Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

VERTIGO PERIFER

Oleh
ELSA PRIMA PUTRI
1010313087

Preseptor
dr. Afdal, Sp. A, M. Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


RSUP DR M.DJAMIL
PADANG
2016

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Batasan Masalah 2

1.3. Tujuan Penulisan 2

1.4. Metode Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Definisi 3

2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 4

2.3. Etiologi 7

2.4. Perjalanan penyakit 8

2.5. Patofisiologi 8

2.6. Diagnosis 11

2.7. Penatalaksanaan 16

BAB III ILUSTRASI KASUS 22

3.1. Kesimpulan 22

3.2. Saran 22

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Right membranous labyrinth 3

Gambar 2. Patofisiologi 11

Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike 12

Gambar 4. Perasat Sidelying 14

Gambar 5. CRT kanan 18

Gambar 6. Epley maneuver 19

Gambar 7. Liberatory kanan 19

Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff 21

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi Paroksismal

Jinak (VPPJ) adalah perasaan berputar yang bersifat paroksismal, terjadi secara tiba-tiba

dengan perubahan posisi kepala,merupakan gangguan yang paling umum dari vestibular

telinga dalam yang merupakan bagian terpenting dalam menjaga keseimbangan. BPPV

umumnya progresif dan tidak mengancam jiwa.1

BPPV merupakan penyebab vertigo yang paling sering dengan prevalensi 64 dari

100.000 penduduk.Usia penderita BPPV yang paling banyak adalah diatas 51 tahun. Ja-

rang ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului ri-

wayat trauma kepala.2 Brevern dan Radtke dkk dalam penelitian memperkirakan preva-

lensi 1 tahun dari BPPV pada kelompok yang lebih tua dari 60 tahun hampir tujuh kali

lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia 18-39 tahun. Hampir dua pertiga telah

mengalami BPPV selama 12 bulan terakhir dan sekitar 25% selama empat minggu.3

Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab

terbanyak adalah trauma kepala (17%), neuritis vestibularis (15%), migraine, implantasi

gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien

post operasi atau bed rest total lama.4,5

Pengobatan tentang BPPV baru-baru ini mengalami perubahan yaitu ditinjau dari

patofisiologi mempengaruhi perubahan penanggulangannya. Dengan demikian identifi-

kasi dan penatalaksanaan dapat dilakukan dengan tepat.10 Dari uraian diatas dapat

dikemukakan bahwa ilmu mengenai BPPV terus berkembang, serta perlunya kita menge-

tahui diagnosis dini dan penatalaksanaan penyakit ini maka dalam makalah ini akan diba-

has seluruh aspek penting mengenai BPPV.

4
1.2. Batasan Masalah

Pembahasan tulisan ini dibatasi pada defenisi, patogenesis, diagnosis dan pe-

natalaksanaan benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).

1.3. Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan

penulis khususnya mengenai benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).

1.4. Metode Penulisan

Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai lit-

eratur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

5
1.1 Definisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo

dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi

kepala. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan

fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik.

BPPV dikenal juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan

gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.2,3

2.2 Epidemiologi

BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 64

kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 ta-

hun). Jarang ditemukan pada orang yang berusia 35 tahun yang tidak memiliki riwayat

cedera kepala. BPPV sangat jarang ditemukan pada anak. 2,3

2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 1,5

Gambar 1. Right membranous labyrinth 6

Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), dilindungi oleh tulang paling

keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin terdiri dari labirin tulang dan labirin membran.

Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir sama dengan labirin

6
tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimf, dan pada lambirin

membrane terdapat endolimf.1,5

Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam per-

ilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisir-

kularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga

kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.1,5

Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu,12

1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.

2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan

utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan (di utrikulus dan sakulus sel

sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada di

krista ampulanya)

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya

tergantung kepada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan pro-

prioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, se-

hingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.1,5

Reseptor sistem ini merupakan sel rambut yang terletak dalam krista kanalis sem-

isirkularis dan makula dari organ otolit. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap

rotasi khususnya terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka ter-

hadap gerak linier, khususnya percepatan linier dan terhadap perubahan posisi kepala ter-

hadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini

disebabkan oleh geometri dari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-

struktur yang menutupi sel rambut.11

Sel rambut

Setiap sel rambut memiliki 50-70 silia kecil, yang disebut stereosilia, ditambah

satu silium besar kinosilium. Secara morfologi sel rambut pada kanalis mirip dengan sel

7
rambut pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang

dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilium. Jika suatu gerakan me-

nyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan

tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari

kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.1

Kanalis semisirkularis

Dalam setiap aparatus vestibularis terdapat tiga buah kanalis semisirkularis, yaitu

anterior, posterior, dan horizontal. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan yang

lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang

sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis

akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, apabila kepala pada

posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan

rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan

tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang

vertikal misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan

tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.,11

Organ otolit

Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir

horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel

rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak

semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut

yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau

mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi, sementara yang

lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP

mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sebenarnya hanya

ada dua makula.11

8
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron

ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan

refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu

komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat

yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepala

dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk

kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah

gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus

normal.11

2.3. Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui. Beberapa kasus BPPV

dijumpai setelah mengalami trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi

stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV

sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia.4,5

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama ver-

tigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.7Disebabkan oleh perge-

rakan otolit dalam kanalis semisirkularis pada telinga dalam, terutama mempengaruhi

kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik, namun dapat juga mengenai kanalis

anterior dan horizontal. Otolit mengandung kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang

berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan

posisi dan menimbulkan vertigo dan nistagmus.8

2.4. Perjalanan penyakit

Pada sebagian besar kasus gangguan menghilang secara spontan dalam kurun

waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah beberapa waktukemudian. Ada

pula penderita yang hanya satu kali mengalaminya dan yang kepekaannya terhadap verti-

go posisional berlangsung lama.2

9
Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun,

bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa men-

it. Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasa-

kan kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang

menetap selama beberapa jam atau hari.2,12

BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan

50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak

atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV

dan biasanya bersifat torsional (rotatoar). 2

2.5. Patofisiologi

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisir-

kularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal

setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam am-

pula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisir-

kularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke

arah kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga ku-

pula akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal

yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya

partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan men-

imbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya.

Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga tim-

bul sensasi berupa vertigo.2

Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis

dan kanalolitiasis.4

Teori Kupulolitiasis

10
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk men-

jelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada

kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada

kupulamelalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis

semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi.Teori ini dapat dianalogikan

sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat

benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi

netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu

kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening

(dizziness).1,2

Teori Kanalitiasis

Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV

disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis

semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila

kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam

kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi

perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posi-

si terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi am-

pula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nis-

tagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan

timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan.1,2

Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala

dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini

dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularisposter. Saat me-

lakukan operasi kanalis tersebut. 1,2,12

11
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,

otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini

kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kana-

lis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal

inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 2,12

Gambar 2: Patofisiologi 6

Diagnosis

1. Gejala Klinis

BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, keti-

ka berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang

lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala

dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar

timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan

berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-

bulan.2,12

12
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari.

Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah.

Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah

nistagmus yang timbul adalah sebaliknya. 2,12

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan

memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari

kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike

atau perasat Sidelying.1,4,10

Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1) ter-

dapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3) adanya masa

laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikem-

balikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus

diulang 2,4,12

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara

memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari

kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike

atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut

posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV

parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistag-

mus.2,4,10,12

13
Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike

1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike

Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-Hallpike

secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang

kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang

posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada

meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaring-

kan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300

pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian

respon pada monitor dilakukan selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah

tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning

treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut

tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan

pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan cara yang sama. Dengan uji ini

dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.2,4,10

14
Gambar 4. Perasat Sidelying

2. Perasat Sidelying

Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan kepala

pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus

garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying

kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis pos-

terior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi pal-

ing bawah.1,4,10

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja ,

kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien

kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat

dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai

timbul respon abnormal. 1,4,10

2.7.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi vesti-

buler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata lak-

sana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam wak-

tu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi.

Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya

pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang

beraktivitas.2,10,12

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo.

Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-obatan yang dapat mengurangi tim-

bulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien

pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian

masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat

15
menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan dian-

taranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Be-

tahistin adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga

dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3. 2,

Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith

repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit

dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif.

Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi

terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon ab-

normal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau

kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun

kepala pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisir-

kularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila

kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat

ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara

kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan

diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan

pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri

dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien

kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi

dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkuk-

kan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada

posisi yang sehat untuk 5 hari.10

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada kanal

anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior,

CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala

menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk. 2,

16
Gambar 5. CRT kanan

Gambar 6. Epley maneuver

17
Gambar 7. Liberatory kanan

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk memin-

dahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan

tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau posterior. 10

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan

perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja

pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan

kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala meng-

gantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk

awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan

penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk.

Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang

diterapi dengan CRT.10

Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama , namun

kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat

liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian

posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap kekanan.Bila kanal anterior kiri yang

terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 10

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien

sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan

18
kepala menoleh 450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini diper-

tahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah

itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi

yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri

dalam sehari. 10

Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff

Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan.

Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa

gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan

berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan

pemberian aminoglikosida transtimpanik.2,6,10

19
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. Y/ Perempuan / 47 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Guru / S1
c. Alamat : Bungus Teluk Kabung ,Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Sudah Menikah
b. Jumlah Anak : 3 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Berasal dari golongan ekonomi sedang dengan
penghasilan perbulan 3.500.000 yang bekerja sebagai guru.

d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen, 3 kamar tidur , perkarangan kecil, luas bangunan
15x20 m2
- Ventilasi cukup
- Listrik ada
- Sumber air minum : PDAM
- WC ada 1 buah, septitank ada
- Sampah dibuang di TPS
- Jumlah penghuni 4 orang ; pasien, suami pasien serta 2 orang anak
pasien.
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.

4. Riwayat Penyakit Dahulu / Penyakit Keluarga


 Pasien pernah menderita pusing berputar 3 bulan yang lalu, dibawa ke
puskesmas dan mendapatkan pengobatan serta ada perbaikan. Pasien lu-
pa nama obat yang diminum.

20
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat infeksi pada telinga (-)
 Tidak ada anggota keluarga lain yang sakit seperti ini.
5. Keluhan Utama

 Pusing berputar sempoyongan sejak 1 hari yang lalu


6. Riwayat Penyakit Sekarang

 Pusing berputar sempoyongan sejak 1 hari yang lalu. Pusing bertambah


hebat saat kepala digerakkan ke kiri. Sebelumnya rasa pusing berputar ini
terjadi secara tiba-tiba dan biasanya dirasakan dalam waktu singkat.
 Pusing disertai dengan mual, tapi muntah tidak ada.
 Telinga berdenging (-), pandangan ganda(-).
 Sakit kepala (+) diseluruh lapangan kepala sejak ± 2 hari yang lalu. Sakit
kepala terasa berdenyut dan dirasakan terus menerus.
 Pasien mengeluhkan sukar untuk tidur sejak sakit.
 Riwayat trauma tidak ada
 Demam sebelumnya tidak ada
 Riwayat pemakaian obat-obatan lama (-)
 Buang air kecil dan buang air besar biasa

7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 78x/ menit
Nafas : 16x/menit
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,8 0C
BB : 60 Kg
TB : 155 cm
Indeks Massa Tubuh : 60_ = 24,97
(1,55)2
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik
Dada

21
Paru
Inspeksi : simetris ki=ka
Palpasi : fremitus ki=ka
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan: LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N

Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
2. Tanda rangsangan meningeal :
- Kaku kuduk (-)
- Brudzinsky I (-)
- Brudzinsky II (-)
- Kernig (-)
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- muntah proyektil (-)
- sakit kepala progresif (-)
4. Nn Kranialis :
-NI : penciuman baik
- N II : reflek cahaya +/+
- N III, IV, VI : pupil bulat, diameter 3 mm/ 3 mm, gerakan bola mata
bebas ke segala arah, nistagmus (-)
-NV : bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke
kanan

22
- N VII : bisa menutup mata, mengangkat alis : simetris
- N VIII : Fungsi pendengaran baik
- N IX, X : Arcus faring simetris, uvula di tengah.
- N XI : bisa mengangkat bahu dan bisa melihat kiri dan kanan
- N XII : lidah : deviasi (-)

Keseimbangan dan Koordinasi :


: Tes Romberg (+), Romberg dipertajam (+), pasien jatuh ke
samping.
: Tandem gait (+)
: Tes telunjuk hidung : tidak terganggu
: Test supinasi-pronasi : tidak terganggu

: Test tumit-lutut : tidak terganggu

5. Motorik : 5 5 5 5 5 5
555 555
Sensorik
- Eksteroseptif : rasa raba, tekan dan nyeri baik
- Proprioseptif : rasa getar dan posisi sendi baik
- Fungsi otonom : BAK dan BAB normal

- Reflek fisiologis : Reflek biseps +/+, Reflek triceps +/+, Reflek KPR +/+,
Reflek APR +/+
-Reflek patologis : Reflek Hoffman Trommer -/-, Reflek Babinsky Group-/-

8. Laboratorium : Tidak Dilakukan


9. Diagnosis Kerja
Vertigo Perifer
10. Diagnosis Banding :
Vertigo Sentral

11. Manajemen
a. Preventif :
- Istirahat yang cukup

23
- Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih dahulu sebelum berdiri
dari tempat tidur
- Hindari posisi membungkuk dalam mengangkar barang ( hindari posisi
yang mencetuskan rasa pusing berputar)
b. Promotif :
- Menjelaskan dan memberikan edukasi tentang vertigo, pencegahannya
dan pengobatannya
c. Kuratif :

- Betahistin mesilat 6mg 3x1 tab (po)


- Vitamin B6 3x1 tab (po)
- Amlodipine 5mg 1x1tab (po)
d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur ke Puskesmas untuk menilai efek pengobatan yang
diberikan.

24
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Bungus

Dokter : Ny. Y
Tanggal : 20 Desember 2016

R/ Betahistin Mesilat tab 6 mg No. X


S2 dd tab I £
__________________________________________
R/ Vitamin B 6 tab No.X
S2 dd tab I £
__________________________________________
R/ Amlodipine tab 5 mg No.X
S 1 dd tab I £

Pro : Ny Y
Umur : 47 tahun

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Fife TD, Iverson DJ, Lempert T, et al. Practice Parameter: Therapies for benign par-

oxysmal positional vertigo (an evidence-based review): Report of the Quality Stand-

ards Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology 2008 May;

70: 2067-74.

2. Li, John C. Benign paroxysmal positioning vertigo. Diakses dari :

www.emedicine.com. Pada tanggal 17 Maret 2016.

3. Brevern M Von, Radtke A, et al. Epidemiology of benign paroxysmal positional ver-

tigo: a population based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2007 July; 78(7):

710–715.

4. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign paroxysmal

vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169(7):681-93.

5. H S Cohen. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2007 July; 78(7): 663.

6. Mark, A. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and Di-

agnosis. British Journal of Hospital Medicine. 2008 June; Vol 69, No 6.

7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008.

8. Kovar M, Jepson T, Jones S. Diagnosis and Treasing: Benign Paroxysmal Positional

Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December; 2006.

9. Lempert T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular

migraine in Journal Nerology 2009:25:333-8

10. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N

editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi

keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109.

11. Guyton, Arthur C, John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Ja-

karta: EGC.

12. Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning Vertigo. Diakses dari:

www.vestibular.org. pada tanggal 17 Maret 2016.

26

Anda mungkin juga menyukai