Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Reading

Disusun oleh:
Norvita angreani
20710158
 
Pembimbing:
Dr. Tewu. K.L Walangare.,Sp. KK
Pendahuluan

Morbus Hansen atau kusta adalah


penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae yang dapat
menyerang saraf perifer, kulit serta organ
lain kecuali susunan saraf pusat.
Terdapat 2 tipe pada penyakit kusta yaitu
Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB)
yang dibedakan berdasarkan lesi kulit dan
kerusakan saraf.
Laporan kasus Morbus Hansen Tipe Lepromatosa dengan Neuritis
Akut dan Cacat Derajat Dua
Pasien laki-laki berusia 49 tahun, berobat ke RSUD dr. H. Abdul Moeloek dengan keluhan
muncul bercak baal berwarna putih kehitaman dan bersisik yang menyebar pada hampir seluruh
tubuh sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
pasien sulit makan sehingga badan terasa lemas. Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam,
mengancing baju, ke kamar mandi, makan dan lain-lain meskipun badan terasa lemah untuk
melakukan aktivitas, tetapi saat menggunakan sendal jepit sering terlepas.
4 hari sebelum masuk RS kondisi pasien memburuk. Badan pasien terasa sangat lemas
sehingga tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Oleh karena itu keluarga
pasien membawa pasien ke Puskesmas kemudian di rujuk ke RSUD dr. H. Abdul Moeloek untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Awalnya keluhan pertama kali muncul pada 2 tahun yang lalu berupa bercak berbentuk bulat,
berwarna sedikit kemerahan di wajah. Bercak yang muncul tidak gatal, panas ataupun baal. Namun
seiring dengan perjalanan penyakit pasien merasa kedua telapak kaki mulai terasa baal, memakai
sendal sering terlepas. 1 bulan kemudian keluhan semakin bertambah parah sehingga pasien di bawa
ke Rumah Sakit di Bekasi dan di diagnosis kusta serta mendapatkan pengobatan untuk penyakit kusta.
Pasien menjalani pengobatan selama 8 bulan, setelah meminum obat tersebut pasien
mengalami perbaikan, bercak pada wajah dan seluruh badan mulai membaik tetapi baal pada kedua
telapak kaki tetap ada. Pasien mengalami putus obat selama 18 bulan dan tidak mengkonsumsi obat
apapun kemudian 4 bulan sebelum masuk rumah sakit muncul bercak baal berwarna putih dan
bersisik yang menyebar pada hampir seluruh tubuh. Pasien merasakan baal pada kedua kaki dan
tangan.
Pada pemeriksaan kepala pada supersilia terdapat
madarosis (+/+), pada auricula infiltrat eritematosa
(+/+).

a.Madarosis

b. Lesi hipopigmentasi
Pada pemeriksaan ekstremitas
superior dan inferior terdapat
atrofi pada otot-otot intrinsik
disertai anestesi pada kanan
dan kiri.

Status dermatologis pada pasien c.Clawhand d.Atrofi tungkai bawah


ini didapatkan pada regio
generalisata terdapat makula
plak hipopigmentasi-
hiperpigmentasi ukuran plakat
multipel difus dengan skuama.

e.Xerosis pada kaki


Pemeriksaan Bakterioskopik
BTA +1 pada cuping telinga
kanan dan kiri, tangan kanan
dan kiri serta kaki kanan dan
Pada pemeriksaan saraf tepi didapatkan kiri.
pembesaran pada nervus ulnaris kanan dan
kiri, pembesaran pada nervus auricularis
magnus kanan dan kiri yang disertai dengan
nyeri tekan, pembesaran nervus peroneus
communis kanan dan kiri yang disertai dengan
nyeri tekan.

Pada pasien terdapat kerusakan saraf berupa


nyeri saraf dan deformitas pada tangan kanan.
Neuritis akut adalah peradangan pada saraf yang
ditandai dengan nyeri pada saraf (nyeri tekan atau
spontan) dan atau gangguan fungsi saraf.
Penegakan diagnosis neuritis kusta membutuhkan
pemeriksaan histologi yang sering dicari pada
saraf tepi yang terkena.
Manifestasi klinis dari neuritis akut meliputi
pembesaran saraf, nyeri pada saraf, nyeri tekan,
dan gangguan motorik sensorik. Saraf yang
paling sering terkena meliputi saraf tibialis
posterior, peroneum, ulnaris dan medianus.
Terdapat 3 derajat cacat menurut WHO

Derajat 0 Derajat 1
1. tidak ada kelainan/kerusakan 1. ada kerusakan karena kusta (anestesi
pada mata (termasuk visus) pada kornea, tetapi gangguan visus tidak
2. tidak ada gangguan sensibilitas, berat, visus > 6/60
tidak ada kerusakan atau 2. ada gangguan sensibilitas tanpa
deformitas yang terlihat kerusakan atau deformitas yang terlihat

Derajat 2
1. terdapat lagoftalmos, iridosiklitis,
opasitas pada kornea serta gangguan
visus berat (visus <6/60
2. terdapat kerusakan atau deformitas
yang terlihat
Therapy (MDT) tipe multibasilar selama 12- 18 bulan.
Tatalaksana neuritis dapat diberikan kortikosteroid selama 12
Penatalaksanaan
minggu. Tatalaksana pada cacat dapat diberikan edukasi
berupa perawatan kulit dan petunjuk sederhana dalam
aktivitas sehari- hari.
Tatalaksana
Pada ulasan Penulis - Untuk neuritis pada pasien diberikan
- MDT-MB terdiri dari obat yaitu hari 1 metilprednisolon 32 mg/hari setara dengan
rifamfisin 600 mg/bulan, klofazimin 300 prednisone 40 mg
mg/bulan dan dapson 100 mg/bulan. - Penatalaksaan pada cacat bila terjadi gangguan
- Selanjutnya hari 2-28 obat berisi klofazimin sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana
50 mg/hari dan dapson 100 mg/hari. Selain misalnya memakai sepatu untuk melindungi kaki
itu pasien juga diberikan metilprednisolon yang telah terkena, memakai sarung tangan bila
32 mg/hari dengan dosis 2 kali sehari dan bekerja dengan benda yang tajam atau panas,
vitamin B1, B6 dan B12 1 kali sehari. dan memakai kacamata untuk pelindung mata.
- Pada pasien juga diberikan antibiotik
- Selain itu diajarkan cara perawatan kulit sehari-
berupa ceftriaxone intravena 1g/12 jam
dan transfusi Packed Red Cell (PRC) hari berupa memeriksa ada tidaknya memar,
sebanyak 1400 ml. luka, atau ulkus. Setelah itu tangan dan kaki
direndam, disikat dan diolesi minyak agar tidak
kering dan pecah.
Laporan kasus Morbus hansen Tipe Multibasiler (Mid Borderline)
dengan Reaksi Reversal dan Kecacatan Tipe I

Wanita usia 22 tahun, dengan keluhan muncul bercak kemerahan disertai rasa tebal pada
wajah, telinga, tangan dan kaki sejak 4 bulan sebelumnya. Lesi semakin lama semakin banyak dan
gelap. Tangan terasa kesemutan dan kram dan kaki mulai terasa baal.
Selama tiga bulan SMRS pasien mengeluhkan bercak kemerahan baru mulai timbul pada kedua
daun telinga dan kedua lengan. Bercak kemerahan lama pada wajah dan paha lebih gelap
dibandingkan bercak kemerahan pada kedua lengan.
Selain itu pasien merasakan telapak kakinya baal, pasien sulit untuk merasakan tapakan dingin
pada telapak kaki. Pasien masih rutin mengonsumsi MDT dan neurobion.
Pasien datang kembali ke RSHS untuk mengatasi keluhannya, lalu dokter
menambahkan obat minum prednison 40 mg sebagai dosis awal.
1 bulan SMRS pasien dipindah tugaskan ke Muara Dua, menurut pasien di sana
tidak terdapat dokter spesialis kulit. Untuk meneruskan pengobatannya tersebut, pasien
datang ke poli kulit & kelamin RSAM. Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh
pasien. Pasien tidak memiliki penyakit hipertensi, kencing manis, alergi dan penyakit
autoimun. Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Pasien tinggal bersama suaminya, dengan rumah yang memiliki ventilasi yang baik.
Pasien menjaga kebersihannya dengan mandi 2 kali dalam sehari. Pasien bekerja sebagai
buruh pabrik, 10 jam dalam sehari dihabiskan di lingkungan pabrik.
Status dermatologis kasus ini didapatkan pada regio
facialis, auricularis dextra et sinistra, antebrachii dextra
et sinistra, cruris dextra et sinistra dan dorsum pedis
dextra et sinistra terdapat makula-patch eritematosa
multiple, berbentuk ireguler, berukuran lentikuler- plakat,
berbatas ireguler, tersebar diskret dengan sebagian
konfluens. Lesi masih dapat dihitung dan masih dapat
dibedakan dengan kulit yang sehat. Gambar 2. Penampakan efloresensi regio
antebrachii anterior
Penderita penyakit kusta dapat mengalami reaksi
kusta, reaksi kusta adalah episode akut penyakit kusta
dengan gejala konstitusi, aktivasi dan atau timbulnya
efloresensi baru di kulit pada perjalanan penyakit
kusta yang sebenarnya bersifat kronik. Hal ini
biasanya terjadi selama menggunakan MDT dan
merupakan respon hipersensitivitas tipe lambat
terhadapat M. leprae. Manifestasi yang muncul dapat berupa eritema dan
Terdapat 2 reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. indurasi dari bercak yang sudah ada. Reaksi ini membuat
Reaksi kusta tipe I atau reaksi reversal disebabkan gejala neuritis yang progesif. Gejala ini berkembang
karena meningkatnya kekebalan seluler secara cepat cepat dalam beberapa minggu.
Sebaliknya tipe II atau Erithema Nodosum Leprosum
(ENL), merupakan reaksi humoral, yang biasanya terjadi
pada tipe spektrum lepromatosa dan borderline
Reaksi kusta merupakan reaksi imunologi yang lepromatosa yang ditandai dengan timbulnya nodus
dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah terapi eritema, nyeri, demam, malaise, athralgia dan
kombinasi. penurunan berat badan. Reaksi tipe II dapat menyerang
sistem organ seperti sendi, mata, testis, sistem saraf.
Perjalanan penyakit reaksi
II dapat berlangsung 1-2 minggu.
Penatalaksaan khusus yang diberikan berupa
Penatalaksanaan pemberian Multidrug Therapy (MDT) tipe
Multibacillary (MB) lanjutan kepada pasien hingga
mencapai pengobatan 12-18 bulan. Obat MDT
berisi rimfapicin 600mg (2x300 mg), klofazimin
300 mg (3x100 mg) dan dapson 100 mg. Selain itu
pasien juga diberikan krim Urea 10% yang
diberikan 2 kali sehari pada kulit yang kemerahan.
Untuk penatalaksanaan reaksi kusta diberikan
Penatalaksanaan prednison 40 mg/hari dengan tappering off
selama 12 minggu. Dosis maksimal 1 mg/kgBB.
Pemakaian prednisone untuk reaksi kusta tipe 1
adalah fakultatif jika ditemukan adanya neuritis
yang terjadi <6 bulan. Hal ini sangat penting untuk
untuk mencegah kerusakan saraf permanen.
Kesimpulan

Kusta atau lepra atau Morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi
kronik progesif yang disebabkan oleh bakteri M. leprae yang ditandai denga
kelainan kulit dan gangguan saraf tepi.
Reaksi kusta adalah episode akut pada perjalanan kronis penyakit kusta
yang dapat disertai gejala neuritis dan salah satu bentuk reaksi kusta adalah
reaksi kusta tipe reversal.

18
Thank you

Anda mungkin juga menyukai