Pembimbing :
dr. Taufik Raffendi, Sp.A,D.FM
Disusun Oleh :
Ida Lailatul Hasanah
1
BAB 1
PENDAHULUAN
angka pasti pada kasus demam tifoid di dunia masih sangat sulit untuk
dewasa. Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang terjadi di
Athena sampai Sparta Yunani pada tahun 430-424 SM. Sejarah yang tidak
kalah menarik adalah tentang “Tifoid Marry” yang pada tahun 1907
dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per tahun di dunia dan menyebabkan
negara Asia pada anak usia 5–15 tahun menunjukkan bahwa insidensi dengan
biakan darah positif mencapai 180–194 per 100.000 anak, di Asia Selatan
pada usia 5–15 tahun sebesar 400–500 per 100.000 penduduk, di Asia
2
Tenggara 100–200 per 100.000 penduduk, dan di Asia Timur Laut kurang dari
penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama
terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun. 7
peningkatan kadar SGPT dan SGOT. Dilaporkan pada juli 2013-juli 2014,
pada pasien demam tifoid di RSUP Sanglah terjadi peningkatan kadar SGPT
73,08%, dan SGOT 84,62% pada semua kasus demam tyifoid. Keadaan pasien
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
kuning dan terutama dalam kasus di mana tes fungsi hati menunjukkan
2.2 Etiologi
Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative
bentuk bacil atau batang, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan
flagella peritrik, memiliki anaerob, mati dalam suhu 56 oC dan pada keadaan
kering. Di dalam air dapat bertahan selama 4 minggu dan hidup subur dalam
Serotipe group D. 7
4
Salmonella typhi, Paratyphi A, dan Paratyphi B merupakan penyebab
infeksi utama pada manusia, bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral,
adalah keasaman lambung, flora normal usus, dan ketahanan usus lokal. 9
2.3 Prevalensi
Demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dengan insiden tertinggi pada
anak-anak. Sumber penularan berasal dari pasien dengan demam tifoid dan
dari tifoid karier. Tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau
urin) mengandung S.typhi setelah satu tahun pascademam tifoid tanpa gejala
klinis. Transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi pada daerah
sebesar 81,7 per 100.000 penduduk dengan sebaran menurut kelompok umur
5
0,0/100.000 penduduk (0–1 tahun), 148,7/100.000 penduduk (2–4 tahun),
tertinggi adalah pada usia 5–14 tahun (1,9%), usia 1–4 tahun (1,6%), usia 15–
24 tahun (1,5%) dan usia <1 tahun (0,8%).6 Tifoid dapat menurunkan
masa penyembuhan dan pemulihannya yang cukup lama, dan dari aspek
yaitu (100%) dan tanda yang paling sering didapatkan pada pasien adalah
pembesaran hati. Dan komplikasi pada hati yaitu hepatitis tifosa. Berdasarkan
penelitian Profil Klinis Anak dengan Demam Tifoid di Rumah Sakit Umum
sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan demam tifoid dan
membedakan apakah hepatitis ini karena thypoid, virus, malaria, atau amuba
maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu
6
histopatologik hati. Pada demam tiroid kenaikan enzin transaminase tidak
hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan
peningkatan kadar SGPT 73,08%, dan SGOT 84,62% pada semua kasus
demam tyifoid.13
2.4 Manifestasi
penyakit. Demam pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature
chart yang ditandai dengan demam timbul indisius, kemudian naik secara
bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama,
setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun
perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis,
abses jaringan lunak, maka demam akan menetap. Demam lebih tinggi saat
sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam
sudah tinggi pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat
Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat
7
kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran
hati dan limpa, serta gangguan status mental.17 Pada sebagian pasien lidah
tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan
gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare. Diare
hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit
lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah,
anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat.
Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi
timbul pada kulit dada dan abdomen, ekstremitas, dan punggung, timbul pada
akhir minggu pertama dan awal minggu kedua, ditemukan pada 40-80%
penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam
2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang, namun malaise dan letargi
tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali. Terjadi sukar diterangkan, seperti halnya
keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat
infeksi yang cukup berat Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil
dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh
zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi
8
persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya
relaps.14
Menurut kriteria kosla (1990) suatu kondisi disebut sebagai hepatitis tifosa
1. Hepatomegali
2. Ikterik
SGOT/SGPT)
jaundice pada hepatitis virus maupun pada demam tifoid maka perlu dilakukan
observasi suhu tubuh, pada hepatitis virus jaundice muncul seiring dengan
menurunnya suhu tubuh namun pada demam tifoid jaundice justru muncul
bersamaan dengan peningkatan suhu tubuh atau pada puncak demam dan
2.5 Patofisiologi
akan lolos dan memasuki usus serta berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-
9
Di lamina propria maka kuman akan dimakan oleh sel – sel makrofag.
Kuman yang termakan sel makrofag sebagian masih bertahan hidup dan
akan terbawa ke bagian Peyer Patch di ileum distal dan kelenjar getah
gejala sistemik. 2
yang bermanifestasi terutama pada jaringan limf usus, limpa, hati, dan
sumsum tulang.
10
Menurut Penelitian Pramoonsinsap et al, mekanisme patofisiologi pada
hepatitis tifosa masih dapat diketahui secara penuh namun hingga saat ini dua
hepar atau kerusakan hepar melalui endotoxemia dengan mediasi sistem imun.
Bakteiema primer
reinterkasi usus
Komplikasi
Intestinal Ekstraintestinal
- perdarahan usus - Pneumonia
- Revolusi - Meningitis
- Peritonitis - kolesistitis
- Neuropsikiatrik
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Demam yang naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak
perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat
2. Pemeriksaan fisik
lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis,
PEMERIKSAAN FISIK
12
Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada
sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal
Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah- pecah
(rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue)., ujung dan
(meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan
tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda.
3. Gangguan kesadaran
berupa apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopr, coma atau gelisah.
- Roseola atau rose spot; pada punggung, upper abdomen dan, lower chest
diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat
13
pada orang yang bekulit gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri
Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit:
b. Urinalis
c. Kimia Klinik
d. Imunologi
14
Pemeriksaan serologi widal ditujukan untuk mendeteksi adanya
1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi
merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif
Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di
e. Mikrobiologi
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena
perlu waktu untuk pertumbuhan kuman, biasanya positif antara 2-7 hari. 24
f. Biologi molekular.
15
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak
yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta
jaringan biopsi. 24
g. Pencitraan
2.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar,
yaitu tatalaksana umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa
pencegahan pada anak berupa pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi
traveller dari daerah non endemik ke daerah yang endemik demam tifoid.3
16
Tatalaksana antibiotik Pemilihan obat antibiotik lini pertama
pada anak, terutama di negara berkembang.1 Hal ini berbeda dengan dewasa,
tifoid atau yang disebut dengan Multi Drug Resistance (MDR). S. Typhi yang
resisten terhadap kloramfenikol , yang pertama kali timbul pada tahun 1970,
demam tifoid, yang dibagi atas pengobatan untuk demam tifoid tanpa
komplikasi, baik sebagai terapi utama maupun alternatif dan terapi untuk
pengobatan parenteral.3
17
Kloramfenikol tergolong obat ‘lama’ yang diberikan untuk pengobatan
demam tifoid pada anak dan sampai sekarang masih digunakan, terutama di
pertama kali pada tahun 1947, diisolasi dari bakteri Streptomyces venezuelae.
Setelah keberhasilan yang ditunjukkan obat ini dalam dua wabah tifus di tahun
besar. Pada tahun 1950, para ahli menemukan bahwa obat ini dapat
menjadi terapi utama untuk demam tifoid, kloramfenikol tidak lagi merupakan
sampai saat ini masih merupakan obat pilihan pertama kasus demam tifoid
pada anak, walaupun menurut WHO obat ini dimasukkan sebagai obat
alternatif atau obat pilihan atau lini kedua karena obat lini pertamanya adalah
tifoid yaitu efikasinya yang baik (demam turun rata-rata hari ke 4-5 setelah
18
pengobatan dimulai), mudah didapat dan harganya yang murah. Dibandingkan
2.8 Prognosis
19
Prognosis biasanya baik karena hepatitis salmonella merespon dengan
baik terhadap terapi antibiotik spesifik dan penyakit kuning sembuh dengan
perbaikan klinis.22
2.9 Pencegahan
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
widal (+)
5. Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu
perbaikan klinis
21
DAFTAR PUSTAKA
22
13. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. 2007. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
14. NN. Demam typhoid. Available from :
http://cetrione.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html (updated 2008
November 13th, cited : 2009 July 28th).
15. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2008: h.46-62.
16. Sidabutar,Sondang, 2010. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak:
17. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak
infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia:
h.367-75.
18. Widyastuti, Rahma.2012. Hubungan Kadar Sgpt (Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase) dengan Titer Widal Antigen O Salmonella Typhiii Pada
Penderita Demam Typhoid. The Journal of Muhammadiyah Medical
Laboratory Technologist Back issue Vol. 2. No.1
19. Mohammad Usman dkk. 2015. Typhoid Fever With Jaundice; A Clinical
Study In Abbottabad.
20. K jagadish dkk. 1994.Hepatic Mnifestation in typhoid fever.
21. NN. Demam tifoid. Available from: http://www.medicastore.com (cited : 2009
August 5th).
22. Entesar H.Husai. Fulminant hepatitis in typhoid fever. Journal of Infection and
Public Health Volume 4, Issue 3, August 2011, Pages 154-15
23. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap
berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri.
September 2006;8(2):118-121.
24. Retnosari S, Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik serologik dan pelacak
antigen salmonella typhi. Sari Pediatri. 2000;2(2):90-5.
25. IDAI,2014.Vaksin typhoid, imformasi faksin typhoid, IDAI,2014
26. Karoli.2012. Salmonella Hepatitis: an uncommon Complication of a common
disease. Department of Medicine, Era’s Lucknow Medical College, Sarfarazganj,
Lucknow, Uttar Pradesh, India
23
27. Sjamsuhidajat. 2011. de jong. Tifus Abdominalis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 3.
24