Anda di halaman 1dari 91

PEMBINAAN WARGA BINAAN WANITA DI RUTAN BANYUMAS

(Studi tentang Pola Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas)

SKRIPSI

Oleh :
Suko Rahardjanto
NIM. E1E001093

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2010

i
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
PEMBINAAN WARGA BINAAN WANITA DI RUTAN BANYUMAS

(Studi tentang Pola Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :
Suko Rahardjanto
NIM. E1E001093

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2010

i
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
SKRIPSI

PEMBINAAN WARGA BINAAN WANITA DI RUTAN BANYUMAS

(Studi tentang Pola Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas)

Oleh :
Suko Rahardjanto
NIM. E1E001093

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh


gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disahkan


Pada tanggal Juli 2010

Para Penguji/Pembimbing

Penguji I/ Penguji II/ Penguji III,


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. Dwi Hapsari Rn, S.H., M.H. Budiyono, S.H., M.Hum.
NIP. NIP. NIP.

Mengetahui :
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman,

Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.


NIP.

ii
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
MOTTO
Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu
yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita
terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup
sehingga tidak melihat pintu lain yang
dibukakan bagi kita.

Hiduplah seperti lilin menerangi orang lain,


janganlah hidup seperti duri menusuk diri
dan menyakiti orang lain.

Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di


sekelilingmu tersenyum. Jalanilah hidupmu sehingga
pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan
orang-orang di sekelilingmu menangis.

Setiap jiwa yang dilahirkan telah tertanam dengan benih


untuk mencapai keunggulan hidup. Tetapi benih itu tidak
akan tumbuh seandainya tidak diiringi dengan keberanian.

ii
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
PERSEMBAHAN

Allah SWT yang selalu melimpahkan segala karunia kepada umat-Nya


Ayah yang masih sakit (dead, stroke doesn’t kill you) n bunda yang selalu
memberiku kesempatan kedua (terimakasih untuk kasih sayang yang tak
pernah pudar)

iv
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul

“PEMBINAAN WARGA BINAAN WANITA DI RUTAN BANYUMAS

(Studi tentang Pola Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas)”

berhasil diselesaikan.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak oleh karena itu,

perkenankan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Rochani Urip Salami, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

2. Bapak Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum. selaku pembimbing utama yang telah

memberikan dukungan dan bimbingan dalam penulisan skripsi

3. Ibu Dwi Hapsari Retnaningrum, S.H.,M.H. Selaku pembimbing pembantu yang telah

memberikan dukungan dan bimbingan dalam penulisan skripsi.

4. Bapak Budiyono, S.H., M.Hum Selaku penguji yang telah banyak

memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekurangan, dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

maupun pihak-pihak yang membutuhkan

Purwokerto, Juli 2010

Penulis

v
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii

HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

PRAKATA ......................................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

ABSTRAK ......................................................................................................... viii

ABSTRACT ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Perumusan Masalah ....................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................... 7

D. Kegunaan Penelitian ...................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Sejarah Singkat Sistem Pemidanaan Di Indonesia ....................... 9

2. Lahirnya Sistem Pemasyarakatan. ................................................ 12

3. Pemasyarakatan Sebagai Suatu Sistem Pembinaan ...................... 14

4. Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan ................................. 20

5. Faktor Manusia Berperan dalam Sistem Pemasyarakatan ............ 22

6. Pembinaan dan Bimbingan dalam Pemasarakatan ....................... 24

vi
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ...................................................... 26

B. Spesifikasi Penelitian ................................................... 26

C. Lokasi Penelitian .......................................................... 26

D. Sumber Data ................................................................. 27

E. Metode Pengumpulan Data .......................................... 28

F. Metode Pengumpulan sampel ....................................... 28

G. Metode Analisa Data ..................................................... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ........................................................... 29

B. Pembahasan ................................................................ 47

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 77

B. Saran ............................................................................................ 78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
ABSTRAK

Secara umum dapatlah dikatakan bahwa pembinaan dan bimbingan


pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pendekatan pembinaan mental
(agama, Pancasila dan sebagainya) meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi
maupun sebagai warga negara yang meyakini dirinya masih memiliki potensi
produktif bagi pembangunan bangsa dan oleh karena itu mereka di didik (dilatih)
juga untuk menguasai ketrampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna
bagi pembangunan. lni berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang diberikan
mencakup bidang mental dan ketrampilan.
Dengan bekal mental dan ketrampilan yang mereka miliki, diharapkan
mereka dapat berhasil mengintegrasikan dirinya di dalam masyarakat. Semua
usaha ini dilakukan dengan terencana dan sistematis agar selama mereka dalam
pembinaan dapat menyadari kesalahannya dan bertekad untuk menjadi manusia
yang berguna bagi masyarakat, negara dan bangsa.
Disadari bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan bimbingan melalui
berbagai bentuk dan usaha, tentunya menuntut kemampuan dan tanggung jawab
yang lebih berat dari para pelaksananya termasuk perlunya dukungan berupa
sarana dan fasilitas yang memadai. Dan oleh karena disadari bahwa sarana dan
fasilitas selalu serba terbatas, maka para petugaspun harus mampu memanfaatkan
melalui pengelolaan yang efisien sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.
Rumah Tahanan Negara Banyumas terdapat warga binaan wanita, yang
menurut ketentuan peraturan yang berlaku saat ini, mereka (tahanan dan
narapidana wanita) semestinya ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan
Khusus Wanita. Hal ini dikarenakan adanya suatu pertimbangan-pertimbangan
tertentu, kemudian dalam pelaksanaan pembinaan warga binaan wanita di Rutan
Banyumas terdapat faktor penghambat dalam mewujudkan pembinaan warga
binaan wanita yaitu yang mencakup hal sarana fisik, sarana non fisik dan masa
hukuman yang relatif pendek menyebabkan proses pembinaan kepada warga
binaan wanita menjadi tidak berjalan sesuai dengan program-program pembinaan
yang ada.

Kata Kunci : Pembinaan


Warga binaan wanita

vi
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
ABSTRACT

In general it can be said that the correctional supervision and guidance


should be improved through mental training approach (religion, Pancasila and
the like) include the restoration of personal dignity as well as citizens who believe
that they still have the earning potential for the development of the nation and
therefore they are in learning (trained ) as well as mastering specific skills to be
able to live independently and be useful for development. This means, that
coaching and mentoring provided include the field of mental and skill.
Mental and armed with the skills they have, they are expected to
successfully integrate themselves in society. All efforts have been done in a
planned and systematic way as long as they are in this guide will realize his
mistake and was determined to be beneficial to human society, nation and state
It is recognized that to implement coaching and guidance through various
forms of business and, of course, requires the ability and the heavier
responsibilities of the executive including the need for support in the form of
facilities and adequate facilities. And because we realize that the means and
facilities are always limited, it must be capable of taking advantage petugaspun
through efficient management to achieve optimum results.
Banyumas State Prison there are citizens of the target women, that under
existing regulations, they (the prisoners and female prisoners) should be placed in
the Correctional Institution for Women. This is because of certain considerations,
then the implementation guidance in women resident Rutan built there Banyumas
inhibiting factor in realizing pengembangan citizens who helped the woman that
include infrastructure, non-physical infrastructure and a relatively short time
cause punishment to female residents of the coaching process assistance will not
function in accordance with assistance programs that exist.

Keywords : Development
Residents Built Woman

ix
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010.
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsi utama sebagai tempat

eksekusi atau pelaksanaan hukuman bagi terpidana penjara (kurungan) atas

dasar keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Di

dalam Lembaga Pemasyarakatan inilah proses pembinaan narapidana

berlangsung di bawah pengelolaan aparat atau petugas pemasyarakatan

khususnya dan pihak Departemen Kehakiman dan HAM pada umumnya,

dengan mendasarkan pada Peraturan Perundang-undangan dan konsep-

konsep pembinaan yang berlaku. Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu

sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu

pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial

atau pulihnya kesatuan hubungan antara Warga Binaan Pemasyarakatan

dengan masyarakat.

Pada masa dahulu untuk pelaksanaan pidana penjara didasarkan pada

sistem kepenjaraan. Di dalam sistem kepenjaraan narapidana diperlakukan

sebagai objek semata-mata. Artinya sebagai objek narapidana diberi nomor

diperlakukan lebih rendah dari manusia lain, dan eksistensinya sebagai

manusia kurang dihargai. Sebagai objek, narapidana tidak diberi pembinaan,

tetapi tenaganya sering dimanfaatkan untuk kepentingan penjara dan

pengurangan pidana.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
2

Dalam perkembangan selanjutnya Sistem Pemasyarakatan mulai

dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan tersebut menguatkan usaha-

usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan

tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan merumuskan :

“Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga


Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan yang merupakan akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana”.

Dasar pertimbangan dikeluarkannya Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa sistem pemasyarakatan warga

binaan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara

pembinaan yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga

binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan

tidak lagi mengulangi tindakan pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, serta agar dapat aktif berperan dalam pembangunan

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.

Adanya model pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga

Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan untuk

lebih banyak memberikan bekal bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dalam

menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas).

Seperti halnya yang terjadi jauh sebelumnya, peristilahan Penjara pun telah

mengalami perubahan menjadi Pemasyarakatan. Tentang lahirnya istilah

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
3

Lembaga Pemasyarakatan dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu

untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Istilah ini

dicetuskan pertama kali oleh Rahardjo, S.H. yang menjabat Menteri

Kehakiman RI pada saat itu.

Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki

diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan

di dalam Lembaga Pemasyarakatan bukan sekedar untuk menghukum atau

menjaga warga binaan tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan

menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak

pidana yang pernah dilakukan. Dengan demikian fungsi Pemidanaan tidak

lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan

reintegrasi sosial warga binaan yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Dalam proses pembinaan warga binaan oleh Lembaga Pemasyarakatan

dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung guna mencapai keberhasilan

yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :

1. Sarana Gedung Pemasyarakatan.

Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni

didalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses

pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia, sebagian besar

bangunan Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara

merupakan warisan kolonial Belanda dengan kondisi infrastruktur

yang terkesan ”angker” dan keras. Tembok-tembok tinggi yang

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
4

mengelilingi ditambah lagi teralis besi, tentu menambah kesan seram

penghuninya.

2. Pembinaan Warga Binaan.

Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga

Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam

jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah sedemikian lama sehingga

tidak dapat berfungsi lagi, atau kalau pun berfungsi hasilnya tidak

mampu bersaing dengan barang-barang yang diproduksikan di luar

(hasil produksi perusahaan).

3. Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat

menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat

sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal

kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang

dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta

dalam melakukan pembinaan.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan khususnya Pasal 14 mengenai hak-hak narapidana

merupakan dasar bahwasanya narapidana harus diperlakukan dengan baik dan

manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Pembinaan dan

pembimbingan warga binaan pemasyarakatan meliputi program pembinaan

dan bimbingan yang berupa kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
5

pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan

mental dan watak agar warga binaan menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa

dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan

keterampilan agar narapidana dapat kembali berperan sebagai anggota

masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Menurut Keputusan Menteri RI Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990,

penempatan narapidana kedalam Lembaga Pemasyarakatan wajib

memperhatikan penggolongan-penggolongan yang mendasarkan pada :

1. Jenis kelamin;
2. Umur;
3. Residivis;
4. Kewarganegaraan;
5. Jenis kejahatan;
6. Lama pidana.
Pada dasarnya pola pembinaan dan pembibingan pada warga binaan

laki-laki, warga binaan wanita dan warga binaan anak-anak sama, meliputi :

1. Pelayanan tahanan ialah segala kegiatan yang dilaksanakan dari mulai

penerimaan sampai dengan tahap pengeluaran tahanan.

2. Pembinaan narapidana dan anak didik ialah semua usaha yang

ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti)

para narapidana dan anak didik yang berada di dalam Lembaga

Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (intramural treatment).

3. Bimbingan klien ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki

dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para klien Pemasyarakatan di

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
6

luar tembok (extramural treatment), (Keputusan Menteri RI Nomor

M. 02-PK.04.10 Tahun 1990).

Untuk menjamin efektivitas terlaksananya program-program

pembinaan dan pembimbingan yang dilakukan oleh Petugas Pemasyarakatan

meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian serta

kemandirian maka idealnya:

1. Warga binaan laki-laki ditempatkan di Lapas khusus laki-laki;

2. Warga binaan wanita ditempatkan di Lapas khusus wanita;

3. Warga binaan anak ditempatkan di Lapas khusus anak-anak.

Sehubungan dengan uraian tersebut diatas, maka dengan mengadakan

tinjauan lebih lanjut akan dapat diketahui relevansi pola pembinaan warga

binaan wanita yang tidak ditempatkan pada tempat yang ideal yaitu di

Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita. Dari hasil tersebut diatas maka

penulis tertarik untuk meneliti mengenai pola pembinaan warga binaan

wanita yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas,

apakah sudah sesuai dengan tujuan, semangat, hakikat dan jiwa yang

terkandung sebagaimana ketentuan PP Nomor 31 Tahun 1999.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
7

1. Pertimbangan apakah sehingga warga binaan wanita ditempatkan di

Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas?

2. Hambatan-hambatan apa saja yang ditemui dalam rangka pelaksanaan

pembinaan warga binaan wanita yang ditempatkan di Rumah Tahanan

Negara Klas II B Banyumas?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertimbangan warga binaan wanita ditempatkan di

Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam rangka

pelaksanaan pembinaan warga binaan wanita yang ditempatkan di Rumah

Tahanan Negara Klas II B Banyumas.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian mengenai pola pembinaan warga binaan wanita di Rutan

Banyumas memiliki dua kegunaan yaitu :

1. Kegunaan secara teoritis.

Memberikan sumbangan pengetahuan bagi hukum pidana tentang

bagaimana pola pembinaan warga binaan wanita yang tidak ditempatkan

di Lapas Khusus Wanita.

2. Kegunaan praktis.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
8

Untuk memberikan gambaran kepada masyarakat tentang pola pembinaan

warga binaan wanita yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Klas II

B Banyumas.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
9

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Sejarah Singkat Sistem Pemidanaan Di Indonesia

Sistem kepenjaraan mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 1917,

ketika di berlakukannya Gestichen Reglement (Peraturan Penjara) Stb. 1917

No. 708 Sistem kepenjaraan mengajarkan bahwa tujuan pemidanaan adalah

penjeraaan artinya seseorang yang dipidana dibuat menjadi jera agar tidak

melakukan tindak pidana lagi. Membuat seseorang menjadi jera untuk tidak

lagi melakukan tindak pidana, berarti memperlakukan mereka yang dipidana

dengan cara yang tidak enak, tidak etis, tidak manusiawi dan sederetan kata

tidak lainnya. Karenanya kedudukan narapidana dalam sistem kepenjaraan

merupakan objek semata-mata yang harus digarap tanpa memperhatikan

potensi dan eksistensinya sebagai manusia. Menurut Lamintang, pidana

penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari

seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam

sebuah lembaga pemasyarakatan yang menyebabkan orang tersebut harus

mentaati semua peraturan tata tertib yang dikaitkan dengan suatu tindakan

tata tertib bagi mereka yang melanggar (Lamintang, 1986 : 56).

Di dalam M.v.S. Stb. Tahun 1872 - 1885 bagi orang pribumi atau yang

dipersamakan mengenai sistem kepenjaraan ditentukan sebagai berikut :

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
10

1. Pidana mati;

2. Pidana kerja paksa dengan dibelenggu rantai atau dikolong lehernya

dengan besi, selama waktu 5 tahun sampai 20 tahun;

3. Pidana kerja paksa dengan dibelenggu rantai atau dikolong lehernya

dengan besi, selama waktu 5 tahun sampai 15 tahun;

4. Pidana kerja paksa selama paling lama 15 tahun;

5. Pidana dipekerjakan pada pekerjaan umum, selama paling tinggi 3

bulan;

6. Pidana penjara selama paling tinggi 8 hari;

7. Pidana denda.

Pada tahun 1906 terjadi perubahan dalam sistem kepenjaraan, pidana

kerja paksa atau pidana badan lainnya mulai dihapus oleh pemerintah

Belanda ketika berlaku pembaharuan kodifikasi hukum pidana dalam W.v.S.

1915 yang berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. Sedangkan dalam sistem

pemidanaan menurut KUHP yang berlaku di Indonesia, diatur dalam Pasal 10

KUHP yang terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu terdiri dari

1. Pidana pokok yaitu :

a. Pidana mati;

b. Pidana penjara;

c. Pidana kurungan;

d. Pidana denda.

2. Pidana tambahan yaitu :

a. Pencabutan hak-hak tertentu;

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
11

b. Perampasan barang-barang tertentu;

c. Pengumuman putusan hakim.

Pada prinsipnya pidana pokok tersebut tidak dapat ditambah-tambahi

dengan jenis pidana yang lain, serta pidana pokok tidak dapat dijatuhkan

bersama-sama pidana pokok yang lain kecuali diatur secara tersendiri,

umpamanya dalam ketentuan pidana di luar KUHP (korupsi) disitu pidana

penjara dapat dijatuhkan bersama-sama dengan pidana denda (Effendi, 2003

: 26). Selanjutnya Lamintang, mengatakan bahwa selain jenis pidana yang

diatur dalam Pasal 10 KUHP tersebut, terdapat jenis pidana yang lain yaitu

pidana tutupan. Pidana tutupan ini dijatuhkan pada tokoh-tokoh politik,

dipidana tutupan karena pemerintah masih menghargai gagasannya yang

mulia tetapi dilakukan dengan menentang pemerintahan yang sah. Dalam

Pasal 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 dirumuskan sebagai berikut :

“Dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan yang diancam

dengan pidana penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut

dihormati, hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan”.

Sedangkan dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946

dijelaskan mengenai tempat menjalai pidana tutupan, yaitu :

(1) Tempat menjalani pidana tutupan, cara melakukan pidana itu dan

segala sesuatu yang perlu untuk menjalankan undang-undang ini

diatur didalam peraturan pemerintah.

(2) Peraturan tata usaha atau tata tertib guna rumah buat menjalankan

pidana tutupan diatur oleh Menteri Kehakiman dengan

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
12

persetujuan Menteri Pertahanan (Lamintang, dalam Effendi,

2003 : 27).

B. Lahirnya Sistem Pemasyarakatan.

Sejarah pelaksanaan pidana penjara mengalami perubahan dari sistem

kepenjaraan yang berlaku sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, menuju

kepada perubahan re-edukasi dan re-sosialisasi yang diselenggarakan oleh

pemerintah Indonesia sampai tahun 1963. Pencetus lahirnya dari sistem

kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan adalah Sahardjo, yang

mengemukakan dalam pidatonya yang berjudul “Pohon Beringin Pengayom

Pancasila” yang melambangkan sebuah pengayoman. Pidato tersebut

disampaikan pada penerimaan gelar Doctor Honoris Causa dalam ilmu

hukum oleh Universitas Indonesia. Dalam pidatonya dikemukakan rumusan

mengenai tujuan pidana penjara yakni di samping menimbulkan rasa derita

dari terpidana karena kehilangan kemerdekaan bergerak, juga membimbing

agar bertobat, mendidik ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis

Indonesia yang berguna. Atau dengan kata lain tujuan pidana penjara adalah

Pemasyarakatan.

Konsepsi Sahardjo dalam pidatonya tersebut lebih dikenal dengan

sebutan “Prinsip-prinsip Pokok Pemasyarakatan, yang terdiri dari :

1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya


bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat;
2. Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas dendam dari negara;
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan;

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
13

4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau


lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga;
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakat;
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat
mengisi waktu atau hanya diperuntukan bagi kepentingan lembaga
atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk
pembangunan negara;
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila;
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan pada narapidana
bahwa ia itu penjahat;
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan;
10. Sarana fisik bangunan lembaga dewasa ini merupakan salah satu
hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan (Hamzah dan Rahayu,
1983 : 86).

Dengan sepuluh prinsip pemasyarakatan dari Sahardjo tersebut,

maka penjara di Indonesia diganti menjadi “Lembaga Pemasyarakatan”

walaupun dalam pelaksanaannya masih menghadapi beberapa masalah

penting antara lain :

a. Gedung-gedung peninggalan penjajahan kolonial masih tetap

dipergunakan;

b. Petugas-petugas Pemasyarakatan masih sedikit sekali yang memahami

tujuan pemasyarakatan, sedangkan yang mengerti baru tingkat atas;

c. Masalah-masalah biaya dan masyarakat yang masih belum menerima

narapidana setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan (Soedjono D,

1984 : 130).

Sedangkan mengenai ide gambar pohon beringin dari Sahardjo

tersebut yang sampai sekarang masih dipakai oleh Departemen Kehakiman

dan HAM sebagai lambang hukum di Indonesia agar menjadi penyuluh bagi

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
14

para petugas Pemasyarakatan terutama dalam urusan membina hukum

menjalankan peradilan dan memberikan keadilan dalam memperlakukan

narapidana. Kemudian pada tanggal 30 Desember 1995 telah diundangkan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sehingga

dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut maka semua peraturan

yang mengatur mengenai pembinaan narapidana tidak berlaku lagi. Peraturan

yang tidak berlaku dalam kaitannya dengan pembinaan narapidana yaitu

Reglement Penjara (Gestichen Reglement), Stb. 1917 No. 708.

Untuk merealisasikan tentang Sistem Pemasyarakatan, maka pada

tanggal 19 Mei 1999 telah diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan yang terdiri atas VII Bab dan 69 Pasal. Bab I berisi

Ketentuan Umum, Bab II mengatur masalah Pembinaan, Bab III mengatur

tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan, Bab IV mengatur Pemindahan

Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, Bab V mengatur tentang

Ketentuan Peralihan, dan Bab VI tentang Ketentuan Penutup. Hal-hal yang

diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi beberapa ketentuan umum

yang berlaku disemua bidang pembinaan antara lain menyangkut program-

program kegiatan dan pelaksanaan kegiatan narapidana. Selajutnya diatur

pula tahap-tahap pembinaan, pemindahan narapidana dan berakhirnya

pembinaan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
15

C. Pemasyarakatan Sebagai Suatu Sistem Pembinaan.

Pelaksanaan pidana penjara yang didukung dengan 10 (sepuluh)

Prinsip-prinsip Pokok Pemasyarakatan dari Sahardjo, menunjukkan bahwa

sudah nampak terdapat suatu usaha pembinaan bagi narapidana. Hal ini dapat

dilihat dari apa yang terkandung didalamnya yaitu suatu usaha untuk

mendidik narapidana dengan cara memberi bekal hidup sehingga mempunyai

kemampuan dan kemauan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga

negara yang baik dan tidak melanggar hukum lagi, serta berguna bagi

pembangunan bangsa dan negara.

Mendasarkan pada Surat Edaran No. KP.10.13/3/1 tanggal 8 Pebruari

1965 Tentang “Pemasyarakatan Sebagai Proses”, maka dapat disimpulkan

bahwa pembinaan narapidana dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap yang

merupakan satu kesatuan proses yang bersifat terpadu, sebagaimana tersebut

di bawah ini:

1. Tahap pertama.

Setiap narapidana yang masuk Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah

Tahanan Negara akan dilakukan penelitian untuk mengetahui segala

ikhwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebabnya ia melakukan

pelanggaran dan segala keterangan mengenai dirinya yang dapat diperoleh

dari keluarga, bekas majikan atau atasannya, teman sekerja, si korban dan

perbuatannya, serta dari petugas instansi lain yang menangani perkaranya.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
16

2. Tahap kedua.

Jika proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah

berlangsung selama 1/3 masa pidana yang sebenarnya dan menurut

pendapat Tim Pembina Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan,

maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih

banyak, dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah

Tahanan Negara dari maximum security menjadi medium security.

3. Tahap ketiga.

Jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani ½ (separuh) dari

masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim Pembina Pemasyarakatan

telah dicapai cukup kemajuan, maka wadah proses pembinaannya

diperluas dengan diperbolehkannya mengadakan asimilasi dengan

masyarakat luar, antara lain ikut beribadah dengan masyarakat luar,

mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah umum dan bekerja di luar. Akan

tetapi dalam pelaksanaannya masih berada di bawah pengawasan dan

bimbingan petugas lembaga.

4. Tahap keempat.

Jika proses pembinaannya telah dijalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana

yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka kepada

narapidana yang bersangkutan dapat diberikan bebas bersyarat dan

pengusulan bebas bersyarat ini ditetapkan oleh Tim Pembina

Pemasyarakatan yang memang memiliki kewenangan untuk hal tersebut.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
17

Dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan terhadap pembinaan

narapidana digunakan 2 (dua) pola pembinaan, yaitu :

1. Pembinaan di dalam lembaga;

2. Pembinaan di luar lembaga, (Manual Pemasyarakatan Departemen

Kehakiman RI, 1980 : 1).

Pembinaan narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita

menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan dari atas (top down

approach) dan pendekatan dari bawah (bottom up approach). Pendekatan dari

atas (top down approach) digunakan untuk memberikan pembinaan

kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan

kemampuan intelektual, dan pembinaan kesadaran hukum. Sedangkan

pendekatan dari bawah (bottom up approach) digunakan untuk memberikan

pembinaan kemandirian yang diwujudkan dengan pembinaan keterampilan.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M.02.PK.04.10 Tahun

1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana, sudah diatur 2 (dua) pola

pembinaan, yaitu :

1. Pembinaan secara umum.

a. Pembinaan Kepribadian yang meliputi :

a.1. Pembinaan kesadaran beragama/ ketaqwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa;

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama

memberi pengertian agar narapidana dapat menyadari akibat-

akibat dari perbuatan yang benar dan perbuatan yang salah.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
18

a.2. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara;

Usaha ini dilaksanakan melalui P4, termasuk menyadarkan

mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat

berbhakti bagi bangsa dan negaranya yang merupakan sebagian

dari iman.

a.3. Pembinaan kemampuan intelektual;

Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir

narapidana semakin meningkat sehingga dapat menunjang

kegiatan positif yang diperlukan selama masa penahanan.

Pembinaan ini dapat dilakukan melalui pembinaan formal

maupun non-formal. Pendidikan formal diselenggarakan sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan melalui kursus-kursus,

latihan ketrampilan dan lain sebagainya. Pendidikan non-formal

dapat dilakukan melalui ceramah umum dan membuka

kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh informasi

dari luar, misalnya membaca koran/ majalah, menonton televisi,

mendengarkan radio dan lain sebagainya. Selain itu dapat

diupayakan cara belajar melalui kejar paket B dan kejar usaha.

a.4. Pembinaan kesadaran hukum;

Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan memberikan

penyuluhan-penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai

kadar kesadaran hukum yang tinggi sebagai anggota masyarakat

mereka menyadari hak dan kewajibannya dalam turut

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
19

menegakkan hukum dan keadilan. Perlindungan terhadap harkat

dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum

dan terbentuknya perilaku warga negara Indonesia yang taat pada

hukum.

a.5. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat.

Sehat secara integrasi adalah pemulihan kesatuan hubungan

hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana dengan

masyarakat. Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga

pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan agar

bekas narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat

lingkungannya. Pembinaan dapat dilakukan melalui usaha-usaha

sosial gotong royong, sehingga pada waktu mereka kembali ke

masyarakat telah mempunyai sifat-sifat positif untuk dapat

berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat lingkungannya.

b. Pembinaan kemandirian.

Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program :

b.1. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya

kerajinan tangan, industri rumah tangga, dan sebagainya.

b.2. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil,

misalnya pengolahan bahan mentah dari sektor pertanian dan

bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi (contohnya

mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga).

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
20

b.3. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya

masing-masing.

Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu

diusahakan pengembangan bakatnya. Misalnya memiliki

kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke

perkumpulan-perkumpulan seni untuk dapat mengembangkan

bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah.

b.4. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan

pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya

atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan

sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri dan

usaha tambak udang. (Keputusan Menteri RI Nomor M. 02-

PK.04.10 Tahun 1990).

2. Pembinaan secara khusus :

a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya

sehingga mereka merasa optimis akan masa depannya.

b. Memperoleh pengetahuan.

c. Berhasil menjadi manusia patuh hukum.

d. Memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.

D. Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan.

Perlakuan narapidana berdasarkan perikemanusiaan dan pendekatan

pelaksanaan pidana penjara tidak lepas dari cara-cara kehidupan masyarakat

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
21

tersebut, sesuai dengan rumusan standart minimum rules for the treatment of

prisoners yang antara lain mengatur tentang pembinaan, perbaikan nasib,

pekerjaan, pendidikan, rekreasi, hubungan-hubungan sosial. Pemerintah

Indonesia berusaha turut melaksanakan dan memantapkan pembaharuan

pelaksanaan pidana penjara dengan menyesuaikan pembaharuan tersebut

dengan pandangan hidup dan keadaan lingkungan masyarakat yang

berkepribadian Indonesia. Pokok dari dasar memperlakukan narapidana

menurut kepribadian warga Negara Indonesia ialah :

a. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai

manusia seutuhnya.

b. Tiap orang adalah makhluk kemasyarakatan, tidak ada orang yang

hidup diluar masyarakat.

c. Narapidana hanya dijatuhi kehilangan kemerdekaan bergerak, jadi

perlu diusahakan supaya para narapidana mempunyai mata

pencaharian, (Bambang Purnomo, 1985 : 176).

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa sistem pemasyarakatan di

Indonesia harus diartikan sebagai sistem pelaksanaan pidana baru dan

perlakuan cara baru terhadap narapidana yang berdasarkan pada prinsip-

prinsip universal yang sudah berkembang secara internasional dan metoda

serta teknik pendekatannya disesuaikan menurut kepribadian bangsa dan

kemampuan negara Indonesia. Kebijakan berupa perlakuan terhadap

narapidana dengan dasar pemikiran melalui La Nauvelle Defence Sosiale

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
22

menjadi kebijakan pemidanaan dengan memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

a. Melindungi masyarakat terhadap kejahatan;


b. Mempunyai efek untuk membuat seseorang untuk tidak melakukan
kejahatan lagi dengan cara memperbaiki atau mendidiknya;
c. Berusaha mencegah dan menyembuhkan pelanggar hukum dengan
melaksanakan sistem resosialisasi;
d. Melindungi hak asasi manusia termasuk si pelaku kejahatan;
e. Pandangan hukum untuk menghadapi kejahatan dan penjahat
ditempuh berdasarkan falsafah yang mengakui manusia sebagai
mahkluk individu dan sosial, (Bambang Purnomo, 1985 : 177).

E. Faktor Manusia Berperan dalam Sistem Pemasyarakatan.

Seorang narapidana adalah seorang manusia ataupun anggota

masyarakat yang dipisahkan dari induknya pada waktu tertentu yang bisa

dikatakan sebagai proses. Proses tersebut berada dalam lingkungan dan

tempat tertentu yang dengan tujuan, metoda dan sistem pemasyarakatan.

Dengan demikian antara narapidana dengan petugas Lembaga

Pemasyarakatan maupun petugas Rumah Tahanan Negara yang bersangkutan

merupakan hubungan antar orang yang berhadapan dengan orang dalam sifat-

sifatnya sebagai manusia, hingga pada suatu saat narapidana itu akan kembali

menjadi manusia sebagai anggota masyarakat, diharapkan sudah dapat

menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat kepada hukum.

Narapidana sebagai manusia yang harus dihormati hak-haknya

disamping memikul tanggungjawab dalam masyarakat yang hendak kita

bangkitkan selama masa pembinaan, dimana petugas negara sebagai manusia

yang memiliki kekuasaan tertentu berdasarkan Undang-undang dan sekaligus

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
23

bertindak untuk melindungi kepentingan yang sah dari masyarakat beserta

anggota-anggotanya. Peranan petugas dibidang hukum tersebut dari mulai

memasukkan narapidana ke dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah

Tahanan Negara sampai mengeluarkan kembali ke masyarakat dengan Sistem

Pemasyarakatan, mempunyai mata rantai selama melaksanakan pembinaan.

Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan petugas Rumah Tahanan Negara wajib

memiliki pengetahuan yang mendalam tentang seluk beluk sistem

pemasyarakatan dan wajib berusaha meningkatkan kemampuan, terutama

petugas yang diberi tanggungjawab yaitu TPP (Tim Pengamat

Pemasyarakatan) dalam menghadapi perangai baik narapidana maupun

tahanan.

Sistem Pemasyarakatan Indonesia di masa depan sangat memerlukan

dukungan dan keikutsertaan masyarakat secara langsung maupun tidak

langsung yang bersama-sama dengan petugas pemasyarakatan dan aparatur

negara lainnya. Sikap positif dari masyarakat dan dalam batas-batas yang di

ijinkan oleh peraturan turut langsung berperan membimbing narapidana.

Peran serta masyarakat melalui badan sosial yang bergerak dibidang usaha,

seperti perusahaan yang memberikan jasa dan dana secara tetap dalam proyek

kerja ketrampilan, atau biro bantuan hukum dan biro penyantunan yang

didirikan khusus untuk pembinaan kepentingan narapidana, dan pembinaan

lanjutan setelah bebas penuh dengan memberikan kesempatan pekerjaan yang

layak untuk harapan hidup baru bagi mereka.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
24

Bantuan masyarakat yang paling utama adalah sikap positif untuk

menerima kembali mereka yang lepas dari pembinaan itu menjadi anggota

warga masyarakat, dan memberikan saluran yang positif dalam menempuh

hidup baru setelah sekian lama terlepas dari pergaulan hidup bermasyarakat.

Tindak lanjut bantuan masyarakat akan lebih efektif apabila masyarakat turut

melakukan pembinaan lanjutan (after care), melalui suatu usaha perkumpulan

sosial yang berfungsi memberikan bantuan terhadap mereka yang telah bebas

setelah habis masa pidananya, manakala mereka masih mengalamai kesulitan.

F. Pembinaan dan Bimbingan dalam Pemasarakatan.

Bahwa sistem pemasyarakatan Indonesia mengandung arti pembinaan

narapidana yang berintegrasi dengan masyarakat dan menuju kepada

integritas kehidupan dan penghidupan, maka pemasyarakatan merupakan

proses bergerak dengan menstimulir timbul dan berkembangnya self

propelling adjustment diantara elemen integritas, sehingga narapidana yang

bersangkutan menuju kearah perkembangan pribadi melalui asosiasinya

sendiri menyesuaikan integritas kehidupan. Upaya pembinaan atau bimbingan

yang menjadi inti dari kegiatan sistem pemasyarakatan, merupakan suatu

sarana perlakuan cara baru terhadap narapidana guna mendukung pola baru

dari pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara

mengeluarkan narapidana untuk kembali menjadi anggota masyarakat yang

baik. Pembinaan narapidana mempunyai arti membentuk seseorang yang

berstatus narapidana untuk dibentuk menjadi seseorang yang baik. Atas dasar

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
25

pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah

pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan

rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri orang lain. Upaya pembinaan

yang dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah

Tahanan Negara diharapkan mampu dalam mengembangkan rasa

tanggungjawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan

sejahtera dalam masyarakat. Namun dalam praktek pelaksanaannya,

pembagian tugas-tugas mereka belum secara professional dilaksanakan

dilapangan dengan pertimbangan tenaga dan fasilitas yang kurang (dalam arti

masih dijalankan secara bersama-sama), terutama tugas pembinaan dalam

proses asimilasi/ integrasi dimana sangat membutuhkan tenaga pengaman

yang terdidik, dan tugas bimbingan lanjutan (after care), yang hanya

mungkin berjalan dengan penyediaan dana yang relatif besar. Kesulitan

dalam menjalankan tugas pembinaan ialah membutuhkan tenaga ahli perlu

diusahakan dengan bantuan tenaga kerja sosial dari berbagai disiplin ilmu

(behavioral scientist), terutama adanya pemuka agama, petugas kesehatan,

pendidik, kedokteran jiwa, dan ahli-ahli lainnya yang berkaitan dengan situasi

konvergensi manusia dan pembinaan yang bersifat individual, (Bambang

Purnomo, 1985 : 186-188).

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
26

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian

sebagai berikut yaitu:

1. Metode Pendekatan.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu sebagai

pemaparan dan pengkajian hubungan aspek hukum dengan aspek non

hukum di dalam masyarakat, (Faisal, 1990 : 22).

2. Spesifikasi Penelitian.

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif, karena dalam penelitian yang demikian ini selain melukiskan

keadaan obyek atau masalahnya juga dengan keyakinan-keyakinan

tertentu, mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan

mengenai obyek masalahnya, (Soemitro, 1986).

3. Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Tahanan Negara Klas II B

Banyumas.

4. Sumber Data.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
27

Data primer yaitu data yang berasal dari pendapat langsung

para responden.

Dalam hal ini berupa informasi yang diperoleh secara langsung

melalui teknik wawancara dengan:

1. Fariyani (Ka Subsie Pelayanan Tahanan);

2. Marno (Staf Bagian Pendidikan dan Pembinaan);

3. Warga binaan wanita.

b. Data sekunder.

Data sekunder yaitu data tertulis yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan, buku-buku literature maupun dokumen-

dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang digunakan

adalah:

1. Undang-undang RI No. 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan

2. PP. No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan

Pembibingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

3. Keputusan Menteri RI No. M. 02-PK.04.10 Tahun 1990

Tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan.

Dokumen-dokumen yang digunakan yaitu dokumen yang

didapat dari pejabat Rumah Tahanan Negara Klas II B

Banyumas.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
28

5. Metode Pengumpulan Data.

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, maka digunakan

metode pengumpulan data yang saling mendukung yaitu :

a. Data primer : wawancara

ad.a. Metode wawancara dipakai untuk dapat memperoleh data

yang lebih luas dan mendalam daripada sekedar data hasil

kuesioner. Wawancara akan dilakukan dengan cara bebas

terpimpin dengan Ka.Sub.Sie Pelayanan Tahanan, Staf

Bagian Pendidikan dan Pembinaan, serta warga binaan wanita

Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas.

b. Data sekunder : studi kepustakaan

ad.b. Studi kepustakaan dilakukan terhadap data sekunder yang

diperoleh dengan mempelajari Peraturan Perundang-

undangan, literatur, hasil penelitian serta dokumen-dokumen

resmi yang berkaitan dengan obyek penelitian.

6. Metode Pengambilan Sampel.

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

purposive. Menurut Arikunto ( 1998 : 127) purposive (sample bertujuan

adalah teknik pengambilan informan yang dilakukan dengan cara

mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random atau daerah, tetapi

berdasarkan atas adanya tujuan tertentu). Informan dalam penelitian ini

terdiri dari :

1. Fariyani (Ka Subsie Pelayanan Tahanan)

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
29

2. Marno (Staf Bagian Pendidikan dan Pembinaan)

3. Warga binaan wanita

7. Metode Analisis Data.

Sesuai dengan metode penelitian yang bersifat kualitatif, maka data

akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
30

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas .

Rumah Tahanan Negara (Rutan) Banyumas merupakan Rumah

Tahanan Negara Klas II B, dibangun pada masa kolonial Belanda yaitu pada

tahun 1872 dengan luas tanah 11.000 m2 dan dengan luas bangunan 208 m2,

yang mempunyai kapasitas hunian sebanyak 208 orang. Rumah Tahanan

Negara Klas II B Banyumas dipagari dengan tembok setinggi empat meter,

bangunan ini dari zaman kolonial Belanda sampai sekarang digunakan

sebagai tempat menampung orang-orang hukuman, hanya saja sempat

berganti nama, berasal dari Penjara yaitu tahun 1872, kemudian berganti

menjadi Lembaga Pemasyarakatan pada tahun 1964, berganti lagi menjadi

Bina Tuna Warga (BTW) dan berganti lagi menjadi Lembaga

Pemasyarakatan kembali, serta diganti lagi menjadi Rumah Tahanan Negara

Banyumas dan sampai sekarang sudah menjadi hak milik Departemen

Kehakiman RI. Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas berlokasi di

Jalan Raya Alun-alun No. 245 Desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas

Kabupaten Banyumas (penelitian pada tanggal 2 Februari 2009).

Adapun mengenai batas-batas Rumah Tahanan Negara Klas II B

Banyumas adalah :

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
31

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kedunguter,

Banyumas;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Raya Brigjen

Katamso dan perumahan/ ruko (rumah dan toko-toko)

penduduk Desa Sudagaran;

c. Sebelah Utara berbatasan dengan SMP Negeri 1 Banyumas

dan perumahan penduduk;

d. Sebelah Barat atau yang berhadapan dengan Rumah Tahanan

Negara Banyumas adalah lapangan/ alun-alun kota Banyumas

yang menghubungkan dengan Masjid Agung Nur Sulaiman

Banyumas (Dokumentasi Rutan Banyumas, 2 Februari 2009).

Mengenai sarana fisik berupa bangunan Rutan Banyumas ini, sejak

pertama dibangun yakni pada tahun 1872 hingga sekarang ini tahun 2009

terdapat banyak perubahan yaitu mengenai tata letak bangunan maupun

denahnya. Bangunan baru yang ada dalam lingkungan tembok Rutan adalah

lantai yang dulu hanya terbuat dari tegel sekarang sudah dipasang keramik.

Di bagian dalam, Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas

terdapat bangunan atau ruangan untuk tempat-tempat pembinaan narapidana

yakni ruang kebaktian, masjid, ruang penjahitan (4 Unit), ruang aula, ruang

kesenian, ruang kerja, dapur dan ruang kamar tahanan dan narapidana.

Masing-masing kamar baik kamar tahanan maupun kamar narapidana

berkapasitas 4 orang penghuni dan terdapat pula sarana olah raga meliputi

tenis meja, lapangan tenis yang berada didalam lingkungan Rutan, namun

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
32

terdapat pula lapangan volly yang bisa digunakan baik oleh warga binaan

maupun petugas Rutan yang berada di luar bangunan Rutan Banyumas

(berada persis di depan bangunan Rutan Banyumas).

Ruang kamar narapidana dan kamar tahanan berukuran kurang lebih 3

meter x 2,5 meter. Fasilitas yang ada meliputi tempat tidur dan sarana mandi

cuci kakus (MCK). Tempat tidur yang ada berupa pasangan batu bata atau

semacam lantai yang ditinggikan sekitar 75 cm dengan lebar 2,5 meter,

Tempat tidur semacam ini merupakan tempat tidur standar bagi narapidana

pada penjara yang dibuat pada jaman Belanda, namun sekarang narapidana

dapat membawa kasur sendiri-sendiri maupun karpet untuk alas tidur mereka.

Mengenai struktur organisasi Rutan Banyumas, dipimpin oleh seorang

Kepala Rumah Tahanan yang mempunyai tugas melaksanakan perawatan

terhadap tahanan dan narapidana sesuai dengan Peraturan dan Undang-

undang yang berlaku. Kepala Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas

dalam menjalankan tugas Pembinaan Warga Binaan dibantu oleh :

1. Kepala Sub.Seksi (Ka.Subsie) Pelayanan Tahanan Narapidana.

Kepala Subsie Pelayanan Tahanan bertanggung jawab kepada

Kepala Rutan dan dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh :

a. Bagian Pendaftaran dan Registrasi Narapidana; bagian ini

bertanggung jawab kepada Ka.Subsie Pelayanan Tahanan,

tugas bagian pendaftaran register adalah mencatat dalam

buku register beserta rangkaian administrasinya, mencatat

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
33

barang milik, uang, harta berharga, dalam buku yang telah

tersedia. Serta membuat sidik jari.

b. Bagian Pendidikan; bagian ini bertanggung jawab kepada

Ka.Subsie Pelayanan Tahanan, tugasnya adalah mengurusi

masalah pendidikan narapidana seperti, pendidikan agama,

pendidikan olah raga dan pendidikan ketrampilan.

c. Sub.Seksi Bimbingan Sosial; bagian ini bertanggung jawab

kepada Kepala Sub.Seksi Pelayanan Tahanan, tugasnya

memberikan atau mengkoordinir jalannya bimbingan sosial.

d. Sub.Seksi Bimbingan Kerja; yang juga bertanggungjawab

kepada Ka.Subsie Pelayanan Tahanan, bertugas mendidik

narapidana agar supaya bisa bekerja secara mandiri dan

bermanfaat setelah kembali di masyarakat, sambil

memanfaatkan tenaga narapidana selama dalam tahanan.

2. Kepala Sub.Seksi (Ka.Sub.Sie) Keamanan/ Kesatuan Pengamanan

Rutan.

Kepala Pengamanan Rutan bertanggung jawab langsung kepada

Kepala Rutan dan bertugas mengurusi keadaan atau situasi

menertibkan keamanan yang ada di dalam maupun di luar Rutan.

Apabila narapidana bekerja di luar Rutan, maka yang mengawasi

adalah petugas keamanan cadangan, sedangkan yang bekerja di

Rumah Tahanan Negara Banyumas diawasi oleh beberapa regu

penjagaan yang dipimpin oleh Komandan Regu. Pembagian

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
34

masing-masing regu dalam menjalankan tugasnya adalah sebagai

berikut :

1) Dinas pagi hari, mulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 13.00

WIB;

2) Dinas siang hari, mulai pukul 13.00 WIB sampai pukul

18.00 WIB;

3) Dinas malam hari, mulai pukul 18.00 WIB sampai pukul

05.00 WIB.

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI RUMAH TAHANAN NEGARA


KLAS II B BANYUMAS

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
35

Tabel 1. Daftar Urut Kepangkatan (DUK) Pegawai PNS Pusat pada Rumah
Tahanan Negara Klas II B Banyumas sampai dengan Bulan Agustus
Tahun 2009.

Status
Pangkat/ Golongan Jumlah Keterangan
PNS Calon PNS
IV/a - - - -

III/d 1 - 1 -

III/c 1 - 1 -

III/b 20 - 20 -

III/a 12 - 12 -

II/d 22 - 22 -

II/c 5 - 5 -

II/b 4 - 4 -

II/a - - - -

Jumlah 65 65

Sumber : Bagian Tata Usaha Rutan Banyumas (data per tanggal 22 Agustus
2009).

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Pegawai pada Rumah Tahanan Negara Klas II B


Banyumas sampai dengan Bulan Agustus Tahun 2009.

Tingkat Pendidikan Jumlah

SD -

SLTP dan yang sederajat 3

SLTA dan yang sederajat 54

Sarjana Muda 5

Sarjana 3

Jumlah 65

Sumber : Bagian Tata Usaha Rutan Banyumas (data per tanggal 22 Agustus
2009).

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
36

Sedangkan sarana dan prasarana yang tersedia untuk pembinaan warga

binaan di Rumah Tahanan Negara Klas II B Banyumas, antara lain :

a. Tempat ibadah terdiri dari satu buah mushola dan satu buah ruang

kebhaktian.

b. Ruang kesenian yang didalamnya terdapat seperangkat alat musik

kulintang dan alat musik gitar.

c. Aula, digunakan untuk tempat diadakannya pendidikan belajar Paket

A dan B, penyuluhan hukum, penyuluhan kesehatan dan bimbingan

narapidana.

d. Bengkel kerja yang digunakan untuk mengerjakan kerajinan dari

serabut, sapu dan juga kegiatan menjahit.

e. Ruang gudang sebagai tempat menyimpan barang-barang hasil dari

pekerjaan narapidana dan tempat peralatan/ perlengkapan pembinaan

narapidana.

f. Sarana ketrampilan meliputi : peralatan cukur, mesin serabut dan

mesin jahit.

2. Hasil Wawancara dengan Fariyani ( Ka.Subsie Pelayanan


Tahanan)

Pembinaan narapidana yang dilakukan di Rutan Banyumas sebagai tata

perlakuan terhadap narapidana wanita, yang merupakan satu kesatuan proses

yang terpadu meliputi beberapa rangkaian yaitu :

1. Prosedur Penerimaan Narapidana

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
37

1.1. Penerimaan narapidana yang baru masuk Rutan harus disertai surat-

surat yang sah;

1.2. Penerimaan narapidana yang pertama kali masuk dilakukan oleh

petugas pintu gerbang yang ditunjuk komandan jaga.

1.3. Regu jaga yang menerima narapidana segera meneliti apakah surat-

surat yang melengkapinya sah atau tidak dan mencocokkan

narapidana yang tercantum dalam surat tersebut.

1.4. Regu jaga mengantarkan narapidana beserta pengawal ke komandan

jaga.

1.5. Komandan jaga mengadakan penelitian dan pemeriksaan ulang

terhadap surat-surat, barang-barang bawaan untuk dicocokkan

dengan narapidana yang bersangkutan.

1.6. Diadakan penggeledehan.

1.7. Jika dalam penggeledahan ditemukan barang-barang terlarang, maka

barang tersebut harus diamankan dan diselesaikan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

1.8. Komandan jaga memerintahkan untuk mengantarkan narapidana

beserta pengawalnya dan surat-surat, barang-barang bawaan kepada

petugas pendaftaran,

1.9. Tanggung jawab tentang sah atau tidak sahnya penerimaan

narapidana, sepenuhnya berada di tangan Kepala Rumah Tahanan

Negara.

2. Prosedur pendaftaran Narapidana.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
38

2.1. Petugas pendaftaran meneliti kembali sah tidaknya surat keputusan/

surat penetapan/ surat perintah dan mencocokkan narapidana yang

bersangkutan;

2.2. Mencatat identitas narapidana dalam buku daftar Register B;

2.3. Meneliti kembali barang-barang yang dibawa narapidana dan

mencatat dalam buku pengiriman (Register);

2.4. Mengambil sidik jari (tiga jari kiri) narapidana pada surat keputusan

dan sepuluh jari kiri pada kartu daktiloskopi sesuai dengan ketentuan

yang berlaku;

2.5. Mengambil foto narapidana;

2.6. Memerintahkan untuk memeriksakan narapidana pada Dokter Rutan;

2.7. Setelah memeriksa kesehatan, petugas pendaftaran membuat berita

acara narapidana yang ditandatangani bersama petugas pendaftaran

atas nama Ka.Rutan dan mempersilahkan pengawal untuk

meninggalkan Rutan.

2.8. Sebelum narapidana wanita dipersilahkan pengawal untuk

ditempatkan, wajib menjalani cek kehamilan untuk memperoleh

surat keterangan dari dokter yang memeriksa tentang status

kehamilannya.

3. Prosedur Penempatan narapidana

3.1. Narapidana yang baru masuk di tempatkan di blok penerimaan dan

pengenalan lingkungan dan wajib mengikuti kegiatan pengenalan

lingkungan;

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
39

3.2. Narapidana yang mempunyai penyakit menular dan berbahaya

ditempatkan terpisah dan dibuatkan catatan tentang penyakitnya.

Demikian pula yang berpenyakit lain dicatat dalam buku khusus

yang semuanya bertujuan agar mereka dapat memperoleh perawatan

yang cepat (Register G);

3.3. Setiap narapidana wajib diteliti latar belakang kehidupannya;

3.4. Wajib memperhatikan penggolongan narapidana berdasarkan : jenis

kelamin, umur, residivis, kewarganegaraan, jenis kejahatan, lama

pidana;

3.5. Untuk mengetahui data penghuni blok di luar pintu kamar, ditempel

papan yang berisi nama, nomor daftar lama pidana, tanggal lepas dan

lain-lain yang dianggap perlu;

3.6. Pengenalan lingkungan dilakukan oleh kepala blok pengenalan

lingkungan yang akan memberikan penjelasan tentang hak dan

kewajiban narapidana, pengenalan terhadap peraturan dan ketentuan

yang berlaku serta pengenalan dengan walinya;

3.7. Pengamatan dan penelitian oleh petugas bimbingan pemasyarakatan

narapidana dan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang mencatat

awal tentang semua latar belakang narapidana;

3.8. Pengenalan singkat dengan Kepala Rutan;

3.9. Masa pengamatan penelitian dan pengenalan lingkungan selama-

lamanya satu bulan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
40

Kemudian terhadap narapidana wanita setelah melalui penerimaan,

pendaftaran dan penempatan narapidana selanjutnya diadakan pembinaan ke

arah pemasyarakatan dengan memberikan penjelasan mengenai hak dan

kewajibannya. Selama pembinaan ini, diadakan penelitian guna mengetahui

dapat tidaknya diberikan hak-hak narapidana. Pelaksanaan pembinaan

narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara Banyumas dibagi menjadi tiga

tahap :

1. Tahap Admisi (Orientasi).

Tahap ini dimulai sejak tahap pengamatan, penelitian dan

pengenalan lingkungan, sejak diterimanya sampai sekurang-

kurangnya 1/3 dari masa pidana dengan pengamanan maximum

security. Narapidana yang baru masuk di daftar dibagian

registrasi dengan disertai pemberitahuan tentang hak dan

kewajibannya selama menjalani masa pidana penjara kurang

lebih satu bulan kemudian yang bersangkutan ditempatkan di

ruang admisi-orientasi dimana disini dilakukan masa pengenalan

lingkungan kurang lebih satu minggu di kamar masa pengenalan

lingkungan.

Untuk menentukan program selanjutnya akan ditentukan oleh

hasil sidang dari Tim Pengamat Pemasyarakatan. Hal ini

diperlukan guna menentukan apakah narapidana tersebut berhak

atau dapat dilanjutkan untuk mengikuti program selanjutnya.

Apabila dari hasil sidang tersebut didapati ada narapidana yang

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
41

belum pantas untuk mengikuti program selanjutnya, maka

narapidana akan dikembalikan pada posisi pembinaan pertama.

2. Tahap kedua dari pembinaan adalah tahap Lanjutan atau

Asimilasi, setelah narapidana yang bersangkutan menjalani 1/3

sampai sekurang-kurangnya 1/2 dari masa pidana yang

sebenarnya dapat diberikan program pembinaan lanjutan.

a. Pembinaan keagamaan.

Pembinaan keagamaan yang dilakukan di Rutan Banyumas

antara lain penyuluhan atau pengajian agama, cara membaca

Al Qur’an bagi yang beragama Islam. Kegiatan ini dilakukan

oleh petugas pembinaan Rutan yang bekerjasama dengan

Departemen Agama Kabupaten Banyumas. Pelaksanaan

pembinaan ini dilakukan dua kali dalam satu minggu yaitu

hari Jumat dan Sabtu Sedangkan mengenai pembinaan

narapidana wanita yang beragama Kristen dilakukan dua kali

dalam satu minggu yaitu hari Senin dan Rabu di ruang

kebaktian.

b. Pembinaan kemampuan intelektual.

Usaha ini dilakukan antara lain dengan cara Kejar Paket A

dan narapidana diberi hak untuk memperoleh informasi

seperti membaca koran atau buku-buku di ruang

perpustakaan, mendengarkan radio dan menonton televisi.

c. Pembinaan kesadaran hukum.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
42

Untuk pembinaan kesadaran hukum, narapidana diberikan

penyuluhan dari petugas Rutan, baik sendiri-sendiri maupun

berkelompok.

3. Tahap yang ketiga yaitu tahap integrasi, yang berarti narapidana

dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat

luar, tetapi tetap dilaksanakan di dalam lingkungan Rutan. Tahap

Integrasi ini juga diberikan kepada narapidana yang sudah

menjalani masa pidananya lebih dari ½ (setengah), misalnya

narapidana dapat melakukan kunjungan masyarakat luar ke

lembaga dengan melalui kegiatan olah raga, ceramah-ceramah,

maupun berbagai bentuk kegiatan yang dapat membiasakan diri

dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari hasil wawancara dengan Ka.Subsie Pelayanan Tahanan pada

tanggal 22 Agustus 2009, diketahui bahwa dalam Rumah Tahanan Negara

Banyumas terdapat warga binaan wanita, hal ini dikarenakan adanya suatu

pertimbangan sebagai berikut :

1. Daerah Kabupaten Banyumas belum terdapat Lembaga Pemasyarakatan

Khusus Wanita.

2. Narapidana wanita yang divonis pidana kurungan kurang dari 1 (satu)

tahun.

3. Adanya pertimbangan seorang warga binaan lebih dekat dengan

keluarga lebih baik.

4. Faktor sumber daya manusia dari narapidana wanita itu sendiri.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
43

3. Hasil Wawancara dengan Marno (Staf Bagian Pendidikan)

Mengenai pembinaan warga binaan wanita di bidang kemandirian

dapat diperoleh keterangan sebagai berikut :

1. Kerajinan tangan.

Hasil kerajinan tangan ini dapat berupa kristik yang dapat dijadikan

hiasan dinding, dan membuat bulu mata yang nantinya dapat dijual

kepada salah satu perusahaan bulu mata di Kabupaten Purbalingga

dan hasilnya guna untuk memenuhi kebutuhan dari narapidana

wanita itu sendiri.

2. Menjahit.

Kegiatan ini dikerjakan oleh para narapidana wanita saja, dan

kegiatan selain juga untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri

juga melayani pesanan dari petugas Rutan Banyumas.

3. Kesenian.

Kegiatan ini untuk mendorong narapidana guna mengembangkan

bakatnya di bidang seni, khususnya mengenai seni musik kulintang

dan karawitan.

4. Bidang Olah Raga.

Untuk kegiatan oleh raga ini disesuaikan dengan kondisi atau

sarana olah raga yang dimiliki oleh Rutan Banyumas, antara lain

tenis meja, tenis lapangan, dan senam aerobic yang dilakukan

setiap hari Jum’at. Sedangkan untuk Senam Kesegaran Jasmani

(SKJ) dilaksanakan pada setiap hari Kamis oleh penghuni

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
44

narapidana wanita kecuali mereka yang sedang sakit dan tugas

piket di dapur.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Marno diperoleh gambaran

tentang kondisi umum narapidana wanita penghuni Rutan Banyumas, maka

berikut ini akan disajikan data dalam bentuk tabel mengenai jumlah

narapidana wanita yang ada di Rutan Banyumas.

Tabel 3. Jumlah Narapidana Wanita di Rutan Banyumas keadaan Bulan


Maret 2009.
Pendidikan Masa
Nama Umur Jenis Kejahatan
terakhir Pidana
24 1 tahun
Eka Sriyanti SMU Pasal 378 KUHP
tahun 2 bulan
30 8 bulan
Ade Lilis SMU Pasal 374 KUHP
tahun
32 6 bulan
Suciyati SMP Pasal 362 KUHP
tahun
28 1 tahun
Yuli Ekawati SMU Pasal 378 KUHP
tahun 3 bulan
35 8 bulan
Supartini SMU Pasal 362 KUHP
tahun
36 1 tahun
Lindiawati Wijaya SMU Pasal 362 KUHP
tahun
40 1 tahun
Eni Setyaningsih SMU 4 bulan Pasal 378 KUHP
tahun
45 11 bulan
Suharni SMU Pasal 378 KUHP
tahun
Sumber : Bagian Pendidikan Rutan Banyumas (per tanggal 22 Agustus
2009).

4. Hasil Wawancara dengan Warga Binaan Wanita

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari warga binaan wanita yang

berhasil diwawancarai, khususnya dalam tahap admisi orientasi dilakukan

pembinaan kepribadian yang meliputi :

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
45

1. Penjelasan mengenai hak dan kewajiban narapidana, nasehat dan

tata tertib selama di Rutan yang harus ditaati beserta sanksi-

sanksinya.

2. Penyuluhan secara individu tentang budi pekerti dan moral;

3. Penyuluhan keagamaan;

4. Penyuluhan Kesehatan.

Pelaksanaan program kepribadian dan kemandirian juga sudah

dilakukan dimulai dari proses penerimaan, pendaftaran sampai penempatan

narapidana yang dilanjutkan dengan pemberitahuan tentang hak dan

kewajiban narapidana serta penilaian program pembinaan tahap awal. Dari

hasil penelitian diketahui bahwa dari 8 (delapan) narapidana wanita yang

diwawancarai mengatakan sudah diberi program tahap awal ini.

Berikut ini adalah tabel jadual kegiatan warga binaan wanita di Rutan

Banyumas, hasil wawancara dengan warga binaan wanita pada tanggal 25

Agustus 2009

Tabel 4. Jadual kegiatan warga binaan wanita setiap hari.

No Waktu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

07.00- Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Mendapatkan
1 kegiatan Senam kegiatan Pengajian di Kerja bhakti
kegiatan tetapi pengarahan
08.00 tetapi diluar pagi tetapi diluar aula
diluar kamar dari KPR
kamar kamar
08.00-
2 Makan pagi Makan
Makan pagi Makan pagi Makan pagi Makan pagi Makan pagi
09.00 pagi

09.00- Kebaktian
3 Membuat bulu Membuat Membuat Membuat Senam Membuat bagi yang
10.00 mata bulu mata bulu mata bulu mata aerobic bulu mata beragama
non muslim
4 10.00- Membuat bulu Membuat Membuat Membuat Membuat Membuat Kebaktian
mata bulu mata bulu mata bulu mata bulu mata bulu mata bagi yang

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
46

11.00 beragama
non muslim
11.00- Istirahat dan
5 Membuat bulu Membuat Membuat Membuat Membuat menerima Menerima
12.00 mata bulu mata bulu mata bulu mata bulu mata jatah makan jatah makan
siang
Istirahat
12.00- Istirahat dan Istirahat dan Istirahat dan dan Istirahat dan
6 menerima menerima menerima menerima menerima Membuat Tidak ada
13.00 jatah makan jatah makan jatah makan jatah jatah makan bulu mata kegiatan
siang siang siang makan siang
siang
13.00-
7 Membuat bulu Membuat Membuat Membuat Membuat Membuat Tidak ada
14.00 mata bulu mata bulu mata bulu mata bulu mata bulu mata kegiatan

14.00-
8 Istirahat dan Istirahat dan Istirahat dan Istirahat Istirahat dan Istirahat dan mandi
15.00 mandi mandi mandi dan mandi mandi mandi

15.00-
Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore
16.00
9

16.00-
10
Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore Apel sore
17.00

B. Pembahasan

Fungsi dan tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap warga binaan

pemasyarakatan (narapidana, anak negara, klien pemasyarakatan dan tahanan)

dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar mereka setelah selesai

menjalani pidana, pembinaan dan bimbingan dapat menjadi warga

masyarakat yang baik. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat wajib

menghayati serta mengamalkan tugas-tugas pembinaan pemasyarakatan

dengan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan kegiatan pembinaan

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
47

pemasyarakatan yang berdaya guna, tepat guna dan berhasil guna, petugas

harus memiliki kemampuan profesional dan integritas moral. Pembinaan

terhadap warga binaan pemasyarakatan disesuaikan dengan asas-asas yang

terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Standart

Minimum Rules (SMR) yang tercermin dalam 10 Prinsip Pemasyarakatan.

Adapun pola pembinaan menurut Keputusan Menteri RI Nomor M.

02-PK.04.10 Tahun 1990 :

1. Penerimaan, Pendaftaran dan Penempatan Warga Binaan

Pemasyarakatan

a. Penerimaan, Pendaftaran dan Penempatan Tahanan.

a.1. Penerimaan.

1. Penerimaan tahanan baru di Rumah Tahanan Negara

(Rutan) harus didasarkan pada surat-surat yang sah.

2. Penerimaan tahanan baru di Rutan dilakukan oleh anggota

regu jaga yang sedang bertugas di pintu gerbang.

3. Sebelum anggota regu jaga yang bertugas menerima

tahanan, lebih dahulu harus meneliti surat-surat yang

melengkapinya dan mencocokkan dengan nama dan jumlah

yang tercantum dalam surat tersebut.

4. Selanjutnya anggota regu jaga tersebut mengantar tahanan

beserta surat-surat dan barang-barang bawaannya kepada

kepala regu jaga.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
48

5. Kepala regu jaga mengadakan penelitian dan pemeriksaan

ulang atas surat-surat dan barang bawaannya untuk

dicocokkan dengan tahanan yang bersangkutan.

6. Dalam melakukan penelitian dan pemeriksaan, kepala regu

jaga dapat melakukan penggeledahan dengan

mengindahkan norma-norma kesopanan dan penggeledahan

terhadap tahanan wanita harus dilakukan oleh petugas

wanita.

7 Jika dalam penggeledahan ditemukan barang terlarang/

berbahaya, maka barang tersebut wajib diamankan dan

diselesaikan sesuai ketentuan yang berlaku.

8 Apabila penggeledahan selesai, kepala regu jaga

memerintahkan petugas untuk mengantar tahanan baru

beserta surat-surat dan barang-barang kepada petugas

pendaftar.

a.2. Pendaftaran.

1. Petugas pendaftaran meneliti kembali sah tidaknya surat

perintah/ penetapan penahanan dan mencocokkannya

dengan tahanan yang bersangkutan.

2. Mencatat hal-hal penting seperti tanggal dan nomor surat

perintah/ penetapan penahanan dalam Buku Register A

menurut golongan tahanan tersebut.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
49

3. Meneliti kembali barang-barang yang dibawa tahanan dan

mencatat dalam Buku Penitipan Barang-barang (Register

D) dan setelah itu barang-barang diberi label yang di

atasnya ditulis antara lain nama pemiliknya dan sebagainya.

4. Barang-barang perhiasan (berharga) yang mahal dicatat

dalam Buku Register D dan kemudian barang-barang

tersebut maupun uang disimpan di dalam lemari besi

(brandkast).

5. Mencatat identitas tahanan, mengambil sidik jari tahanan

yang dicap pada surat perintah/ penetapan penahanan dan

kartu daktiloskopi serta mengambil foto tahanan.

6. Pemeriksaan kesehatan tahanan kepada dokter atau petugas

medis Rutan.

7. Setelah pemeriksaan kesehatan, petugas pendaftaran

membuat Berita Acara Penerimaan tahanan yang

ditandatangani bersama oleh Kepala Unit Pendaftaran atas

nama Kepala Rutan dan pengawalnya, kemudian

mempersilahkan pengawal tersebut meninggalkan Rutan.

8. Kepada tahanan baru kemudian diberikan barang

perlengkapan Rutan.

a.3. Penempatan.

1. Tahanan baru ditempatkan di blok pengenalan lingkungan

dan wajib mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
50

2. Tahanan yang berpenyakit menular harus di-karantina-kan

dan dibuatkan catatan tentang penyakitnya, demikian juga

terhadap tahanan yang berpenyakit lain, dicatat dalam buku

khusus untuk keperluan tersebut (Register G).

3. Setiap tahanan perlu diwawancarai untuk kepentingan

perawatannya di Rumah Tahanan Negara.

4. Dalam penempatan tahanan wajib memperhatikan

penggolongan mereka, berdasarkan :

a) Jenis kelamin.

b) Umur.

c) Tingkat pemeriksaan.

d) Jenis perkara.

e) Kewarganegaraan.

5. Untuk mengetahui data penghuni blok, pada bagian luar

pintu sebelah kiri atau kanan setiap kamar ditempel papan

untuk mencantumkan daftar yang berisi nama, nomor,

daftar, umur, tingkat pemeriksaan, tanggal habis masa

penahanan (expirasi tahanan) dan lain-lain yang dianggap

perlu.

6. Pengenalan lingkungan dilakukan oleh kepala blok yang

akan memberikan atau mengadakan :

a) Penjelasan tentang hak-hak tahanan serta kewajiban

narapidana.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
51

b) Pengenalan terhadap peraturan dan ketentuan yang

berlaku.

7. Masa pengenalan lingkungan paling lama 7 hari kerja.

2. Bentuk Pembinaan

a. Pelayanan Tahanan.

a.1. Bantuan Hukum.

1. Setiap tahanan berhak memperoleh bantuan hukum dari

penasehat hukum.

2. Kepada tahanan diberikan penyuluhan hukum dan untuk

keperluan ini Kepala Rutan dapat mengadakan kerjasama

dengan instansi penegak hukum dan pemerintah setempat.

3. Dalam upaya untuk memberikan kesempatan mendapatkan

bantuan hukum perlu disediakan:

a) Alat tulis menulis.

b) Tempat untuk pertemuan dengan penasehat hukum

yang dapat dilihat/ diawasi tetapi tidak dapat didengar

oleh orang lain/ petugas.

4. Kunjungan atau pertemuan dengan penasehat hukum hanya

dapat dilaksanakan pada hari kerja dan jam kerja, atau hari

jadual kunjungan.

5. Kunjungan atau pertemuan dengan penasehat hukum

dicatat dalam buku Khusus Kunjungan Bantuan Hukum.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
52

a.2. Penyuluhan Rohani.

1. Kegiatan penyuluhan Rohani meliputi :

a) Ceramah, penyuluhan dan pendidikan agama.

b) Ceramah, penyuluhan dan pendidikan umum.

2. Untuk keperluan ceramah, penyuluhan dan pendidikan

sebagaimana dimaksud angka 1 pada butir a dan b, Kepala

Rutan dapat mengadakan kerjasama dengan instansi-

instansi pemerintah setempat berdasarkan ketentuan yang

berlaku.

3. Pokok-pokok materi ceramah, penyuluhan atau pendidikan

yang akan disampaikan kepada tahanan, harus terlebih

dahulu diketahui Kepala Rutan dan kegiatannya tidak boleh

menyinggung perasaan atau menimbulkan keresahan para

tahanan.

4. Setiap kegiatan baik berupa ceramah, penyuluhan atau

pendidikan perlu diawasi agar tidak dipergunakan untuk

tujuan-tujuan yang dapat mengganggu keamanan dan

ketertiban Rutan maupun negara.

5. Untuk (maksud) memberikan ceramah, penyuluhan dan

pendidikan disediakan ruangan dan sarana yang diperlukan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
53

a.3. Penyuluhan jasmani.

1. Untuk menjaga kondisi kesehatan jasmani, kepada tahanan

diberikan kegiatan olah raga, kesenian dan rekreasi di

dalam Rutan sesuai dengan fasilitas yang tersedia.

2. Dalam upaya memenuhi fasilitas yang dibutuhkan untuk

kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, tahanan

diperkenankan membawa sendiri peralatan yang

diperlukan, sepanjang tidak merugikan atau mengganggu

keamanan dan ketertiban Rutan.

3. Senam pagi tahanan dipimpin oleh petugas Rutan dan

dilaksanakan sekurang-kurangnya dua kali seminggu.

4. Penyelenggaraan kegiatan olahraga, berupa bola volly,

bulutangkis, tenis meja, sepak bola, catur dan lain-lain,

dilaksanakan di dalam Rutan dan dalam pengawasan

petugas.

5. Kegiatan rekreasi bagi tahanan di dalam Rutan meliputi :

a) Penyelenggaraan kesenian yang dilakukan oleh tahanan

dan atau team yang didatangkan dari luar, terutama

pada saat-saat menjelang atau pada hari-hari besar

nasional.

b) Penyelenggaraan pertunjukan berupa pemutaran film,

video atau televisi dan lain-lain.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
54

6. Memberikan kesempatan pada tahanan untuk melakukan

kegiatan sosial/ bakti sosial yang bersifat sukarela misalnya

donor darah.

a.4. Bimbingan Bakat.

1. Untuk mengetahui bakat masing-masing tahanan, maka

perlu diadakan penelitian kepada mereka yang baru masuk

Rutan terutama pada saat mengikuti masa pengenalan

lingkungan.

2. Bimbingan bakat terhadap tahanan dilakukan melalui

penyaluran dan pengembangan atas kecakapan alami yang

dimiliki tahanan, misalnya melukis, menjahit dan lain-lain.

a.5. Bimbingan Ketrampilan.

1. Untuk mengetahui minat masing-masing tahanan dalam

mengikuti bimbingan ketrampilan, dilakukan dengan

mengadakan penelitian pada setiap tahanan yang baru

masuk Rutan.

2. Bimbingan ketrampilan sedapat mungkin diarahkan kepada

jenis-jenis ketrampilan yang bermanfaat di masyarakat dan

yang dapat dikembangkan lebih lanjut di Rutan, seperti

keperluan industri kecil misalnya saja pertukangan,

pertanian. perkebunan dan sebagainya.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
55

a.6. Perpustakaan.

1. Untuk mengisi waktu luang dan guna menyalurkan minat

baca, maka disediakan perpustakaan.

2. Perpustakaan yang disediakan oleh Rutan, meliputi buku

Agama, pengetahuan umum, kejuruan dan lain-lain yang

dipandang tidak mengganggu keamanan dan ketertiban

Rutan serta bermanfaat bagi tahanan.

3. Buku-buku bacaan yang ada di perpustakaan dapat

dipinjam oleh tahanan yang waktu dan tempatnya diatur

oleh Kepala Rutan.

a.7.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan

Bimbingan Kegiatan.

1. Bimbingan kegiatan tahanan meliputi:

a) Bimbingan bakat.

b) Bimbingan ketrampilan.

2. Bimbingan kegiatan hanya dapat diikuti oleh tahanan secara

sukarela.

3. Pada setiap awal bulan, program kegiatan bimbingan bakat

dan ketrampilan tahanan, dikirimkan kepada instansi yang

menahan untuk diketahui. Apabila dipandang perlu, pihak

yang menahan dapat mengajukan keberatan atas

keikutsertaan salah seorang atau beberapa orang tahanan

yang berada dalam wewenangnya.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
56

4. Kegiatan yang diberikan kepada tahanan harus bersifat

jangka pendek.

5. Untuk keperluan bimbingan kegiatan di samping yang telah

disediakan Rutan, tahanan dapat membawa sendiri

peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan, sepanjang

tidak mengganggu keamanan dan ketertiban serta tidak ada

ikatan yang merugikan Rutan.

6. Setiap tahanan yang mengikuti bimbingan kegiatan dalam

bentuk pekerjaan yang produktif (berproduksi), diberi upah

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Tahanan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan lebih dari

tujuh jam setiap hari.

8. Bimbingan kegiatan bagi tahanan dilaksanakan di dalam

Rutan.

9. Semua hasil karya tahanan baik yang berasal dari kegiatan

bimbingan bakat maupun ketrampilan dicatat dalam buku

hasil karya tahanan.

10. Semua hasil karya tahanan disimpan dengan baik dan tertib

dalam gudang penyimpanan.

11. Hasil karya tahanan dapat dijual sesuai peraturan yang

berlaku.

b. Bimbingan Klien.

b.1. Tahap-tahap Bimbingan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
57

1.1 Tahap awal.

a) Penelitian Kemasyarakatan.

b) Menyusun rencana program bimbingan.

c) Pelaksanaan program bimbingan.

d) Penelitian pelaksanaan program tahap awal dan

penyusunan rencana bimbingan tahap lanjutan.

1.2 Tahap lanjutan.

a) Pelaksanaan program bimbingan.

b) Penilaian pelaksanaan program tahap lanjutan

penyusunan rencana bimbingan tahap akhir.

1.3 Tahap akhir.

a) Pelaksanaan program bimbingan.

b) Meneliti dan menilai keseluruhan hasil pelaksanaan

program bimbingan.

c) Mempersiapkan klien uhtuk menghadapi akhir masa

bimbingan dan mempertimbangkan akan

kemungkinan pelayanan bimbingan tambahan (after

care).

d) Mempersiapkan keterangan akhir masa bimbingan

klien.

e) Mengakhiri masa bimbingan klien.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
58

b.2. Pendekatan Bimbingan.

2.1 Pelaksanaan bimbingan klien dilandasi dengan salah satu

disiplin ilmu yang sesuai dengan tujuan bimbingan.

2.2 Pendekatan tersebut diperoleh dari berbagai disiplin ilmu

antara lain sebagai berikut :

Pemasyarakatan, hukum, pekerjaan sosial, pendidikan,

psikologi, psikiatri dan disiplin ilmu yang sesuai.

b.3. Wujud Bimbingan.

3.1 Wujud bimbingan yang diberikan kepada klien

didasarkan pada masalah dan kebutuhan klien pada saat

sekarang dan diselaraskan dengan kehidupan keluarga

dan lingkungan masyarakat di mana klien bertempat

tinggal.

3.2 Wujud bimbingan tersebut berupa pilihan yang sesuai

dengan kebutuhan.

3.3 Jenis bimbingan klien meliputi:

a. Pendidikan agama

b. Pendidikan budi pekerti

c. Bimbingan dan penyuluhan perorangan maupun

kelompok

d. Pendidikan formal

e. Kepramukaan

f. Pendidikan keterampilan kerja

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
59

g. Pendidikan kesejahteraan keluarga

h. Psikoterapi

i. Psikiatri terapi

j. Kepustakaan.

3. Perawatan Warga Binaan Kemasyarakatan

Perawatan warga binaan pemasyarakatan berfungsi untuk menjaga

agar mereka selalu dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani. Oleh karena

itu selalu diusahakan agar mereka tetap memperoleh kebutuhan-kebutuhan

dasar yang cukup (misainya makanan, air bersih untuk minum, mandi wudhu

dan sebagainya).

1. Perawatan Tahanan.

a. Perlengkapan.

1) Tahanan memakai pakaian sendiri dalam batas yang tidak

berlebihan dan tidak mengganggu keamanan serta

menunjukkan kepatutan dan kesopanan.

2) Bagi tahanan yang tidak mempunyai pakaian, diberikan

pakaian yang layak dari Rutan.

3) Setiap tahanan diberikan perlengkapan rnakanan, minum,

ibadah dan tidur yang layak.

b. Makanan.

1) Setiap tahanan berhak mendapat jatah makan dan minum

sesuai ketentuan yang berlaku.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
60

2) Jumlah kalori makanan diatur sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dan memenuhi syarat kesehatan.

3) Tahanan yang sakit, hamil, menyusui dan tahanan anak-anak

dapat diberikan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk

dokter.

4) Tahanan bangsa asing diberikan makanan yang sama seperti

tahanan biasa kecuali atas petunjuk dokter dapat diberikan

makanan jenis lain.

5) Untuk menyimpan makanan dan pemeliharaan peralatannya,

dilaksanakan oleh petugas perawatan dengan memperhatikan

syarat kebersihan dan kesehatan.

6) Pemasukan bahan makanan untuk penghuni Rutan harus

tertib dan aman sampai di dapur dan sebelum diterima secara

resmi, lebih dahulu dicocokkan jumlah, jenis dan mutunya.

7) Di dapur dan di ruang makan digantungkan daftar mingguan

tentang menu makanan yang mudah dibaca. Pemberian

makanan kepada tahanan dilakukan di tempat yang khusus

digunakan untuk ruang makan.

8) Tahanan dapat menerima kiriman makanan dan minuman

dari keluarganya, handai taulan dan pihak-pihak lain.

9) Pemasukan bahan makan baik jumlah, jenis maupun mutunya

harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dibuatkan

Berita Acara Penerimaan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
61

10) Harus menyediakan contoh makan pagi, siang dan sore,

sesuai menu, di Ruang KaRutan, untuk diteliti apakah sesuai

dengan daftar menu setiap hari sesuai jadwal.

11) Perlengkapan makanan dan minuman diberikan, tetapi

pemakaian perlengkapan makanan dan minuman yang dapat

membahayakan keamanan/ ketertiban dilarang.

12) Tahanan yang berpuasa diberikan makanan dan minuman

tambahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Kesehatan.

1) Setiap tahanan berhak memperoleh perawatan kesehatan yang

layak.

2) Perawatan kesehatan tahanan di Rutan dilakukan oleh dokter

Rutan, dalam hal tidak ada Dokter Rutan dapat dilakukan

oleh para medis.

3) Pemeriksaan kesehatan dilakukan sekurang-kurangnya satu

kali dalam satu bulan, kecuali ada keluhan, maka sewaktu-

waktu dapat diperiksa Dokter.

4) Atas nasehat Dokter Rutan dan seizin pihak yang menahan

tahanan yang sakit dan tidak bisa dirawat di Klinik Rutan,

dapat dikirim ke Rumah Sakit Umum atas izin instansi yang

menahan dengan pengawalan POLRI/ CPM.

5) Apabila ada tahanan yang meninggal dunia karena sakit

segera diberitahukan kepada instansi yang menahan dan

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
62

keluarga tahanan yang bersangkutan serta dimintakan surat

keterangan dari Dokter serta dibuatkan Berita Acara oleh Tim

yang ditunjuk oleh Karutan.

6) Apabila ada tahanan yang meninggal dunia karena sebab lain,

Kepala Rutan segera melapor kepada Kepolisian terdekat

guna penyidikan dan penyelesaian visum et repertum dari

Dokter yang berwenang, serta memberitahukan kepada

instansi yang menahan dan keluarganya.

7) Jenazah yang tidak diambil oleh keluarganya dalam waktu 2

x 24 jam sejak meninggal dunia, padahal telah diberitahukan

kepada keluarganya secara layak, maka penguburannya

dilakukan oleh Rutan atau Rumah Sakit.

8) Barang-barang milik tahanan yang meninggal dunia segera

diserahkan kepada keluarganya dan dibuatkan berita acara.

Setelah lewat 3 (tiga) bulan lamanya, apabila tidak ada

keluarganya yang mengambil maka barang-barang tersebut

menjadi milik negara.

9) Pengurusan jenazah dan pemakamannya diselenggarakan

secara layak menurut agamanya.

10) Sebelum dimakamkan, teraan jari (tiga jari kiri) jenazah harus

diambil untuk pembuktian dan kepastian bahwa jenazah

tersebut adalah tahanan yang dimaksud dalam surat-surat dan

dokumen yang sah.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
63

11) Setiap ada tahanan yang meninggal dunia segera dilaporkan

kepada Kakanwil Departemen Kehakiman dan tembusannya

dikirim kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dengan

disertai surat yang diperlukan.

2. Keamanan dan Tata Tertib di Lapas dan Rutan.

Keamanan dan tata tertib merupakan syarat mutlak untuk

terlaksananya program-program pembinaan. Oleh karena itu

suasana aman dan tertib di Lapas dan Rutan perlu diciptakan. Pada

dasarnya kegiatan keamanan dan tata tertib di Lapas dan Rutan

mempunyai pola yang sama, yaitu;

1. Tanggung jawab keamanan dan tata tertib.

a. Tanggung jawab keamanan dan ketertiban Lapas dan Rutan

berada di tangan Kepala Lapas dan Kepala Rutan.

b. Apabila Kepala Lapas/ Kepala Rutan tidak di tempat,

wewenang Kepala Lapas/ Rutan berada pada pejabat

struktural yang tertinggi pangkatnya atau pejabat lain yang

dituniuk oleh Kepala Lapas/ Rutan sebagai petugas yang

ditunjuk untuk mewakilinya.

c. Dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban, Kepala Lapas/

Rutan dibantu oleh Kepala Pengamanan Lapas/ Rutan.

d. Setiap petugas wajib ikut serta memelihara keamanan dan

ketertiban Lapas dan Rutan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
64

e. Dalam keadaan darurat setiap petugas wajib mengamankan

Lapas dan Rutan.

2. Tugas pokok keamanan dan ketertiban.

a Kegiatan keamanan dan ketertiban berfungsi memantau dan

menangkal/ mencegah sedini mungkin gangguan keamanan

dan ketertiban yang timbul dari luar maupun dari dalam

Lapas dan Rutan,

b. Kegiatan keamanan dan tata tertib tidak selalu berupa

kegiatan fisik dengan senjata api atau senjata lainnya

melainkan sikap dan perilaku petugas yang baik terhadap

penghuni memberikan dampak keamanan dan ketertiban yang

harmonis.

c. Kegiatan keamanan dan ketertiban mencegah agar situasi

kehidupan penghuni tidak mencekam yaitu agar tidak terjadi

penindasan, pemerasan dan lain-lain perbuatan yang

menimbulkan situasi kehidupan menjadi resah dan ketakutan.

Menjaga agar tidak terjadi pelarian dari dalam maupun dari

luar Lapas dan Rutan.

d. Memelihara, mengawasi dan menjaga agar suasana

kehidupan narapidana/ tahanan (suasana bekerja, belajar,

berlatih, makan, rekreasi, beribadah, tidur dan menerima

kunjungan dan lain-lain) selalu tertib dan harmonis.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
65

e. Memelihara, mengawasi dan menjaga keutuhan barang

inventaris Lapas dan Rutan.

f. Melakukan pengamanan terhadap gangguan kesusilaan.

g. Melaksanakan administrasi (tata usaha) keamanan dan

ketertiban.

3. Sasaran Keamanan.

Sasaran pengamanan Lapas dan Rutan diarahkan pada:

a. Segenap penghuni Lapas dan Rutan.

b. Pegawai dan para pengunjung Lapas dan Rutan.

c. Bangunan dan perlengkapan.

d. Lingkungan alam sekitarnya.

e. Lingkungan sosial/ masyarakat luar.

f. Aspek ketatalaksanaan.

4. Tugas dan ketertiban dalam perawatan tahanan dan narapidana.

a. Keamanan dan ketertiban berperan untuk menjamin

berhasilnya seluruh kegiatan perawatan narapidana dan

tahanan yang antara lain meliputi perawatan makanan,

minuman, pakaian, pengobatan, membuang kotoran/ limbah

manusia, mandi, persediaan air bersih, udara kamar yang

sehat dan lingkungan yang bersih dan serasi.

b. Pembagian makanan, minuman serta hidangan lainnya

dilaksanakan oleh petugas perawatan dan diawasi oleh

petugas keamanan, ketertiban. Pembagian tersebut harus

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
66

diawasi apakah benar-benar diterima oleh narapidana atau

tahanan yang bersangkutan dalam keadaan lengkap dan utuh

sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Petugas jaga wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Harus hadir selambat-lambatnya 15 menit sebelum jam

dinasnya.

b. Dilarang meninggalkan tugas tanpa izin dari Kepala Regu

jaga dan apabila berhalangan hadir supaya segera memberi

kabar.

c. Dilarang menjadi penghubung dari dan untuk narapidana atau

orang lain maupun penegak hukum.

d. Dilarang bertindak sewenang-wenang terhadap narapidana.

e. Memahami dan mengerti cara menggunakan perlengkapan

keamanan/ ketertiban.

f. Merawat perlengkapan keamanan/ ketertiban sebaik-baiknya.

g. Mempersiapkan buku jaga untuk mencatat kegiatan atau

peristiwa pergantian tugas jaga dengan mencatat jumlah

narapidana, jumlah dan keadaan senjata api serta situasi

khusus yang perlu diketahui oleh petugas jaga berikutnya.

h. Harus selalu waspada dalam melaksanakan tugas penjagaan,

terutama pada waktu malam hari atau pada waktu hujan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
67

i. Penyimpanan kunci-kunci blok/ kamar hunian, kantor,

gudang, almari senjata api, harus disimpan di tempat tertentu

yang cukup aman.

j. Apabila terjadi pelarian tahanan, maka petugas yang

bertanggung jawab segera lapor kepada atasannya dan atasan

yang menerima laporan tersebut segera mengambil langkah/

tindakan terhadap tahanan yang masih ada diperintahkan

untuk masuk kamar masing-masing dan dikunci, kemudian

mengambil tindakan lebih lanjut.

k. Apabila terjadi pelarian narapidana baik dari dalam maupun

dari luar Lapas atau Rutan, maka petugas yang bertanggung

jawab segera mengumpulkan narapidana-narapidana yang

ada, dimasukkan ke dalam kamar masing-masing dan

dikunci, kemudian segera lapor kepada atasannya yang

selanjutnya atasan yang menerima laporan tersebut segera

mengambil langkah/ tindakan lebih lanjut.

Kemudian yang tidak kalah penting dalam usaha-usaha pelaksanaan

pembinaan warga binaan Pemasyarakatan terdapat unsur-unsur pendukung

sistem Pemasyarakatan dan hubungan dengan instansi, hubungan dengan

masyarakat, Tim Pengamat Pemasyarakatan serta hubungan tahanan dengan

pihak luar.

1. Unsur Pendukung Sistem Pemasyarakatan.

a. Warga binaan pemasyarakatan itu sendiri.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
68

Warga binaan pemasyarakatan haruslah diupayakan untuk ikhlas

dan terbuka untuk menerima pengaruh dari proses pembinaan

yang dilakukan.

Mereka harus yakin bahwa kegiatan pembinaan tersebut, adalah

untuk kebaikan dan kepentingan mereka sendiri, keluarga dan

masyarakat serta demi untuk masa depan mereka.

b. Petugas pemasyarakatan.

Petugas pemasyarakatan harus menyadari bahwa mereka bukan

saja abdi negara, tetapi juga sebagai pendidik dan pengabdi

kemanusiaan dalam arti yang sebenarnya. Petugas

pemasyarakatan pada dasarnya manusia-manusia yang

terpanggil dan memiliki idealisme yang tinggi.

c. Masyarakat.

Masyarakat adalah wadah dan sekaligus partisipan untuk

mengembalikan narapidana dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu masyarakat harus

berpartisipasi di dalam pembinaan bersama-sama dengan

petugas pemasyarakatan. Tanpa keterlibatan dan partisipasi

yang sungguh-sungguh dari ketiga unsur tersebut, maka

pelaksanaan pembinaan tidak akan berhasil dengan baik.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
69

2. Hubungan dengan instansi.

Dalam rangka pembinaan, maka para petugas pemasyarakatan harus

mampu melibatkan instansi-instansi yang terkait, baik yang sudah

terlibat maupun yang belum melalui surat Keputusan Bersama.

3. Hubungan dengan masyarakat.

Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, tidak semata-mata

dibebankan kepada petugas pemasyarakatan, tetapi juga menjadi tugas

dan tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu petugas

pemasyarakatan harus mampu mendorong keterlibatan masyarakat

dalam tugas pembinaan.

4. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).

Pelaksana kegiatan pembinaan warga binaan pemasyarakatan masing-

masing dibantu oleh sebuah tim yang disebut Tim Pengamat

Pemasyarakatan Lapas, Tim Pengamat Pemasyarakatan Balai Bispa

dan Tim Pengamat Pemasyarakatan Rutan, selanjutnya disingkat TPP.

TPP ini masing-masing berperan memberikan pertimbangan dalam

rangka tugas pengamatan terhadap pelaksanaan pembinaan warga

binaan pemasyarakatan. TTP dibentuk :

1. Di tingkat pusat untuk membantu Direktur Jenderal.

2. Di tingkat wilayah untuk membantu Kepala Kantor Wilayah

Departemen Kehakiman.

3. Di tingkat Lapas untuk membantu Pimpinan Lapas.

4. Di tingkat Balai Bispa untuk membantu Pimpinan Balai Bispa.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
70

5. Di tingkat Rutan untuk membantu Pimpinan Rutan.

Adapun susunan TPP dimaksud diatur dengan Keputusan Menteri

Kehakiman R.I. Untuk mendayagunakan peranan TPP ini, maka

dibuka peluang keanggotaan bagi tokoh-tokoh masyarakat, peminat

dan pakar pemasyarakatan untuk menjadi anggota agar dapat lebih

meningkatkan kualitas pembinaan.

5. Hubungan Tahanan Dengan Pihak Luar.

1. Setiap tahanan berhak mendapat kunjungan dari:

a. Keluarga, lembaga sosial atau lembaga-lembaga lain (pasal

60 dan pasal 61 KUHAP jo pasal 20 ayat (1) dan (2) PP

Nomor 27 tahun 1983).

b. Rohaniawan dan dokter pribadi (pasal 58 dan 63 KUHAP).

c. Penasehat hukum (pasal 70 ayat (1) KUHAP jo pasal 20

ayat (1) PP Nomor 27 tahun 1983).

2. Setiap ada kunjungan dicatat dalam buku kunjungan.

3. Pejabat penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Panitera serta

pejabat Rupbasan, Balai Bispa dan Lapas karena jabatannya

dapat menemui tahanan dalam daerah hukumnya dengan

menunjukkan identitas yang bersangkutan. Khusus untuk

pejabat Rupbasan, Balai Bispa dan Lapas harus sepengetahuan

pejabat yang berwenang.

4. Setiap tahanan berhak menerima dan mengirim surat dari dan

untuk penasehat hukum serta keluarganya setiap kali diperlukan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
71

Untuk keperluan surat- menyurat disediakan alat tulis menulis

(pasal 62 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) KUHAP).

Pelaksanaan pembinaan warga binaan wanita di Rumah Tahanan

Negara Klas II B Banyumas tetap berdasarkan pada Peraturan Pemerintah

Nomor 31 Tahun 1999, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Pembinaan tahap awal.

Pembinaan tahap awal yaitu dimulai sejak yang bersangkutan berstatus

sebagai narapidana sampai 1/3 dari masa pidana. Dalam PP No. 31

Tahun 1999 khususnya Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) yang

mengatur pembinaan tahap awal disebutkan bahwa kegiatan ini harus

dilaksanakan paling tidak satu bulan. Pelaksanaan program

kepribadian dan kemandirian juga sudah dilakukan dimulai dengan

proses penerimaan, pendaftaran dan penempatan narapidana yang

dilanjutkan dengan pemberitahuan tentang hak dan kewajiban

narapidana serta penilaian program pembinaan tahap awal.

2. Tahap lanjutan yang dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai

dengan 2/3 dari masa pidana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 10

ayat (2) PP Nomor 31 Tahun 1999 . Pada prinsipnya pembinaan tahap

ini sama dengan pembinaan tahap awal yang meliputi bidang

kemandirian dan kepribadian. Kegiatan keagamaan sudah bisa

dilaksanakan dengan teratur dan rutin khususnya bagi narapidana yang

beragama Islam dan Kristen. Pembinaan kemampuan intelektual,

kesadaran hukum juga sudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
72

kemampuan yang dimiliki oleh lembaga. Sedangkan kegiatan yang

belum bisa dilaksanakan dengan lancar adalah kesadaran berbangsa

dan bernegara sebab sampai saat ini belum ada Penatar P4 atau

kegiatan lain yang sifatnya memupuk kesadaran berbangsa dan

bernegara bagi narapidana. Kegiatan kemandirian ini sudah

dilaksanakan meliputi ketrampilan meskipun kegiatan ini masih

bersifat mengisi waktu dan hanya untuk memenuhi kebutuhan Rutan

saja (khususnya untuk ketrampilan menjahit) dalam arti belum

diarahkan sebagai mata pencaharian.

3. Wujud pembinaan tahap akhir bagi narapidana sebenarnya sama

dengan tahap awal dan lanjutan, hanya dalam tahap ini pembinaan

sepenuhnya diserahkan ke BAPAS, karena narapidana dalam tahap ini

sudah berintegrasi dengan masyarakat.

1. Warga Binaan Wanita yang Ditempatkan di Rumah Tahanan Negara

Kelas II B Banyumas.

Menurut Keputusan Menteri RI Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990,

penempatan narapidana kedalam Lembaga Pemasyarakatan wajib

memperhatikan penggolongan-penggolongan yang mendasarkan pada :

1. Jenis kelamin;

2. Umur;

3. Residivis;

4. Kewarganegaraan;

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
73

5. Jenis kejahatan;

6. Lama pidana.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam Rumah Tahanan

Negara Banyumas terdapat warga binaan wanita, yang menurut ketentuan

peraturan yang berlaku saat ini, mereka (tahanan dan narapidana wanita)

semestinya ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita. Hal

ini dikarenakan adanya suatu pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Daerah Kabupaten Banyumas belum terdapat Lembaga

Pemasyarakatan Khusus Wanita sehingga jika terdapat suatu tindak

pidana yang pelakunya wanita, akan dititipkan atau dimasukkan ke

dalam Rutan Banyumas.

b. Kepada narapidana yang divonis pidana kurungan kurang dari 1

(satu) tahun dimasukkan ke dalam Rutan Banyumas atau

pembinaan tingkat lokal.

c. Adanya pertimbangan seorang warga binaan lebih dekat dengan

keluarga lebih baik.

d. Faktor sumber daya manusia dari narapidana wanita itu sendiri.

Jika seorang narapidana mempunyai suatu keahlian yang

dibutuhkan oleh Rutan Banyumas guna kelancaran pembinaan,

misalnya seorang narapidana adalah seorang ahli menjahit, akan

diberi tugas untuk mengajarkan teman-teman sesama narapidana

yang lainnya.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
74

2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Warga Binaan Wanita

Yang Ditempatkan di Rutan Banyumas.

Mengenai faktor penghambat dalam mewujudkan pembinaan

narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara Banyumas berdasarkan hasil

penelitian dapat diketahui dari tiga faktor, yaitu :

1. Tersedianya sarana fisik.

Sarana pendukung yang digunakan untuk pembinaan kemandirian seperti

terbatasnya mesin jahit, di Rumah Tahanan Negara Banyumas jumlah

mesin jahit yang dimiliki hanya berjumlah 2 (dua) buah, sehingga dalam

praktek pelaksanaan pembinaannya kurang efektif. Disamping itu juga

sarana dibidang ketrampilan masih kurang memadai misalnya tentang alat-

alat untuk kerajinan tangan. Sedangkan sarana fisik lain yang digunakan

untuk pembinaan kemandirian misalnya dalam bidang olah raga dan

kesenian masih sangat terbatas hal ini terbukti dengan alat-alat olah raga

dan kesenian yang masih kurang lengkap.

2. Tersedianya sarana non fisik.

Sarana non fisik meliputi faktor dari petugas, narapidana dan faktor dari

luar. Mengenai petugas pembinaan khusus yang menangani narapidana

wanita memang belum ada, hal ini menurut hasil wawancara dengan

petugas pendidikan diperoleh data bahwa memang dalam proses

pembinaan ketrampilan masih disamakan dengan petugas pembinaan dari

atau yang digunakan untuk membina narapidana pria. Dilihat dari jumlah

pegawai atau petugas yang ada, memang jumlahnya cukup memadai untuk

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
75

melaksanakan pembinaan secara maksimal akan tetapi dalam kenyataanya

masih ada petugas yang belum memenuhi persyaratan. Hal ini karena

tingkat pendidikan petugas yang belum menunjang dan kurang adanya

tenaga ahli dalam bidang tertentu yang baik secara langsung maupun tidak

langsung mendukung proses pembinaan narapidana. Faktor dari

narapidana adalah bahwa sebagian besar karena tingkat pendidikan yang

rendah, maka sulit untuk memberikan pembinaan yang berkaitan dengan

materi yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan pada

masa sekarang, sehingga materi pembinaan yang diberikan baik

pembinaan kepribadian maupun kemandirian untuk tiap narapidana sama

tidak ada klasifikasi berdasarkan tingkat pendidikan. Pada dasarnya semua

petugas di Rumah Tahanan Negara Banyumas sudah melaksanakan

pembinaan walaupun ada yang tidak tersusun jadwalnya seperti petugas

penjagaan.

Proses pembinaan yang dilakukan petugas Rutan Banyumas sudah

dilakukan semenjak narapidana masuk, yaitu dengan menyuruh potong

rambut, menegur apabila narapidana melanggar, menyuruh beribadah,

mengingatkan jadwal kegiatan pembinaan kepada narapidana dan lain-

lain. Untuk pembinaan yang diatur secara berencana rutin dilaksanakan

oleh petugas dari seksi Bimbingan Narapidana/ Anak Didik dan Kegiatan

Kerja. Pembinaan terhadap narapidana di Rumah Tahanan Negara

Banyumas, pada prinsipnya tetap menggunakan sistem pembinaan

pemasyarakatan berdasarkan 10 Konsep Pemasyarakatan dan tidak ada

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
76

perbedaan perlakuan dalam pelaksanaannya, walaupun menurut status

pendidikan, pekerjaan, jenis tindak pidana berbeda-beda. Faktor lain yang

ikut menunjang berhasil atau tidaknya pembinaan bagi narapidana adalah

kesempatan untuk bekerjasama dengan instansi terkait. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Kepala Sub.Sie Pelayanan Tahanan, yaitu kurangnya

minat dari instansi terkait misalnya Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas

Tenaga Kerja dan BLK yang menyebabkan kegiatan pembinaan yang

dilakukan masih terbatas untuk lingkungan sendiri sehingga belum

intensif.

3. Masa hukuman yang relatif pendek menyebabkan proses pembinaan

kepada narapidana wanita menjadi tidak berjalan sesuai dengan program-

program pembinaan yang ada.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Warga binaan wanita yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Kelas

II B Banyumas

dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Daerah Kabupaten Banyumas belum terdapat Lembaga

Pemasyarakatan Khusus Wanita sehingga jika terdapat suatu tindak

pidana yang pelakunya wanita, akan dititipkan atau dimasukkan ke

dalam Rutan Banyumas.

b. Kepada narapidana yang divonis pidana kurungan kurang dari 1 (satu

) tahun dimasukkan ke dalam Rutan Banyumas.

c. Adanya pertimbangan seorang warga binaan lebih dekat dengan

keluarga lebih baik.

d. Faktor sumber daya manusia dari narapidana itu sendiri. Jika seorang

narapidana mempunyai suatu keahlian yang dibutuhkan oleh Rutan

banyumas guna kelancaran pembinaan, misalnya seorang narapidana

adalah seorang ahli menjahit, akan diberi tugas untuk mengajarkan

teman-teman sesama narapidana yang lainnya.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
78

2. Faktor penghambat dalam rangka penerapan pembinaan narapidana adalah

faktor sarana dan prasarana yaitu alat-alat ketrampilan yang kurang

memadai, tingkat pendidikan dari narapidana yang berbeda-beda serta

belum adanya petugas pembina khusus yang menangani narapidana wanita

(tenaga ahli), baik langsung maupun tidak langsung guna mendukung

lancarnya proses pembinaan narapidana. Selain itu juga kurang adanya

minat dari instansi terkait untuk mengadakan kerjasama.

B. Saran

1. Hendaknya di Kabupaten Banyumas untuk masa yang akan datang dapat

dibangun sebuah Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita. Kemudian

dalam proses pembinaan narapidana wanita yang dilakukan oleh Rumah

Tahanan Negara Banyumas, diharapkan lebih mengupayakan lagi

peningkatan sarana dan prasarana berupa alat-alat perlengkapan untuk

ketrampilan (kerajinan tangan) bagi narapidana wanita. Hal ini

dimaksudkan untuk penyempurnaan pembinaan narapidana agar sesuai

dengan perkembangan teknologi yang ada sekarang ini.

2. Diharapkan Rumah Tahanan Negara Banyumas dapat mendatangkan

seorang ahli (khusus untuk ketrampilan) secara terjadual bagi narapidana

wanita, supaya mereka dapat lebih mampu bertahan ditengah ketatnya

persaingan dunia usaha.

3. Diharapkan Rutan Banyumas dapat terus melakukan berbagai bentuk

kerjasama dengan instansi-instansi terkait agar ketrampilan yang diperoleh

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
79

di Rumah Tahanan Negara Banyumas dapat semakin ditingkatkan

kualitasnya sehingga hasilnya nanti akan dapat terakomodir dengan baik.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
80

DAFTAR PUSTAKA

B. Buku-buku

Arief, Barda, Nawawi, 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,

Bandung.

Bassar, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu. Ghalia, Bandung

Effendi, Yazid, 2003. Hukum Penitensier, Fakultas Hukum UNSOED,

Purwokerto.

Faisal, Sanapiah, 1990. Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar dan Aplikasi,


Yayasan Asah Asih Asuh, Malang.

Hadi, Sutrisno, 1979. Metodologi Research I, Fak. Psikologi UGM,

Yogyakarta.

Hamzah A., & Rahayu, S., 1983. Suatu Tinjauan Ringkas Sistem
Pemidanaan Di Indonesia, Akademika Presindo, Jakarta.

Harsono HS.1995.Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta.

Lamintang, P.A.F., 1984. Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung.

Muladi, 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung.

Moeljatno, 1987. Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Purnomo, Bambang, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia.

Sudarto, 1990. Hukum Pidana 1A – 1B, Fakultas Hukum UNSOED,

Purwokerto.

Soedjono, Dirdjosisworo, 1984. Sejarah dan Asas-asas Penologi


(Pemasyarakatan), Amrico, Bandung.

Soemitro, H.R. 1988. Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010
81

___________, 1986. Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

C. Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan


Pembibingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Keputusan Menteri RI Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola


Pembinaan Narapidana/ Tahanan.

[Type text]
Suko Rahardjanto : Pembinaan Warga Binaan Wanita Di Rutan Banyumas (Studi Tentang Pola
Pembinaan Warga Binaan Wanita di Rutan Banyumas), 2010

Anda mungkin juga menyukai