Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. A
Usia : 28 Tahun
Alamat : Kebon Agung, Puri
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
No.Rm : W-1808285925
Tgl Mrs : 17 - 12 - 2018
Tgl Krs : 22 - 12 - 2018
1.2 Anamnesis
 Keluhan Utama

Nyeri ulu hati

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke PONEK RSU Wahidin Sudiro Husodo sekitar pukul


22.00 WIB. Pasien mengeluh nyeri ulu hati tadi siang dan merasa pusing.
Mual (+) muntah (-) kadang terasa kenceng”. Kaki bengkak (+). Px post
MRS di tribuana tgl 8-12-2018 dengan PEB.

 Riwayat Menstruasi
Riwayat menstruasi : menarche usia 12 tahun, siklus 28 hari teratur, lama
7 hari, 1-2 softex/hari.
HPHT: 11-4-2018, tafsiran persalinan: 18-1-2019.
 Riwayat Perkawinan
Umur waktu pertama kawin : 25 tahun.
Lama perkawinan : 3 tahun
2

 Riwayat Kehamilan
No. Tgl,Bln, Umur Jenis Penolong Anak, BB Keadaan Menyusui
Th Partus Hamil Persalinan Lahir anak
sekarang
1. 2016 Aterm SPT Nakes Laki”, 3600 Hidup ASI
gram
2. Hamil ini

Tabel 1.1 Riwayat Kehamilan

 Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien rutin kontrol di poli kandungan. Pasien mengatakan selama
kehamilan, berat badan pasien terus meningkat. Berat badan terakhir 86
kg. Pasien belum mendapat imunisasi TT.

 Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi.
 Riwayat Alergi
Tidak memiliki alergi terhadap suhu, makanan, obat-obatan dan lainnya.
 Riwayat Operasi
Tidak ada.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah MRS di tribuana tgl 8-12-2018 dengan PEB.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit jantung, diabetes melitus dan asma pada keluarga disangkal.
3

1.3 Pemeriksaan Fisik


 Status Present:
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 180/130 mmHg
Suhu tubuh aksila : 36,2 0C
Nadi : 89 x/menit
Respirasi rate : 22 x/menit
Tinggi badan : 159,5 cm
Berat badan : 86 kg
LILA : 26,5 cm
Status gizi : Baik
 Status Generalis:
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), visus 5/5 ODS
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-)
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Telinga : sekret (-)
Thorax : Inspeksi: dinding dada simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi :
Paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas
Atas : Inspeksi: simetris
Palpasi : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Bawah : Inspeksi: simetris
Palpasi : akral hangat, pitting edema (+) pada kedua tungkai,
CRT < 2 detik
4

Perkusi : reflek patella (+/+)


 Status Obstetri
Mammae Dextra et Sinsitra
Inspeksi : tampak membesar simetris, hiperpigmentasi areola
mamma, puting susu menonjol, penonjolan glandula
montgomery (+).
Palpasi : padat kenyal, tidak teraba massa.
Abdomen
Inspeksi : cembung gravid, striae gravidarum (striae albicans dan
linea nigra) (+), bekas sayatan luka operasi (-)
Palpasi : TFU 35 cm
Bayi I
Leopold I : Bagian atas janin teraba bagian besar bulat dan lunak
(bokong)
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang sebelah kiri (Pungung
sebelah kiri )
Leopold III : Bagian terendah teraba bulat keras dan melenting dan
sulit digerakkan ( teraba kepala )
Leopold IV : bagian terendah janin sudah masuk PAP
Bayi II
Leopold I : Bagian atas teraba bagian besar dan keras (kepala)
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang sebelah kanan
(Punggung sebelah kanan)
Leopold III : Bagian terendah teraba bulat lunak (bokong)
Leopold IV : bagian terendah janin sudah masuk PAP
His : (+) tiap 10 menit, lamanya 20 detik, kwalitas ringan

Auskultasi : bising usus (+),


DJJ Bayi I : 142 x/menit, teratur
DJJ Bayi II : 140 x/menit, teratur
5

Vulva/Vagina
Inspeksi : bentuk normal, livide (+), tampak keluar cairan
jernih, blood slyme (+)
VT : taa.
1.4 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah
WBC : 8.0
HB : 12.2
HCT : 34.5
PLT : 231

 Pemeriksaan urine
Albumin : (+2)

 Ultrasonografi
Tampak janin gemelli kepala-lintang hidup keduanya
Bayi 1: BPD 8.32 AC 25.72 TBJ 2420
Bayi 2 : BPD 8.41 AC 27.92 TBJ 2104
1.5 Diagnosis
Ny. A 28 th/GIIP1001/34-35 mgg + Gemelli/H-H + Preeklampsia Berat (PEB)
1.6 Penatalaksanaan
 Pasang iuf RL
 Pasang dower kateter
 SM 20% IV (pelan)
 SM 40% boka-boki 6 jam selama 24jam
 Nifedipine 10 mg sublingual lanjut 3x10mg oral
 Monitoring (selama menunggu persiapan tindakan seksio sesaria)
6

1.7 Perjalanan Persalinan Pasien


Dilakukan sectio caesaria pada tgl 19-12-2018 pukul 10.20
Pukul 10.35
 Bayi I ♀ lahir
 BB : 2.450 gr, PB : 45 cm, LK : 32cm, AS : 8/9
 Bayi lahir hidup, kelainan bawaan (-)
 Anus (+), cacat (-)
 Jenis partus: sc
Pukul 10.40
 Bayi II ♀ lahir
 BB : 2.150 gr, PB : 45 cm, LK : 32cm, AS : 8/9
 Bayi lahir hidup, kelainan bawaan (-)
 Anus (+), cacat (-)
 Jenis partus: SC
Pukul 10.45
 Plasenta lahir utuh

Terapi post OP :
 Inf. RL 1000/24jam
 Inj. Cefazoline 2g
 Inj. Ketorolac 3x30mg
 Inj. Ranitidine 2x50mg
 Inj. Ondancentron 2x8mg

1.8 Follow Up Pasca Persalinan


Follow up 19-12-2018
Subjektif Objektif Assesment Planning
Mual (-), A/I/C/D = -/-/-/- Ny. A 28 th/ P2-3 +  Observasi :
pusing(-), Visus 5/5 ODS Gemelli post sc H+1 keluhan subyektif,
demam (-), TD = 130/90 vital sign,
nyeri luka post mmHg kontraksi uterus,
op (+), pasien N = 88 x / perdarahan, urine
kesakitan, menit tampung/24 jam
makan dan RR =20 x/menit  Inj. Petidine 50mg
0
minum mau, Suhu =36,6 C (IM)
7

BAB (-) Cor : S1 S2  Duragesic (tempel)


terakhir 1 hari tunggal
yang lalu Pul : vesikuler
+/+, ronkhi -/-
Fundus Uteri :
2 jari bawah
pusat, kontraksi
baik
Vagina: lochia
rubra (+),
perdarahan aktif
(-), luka jahitan
baik
Urine: 300
cc/24 jam

Follow up 20-12-2018
Subjektif Objektif Assesment Planning
Mual (-), A/I/C/D = -/-/-/- Ny. A 28 th/ P2-3 +  Observasi :
pusing(-), Visus 5/5 ODS Gemelli post sc H+1 keluhan subyektif,
demam (-), TD = 130/90 vital sign,
nyeri luka post mmHg kontraksi uterus,
op (+), makan N = 88 x / perdarahan, urine
dan minum menit tampung/24 jam
mau, BAB (-) RR =20 x/menit  Cefadroxil 2x1
terakhir 1 hari Suhu =36,6 0 C  As. Mefenamat
yang lalu Cor : S1 S2 2x1
tunggal
Pul : vesikuler
8

+/+, ronkhi -/-


Fundus Uteri :
2 jari bawah
pusat, kontraksi
baik
Vagina: lochia
rubra (+),
perdarahan aktif
(-), luka jahitan
baik
Urine: 300
cc/24 jam

Follow up 21-12-2018
Subjektif Objektif Assesment Planning
Mual (-), A/I/C/D = -/-/-/- Ny. A 28 th/ P2-3 +  Inf aff
Pusing(-), Visus 5/5 ODS Gemelli post sc H+2  Observasi :
demam (-), TD =140/90 keluhan subyektif,
nyeri luka post mmhg vital sign,
op berkurang, N = 80 x/menit kontraksi uterus,
makan dan RR =20 x/menit perdarahan
minum mau, Suhu =36 0 C  Cefadroxil 2x1
BAB tidak ada Mamma D et S:  As. Mefenamat
keluhan ASI +/+ 2x1
Cor : S1 S2  Biosanbe
tunggal
Pul : vesikuler
+/+, ronkhi -/-
Fundus Uteri : 2
9

jari bawah
pusat, kontraksi
baik
Vagina: lochia
rubra (+), luka
jahitan baik
Urine: 500
cc/24 jam

Follow up 22-12-2018
Subjektif Objektif Assesment Planning
Sudah tidak ada A/I/C/D = -/-/-/- Ny. A 28 th/ P2-3 + KRS
keluhan Visus 5/5 ODS Gemelli post sc H+3
TD =130/90
mmhg
N = 84 x/menit
RR =20 x/menit
Suhu =360 C
Cor : S1 S2
tunggal
Pul : vesikuler
+/+, ronkhi -/-
Fundus Uteri : 2
jari dibawah
pusat, kontraksi
baik
Vagina: lochia
rubra (+), luka
jahitan baik
Tabel 1.2 Follow Up Pasca Persalinan
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GEMELLI
I. Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multifetus merupakan salah satu
masalah terpenting dalam pelayanan kesehatan. Penyebabnya karena kehamilan
kembar merupakan kehamilan dengan resiko tinggi. Kehamilan kembar dapat
menimbulkan dampak negatif atau komplikasi bagi ibu dan anak yang
dikandungnya. Komplikasi bagi ibu dapat berupa hidramnion, perdarahan
antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta), preeklampsi, anemia, dan
perdarahan post partum. Sedangkan komplikasi bagi anak adalah meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan gangguan pertumbuhan
intrauterin dan prematuritas. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka kematian
perinatal, dimana 70% - 80% terjadi sebelum usia kehamilan 32 minggu, pada
bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram, atau pada keadaan dimana
terjadi anastomose pembuluh darah plasenta dan kemudian terjadi aliran darah
fetus yang tidak merata atau disebut sebagai twin-to-twin transfusion syndrome
Pada lebih dari 50% bayi yang lahir dari kehamilan kembar di Indonesia,
memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Pertumbuhan intrauterin yang
terganggu, mungkin dapat berhubungan dengan kegagalan mencapai pertumbuhan
mental dan fisik yang maksimal.
Pada tahun 1972, di Indonesia, tercatat bahwa kehamilan kembar
menyebabkan problem neurologi mayor, seperti disfungsi otak (25%), EEG
abnormal tanpa kejang (60%), dan defisit bicara (30%). Kehamilan kembar dapat
dibagi menjadi dua, yaitu kehamilan kembar monozigot yang terjadi apabila
terdapat fertilisasi dari 1 ovum, dan kehamilan kembar dizigot, apabila fertilisasi
terjadi pada 2 ovum. Frekuensi kembar dizigot lebih banyak yaitu 70% dari
seluruh kehamilan kembar, dan kembar monozigot 30% dari seluruh kehamilan
kembar.
11

Insidensi kehamilan kembar terus meningkat, hal ini mungkin disebabkan


pengaruh peningkatan pemakaian obat-obat peningkat fertilitas, disamping ras,
herediter, usia, dan paritas. Oleh karena itu, sangat diperlukan diagnosis dini,
perawatan prenatal, intrapartum, dan neonatal yang intensif, penurunan
komplikasi maternal, serta penurunan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.

II. ETIOLOGI
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Janin
kembar biasanya merupakan hasil dari fertilisasi pada dua sel telur yang berbeda
(double ovum, dizigotik, kembar fraternal). Kurang lebih hanya sepertiganya
merupakan kembar yang berasal dari ovum tunggal yang dibuahi dan selanjutnya
mengalami pembelahan menjadi dua struktur yang serupa, yang masing-masing
mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi ovum tunggal
tersendiri (single ovum, monozigotik, kembar identik).
Salah satu atau kedua proses dapat terlibat dalam pembentukan fetus
dengan jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh, kembar empat atau kuadriplet
dapat timbul dari satu, dua, tiga, atau empat buah ovum.

Kembar monozigotik muncul dari pembelahan ovum yang sudah difertilisasi atau
dibuahi pada berbagai tahap perkembangan awal sebagai berikut:
1. Jika pembelahan terjadi sebelum terbentuknya morula (inner cell mass) dan
lapisan luar dari blastokis belum membentuk korion, ± 72 jam setelah fertilisasi,
maka akan terbentuk 2 embrio, 2 amnion, 2 korion (diamniotik, dikorionik,
monozigotik)
2. Jika pembelahan terjadi antara hari keempat sampai kedelapan, setelah
pembentukan inner cell mass, dan sel-sel pembentuk korion sudah terbentuk tetapi
amnion belum terbentuk, maka dua embrio akan berkembang, dengan masing-
masing berada pada kantung amnion terpisah. Kedua kantung amnion akan
diliputi oleh korion, sehingga akan terbentuk kehamilan kembar yang
diamnionik, monokorionik, monozigotik.
12

Gambar. (a).Diamnion Dichorion Mononozigotik; (b). Diamnion Monochorion


Monozigotik

3. Jika amnion sudah terbentuk, yang biasanya terjadi setelah hari kedelapan
setelah fertilisasi, pembelahan akan menghasilkan dua embrio dengan satu
kantung amnion (monoamnionik, monokorionik,monozigotik).
4. Jika pembelahan terjadi lebih lambat lagi, yaitu setelah terbentuknya lempeng
embrio (embrionic disc), maka pembelahan yang terjadi tidak akan sempurna dan
akan terbentuk kembar siam.
Pada kehamilan kembar dizigotik, selalu terdapat 2 amnion, 2 korion, dan
2 plasenta, tetapi kadang-kadang kedua plasenta bersatu karena pinggir-
pinggirnya bertemu saat tumbuh.
Tabel 1. Perbedaan Kehamilan Kembar Monozigot dan Dizigot
13

Pada kehamilan kembar dapat terjadi kehamilan kembar gabungan, yaitu


kehamilan yang berasal dari intrauterin dan ekstrauterin misal kehamilan kembar
dengan mola hidatidosa atau kehamilan ektopik.
FAKTOR PREDISPOSISI
1. Ras
Frekuensi kelahiran janin multipel memperlihatkan variasi yang nyata diantara
berbagai ras yang berbeda. Myrianthopoulos (1970) menemukan kehamilan bayi
kembar pada satu dari setiap 100 kehamilan diantara wanita kulit putih dan satu
dari 79 kehamilan wanita kulit hitam. Kehamilan diantara orang timur atau
oriental tidak begitu sering terjadi.
2. Hereditas
Sebagai faktor penentu kehamilan kembar, genotip ibu jauh lebih penting
daripada genotip ayah.
3. Usia maternal dan paritas kehamilan multipel meningkat seiring dengan
meningkatnya paritas.
4. Nutrisi
Ibu dengan postur tubuh besar dan tinggi, lebih besar kemungkinan untuk
mendapatkan kehamilan kembar daripada ibu dengan postur pendek dan kecil.
5. Gonadotropin endogen
Angka kehamilan kembar dizigot yang lebih tingggi pernah dikemukakan untuk
wanita yang hamil dalam waktu 1 bulan sesudah menghentikan pemakaian
kontrasepsi oral, namun ini tidak berlaku untuk bulan – bulan berikutnya
(Rothman, 1977). Salah satu kemungkinan untuk menimbulkan peningkatan yang
nampak nyata adalah pelepasan gonadotropin hipofise dalam jumlah yang lebih
besar daripada lazimnya selama siklus spontan yang pertama setelah penghentian
kontrasepsi.
6. Preparat kesuburan
Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (follicle stimulating
hormone plus chorionic gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secara
nyata kemungkinan ovulasi ovum yang jumlahnya lebih dari satu.
14

III. PATOLOGI
Kehamilan kembar dapat menimbulkan dampak negatif atau komplikasi bagi ibu
dan anak yang dikandungnya.
 Komplikasi Maternal
 Preeklampsi
Secara keseluruhan kejadian preeklampsi pada kehamilan kembar mencapai 10 –
30 %. Penyebab mengapa terjadi preeklampsi pada kehamilan kembar belum
jelas. Diduga disebabkan karena kegagalan implantasi plasenta yang optimal
 Perdarahan antepartum
Kehamilan kembar meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan massa plasenta pada kehamilan kembar. Kejadian
solusio plasenta 2,8 x lebih banyak pada kehamilan kembar dibandingkan
kehamilan tunggal. Kejadian ini dikarenakan pada kehamilan kembar terjadi
peningkatan kemungkinan preeklampsi dan overdistensi uterus
 Kelahiran prematur
 Hiperemesis gravidarum
Karena kadar hormon HCG dan hormon kehamilan lainnya meningkat lebih dari
kehamilan tunggal.
 Anemia
 Polihidramnion
 DIC
Apabila terjadi kematian salah satu janin.
 Komplikasi Fetal
 Berat badan lahir rendah
Dapat disebabkan karena kelahiran prematur atau pertumbuhan janin tehambat
(PJT). Angka kejadian PJT pada kehamilan kembar berkisar 12-47 %, terjadi pada
salah satu atau kedua janin. Pertumbuhan yang terhambat
kemungkinandisebabkan oleh twin-to-twin transfusion syndrome, dimana terjadi
ketidakseimbangan aliran uteroplasental antara janin selain oleh sebab kurang
optimalnya implantasi plasenta
15

 Fetus kompresus (fetus papiraseus)


Fetus kompresus (fetus papiraseus) adalah janin kecil, yang mengalami
pembusukan atau mumifikasi dan biasanya ditemukan pada saat melahirkan bayi
yang sehat. Penyebabnya diduga karena matinya salah satu dari bayi kembar,
kehilangan cairan ketuban atau adanya reabsorpsi dan kompresi pada janin yang
meninggal oleh janin yang tumbuh dengan baik.
Penyebab dari perbedaan pertumbuhan (berat) janin kembar sering tidak
diketahui. Pada kembar monokorionik, perbedaan tersebut sering dihubungkan
dengan adanya komunikasi vaskular plasenta yang menghasilkan
ketidakseimbangan hemodinamik. Sedangkan pada kembar dikorionik masih
belum dapat ditentukan penyebab perbedaan tersebut.
Ketidakseimbangan hemodinamik ini terjadi karena terdapat struktur anastomose
arteriovena vili tunggal, tanpa adanya hubungan superfisial yang multipel,
sehingga terjadi hubungan arteriovena satu arah dari janin donor ke janin resipien,
yang akan mengakibatkan ketidakseimbangan hemodinamik (twin-to-twin
transfusion syndrome).
Salah satu bentuk dari adanya twin-to-twin transfusion syndrome adalah
adanya hidramnion akut pada satu kantung dan berhentinya pertumbuhan janin
yang lain dengan disertai oligohidramnion jika terjadi antara minggu ke-18
sampai minggu ke-26. Sedangkan bila terdiagnosis setelah minggu ke-28, terdapat
kemungkinan lahir hidup 20-45%.
Pada kehamilan kembar, kemungkinan untuk terjadinya kematian perinatal
adalah 10-12 %. Dan semua kematian intrauterin yang terjadi pada kehamilan
kembar, 73% berhubungan dengan plasenta yang monokorion. Kembar
monokorionik mempunyai mortalitas perinatal lebih tinggi. Perbedaan berat lahir,
dan pertumbuhan janin terhambat dibandingkan dengan kembar dikorionik.
 Anomali kongenital
Gangguan neurologi
 Komplikasi Intrapartum
 Malpresentasi
 Prolaps tali pusat
16

 Kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi


 Fetal distress
 Interlocking
IV. DIAGNOSIS
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan multipel,
diantaranya:
 Anamnesis
Riwayat adanya kehamilan kembar pada keluarga hanya merupakan petunjuk
lemah tentang kemungkinan adanya kehamilan kembar. Tetapi pemakaian
klomifen atau gonadotropin memberikan kemungkinan yang lebih besar akan
terjadinya kehamilan kembar. Ibu merasa bahwa perutnya lebih besar dari
kehamilan biasa dan pergerakan anak lebih sering terasa, juga terdapat keluhan
subjektif lainnya seperti sesak, kaki bengkak, dan perasaan berat.
 Pemeriksaaan Fisik
 Perut tampak lebih besar usia kehamilan.
 Meraba tiga bagian besar atau lebih (yang dimaksud dengan bagian besar ialah
kepala dan bokong sedangkan yang dimaksud dengan bagian kecil ialah kaki dan
tangan).
 Meraba dua bagian besar berdampingan.
 Meraba banyak bagian – bagian kecil.
Sebelum trimester ketiga akan sangan sulit untuk mendiagnosis kehamilan
kembar dengan palpasi bagian-bagian janin. Walaupun umur kehamilan lanjut,
masih ditemukan kesulitan untuk mengindentifikasi kahamilan kembar dengan
palpasi transabdominal, khususnya bila posisi salah satu bayi tumpang tindih
dengan yang lainnya, atau pada wanita obes, atau adanya hidramnion.
 Pada auskultasi bunyi jantung janin yang sudah dapat dideteksi dengan
menggunakan Doppler pada akhir trimester pertama, pada dua tempat dengan
sama jelasnya, terdapat perbedaan frekuensi yang bermakna diantara dua bunyi
jantung tersebut, yaitu 10 denyut atau lebih dalam 1 menit.
17

 Pada pemeriksaan dalam kemungkinan teraba kepala yang sudah masuk


kedalam rongga panggul, sedangkan diatas simfisis teraba bagian besar.
 Pemeriksaan Penunjang
 Ultrasonografi
Kehamilan kembar sudah dapat didiagnosis sejak kehamilan minggu ke-6
sampai minggu ke-7. Melalui pemeriksaan USG yang cermat, kantong kehamilan
yang terpisah dapat ditemukan lebih dini pada kehamilan kembar.
Peningkatan penggunaan USG telah memberikan gambaran adanya
fenomena hilangnya paling tidak satu janin, biasa disebut vanishing twin. Nama
ini muncul karena banyaknya kehamilan kembar yang didiagnosis pada trimester
pertama dengan USG, tidak dapat dikonfirmasi ulang pada pemeriksaan USG
yang dilakukan pada minggu 14-16 atau lahir dengan janin tunggal.
Pemeriksaan Radiologi
Dulu pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang rutin pada kehamilan
kembar sebelum dikembangkannya USG. Mengingat kerugian-kerugian yang
ditimbulkannya karena pengaruh radiasi, sekarang sudah sangat jarang dilakukan.
 Biokimia
Kadar gonadotropin korionik pada plasma dan urin, rata-rata lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kadar pada kehamilan tunggal, tetapi tidak terlalu tinggi
untuk dapat memastikan bahwa kehamilan tersebut merupakan kehamilan
kembar. Kadar -fetoprotein dalam plasma maternal umumnya lebih tinggi α pada
kehamilan dengan janin kembar daripada kehamilan dengan janin
tunggal.
V. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan kehamilan multifetus adalah:
1. Cegah persalinan prematur
2. Bila terjadi gawat janin pada salah satu janin, maka kehamilan harus segera
diakhiri.
3. Kurangi trauma persalinan.
4. Perawatan sejak dini (diet, USG).
18

Perawatan
Mengingat kemungkinan persalinan kurang bulan maka dianjurkan supaya
ibu berhenti bekerja pada minggu ke-28. Pada kehamilan biasa, istirahat kerja
baru diberikan pada usia kehamilan ibu pada minggu ke-34. Perjalanan jauh tidak
diizinkan. Istirahat harus cukup dan sedapat-dapatnya koitus ditinggalkan pada 3
bulan terakhir. Jika ternyata serviks sudah terbuka karena regangan yang
berlebihan, diusahakan untuk mempertahankan kehamilan dengan istirahat rebah.
Mengingat kemungkinan gestosis, makanan harus dalam porsi kecil-kecil
dan dianjurkan rendah garam. Ibu juga harus sering memeriksakan diri agar
preeklampsi dapat segera didiagnosis. Untuk menghindarkan anemi secara rutin,
diberi garam besi dan Hb, dan pemeriksaan darah 3 bulan sekali.
Pada multifetus, semua kemungkinan presentasi janin dapat ditemukan.
Presentasi yang paling sering ditemukan diantaranya adalah ; kepala-kepala,
kepala-sungsang, kepala-lintang. Karena anak kecil, mungkin juga terjadi letak
muka atau presentasi majemuk.
Pimpinan Persalinan
Mengingat penyulit-penyulit yang mungkin terjadi pada kehamilan
kembar, maka ibu dianjurkan melahirkan di rumah sakit. Pimpinan persalinan
kembar memakan waktu sedikit lebih lama dibandingkan kehamilan tunggal.
 Persalinan pervaginam
Secar khas, bayi kembar yang lebih besar, menjadi kekuatan pendorong
utama yang menghasilkan dilatasi serviks dan jaringan lunak lainnya dari jalan
lahir.
Segera setelah anak pertama lahir, presentasi bayi kedua, ukuran dan
hubungannya dengan jalan lahir harus cepat ditentukan dengan kombinasi
pemeriksaan abdominal, vaginal, kadangakala intrauteri yang dilakukan secara
hati – hati. Jika anak kedua dalam letak memanjang, ketuban dipecahkan setelah
his timbul kembali dan ditunggu partus spontan. Jika waktu diperiksa dalam
teraba tali pusat terkemuka dilakukan ekstraksi atau versi ekstraksi. Selain itu,
19

bunyi jantung anak kedua harus diperiksa dengan teliti, mengingat kemungkinan
solusio plasenta dan tali pusat menumbung.
Perdarahan dari dalam uterus menunjukkan terjadinya pelepasan plasenta
yang dapat membahayakan jiwa ibu maupun janin. Jika kontraksi rahim tidak
timbul kembali dalam waktu 10 menit, infus larutan oksitosisn yang diencerkan
dapat dilakukan untuk menstimulasi aktivitas miometrium yang tepat, sehingga
terjadi persalinan spontan atau dibantu dengan forsep. Jika anak kedua dalam
letak lintang, dilakukan versi luar menjadi letak memanjang dan selanjutnya
ketuban dipecahkan kalau his sudah kembali.
Jika oksiputa atau bokong bayi segera masuk ke dalam pintu atas atas
panggul tetapi belum terfiksasi di dalam jalan lahir, bagian presentasi seringkali
dibantu kedalam rongga panggul dengan satu tangan pada vaginal sedangkan
tangan yang lain berada pada fundus uteri.
Jika anak kedua belum lahir dalam ½ jam setelah anak pertama lahir, anak
kedua dilahirkan dengan persalinan buatan (forseps atau versi ekstraksi).
Penyulit mekanis yang dapat dijumpai pada kehamilan kembar walaupun jarang
terjadi, antara lain:
1. Turunnya kedua bagian depan anak-anak bersamaan ke dalam rongga panggul
(collision, impaction, compaction). Dalam hal ini bagian depan yang paling tinggi
hendaknya ditolak sedikit keatas.
2. Kait-mengait dagu anak jika anak pertama lahir dengan letak sungsang dan
anak kedua dengan letak kepala (interlocking). Pengaitan ini harus dilepaskan bila
tidak mungkin dilakukan seksio sesaria.
Segera setelah anak kedua lahir, diberi 10 IU oksitosin i.m untuk
mencegah perdarahan pasca salin. Fundus diperhatikan dan bila perlu dilakukan
masase serta segera setelah tanda-tanda bahwa plasenta lepas, plasenta dilahirkan.
Setelah plasenta lahir, dapat diberi ergonovin/metil ergonovin dan bila perlu infus
oksitosin 10 IU dalam 500 cc glukosa. Pada persalinan kembar selalu harus
tersedia darah untuk mengatasi perdarahan pascapersalinan.
 Seksio Sesaria
Indikasi seksio sesaria pada persalinan kembar :
20

1. Disfungsi uterus hipotonik


2. Gawat janin.
3. Prolaps funikuli
4. Tiga janin atau lebih
Post Partum
Bentuk – bentuk komplikasi setelah kelahiran bayi yang jumlahnya lebih
dari satu, tidak berbeda dengan kelahiran bayi tunggal; kendati demikian,
frekuensi dan intensitas komplikasi ini sering meningkat. Ibu dapat dipersulit
dengan keletihan jasmani yang cukup berat kadangkala depresi emosional akibat
peningkatan beban kerja fisik serta tnggung jawab lainnya yang berkaitan dengan
perawatan dua bayi atau lebih.
VI. PROGNOSIS
Rata – rata berat badan anak kembar kurang dari berat badan anak tunggal
karena lebih sering terjadi persalinan kurang bulan. Terjadinya persalinan ini
meninggikan angka kematian di antara bayi – bayi yang kembar. Walaupun
demikian, prognosis anak kembar yang lahir kurang bulan lebih baik
dibandingkan dengan anak tunggal yang sama beratnya.
Cacat bawaan juga dikatakan lebih sering ditemukan di antara anak
kembar. Juga prognosis ibu sedikit kurang baik, mengingat penyulit – penyulit
yang mungkin timbul pada kehamilan kembar, terutama gestosis dan perdarahan.

B. Hipertensi dalam kehamilan


I. Hipertensi dalam kehamilan
Terdapat beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan (HDK), antara lain
hipertensi kronis, hipertensi gestasional, super imposed hypertension, pre
eklampsia, impending eclampsia, dan eklampsia. Hipertensi yang timbul setelah
20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria disebut preeklampsi. Hipertensi
adalah tekanan darah sistolik dan diastolik > 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan
darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah
sistolik > 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik > 15 mmHg sebagai
parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. Proteinuri adalah adanya 300 mg
21

protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan > 1+ dipstik (Prawirohardjo,
2014).

II. Klasifikasi
Pembagian klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yaitu (Prawirohardjo,
2014):
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20

minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan

20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.

2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria.

3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau

koma.

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi

kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai

proteinuria.

5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa

disertai proteinuria dan hipertensi menghilang 3 bulan pascapersalinan atau

kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

III. Faktor Resiko


Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut: (Prawirohardjo,
2014)

1. Primigravida, primipaternitas

2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes


mellitus, hidrops fetalis, bayi besar
22

3. Umur yang ekstrim

4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Obesitas

IV. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah teori kelainan vaskularisasi
plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel, teori
intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskular, teori
genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi (Prawirohardjo, 2014).

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang
arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab
yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis,
yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri
spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penunrnan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodelling
arteri spiralis".
23

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arreri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri
spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-
perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-
rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan atau radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam


kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas
adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron
yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran
sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah
suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan
tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai
bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan
disebut "roxaemia".
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
24

Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.

 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,


khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E
pada hipenensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.

Membran sei endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida


lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangar
renran terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.

 Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi


kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh strukrur sel endotel. Keadaan ini disebut "disfungsi
endotel" (endothelial dysfunction).

Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi


sel endotel, maka yang akan terjadi:

- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel,


adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2): suatu vasodilatator kuat.

- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.


Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempar-tempat di lapisan endotel
25

yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan TXA2)


suatu vasokonstriktor kuat.

Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih


tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi,
dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).

- Peningkatan permeabilitas kapiler.

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO


(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.

- Peningkatan faktor koagulasi.

V. Preeklampsia
Gejala Klinis Preeklampsia
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada
preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan
beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipneu, edema
paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak
(Santoso, 2010).

Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia


 Pada neurologis
 Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
 Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguanvisus dapat berupa: pandangan kabur, skotoma,
26

amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelasadanya kelainan dan ablasio


retina (retinal detachment).
 Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan
faktor prediksi terjadinya eklampsia.
 Dapat timbul kejang eklampsi. Penyebab kejang eklampsi belum
diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang
eklampsi ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri.
 Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia.
 Pada Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan.
Bila terjadiperdarahan pada sei periportal lobus perifer, akan terjadi
nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat
meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma.
Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri didaerah epigastrium dan
dapat menimbuikan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.
 Pada Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta,
hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah
plasenta.
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:
 Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
 Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung
akibat intrauterine growth restriction, prematuritas,
oligohidramnion dan solusio plasenta.
VI. Klasifikasi dan Penegakan Diagnosis Preeklampsia
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
27

disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Sedangkan untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan
normal (PNPK, 2016).
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium yakni: (Myrtha, 2015)
1) Preeklampsia ringan
 Tekanan darah >140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
 Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstream.
2) Preeklampsia berat
 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
 Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
 Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam
 Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium
 Terdapat edema paru dan sianosis
 Trombositopeni berat <100.000 sel/m3atau penurunan trombosit dengan
cepat
 Sindroma HELLP
 Pertumbuhan janin terhambat
VII. Penanganan Preeklampsia
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia
dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
28

Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid / pulmonary
capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral
ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Ardnya
harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan
dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera
dilakukan tindakan koreksi dengan dipasang Folley catheter untuk mengukur
pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 - 3 jam
atau < 500 cc/24 jam (Cunningham et al., 2005).

VIII. Terapi Preeklampsia


1. Anti hipertensi
European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional
(dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi
gestasional, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada usia
kehamilan berapa pun. Pada keadaan lain, pemberian antihipertensi
direkomendasikan bila tekanan darah ≥ 150/95 mmHg. Antihipertensi
direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat, atau tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg (Myrtha, 2015).
Obat lini pertama
Nama obat Dosis Keterangan
Metildopa 0,5-3 gr/hr terbagi dalam 2 dosis Merupakan obat pilihan,
aman digunakan setelah
trimester pertama
Nifedipin 30-120 mg/hr Dapat menghambat proses
persalinan dan mempunyai
mekanisme sinergis dengan
magnesium sulfat dalam
menurunkan tekanan darah.
29

Penggunaan penghambat
kanal kalsium lain belum
banyak diteliti.
Tabel 2.1 Obat Anti Hipertensi Lini Pertama (Myrtha, 2015)
Obat lini kedua
Nama obat Dosis Keterangan
Labetalol 200-1200 mg/hr terbagi dalam Mungkin berhubungn dengan
2-3 dosis gangguan pertumbuhan fetus
Hydralazine 50-300 mg/hari terbagi 2-4 Penelitian sedikit, sedikit
dosis efek samping yang
terdokumentasi, bermanfaat
sebagai kombinasi dengan
agen simpatolitik, dapat
menyebabkan
trombositopenia neonatus
Beta bloker Tergantung jenis obat Dapat menurunkan aliran
darah uteroplasenta, dapat
mengganggu respons fetus
terhadap stres hipoksia, risiko
gangguan pertumbuhan jika
mulai digunakan pada
trimester pertama atau kedua
(atenolol), dapat
menyebabkan hipoglikemia
neonatus pada dosis lebih
tinggi
Hydrochlorothiazide 12,5-25 mg/har Dapat menyebabkan
gangguan elektrolit,
digunakan sebagai kombinasi
dengan metildopa dan
vasodilator untuk mengatasi
retensi cairan
Tabel 2.2 Obat Anti Hipertensi Lini Kedua (Myrtha, 2015)

Kontraindikasi
30

Nama obat Dosis Keterangan


ACE inhibitor dan Menyebabkan kematian janin
angiotensin I receptor pada hewan percobaan.
antagonist (D Penggunaan pada manusia
menyebabkan defek jantung,
fetopati, oligohidramnion,
gangguan pertumbuhan,
agenesis renal, gagal ginjal.
Tabel 2.3 Kontraindikasi Obat Anti Hipertensi Pada Wanita Hamil (Myrtha, 2015)
2. Antikonvulsan
Obat antikejang adalah MgSO4. Contoh obat –obat lain yang
dipakai untuk antikejang adalah diazepam dan fenitoin. Obat antikejang
yang dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H20).
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibisi antara
ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah
dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat
ini masih menjadi piliha utama untuk antikejang pada preeklampsia atau
eklampsia. Banyak cara pemberian magnesium sulfat :
 Loading dose : 4 gram MgSO4 20%; intravena (40% dalam 10 cc)
selama 15 menit
 Maintenance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6
jam atau diberikan 4 atau 5 gram im. Selanjutnya maintenance
dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
 Syarat pemberian MgSO4 :
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10%= 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan iv 3
menit
Refleks patela (+) kuat
31

RR >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas


 Magnesium sulfat dihentikan bila:
Ada tanda-tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
 Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian
ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes.
 Bila refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka dapat diberikan
salah satu dari obat berikut: tiopental sodium, sodium amobarbital,
diasepam, atau fenitoin (Prawirohardjo,2014).
3. Diuretik
Diuretik diberikan jika pasien mengalami edema paru, edema anasarka,
payah jantung. Diuretik yang diberikan adalah furosemid. Pemberian
diuretik dapat merugikan yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk
perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan
dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin (Prawirohardjo,2014).
4. Glukokortikoid
Diberikan untuk pematangan paru dan tidak ada efek merugikan untuk ibu.
Diberikan pada usia kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam
(Prawirohardjo,2014).

IX. Komplikasi Preeklampsia


Penderita pre-eklamsia/eklamsia yang terlambat penanganannya akan
dapat berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi
perdarahan otak, decom cordis dengan edema paru, gagal ginjal. Pada janin dapat
terjadi kematian karena hipoksia intrauterin, kelahiran prematur, dan insufisiensi
utero plasental. Berat bayi dengan ibu pre-eklamsia rata-rata kecil dari pada ibu
yang melahiran bayi tanpa pre-eklamsia (Indriani N, 2012).

X. Penyulit Pada Preeklampsia Berat


1. Penyulit ibu
32

 Sistem saraf pusat : perdarahan intrakranial, trombosis vena


sentral, hipertensi, ensefalopati, edema serebri, edema retina,
makular atau retinal detachment.
 Gastrointestinal- hepatik: subkapsular hematoma, ruptur kapsul
hepar ( ruptura vena porta ).
 Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
 Hematologik : DIC, tromboitopenia, dan hematoma luka operasi
 Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,
depresi pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
 Lain-lain: ascites, edema laring, hipertensi yang tidak
terkendalikan (Prawirohardjo,2014).
2. Penyulit janin
Penyulit yang dapat terjadi pada janin yaitu intrauterine fetal
growth restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress
nafas, intrauterine fetal death, sepsis, dan cerebral palsy
(Prawirohardjo, 2014).

XI. Hubungan Gemeli dengan Kejadian Preeklampsia


Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2014. Dengan nilai Odds Ratio
(OR) = 4,14 yang artinya preeklampsia beresiko 4,14 kali lebih besar terjadi pada
ibu bersalin dengan gemeli dibandingkan dengan ibu bersalin tidak dengan
gemeli.
Hal ini juga sesuai dengan teori Rozikhan (2007) bahwa frekuensi
preeklampsia dan eklampsia dilaporkan lebih sering pada kehamilan kembar. Hal
ini diterangkan dengan penjelasan bahwa keregangan uterus yang berlebihan
menyebabkan iskemia plasenta. Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta,
bahan trofoblas akan diserap kedalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap angiotensin II, renin, dan aldesteron, spasme pembuluh darah
arteriol dan tertahannya garam dan air (Prawirohardjo, 2007)
Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan
bahwa 8 kasus yaitu (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin
33

lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai
jumlah janin lebih dari satu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Mahamuda (2011) yang berjudul Hubungan kehamilan ganda dengan
preeklampsia pada ibu bersalin di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan
hasil bahwa terdapat hubungan antara kehamilan ganda dengan preeklampsia dengan
p value = 0,000 < α = 0,05 Menurut asumsi peneliti, adanya hubungan yang sangat
signifikan antara kehamilan ganda dengan kejadian preeklampsia disebabkan oleh
beban yang diterima rahim menjadi 2 kali lipat dari kehamilan normal.
34

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang pada pasien atas nama Ny. A berusia 28 tahun, diagnosis dari pasien
ini saat kedatangan pertama melalui PONEK RSU dr. Wahidin Surido Husodo
Mojokerto adalah GIIP1001/34-35 mgg + Gemelli/H-H + Preeklampsia Berat
(PEB) dan setelah follow up dan melahirkan dengan sectio caesar diagnosis
berubah menjadi P2003 + Gemelli/H-H + PEB.
Dasar dari penegakkan diagnosa Gemelli adalah pemeriksaan fisik
auskultasi bunyi jantung janin yang sudah dapat dideteksi dengan menggunakan
Doppler pada akhir trimester pertama, pada dua tempat dengan sama jelasnya,
terdapat perbedaan frekuensi yang bermakna diantara dua bunyi jantung tersebut,
yaitu 10 denyut atau lebih dalam 1 menit. pada USG kehamilan kembar sudah
dapat didiagnosis sejak kehamilan minggu ke-6 sampai minggu ke-7. Melalui
pemeriksaan USG yang cermat, kantong kehamilan yang terpisah dapat
ditemukan lebih dini pada kehamilan kembar.
Dasar dari penegakkan diagnosa PEB adalah tekanan darah sistolik ≥
160mmHg dan tekan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Dimana menurut tinjauan
pustaka diatas telah disebutkan diagnosa PEB akan tegak bila ditemukan satu atau
lebih gejala yang masuk dalam kriteria PEB.
35

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. 2014. Buku Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, Jakarta.
Cunningham, F., Gant, N., et al. 2005. Williams Obstetrics 22"d ed. McGraw-
Hill, Medical Publishing.
Deborah,A. 2003. Kehamilan Multifetus. Bandung, bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unpad- RSUP Dr. Hasan Sadikin.
Djuwantono, T. 2001. Kehamilan Ganda. Bandung, bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unpad- RSUP Dr. Hasan Sadikin.
Indriani N. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Preeklamsia/Eklamsia Pada Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah Kota Tegal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi
Kebidanan Komunitas Depok.
Myrtha, R. 2015. Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia. Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
Neilson, JP. Bajoria, R. 2001. Multiple Pregnancy.Turnbull’s Obstetric 3rded.
London. Churchill Livingstone.
Pernoll ML, Benson RC. 2003. Multiple Pregnancy, In Decheney & Pernoll eds.
Current Obstetric & Gynecology diagnosis & treatment. 9th ed. Connecticut,
Appleton & Lange,; 315-325.
Santoso, B. 2010. Preeklamsia - Eklamsia. Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Sastrawinata, S.Martaadisoebrata,J.Wirakusumah,FW et al. 2005. Obstetri
Patologi ed 2. Bandung, bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unpad-
RSUP Dr. Hasan Sadikin.
World Health Organization (WHO). 2011. WHO recommendation for prevention
and treatment of preeclampsia and eclampsia. Geneva : Reproductive health
pubication.

Anda mungkin juga menyukai