafas buatan
nafas, sekresi
4. Pasang mayo bila perlu
tertahan, banyaknya
5. Lakukan fisioterapi dada
mukus, adanya jalan
jika perlu
nafas buatan, sekresi
6. Keluarkan sekret dengan
bronkus, adanya
batuk atau suction
eksudat di alveolus,
7. Auskultasi suara nafas,
adanya benda asing
catat adanya suara
di jalan nafas.
tambahan
8. Lakukan suction pada

26
mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2

2. Defisit volume cairan NOC: NIC :


dan elektrolit b.d Fluid management
 Fluid balance
mual muntah dan
 Hydration 1. Pertahankan catatan intake
diare
 Nutritional Status : Food dan output yang akurat
Definisi : Penurunan
and Fluid Intake 2. Monitor status hidrasi (
cairan intravaskuler,
kelembaban membran
interstisial, dan/atau
Kriteria Hasil :
mukosa, nadi adekuat,
intrasellular. Ini
tekanan darah ortostatik ),
mengarah ke dehidrasi,  Mempertahankan urine
jika diperlukan
kehilangan cairan output sesuai dengan
3. Monitor hasil lAb yang
dengan pengeluaran usia dan BB, BJ urine
sesuai dengan retensi cairan
sodium normal, HT normal
(BUN , Hmt , osmolalitas
Batasan Karakteristik  Tekanan darah, nadi,
urin )
: suhu tubuh dalam batas
4. Monitor vital sign
normal
 Kelemahan 5. Monitor masukan makanan
 Tidak ada tanda tanda
 Haus / cairan dan hitung intake
dehidrasi, Elastisitas
 Penurunan turgor kalori harian
turgor kulit baik,
kulit/lidah 6. Kolaborasi pemberian
membran mukosa
 Membran cairan IV
lembab, tidak ada rasa
mukosa/kulit 7. Monitor status nutrisi

27
kering haus yang berlebihan 8. Berikan cairan
 Peningkatan 9. Berikan diuretik sesuai
denyut nadi, interuksi
penurunan tekanan 10. Berikan cairan IV pada
darah, penurunan suhu ruangan
volume/tekanan 11. Dorong masukan oral
nadi 12. Berikan penggantian
 Pengisian vena nesogatrik sesuai output
menurun 13. Dorong keluarga untuk
 Perubahan status membantu pasien makan
mental 14. Tawarkan snack ( jus buah,
 Konsentrasi urine buah segar )
meningkat 15. Kolaborasi dokter jika tanda
 Temperatur tubuh cairan berlebih muncul
meningkat meburuk
 Hematokrit 16. Atur kemungkinan tranfusi
meninggi 17. Persiapan untuk tranfusi
 Kehilangan berat
badan seketika
(kecuali pada third
spacing)

Faktor-faktor yang
berhubungan:

 Kehilangan
volume cairan
secara aktif
 Kegagalan
mekanisme
pengaturan

28
3. Cemas b.d tidak NOC : NIC :
efektifnya koping
 Anxiety control
individu Anxiety Reduction
 Coping
Definisi : Perasaan (penurunan kecemasan)
gelisah yang tak jelas 1. Gunakan pendekatan yang
Kriteria Hasil :
dari ketidaknyamanan menenangkan
atau ketakutan yang  Klien mampu 2. Nyatakan dengan jelas
disertai respon autonom mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
(sumner tidak spesifik mengungkapkan gejala pasien
atau tidak diketahui cemas 3. Jelaskan semua prosedur
oleh individu); perasaan  Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
keprihatinan mengungkapkan dan selama prosedur
disebabkan dari menunjukkan tehnik 4. Temani pasien untuk
antisipasi terhadap untuk mengontol cemas memberikan keamanan
bahaya. Sinyal ini  Vital sign dalam batas dan mengurangi takut
merupakan peringatan normal 5. Berikan informasi faktual
adanya ancaman yang  Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis,
akan datang dan wajah, bahasa tubuh tindakan prognosis
memungkinkan dan tingkat aktivitas 6. Dorong keluarga untuk
individu untuk menunjukkan menemani anak
mengambil langkah berkurangnya 7. Lakukan back / neck rub
untuk menyetujui kecemasan 8. Dengarkan dengan penuh
terhadap tindakan. perhatian
9. Identifikasi tingkat
Batasan karakteristik: kecemasan
10. Bantu pasien mengenal
 Gelisah
situasi yang menimbulkan
 Insomnia
kecemasan
 Resah
11. Dorong pasien untuk
 Ketakutan
mengungkapkan perasaan,
 Sedih
ketakutan, persepsi
 Fokus pada diri
12. Instruksikan pasien

29
 Kekhawatiran menggunakan teknik
 Cemas relaksasi
13. Barikan obat untuk
Faktor yang
mengurangi kecemasan
berhubungan:

 Kurang
pengetahuan
 Hospitalisasi

4. Kerusakan integritas NOC : NIC


kulit berhubungan  Tissue Integrity : Skin Pressure Management
dengan : and Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
Eksternal:  Wound Healing : primer menggunakan pakaian
 Hipertermia atau dan sekunder yang longgar
hipotermia 2. Hindari kerutan pada
 Substansi kimia tempat tidur
 Kelembaba kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar

 Faktor mekanik  Integritas kulit yang baik tetap bersih dan kering

(misalnya : alat bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah

yang dapat (sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap dua

menimbulkan luka, temperatur, hidrasi, jam sekali

tekanan, restraint pigmentasi) 5. Monitor kulit akan adanya

 Immobilitas fisik  Tidak ada luka/lesi pada kemerahan

 Radiasi kulit 6. Oleskan lotion atau

 minyak/baby oil pada


 Usia yang ekstrim Perfusi jaringan baik
 derah yang tertekan
 Kelembaban kulit Menunjukkan
7. Monitor aktivitas dan
 Obat-obatan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit mobilisasi pasien
Internal :
8. Monitor status nutrisi
 Perubahan status dan mencegah terjadinya
sedera berulang pasien
metabolik
9. Memandikan pasien
 Tonjolan tulang  Mampu melindungi kulit
dengan sabun dan air
 Defisit imunologi dan mempertahankan

30
 Berhubungan kelembaban kulit dan hangat
dengan dengan perawatan alami 10. Kaji lingkungan dan
perkembangan  Menunjukkan terjadinya peralatan yang
 Perubahan sensasi proses penyembuhan menyebabkan tekanan
 Perubahan status luka 11. Observasi luka : lokasi,
nutrisi (obesitas, dimensi, kedalaman luka,
kekurusan) karakteristik,warna

 Perubahan status cairan, granulasi, jaringan

cairan nekrotik, tanda-tanda

 Perubahan infeksi lokal, formasi

pigmentasi traktus

 Perubahan 12. Ajarkan pada keluarga

sirkulasi tentang luka dan


perawatan luka
 Perubahan turgor
13. Kolaburasi ahli gizi
(elastisitas kulit)
pemberian diae TKTP,
vitamin
DO:
14. Cegah kontaminasi feses
 Gangguan pada
dan urin
bagian tubuh
15. Lakukan tehnik perawatan
 Kerusakan lapisa
luka dengan steril
kulit (dermis)
16. Berikan posisi yang
 Gangguan
mengurangi tekanan pada
permukaan kulit
luka
(epidermis)

5. Gangguan rasa NOC : NIC :


nyaman b.d nyeri Pain Management
 Pain Level,
kepala dan otot 1. Lakukan pengkajian nyeri
 Pain control,
Definisi : Sensori yang secara komprehensif
 Comfort level
tidak menyenangkan termasuk lokasi,
dan pengalaman karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil :
emosional yang muncul frekuensi, kualitas dan
secara aktual atau  Mampu mengontrol faktor presipitasi

31
potensial kerusakan nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi
jaringan atau nyeri, mampu nonverbal dari
menggambarkan menggunakan tehnik ketidaknyamanan
adanya kerusakan nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik
(Asosiasi Studi Nyeri mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
Internasional) mencari bantuan) untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien
Batasan karakteristik nyeri berkurang dengan 4. Kaji kultur yang
: menggunakan mempengaruhi respon
 Laporan secara manajemen nyeri nyeri
verbal atau non  Mampu mengenali 5. Evaluasi pengalaman
verbal nyeri (skala, intensitas, nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda 6. Evaluasi bersama pasien
 Fakta dari observasi nyeri) dan tim kesehatan lain
 Posisi antalgic untuk  Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
menghindari nyeri nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa lampau
 Gerakan melindungi berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga
 Tingkah laku  Tanda vital dalam untuk mencari dan
berhati-hati rentang normal menemukan dukungan
 Muka topeng 8. Kontrol lingkungan yang
 Gangguan tidur dapat mempengaruhi nyeri
(mata sayu, tampak seperti suhu ruangan,
capek, sulit atau pencahayaan dan
gerakan kacau, kebisingan
menyeringai) 9. Kurangi faktor presipitasi
 Terfokus pada diri nyeri
sendiri 10. Pilih dan lakukan
 Fokus menyempit penanganan nyeri
(penurunan (farmakologi, non
persepsi waktu, farmakologi dan inter
kerusakan proses personal)
berpikir, 11. Kaji tipe dan sumber nyeri
penurunan untuk menentukan

32
interaksi dengan intervensi
orang dan 12. Ajarkan tentang teknik
lingkungan) non farmakologi
 Tingkah laku 13. Berikan analgetik untuk
distraksi, contoh : mengurangi nyeri
jalan-jalan, 14. Evaluasi keefektifan
menemui orang lain kontrol nyeri
dan/atau aktivitas, 15. Tingkatkan istirahat
aktivitas berulang- 16. Kolaborasikan dengan
ulang) dokter jika ada keluhan
 Respon autonom dan tindakan nyeri tidak
(seperti diaphoresis, berhasil
perubahan tekanan 17. Monitor penerimaan
darah, perubahan pasien tentang manajemen
nafas, nadi dan nyeri
dilatasi pupil)
Analgesic Administration
 Perubahan
1. Tentukan lokasi,
autonomic dalam
karakteristik, kualitas, dan
tonus otot (mungkin
derajat nyeri sebelum
dalam rentang dari
pemberian obat
lemah ke kaku)
2. Cek instruksi dokter
 Tingkah laku
tentang jenis obat, dosis,
ekspresif (contoh :
dan frekuensi
gelisah, merintih,
3. Cek riwayat alergi
menangis, waspada,
4. Pilih analgesik yang
iritabel, nafas
diperlukan atau kombinasi
panjang/berkeluh
dari analgesik ketika
kesah)
pemberian lebih dari satu
 Perubahan dalam
5. Tentukan pilihan
nafsu makan dan
analgesik tergantung tipe
minum
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik

33
Faktor yang pilihan, rute pemberian,
berhubungan : dan dosis optimal
Agen injuri (biologi, 7. Pilih rute pemberian
kimia, fisik, psikologis) secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

6. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


b.d kelemahan otot
 Energy conservation
dan kram Energy Management
 Self Care : ADLs
Definisi : 1. Observasi adanya
Ketidakcukupan energu pembatasan klien dalam
Kriteria Hasil
secara fisiologis melakukan aktivitas
 Berpartisipasi dalam
maupun psikologis 2. Dorong anal untuk
aktivitas fisik tanpa
untuk meneruskan atau mengungkapkan perasaan
disertai peningkatan
menyelesaikan aktifitas terhadap keterbatasan
tekanan darah, nadi dan
yang diminta atau 3. Kaji adanya factor yang
RR
aktifitas sehari hari. menyebabkan kelelahan
 Mampu melakukan
4. Monitor nutrisi dan
aktivitas sehari hari
Batasan karakteristik sumber energi
(ADLs) secara mandiri
: tangadekuat
 melaporkan secara 5. Monitor pasien akan

34
verbal adanya adanya kelelahan fisik dan
kelelahan atau emosi secara berlebihan
kelemahan. 6. Monitor respon
kardivaskuler terhadap
 Respon abnormal
aktivitas
dari tekanan darah
7. Monitor pola tidur dan
atau nadi terhadap
lamanya tidur/istirahat
aktifitas
pasien
 Perubahan EKG
yang menunjukkan Activity Therapy
aritmia atau 1. Kolaborasikan dengan
iskemia Tenaga Rehabilitasi
 Adanya dyspneu Medik
atau dalammerencanakan
ketidaknyamanan progran terapi yang tepat.
saat beraktivitas. 2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
Faktor factor yang
yang mampu dilakukan
berhubungan :
3. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
 Tirah Baring atau
yangsesuai dengan
imobilisasi
kemampuan fisik,
 Kelemahan
psikologi dan social
menyeluruh
4. Bantu untuk
 Ketidakseimbangan
mengidentifikasi dan
antara suplei
mendapatkan sumber yang
oksigen dengan
diperlukan untuk aktivitas
kebutuhan
yang diinginkan
 Gaya hidup yang
5. Bantu untuk mendpatkan
dipertahankan.
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
6. Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas

35
yang disukai
7. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual

7. Gangguan pola nafas NOC : NIC :


b.d nafas cepat dan  Status TTV 1. Monitor pola nafas:
dalam  Status pernafsan : takipnea. Bradipnea,
Definisi ventilasi hiperventilasi, pernafasan
ketidakmampuan proses  Respon penyapihan kusmaul, dll
sistem pernafasan ventilasi mekanik 2. Kaji suara nafas :
inspirasi dan atau  Manajemen jalan R / mengenali gejala awal
ekspirasi untuk nafas gangguan pernafsan
memberikan ventilasi Kriteria Hasil : 3. Monitor adanya
yang adekuat.  Pola nafas normal penggunaan otot

 Saturasi >95 % pernafasan


Faktor yang R / otot pernafasan
 Frekuensi nafas 12-
berhubungan : merupakan tanda
20 kali permenit
 Nyeri gangguan nafas
 Gangguan 4. Kaji besar lubang hidung

36
neuromaskuler R / pernafasan cuping
 Proses inflamasi hidung menandakan
bakteri atau virus adanya peningkatan usaha
 Sumbatan trakea dan nafas
bronkus 5. Monitor saturasi oksigen
 Hipoksia R / mengetahui perubahan

 Penurunan ekspansi oksigen dalam darah

paru 6. Monitor BGA klien

 Penurunan energi R / mengetahui adanya

dan kelelahan gagal nafas


7. Monitor KU klien
R/ mengkaji tanda awal

DO : hipoksia

 Sianosis 8. Kaji kemampuasn pasien


untuk mengeluarkan
 Batuk
dahak
 Sesak
R/ kemampuan klien
 Frekuensi nafas
mengeluarkan dahak dapat
cepat atau lambat
mengubah pola nafas
 Pernafasan bibir
9. Monitor posisi semifowler
 Penggunaan otot
R/ posisis semifowler
nafas tambahan
membantu ekspansi dada

37
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat
diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja
seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan
kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan,
baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja
Overdosis adalah keadaan dimana seseorang mengalami ketidaksadaran akibat
menggunakan obat terlalu banyak, Ketika batas toleransi tubuh dalam mengatasi zat
tersebut terlewati (melebihi toleransi badan) maka hal ini dapat terjadi. Keracunan dan
overdosis dapat di sebabkan oleh makanan, obat - obatan, dan bahan kimia.

B. Saran

Isi makalah dapat dipelajari dan di aplikasikan oleh penulis maupun pembaca.
Makalah belum sepenuhnya lengkap, mohon untuk para pembaca agar memberikan
saran demi kelengkapan makalah ini.

38
DAFTAR PUSTAKA

Bresler, Michael Jay.2006. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta : EGC


Kisanti,Annia. 2012. Panduan Lengkap Pertolongan Pertama Pada Darurat Klinis. Jilid-1.
Araska : Yogyakarta
Marylin. D. 2000 , Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta.

Smeltzer, Suzzane. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 3. Jakarta: EGC.
Widodo, Djoko.2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Pustaka
Noer Syaifoellah, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, FKUI :Jakarta
Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 Media Aesculapius, FKUI
:Jakarta
Suzanne C. Brenda G.2011,Keperawatan Medikal Bedah, EGC : Jakarta
Bunner And Suddarth.2010. Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. EGC
: Jakarta
Sartono. 2012. Racun Dan Keracunan. Widya Merdeka : Jakarta.
Dongoes, Marillyn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

39

Anda mungkin juga menyukai