VERTIGO PERIFER
Oleh
ELSA PRIMA PUTRI
1010313087
Preseptor
dr. Afdal, Sp. A, M. Biomed
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
2.1. Definisi 3
2.3. Etiologi 7
2.5. Patofisiologi 8
2.6. Diagnosis 11
2.7. Penatalaksanaan 16
3.1. Kesimpulan 22
3.2. Saran 22
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. Patofisiologi 11
BAB I
3
PENDAHULUAN
Jinak (VPPJ) adalah perasaan berputar yang bersifat paroksismal, terjadi secara tiba-tiba
dengan perubahan posisi kepala,merupakan gangguan yang paling umum dari vestibular
telinga dalam yang merupakan bagian terpenting dalam menjaga keseimbangan. BPPV
BPPV merupakan penyebab vertigo yang paling sering dengan prevalensi 64 dari
100.000 penduduk.Usia penderita BPPV yang paling banyak adalah diatas 51 tahun. Ja-
rang ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului ri-
wayat trauma kepala.2 Brevern dan Radtke dkk dalam penelitian memperkirakan preva-
lensi 1 tahun dari BPPV pada kelompok yang lebih tua dari 60 tahun hampir tujuh kali
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia 18-39 tahun. Hampir dua pertiga telah
mengalami BPPV selama 12 bulan terakhir dan sekitar 25% selama empat minggu.3
terbanyak adalah trauma kepala (17%), neuritis vestibularis (15%), migraine, implantasi
gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien
Pengobatan tentang BPPV baru-baru ini mengalami perubahan yaitu ditinjau dari
kasi dan penatalaksanaan dapat dilakukan dengan tepat.10 Dari uraian diatas dapat
dikemukakan bahwa ilmu mengenai BPPV terus berkembang, serta perlunya kita menge-
tahui diagnosis dini dan penatalaksanaan penyakit ini maka dalam makalah ini akan diba-
4
1.2. Batasan Masalah
Pembahasan tulisan ini dibatasi pada defenisi, patogenesis, diagnosis dan pe-
Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai lit-
eratur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
1.1 Definisi
dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi
kepala. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan
fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik.
BPPV dikenal juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan
2.2 Epidemiologi
kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 ta-
hun). Jarang ditemukan pada orang yang berusia 35 tahun yang tidak memiliki riwayat
Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), dilindungi oleh tulang paling
keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin terdiri dari labirin tulang dan labirin membran.
Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir sama dengan labirin
6
tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimf, dan pada lambirin
Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam per-
ilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisir-
kularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu,12
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.
utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan (di utrikulus dan sakulus sel
krista ampulanya)
tergantung kepada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan pro-
prioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, se-
Reseptor sistem ini merupakan sel rambut yang terletak dalam krista kanalis sem-
isirkularis dan makula dari organ otolit. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap
rotasi khususnya terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka ter-
hadap gerak linier, khususnya percepatan linier dan terhadap perubahan posisi kepala ter-
hadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini
disebabkan oleh geometri dari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-
Sel rambut
Setiap sel rambut memiliki 50-70 silia kecil, yang disebut stereosilia, ditambah
satu silium besar kinosilium. Secara morfologi sel rambut pada kanalis mirip dengan sel
7
rambut pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang
dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilium. Jika suatu gerakan me-
tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari
Kanalis semisirkularis
Dalam setiap aparatus vestibularis terdapat tiga buah kanalis semisirkularis, yaitu
anterior, posterior, dan horizontal. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan yang
lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang
sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis
akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, apabila kepala pada
posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan
rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan
tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang
vertikal misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan
Organ otolit
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir
horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel
rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak
semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut
yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau
mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi, sementara yang
lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP
mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sebenarnya hanya
8
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan
refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu
komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat
yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepala
dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk
kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah
gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus
normal.11
2.3. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui. Beberapa kasus BPPV
dijumpai setelah mengalami trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi
stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV
tigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.7Disebabkan oleh perge-
rakan otolit dalam kanalis semisirkularis pada telinga dalam, terutama mempengaruhi
kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik, namun dapat juga mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otolit mengandung kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang
berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan
Pada sebagian besar kasus gangguan menghilang secara spontan dalam kurun
waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah beberapa waktukemudian. Ada
pula penderita yang hanya satu kali mengalaminya dan yang kepekaannya terhadap verti-
9
Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun,
bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa men-
it. Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasa-
kan kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan
50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak
atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV
2.5. Patofisiologi
kularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal
setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam am-
pula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisir-
kularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke
arah kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga ku-
pula akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal
yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya
partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan men-
imbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya.
Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga tim-
dan kanalolitiasis.4
Teori Kupulolitiasis
10
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk men-
jelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada
kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada
sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat
benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi
netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu
kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening
(dizziness).1,2
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV
disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis
kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam
kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi
perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posi-
si terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi am-
pula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nis-
tagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala
dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini
dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularisposter. Saat me-
11
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini
kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kana-
lis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal
Gambar 2: Patofisiologi 6
Diagnosis
1. Gejala Klinis
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, keti-
ka berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang
lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala
dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar
timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan
berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-
bulan.2,12
12
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari.
Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah.
Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan
memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari
Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1) ter-
dapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3) adanya masa
laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikem-
diulang 2,4,12
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara
memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari
atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut
posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV
parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistag-
mus.2,4,10,12
13
Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike
secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang
kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang
posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada
meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaring-
kan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300
pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian
respon pada monitor dilakukan selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah
treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut
tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan
pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan cara yang sama. Dengan uji ini
14
Gambar 4. Perasat Sidelying
2. Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan kepala
pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus
garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying
kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis pos-
terior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi pal-
ing bawah.1,4,10
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja ,
kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien
kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat
dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai
2.7.Penatalaksanaan
buler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata lak-
sana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam wak-
tu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi.
Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya
pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang
beraktivitas.2,10,12
pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian
masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat
15
menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan dian-
taranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Be-
tahistin adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith
dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif.
Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi
terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon ab-
normal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau
kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun
kepala pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisir-
kularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila
kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat
ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara
kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan
diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan
pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri
dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien
kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi
dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkuk-
kan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada kanal
anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior,
CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala
16
Gambar 5. CRT kanan
17
Gambar 7. Liberatory kanan
Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk memin-
dahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan
tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau posterior. 10
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan
perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja
pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan
kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala meng-
gantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk
awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan
penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk.
Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang
Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama , namun
kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat
liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian
posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap kekanan.Bila kanal anterior kiri yang
terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 10
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien
sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan
18
kepala menoleh 450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini diper-
tahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah
itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi
yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri
dalam sehari. 10
Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan.
Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa
gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan
19
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. Y/ Perempuan / 47 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Guru / S1
c. Alamat : Bungus Teluk Kabung ,Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Sudah Menikah
b. Jumlah Anak : 3 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Berasal dari golongan ekonomi sedang dengan
penghasilan perbulan 3.500.000 yang bekerja sebagai guru.
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen, 3 kamar tidur , perkarangan kecil, luas bangunan
15x20 m2
- Ventilasi cukup
- Listrik ada
- Sumber air minum : PDAM
- WC ada 1 buah, septitank ada
- Sampah dibuang di TPS
- Jumlah penghuni 4 orang ; pasien, suami pasien serta 2 orang anak
pasien.
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.
20
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat infeksi pada telinga (-)
Tidak ada anggota keluarga lain yang sakit seperti ini.
5. Keluhan Utama
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 78x/ menit
Nafas : 16x/menit
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,8 0C
BB : 60 Kg
TB : 155 cm
Indeks Massa Tubuh : 60_ = 24,97
(1,55)2
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik
Dada
21
Paru
Inspeksi : simetris ki=ka
Palpasi : fremitus ki=ka
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan: LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
2. Tanda rangsangan meningeal :
- Kaku kuduk (-)
- Brudzinsky I (-)
- Brudzinsky II (-)
- Kernig (-)
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- muntah proyektil (-)
- sakit kepala progresif (-)
4. Nn Kranialis :
-NI : penciuman baik
- N II : reflek cahaya +/+
- N III, IV, VI : pupil bulat, diameter 3 mm/ 3 mm, gerakan bola mata
bebas ke segala arah, nistagmus (-)
-NV : bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke
kanan
22
- N VII : bisa menutup mata, mengangkat alis : simetris
- N VIII : Fungsi pendengaran baik
- N IX, X : Arcus faring simetris, uvula di tengah.
- N XI : bisa mengangkat bahu dan bisa melihat kiri dan kanan
- N XII : lidah : deviasi (-)
5. Motorik : 5 5 5 5 5 5
555 555
Sensorik
- Eksteroseptif : rasa raba, tekan dan nyeri baik
- Proprioseptif : rasa getar dan posisi sendi baik
- Fungsi otonom : BAK dan BAB normal
- Reflek fisiologis : Reflek biseps +/+, Reflek triceps +/+, Reflek KPR +/+,
Reflek APR +/+
-Reflek patologis : Reflek Hoffman Trommer -/-, Reflek Babinsky Group-/-
11. Manajemen
a. Preventif :
- Istirahat yang cukup
23
- Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih dahulu sebelum berdiri
dari tempat tidur
- Hindari posisi membungkuk dalam mengangkar barang ( hindari posisi
yang mencetuskan rasa pusing berputar)
b. Promotif :
- Menjelaskan dan memberikan edukasi tentang vertigo, pencegahannya
dan pengobatannya
c. Kuratif :
24
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Bungus
Dokter : Ny. Y
Tanggal : 20 Desember 2016
Pro : Ny Y
Umur : 47 tahun
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Fife TD, Iverson DJ, Lempert T, et al. Practice Parameter: Therapies for benign par-
oxysmal positional vertigo (an evidence-based review): Report of the Quality Stand-
70: 2067-74.
tigo: a population based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2007 July; 78(7):
710–715.
4. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign paroxysmal
10. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N
editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
11. Guyton, Arthur C, John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Ja-
karta: EGC.
26