DISUSUN OLEH:
201720401011163
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS
Disusun Oleh:
Pembimbing
dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus stase
bedah tentang Squamous Cell Carcinoma untuk memenuhi salah satu persyaratan
Ilmu Bedah.
pembimbing penulis, yang telah membimbing dalam pembuatan laporan kasus ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini tidak luput dari
berbagai pihak. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................... 2
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5
2.1 Definisi .............................................................................................. 5
2.2 Anatomi ............................................................................................. 5
2.3 Epidemiologi .................................................................................... 12
2.4 Klasifikasi ........................................................................................ 13
2.5 Patofisiologi ..................................................................................... 14
2.6 Manifestasi Klinis ............................................................................ 15
2.7 Tatalaksana....................................................................................... 16
2.8 Komplikasi ....................................................................................... 18
2.9 Diagnosa Banding ............................................................................ 19
BAB 3. LAPORAN KASUS ................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 34
BAB 1
PENDAHULUAN
Tumor kulit merupakan salah satu dari beberapa jenis tumor pada manusia
yang dapat diikuti perkembangannya secara dini karena dapat dilihat dan diraba
sejak permulaan. Pengawasan dan penemuan tumor kulit dapat dilakukan dengan
lebih teliti dan dini, apabila masyarakat juga ikut ditingkatkan pengetahuannya.
Pengetahuan ini meliputi penjelasan khusus tentang tumor melalui media masa
(radio,TV, surat kabar dan lain-lain) serta meningkatkan daya pikir masyarakat
pada umumnya. Dengan meningkatnya pengetahuan, maka daya tangkap mengenai
penjelasan melalui media masa menjadi lebih mantap, dan diharapkan masyarakat
akan datang secara sadar untuk berkonsultasi dengan dokter atau pusat-pusat
kesehatan terdekat.
Tumor kulit dapat dibagi menjadi tumor jinak, tumor prakanker dan tumor
ganas. Tumor ganas dilihat dari segi histopatologi mempunyai strukur yang tidak
teratur dengan diferensiasi sel dalam berbagai tingkatan pada kromatin, nukleus dan
sitoplasma umumnya pertumbuhannya cepat (kecuali basalioma) dengan gambaran
mitosis yang abnormal (Djuanda et al,1987). Jenis tumor ganas kulit yang banyak
ditemukan diseluruh dunia meliputi karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa
dan melanoma maligna.
Karsinoma sel skuamosa atau disebut sebagai Squamous Cell Carcinoma
adalah neoplasma maligna yang berasal dari keratinizing cell/keratinocytes dari
epidermis dengan karakteristik terjadinya anaplasia, tumbuh cepat, menginfiltrasi
jaringan sekitar dan mempunyai potensi untuk metastasis. Manifestasi klinis KSS
lebih sering dijumpai pada area leher dan kepala pada kulit putih dan pada daerah
yang tidak terekspos matahari pada kulit hitam, dan orang asia.
Potensi metastase dari KSS tergantung dari kedalaman infiltrasinya. Semakin
dalam infiltrasinya, semakin tinggi potensi untuk metastasis. Rekurensi tumor juga
mempunyai risiko metastasis lebih tinggi. Adanya infiltrasi/invasi perineural
mempunyai potensi untuk metastasis sebesar 35%. KSS pada bibir, daun telinga,
dan pada daerah dengan jaringan parut dan inflamasimempunyai potensi untuk
metastasi lebih besar.
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
1. Identitas Pasien:
Usia : 65 Tahun
Pekerjaan : Petani
MRS : 15/11/2018
Ruangan : Bugenvil
paha kanan, kurang lebih 2 bulan ini. Awalnya seperti udun. Berwarna merah
lama-lama semakin membesar dan keluar nanah. Nyeri (+) terasa panas (+)
6. Riwayat Sosial:
bekerja.
1. Keadaan Umum
2. Tanda vital:
- RR : 20 kali/menit
- Suhu : 36 oC
- Nadi : 80 kali/menit
3. Kepala dan leher : Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), Dyspneu (-),
Sianosis (-)
4. Thorax:
eupneu
- Palpasi : supel, hepar dan lien sulit dievaluasi, nyeri tekan regio
6. Ekstremitas:
1. Laboratorium (10/11/2018)
SG: 1.020
HB: 12,2
pH: 8
LED: 20
Leu: neg
WBC: 9700
Nit: neg
RBC: 4,26
Pro: neg
HCT: 37,1
Glu: normal
MCV: 87
KET: 15 mg/dl ++
MCH 28,7
UBG: normal
MCHC 33,0
BIL: neg
PLT : 389.000
ERY: neg
NEU 65,3
Sedimen
LYM: 29,0
- Eritrosit: neg
MON: 3,4 - Lekosit: neg
- Kristal: ca phosphate 0-1/lpk
EOS: 1,7 - Ephitel: Blast 0-1/lpk
BAS: 0,6 - Silinder: neg
2. Patologi Klinik
Kesimpulan:
2.4 Diagnosis
2.5 Penatalaksanaan
Puasa 8 jam
Infus RL 20 tpm
2.6 Prognosis
Dubia ad bonam
2.7 Follow up
Tanggal S O A P
Suhu = 36,4oC
Akral : hangat
USG: kolelitiasis
Akral : hangat
Suhu = 36,2oC
Akral hangat
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Karsinoma sel skuamosa atau disebut sebagai Squamous Cell Carcinoma
adalah neoplasma maligna yang berasal dari keratinizing cell/keratinocytes dari
epidermis dengan karakteristik terjadinya anaplasia, tumbuh cepat, menginfiltrasi
jaringan sekitar dan mempunyai potensi untuk metastasis (Manuaba, 2010).
3.2 ANATOMI
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16
% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm - 6 mm tergantung dari letak,
umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak
tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (McLafferty E et al, 2012).
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar
adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Secara anatomis kulit tersusun atas 3 lapisan
pokok terdiri dari : a. lapisan epidermis, b. lapisan dermis, c. subkutis, sedangkan
alat-alat tambahan juga terdapat pada kulit antara lain kuku, rambut, kelenjar
sebacea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin. Keseluruhan tambahan yang terdapat
pada kulit dinamakan appendices atau adneksa kulit.
Gambar 2.1 Anatomi Kulit
A. EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk (keratinosit), mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di
tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar
5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi
Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel
Langerhans).
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) :
1. Stratum Korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan
terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin atau zat tanduk.
2. Stratum Lusidum adalah lapisan kulit yang terdapat langsung dibawah stratum
korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2-3 lapis sel-sel
gepeng dengan sitoplasma yang terisi oleh granula basofilik kasar (granula
keratohialin) yang mengandung protein kaya akan histidin. Mukosa biasanya
tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas pada
telapak tangan dan kaki.
4. Stratum Spinosum (stratum malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng
bentuknya. Diantara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar
sel (intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Diantara sel spinosum terdapat pula sel langerhans.
5. Stratum Basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis
sel yaitu sel yang berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin.
B. DERMIS
Dermis ini tersusun dari beberapa unsur atau organ yang meliputi: unsur
seluler, unsur fibrous, substansi dasar, pembuluh darah dan limfe, sistem saraf.
Kelima unsur atau organ yang menyusun dermis akan kita bahas satu demi satu.
1. Unsur seluler lebih banyak didapatkan pada stratum papillaris yang terdiri dari:
Kolagen : merupakan 70% dari berat kering seluruh jaringan ikat, serabut
ini terbentuk oleh fibroblast, tersusun atas fibrin dari rantai polypeptide.
Serabut ini bertanggung jawab pada ketegangan kulit merupakan unsure
pembentuk garis langer (cleavage line)
Elastin : Hanya 2 % dari berat kering jaringan ikat. Serabut elastin, ini juga
dibentuk oleh fibroblast tetapi susunannya lebih halus disbandingkan
dengan kolagen. Serabut elastin ini bertanggung jawab atas elastisitas kulit.
Retikulin : Merupakan serabut kolagen yang masih muda dan hanyalah
dapat dilihat dengan pewarna khusus.
Substansi dasar, tersusun dari bahan mukopolisakaris (asam hialuronat dan
dermatan sulfat), yang juga dibentuk oleh fibroblast. Substansi dasar hanya
merupakan 0,1% dari berat kering jaringan ikat, tetapi substansi dasar ini
mampu menahan sejumlah air, sehingga akan menempati ruang terbesar
dari dermis.
Pembuluh darah dan limfe :
Pada kulit yang masih normal, darah yang sampai pada kulit merupakan
10% dari seluruh peredaran darah dalam tubuh. Pembuluh darah di dalam
kulit terdiri dari 2 plexus yaitu :
Pada jari-jari di antara arteriol dan venule terdapat kelompokan otot polos yang
mempunyai fungsi khusus yaitu mengatur shunt arterio-venosa dan sering
dinamakan glomus. Sedangkan pembuluh limfe biasanya mengikuti pembuluh
darah.
1. Sistem saraf
Ketiga akhiran serabut sensorik tersebut lebih jauh adalah sebagai berikut :
Batas antara epidermis dan dermis dibentuk oleh zone membrane basalis.
Dengan menggunakan mikroskop electron, membrane ini dapat dilihat terdiri
dari 4 komponen yaitu, membran sel dari sel basal dengan hemidesmosom,
celah intermembranous, lamina basalis, komponen fibrous dermis yang dapat
dilihat dengan mikroskop biasa dengan pewarna khusus menggunakan PAS.
Zone membrane basalis ini merupakan filter semipermeable yang
memungkinkan pertukaran sel dn cairan antara dermis dan epidermis(2).
C. SUBKUTIS
3.3 EPIDEMIOLOGI
Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu dari 10 jenis kanker
yang paling sering terjadi diseluruh dunia, dengan insidensi pada pria 5% dan
wanita 2%. Di Amerika Serikat karsinoma sel skuamosa kulit merupakan
tumor ganas kulit non melanoma ke-2 terbanyak setelah karsinoma sel basal
dan merupakan 20 % dari keganasan kulit. Pada data American Cancer Society
didapatkan perbandingan antara karsinoma sel skuamosa kulit dengan
karsinoma sel basal 1:3 (Stratigos et al,2015).
Karsinoma sel skuamosa kulit lebih sering dijumpai pada orang kulit
putih daripada kulit berwarna dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita, terutama pada usia 40–50 tahun (Davis and
Bordeaux,2013). Insiden karsinoma sel skuamosa kulit meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Kekambuhan karsinoma sel skuamosa kulit kulit
masih tinggi yaitu 2 % dan 8,9 % paska eksisi luas dengan batas eksisi pada
jarak 2 cm dari tepi tumor, paska radioterapi 7 % - 50 % dan 20 % paska
kuretase dan elektrodeseksi.
3.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi dari karsinoma sel skuamosa kulit mempergunakan sistem TNM
dari UICC, yaitu :
T untuk besar tumor primer, dibagi atas :
o Tx keadaan awal, tumor sulit dijumpai
o Tis karsinoma insitu, sel-sel tumor belum menginfiltrasi lapisan
papilaris dermis
o T0 tumor primer tidak ditemukan
o T1 diameter tumor terbesar < 2 cm, terletak superfisial atau di
lapisan epidermis atau tumbuh exofitik
o T2 diameter tumor terbesar 2 – 5 cm atau sudah ada infiltrasi
minimal ke dermis
o T3 diameter tumor terbesar > 5 cm atau sudah ada infiltrasi ke dalam
dermis
o T4 tumor yang sudah mengenai unsur lain : fascia, otot, tulang
rawan, Tulang
3.5 PATOFISIOLOGI
Patogenesis molekuler KSS mencerminkan akumulasi perubahan
genetik yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi
pada gen-gen yang mengkodekan protein yang mengendalikan siklus sel,
keselamatan sel, motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik
memberikan keuntungan pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan
klonal sel-sel mutan dengan peningkatan potensi malignansi.
Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik yang menuju pada
perubahan morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama yang terlibat
pada KSS meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor suppresor
genes/TSGs). Faktor lain yang memainkan peranan pada perkembangan
penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio lain kromosom, mutasi pada
proto-onkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti metilasi atau
histonin diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, molekul
adesi sel, fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang
mengelilingi juga memainkan peranan.
3.7 TATALAKSANA
Prinsip penanganan karsinoma sel skuamosa kulit adalah sebagai berikut :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan tindakan pilihan utama dan bisa
dipergunakan baik terhadap lesi yang kecil maupun yang besar. Pembedahan
harus dilakukan dengan pembiusan total karena pembiusan lokal dapat
terjadi penyeberangan dari sel-sel tumor mengikuti ujung jarum suntik yang
dipergunakan. Pembedahan yang dilakukan sebagai terapi dari karsinoma sel
skuamosa kulit adalah eksisi luas dengan batas irisan dari tepi tumor sebesar
2 cm atau lebih dalam 2 cm.
Ada beberapa ahli yang mengatakan bila diameter terpanjang tumor
tersebut < 2 cm maka irisan cukup 1 cm dari tepi tumor, sedangkan bila
diameter terpanjang dari tumor tersebut > 2 cm maka dianjurkan untuk
melakukan irisan 2 cm atau lebih. Penanganan terhadap luka pasca eksisi
dapat dilakukan penutupan primer, hanya dianjurkan jangan melakukan
pembebasan jaringan subkutis bila luka lebar tapi disarankan untuk
melakukan tandur kulit. Hal ini untuk mengurangi terjadinya skar ataupun
sikatrik yang dapat merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
kekambuhan.
2. Radioterapi
Radioterapi pada penderita karsinoma sel skuamosa kulit dianjurkan
diberikan pada penderita yang lesi tumornya terletak pada daerah yang sulit
(sekitar mata, bibir dan hidung) bila dilakukan pembedahan ataupun pada
penderita yang sudah dilakukan eksisi dan tidak dapat melakukan irisan pada
jarak 2 cm dari tumor dan penderita sudah tua. Dosis total yang dianjurkan
adalah 4000 – 4500 rad, yang diberikan 300 rad/hari berturut – turut sampai
5 hari atau minggu dan lama pemberian adalah 2 – 3 minggu. Kesembuhan
karsinoma sel skuamosa kulit setelah radioterapi jika ukuran tumor < 1 cm,1
–5 cm 76 %, dan jika > 5 cm 56 %.
3. Sitostatika
Modalitas terapi ini dianjurkan sebagai suatu terapi tambahan dan
terutama untuk kasus dengan adanya metastase jauh, juga pada penderita
dengan lesi pada tempat sulit untuk melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor.
Adapun yang dipergunakan untuk terapi ini adalah Bleomysin dengan dosis
15 mg/m2 luas permukaan badan (lpb), dapat dikombinasi dengan Metotrexat
30 mg/m2 atau dikombinasi dengan Cisplatinum 60 mg/m2 dan Metotrexat
30 mg/m2 hari kedua, serta diulang tiap 3 minggu. Berreta menganjurkan
pemberian Adriamycine dengan dosis 50 mg/m2 lpb dan Cisplatinum dengan
dosis 75 mg/m2 lpb (CP) dengan pemberian setiap 3 minggu sekali atau
siklofosfamid 500 mg/m2 hari kedua, Vinkristin 1,5 mg/m2 lpb hari ke-1, 8,
dan 15, Adriamicin 50 mg/m2 hari kedua, dan Dakarbasin 250 mg/m2 hari
ke-1 sampai ke-5 (CYDAVIC) serta diulang tiap 3 minggu. Pada stadium
lanjut dan tak bisa dioperasi maka modalitas terapi yang lebih baik adalah
kombinasi antara sitostatika Karboplatin (turunan Cisplatin) 50 mg/m2 pada
hari ke-1 –4, minggu ke 1,2,5, dan 6 (hari ke 1 dan 2) diikuti radioterapi mulai
minggu ke 3,6 7,2 Gy dengan 2,1 Gy perhari.
3.8 KOMPLIKASI
Karsinoma sel skuamosa yang tidak diobati pada kulit dapat
merusak jaringan sehat disekitarnya, menyebar ke kelenjar getah bening atau
organ lainnya, dan mungkin berakibat fatal meskipun hal ini jarang terjadi.
Resiko karsinoma sel skuamosa yang agresif pada kulit dapat meningkat pada
kasus dimana kanker:
Sangat besar atau dalam
Melibatkan selaput lendir, seperti bibir
Terjadi pada seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah,
seperti seseorang yang menggunakan obat anti-rejection setelah
transplantasi organ atau seseorang yang memiliki leukemia kronis.
1. Keratosis Aktinik
Keratosis aktinik (AK) atau keratosis solar adalah lesi displastik yang
umum terjadi pada keratinosit. Terjadi paling sering pada kulit, soliter atau
multipel, kecil, sedikit menonjol, bersisik atau mirip kutil dan berwarna merah
hingga kuning kecoklatan atau hitam.
Tanda dan gejala keratosis aktinik berkembang sebagai berikut:
Lesi awalnya sebagai bintik kecil dan kasar yang lebih mudah dirasakan
daripada yang terlihat dan memiliki gambaran sepertii tekstur amplas.
Seiring waktu lesi membesar, biasanya menjadi merah dan bersisik
Sebagian besar lesi hanya berukuran 3-10 mm, namun ukurannya bisa
mencapai beberapa sentimeter
DAFTAR PUSTAKA
Kirby J.S, Scharnitz T, Seiverling E.V, Ahrns H., And Ferguson S.2015.Actinic
Keratosis Clinical Practice Guidelines: AN Appraisal Of Quality. Review
Article Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research and
Practice Volume 7.