Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP) dan

Usaha Kesehatan Perorangan (UKP)

F.6. UPAYA KESEHATAN PERORANGAN


TATALAKSANA KASUS HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh


Program Dokter Internsip Indonesia
Puskesmas Wates Mojokerto

oleh:
dr. Erlinda Krida Ristanti
Pendamping:
dr. Mar’atus Sholikhah

PUSKESMAS WATES MOJOKERTO


2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Erlinda Krida Ristanti

Judul : Hipertensi dan Diabetes Mellitus

Laporan “Upaya Kesehatan Perorangan Pasien Hipertensi dan Diabetes Mellitus”

telah disetujui guna melengkapi tugas Dokter Internsip Indonesia dalam Pelayanan

Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP) dan Usaha Kesehatan Perorangan (UKP) di

bidang Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.

Mojokerto, 14 Mei 2019

Mengetahui
Pendamping Dokter Internsip

dr. Mar’atus Sholikhah


NIP. 198901042014032003
PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik laporan ini. Adapun tujuan
dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program
Dokter Internsip Indonesia di Puskesmas Wates, Kota Mojokerto.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang kepada:
1. drg. Citra Mayangsari, Kepala Puskesmas Wates Kota Mojokerto.
2. dr. Mar’atus Sholikah, selaku pembimbing di Puskesmas Wates Kota Mojokerto..
3. Semua rekan Dokter Internsip dan Staff Pegawai PuskesmasWates Kota Mojokerto
periode Februari – Juni 2019 yang telah banyak membantu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran
dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi bahan
informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran, khususnya bidang
kesehatan masyarakat.

Mojokerto, 14 Mei 2019


Dokter Internsip

dr. Erlinda Krida Ristanti


A. LATAR BELAKANG
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Hipertensi adalah penyakit yang berbahaya. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala
dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit
lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sa kit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo),
jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan
mimisan.
Menurut WHO tahun 2018 hipertensi diperkirakan menjadi penyebab 12,8% kematian
di dunia, yaitu sekitar 7,5 juta orang. Hasil data Riskesdas tahun 2013, 1 dari 4 orang
menderita hipertensi di Indonesia. prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia,
pada kelompok usia 25-34 tahun sebesar 14,7 persen, meningkat menjadi 24,8 persen pada
kelompok usia 35-44 tahun, pada kelompok usia 65 tahun atau lebih menjadi 57,6 persen.
Prevalensi pada perempuan (28,8%) lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki (22,8%)(BPPK,
2013).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner)
dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan
yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan
jumlahnya terus meningkat.
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Gambaran
patologik DM dapat dikaitkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin yaitu
berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel tubuh.
Penderita DM di dunia menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) Atlas
Of Diabetes edisi ke 6 tahun 2013 sebanyak 382 juta orang, lebih dari 138,2 juta orang
berlokasi di daerah Pasifik Barat. Hal ini diperkirakan akan meningkat menjadi 201,8 juta
pada tahun 2035. Kasus DM di Indonesa sebanyak 8,5 juta kasus pada tahun 2013. Jawa
Timur memiliki prevalensi DM di atas prevalensi nasional (1,1%) dengan prevalensi 1,3
%. Sedangkan prevalensi di Puskesmas wates didapatkan 6,9%.
Kadar gula darah yang meningkat melebihi batas normal pada penyakit Diabetes
sering menimbulkan komplikasi kardiovaskuler. Komplikasi diabetes antara lain seperti
penyakit pembuluh koroner (jantung koroner), pembuluh darah perifer, gangrenediabetic,
neuropatic diabetic (gangguan pada pembuluh saraf), dan katarak. Komplikasi yang terjadi
pada penderita diabetes ini menjadikan penyebab kematian terbesar ke empat di dunia.
Pencegahan perlu dilakukan oleh penderita supaya tidak terjadi komplikasi dan
kematian, upaya pencegahan dan pengontrolan perilaku perlu dilakukan oleh penderita.
Beberapa penderita diabetes mengaku telah bosan melakukan olah raga, bahkan ada yang
tidak peduli dan sengaja melanggar diet sehat, selain itu mereka beranggapan bahwa bila
telah melanggar diet sehat maka hal tersebut akan dapat diatasi dengan minum obat.
Masalah pada manajemen diri yang buruk dari penderita DM ketika melakukan terapi
akan memperburuk penyakitnya. Di Indonesia saat ini masalah DM belum menempati skala
prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya
Berdasarkan data screening kunjungan puskesmas Wates tahun 2018 Diabetes Mellitus
dan Hipertensi termasuk 10 penyakit terbesar, dimana hipertensi menempatnurutan pertama
dan DM urutan ke 4 dalam 10 penyakit terbanyak di UPT. Puskesmas Wates. Penyakit ini
diderita oleh oleh lansia dan dewasa di puskesmas Wates. Untuk menangani pasien hipertensi
dan diabetes mellitus membutuhkan kesabaran ekstra dari pasien sendiri karena hipertensi dan
diabetes mellitus tidak dapat sembuh dengan obat – obatan yang didapatkan dari puskesmas.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus HT dan
DM sebaga salah satu kasus dalam penugasan selama masa internshi di UPT. Psukesmas
wates sehingga bla bla bla

Hipertensi urutan pertama dan Diabetes melitus urutan ke 4. Berdasarkan penelitian


yang dilakukan oleh Gibney tahun 2009 bahwa hipertensi merupakan faktor resiko utama
untuk terjadinya diabetes, pada orang yang menderita hipertensi yang dapat menyebabkan
resistensi insulin. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter , pemerintah, swasta
maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dan diabetes dapat dikendalikan. Diharapkan
bagi petugas kesehatan untuk rutin mengecek tekanan darah tinggi dan kadar gula darah acak,
serta edukasi pada pasien. TIDAK PERLU LAGI INI
B. PERMASALAHAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sebani-Tarik-Sidoarjo
Agama : Islam
Suku : Jawa

1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri kepala belakang
b. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri kepala di kepala bagian belakang sejak 2 hari yang lalu nyeri hilang timbul,
kadang nyeri muncul bila pasien kecapean. Pasien mengaku akhir- akhir ini sering
kecapean dan agak lemas. Tidak ada penurunan berat badan, tidak ada mual dan muntah
. Keluhan mata kabur tidak ada. Makan minum seperti biasa. BAB dan BAK seperti
biasa.
Keluhan sering kencing malam hari sudah tidak dirasakan. Sering mengantuk
sudah tidak dirasakan lagi. Sering lapar juga sudah jarang dirasakan. Namun Pasien
mengeluhkan badan terasa pegal linu akhir-akhir ini keluhan ini muncul sewaktu –
waktu, membaik sedikit ketika sedang istirahat, namun kumat lagi.
c. Riwayat pengobatan
Pasien menderita penyakit hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, pasien rutin kontrol
dan rutin minum obat darah tinggi. Sebutkan obatnya apa dan dosisnya Riwayat
diabetes melitus sejak 1 tahun yang lalu, pasien rutin kontrol dan rutin minum obat
diabetes. Sebutkan obatnya apa dan dosisnya

d. Riwayat penyakit dahulu


- HT DAN DM
e. Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang pekerja swasta . Pasien tinggal di rumah berdua dengan istri dan
beraktifitas seperti biasa, kadang harus keluar kota karena pekerjaannya.
Gaji/penghasilan menengah keatas???

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita diabetes atau hipertensi. Tidak ada keluarga yang
memiliki keluhan serupa.

2. PemeriksaanFisik
a. Tanda Vital : TD 140/90 mmHg, RR 19x/menit,
nadi 88x/menit kuat reguler, suhu 36.50 C
b. Kepala : anemis (-/-), ikterik (-/-)
c. Leher : distensi vena jugularis (-)
d. Thorax : Simetris, retraksi (-)
Paru/ suara napas vesikuler, Rhonki (-) di semua lapangan paru,
Wheezing (-) di semua lapangan paru
Cor / S1-S2 single, regular, murmur(-), gallop (-)
e. Abdomen : Flat, soefl, meteorismus (-), bising usus (+) normal.
f. Ekstremitas :

Pemeriksaan Atas Bawah


Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral - - - -

Anemis – – – -

Ikterik – – – -

Edema – – - -

Sianosis - - - -

Ptechiae – – – –

Capillary Refill <2 detik <2 detik <2 detik -


Time
Nyeri + + + +

Krepitasi - - - -

3. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Gula Darah Puasa : 175 mg/dl
Gula Darah 2 jam post prandial : 239 mg/dl

4. Diagnosis
Hipertensi Stage 1 (terkontrol) + Diabetes mellitus tipe II (terkontrol) + myalgia+
cephalgia
5. Terapi medikamentosa
a. Per oral : Amlodipin 5mg 1x1
b. Per oral: Metformin 500mg 2 x 1 pc
c. Per oral : B1 1 x 1 tab
d. Per oral : kaditic 2x1 (sebaiknya myalgia cepalgia paka OAINS saja)
6. Edukasi
a. Menjelaskan mengenai penyakitnya dan terapi harus rutin
b. Menjelaskan efek samping obat dan jika muncul segera kontrol kembali
c. Menjelaskan komplikasi yanga kan timbul jika tidak rutin pengobatan
d. Menjelskan agar menjaga pola makan untuk mengontrol tekanan darah tinggi dengan
mengurangi konsumsi garam, menjaga pola makan untuk mengontrol gula darah dengan
cara mengurangi makan yang manis-manis serta meminum obat hipertensi dan diabetes
secara rutin.
e. Menjelaskan kepada pasien agar kontrol kembali ke Poli Umum Puskesmas Wates jika
obat habis.
f. Menyarankan pasien untuk olahraga rutin, dengan bersepeda pancal rutin, dan jalan –
jalan pagi hari.
C. MONITORING DAN EVALUASI
Pada kasus ini dapat diketahui bahwa edukasi memegang peranan penting untuk
meningkatkan kepatuhan pasien dalam berobat dan diit pasien Hipertensi dan Diabetes
Melitus. Jika setiap pasien diberikan informasi yang cukup mengenai penyakit yang
dialaminya, kemungkinan perkembangan penyakit, rencana terapi baik medikamentosa
maupun non medikamentosa, serta komplikasi yang dapat terjadi maka tidak menutup
kemungkinan pasien akan mematuhi saran dari dokter atau tenaga kesehatan lain.

D. TINJAUAN PUSTAKA
 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya140 mmHg atau tekanan darah
diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price & Wilson, 2006). Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada ginja, jantung,
dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai
(Kemenkes RI, 2013).
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC 7 terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2 (Yogiantoro, 2009).

 Faktor Penyebab
Faktor resiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor
resiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam,
konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan minum-minuman beralkohol,
obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan estrogen (Kemenkes RI, 2013). Pada
umumnya penyebab obesitas atau berat badan berlebih dikarenakan pola hidup (Life
style) yang tidak sehat (Rahajeng & Tuminah, 2009). Faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai
dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori esensial menjelaskan bahwa
terjadinya hipertensi disebabkan oleh faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor
yang berperan utama dalam patofisiologi adalah faktor genetik 10 dan paling sedikit tiga
faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas (Dwi & Prayitno 2013).

 Patogenesis Hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit multifaktorial yang timbul disebabkan interaksi antara
faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya hipertensi adalah;
(Yogiantoro, 2009)
1. Faktor resiko seperti: diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis
2. Sistem saraf simpatis a. Tonus simpatis b. Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: Endotel pembuluh
darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos, dan interstisium
juga memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan
aldosteron Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam
pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar
Tekanan Darah= Curah Jantung x Tahanan Perifer.
 Penatalaksanaan Hipertensi
Hipertensi dapat ditatalaksana dengan menggunakan perubahan gaya hidup atau
dengan obat-obatan. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan
garam tidak melebihi seperempat sampai Asupan garam berlebih Jumlah nefron
berkurang stres Perubahan genetis obesitas Bahan-bahan yang berasal dari endotel
Retensi natrium ginjal Penurunan permukaan filtrasi Aktivitas berlebih saraf simpatis
Renin angiotensin berlebih Perubahan membran sel Hiperinsulin -emia Kontriksi vena
Volume cairan Hipertrofi struktural Konstriksi Fungsional Kontraktilitas Preload
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer
Setengah sendok teh atau enam gram perhari, menrunkan berat badan yang
berlebih, menghindari minuman yang mengandung kafein, berhenti merokok, dan
meminum minuman beralkohol. Penderita hipertensi dianjurkan berolahraga, dapat
berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per
minggu. Cukup istirahat (6-8 jam) dan megendalikan istirahat penting untuk penderita
hipertensi.
Makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah
sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2013)
1. Makanan yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi, seperti otak, ginjal, paru,
minyak kelapa, gajih.
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium, seperti biskuit, kreker,
keripik, dan makanan kering yang asin.
3. Makanan yang diawetkan, seperti dendeng, asinan sayur atau buah, abon, ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin, selai kacang.
4. Susu full cream, margarine,mentega, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani
yang tinggi kolesterol seperti daging merah sapi atau kambing, kuning telur, dan kulit
ayam.
5. Makanan dan minuman dalam kaleng, seperti sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan kaleng, dan soft drink.
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco, serta
bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.

Jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 untuk terapi farmakologis
hipertensi: (Yogiantoro, 2009)
1. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant).
2. Beta Blocker (BB).
3. Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB).
4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI).
5. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, receptor antagonist or blocker (ARB).
 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karenakelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana
didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),
2005,yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakandari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama
malamhari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat
badannyanormal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin
seumur hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2


DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosatidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi
sehingga terjadihiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas
atau kegemukandan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus
tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.WHO
memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita
diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita
diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di
Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan
pemeriksaan secara teratur.

 Patofisiologi
1. Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pancreas sudah
rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih
samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik
terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu
mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel
yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag danlimfosit T teraktivasi. Tahap keempat
adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai selasing. Tahap kelima adalah perkembangan
respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik
dan bekerja sama dengan mekanisme imunseluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan
penampakan diabetes.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan resistensi
terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui.
Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.Pertama, glukosa plasma
tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua,
resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak
intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin
tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes
yang nyata

 Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :
• Keluhan klasik DM berupa : polyuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Komplikasi
a. Akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
3. Hipoglikemia
b. Kronis
1. Mikroangiopati
 Retinopati diabetik
 Nefropati diabetik
2. Makroangipati
 Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
 Pembuluh darah tepi

 Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas
hidupdengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan
orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :
1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang
sangatdirekomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan
melakukanmodifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
3. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Insulin secretagogue
Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat
pilihanutama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih
boleh diberikankepada pasien dengan berat badan lebih.
Contohnya glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia.
Contohnya : repaglinid,nateglinid.
b. Insulin sensitizer
Thiazolindindion : Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin
endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa
di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan
lemak.
c. Glukoneogenesis inhibitor
Metformin : Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi
pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan
hipoksemia
d. Inhibitor absorbsi glukosa
α glukosidase inhibitor (acarbose) : Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus
halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi.
4. Insulin
 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial.Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
fisiologis.
 Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia
pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
 Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
 Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin),kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campurantetap (premixed insulin)

5. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudiandiinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk
kombinasi OHOdengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin
basal (kerjamenengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang
tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa
yag baik dengandosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah
6-10 unit yangdiberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilaikadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini
kadar gula darahsepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan
diberikan insulin.

 Prognosis
Sekitar 60 % pasien DMTI yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang
berkembang secara progresif. Seorang obesitas yang menderita diabetes meiltus tipe II tidak
akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolahraga
secara teratur. Namun, pada kebanyakan penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan
dan melakukan olahraga yang teratur.
DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan modifikasi gaya hidup dan
pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah dilaksanakan para pasien DM,
keberadaan bentuk-bentuk terapi DM yang baru dengan penurunan komplikasi telah
memberikan harapan bahwa mereka dapat menjalani kehidupan yang normal dan sehat.

Anda mungkin juga menyukai