Anda di halaman 1dari 10

PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014

“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

HUBUNGAN ANTARA KONDISI GEOLOGI DAN MORFOLOGI


SERTA GERAKAN TANAH, AKIBAT PENGARUH INTENSITAS
CURAH HUJAN (STUDI KASUS : LONGSORAN
DI KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI KARANGSAMBUNG)
Sueno Winduhutomo1, Eko Puswanto1, Kristiawan Widiyanto1, dan Puguh D Raharjo1
1
UPT Balai Informasi Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI
Email: sueno.winduhutomo@lipi.go.id

ABSTRAK
Wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung yang terletak di sebelah utara Kabupaten Kebumen
merupakan salah satu daerah dengan catatan nilai tertinggi sering terjadi bencana gerakan tanah.
Hujan merupakan salah satu faktor yang menjadi karakteristik terjadinya bencana ini. Tujuan
penulisan ini adalah untuk menyajikan hasil kajian faktor – faktor pengontrol gerakan tanah di
kawasan karangsambung yang dapat digunakan dalam upaya mitigasi bencananya. Metode yang
digunakan adalah dengan melakukan kajian data sekunder seperti survei lapangan dan analisis data
lapangan. Berdasarkan hasil tinjauan di lapangan, gerakan tanah terjadi pada tanah residual dengan
ketebalan 2 – 5 meter dan pada umumnya terjadi pada daerah morfologi perbukitan dengan
kemiringan lereng > 15 0. Pada tanah residual hasil pelapukan batuan yang berumur Pra-Tersier
terjadi gerakan tanah dengan tipe luncuran dan nendatan. Karakteristik geologi teknik dari hasil uji
laboratoprium tanah residual di daerah ini merupakan jenis lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran
(ML). Sedangkan tipe gerakan tanah runtuhan dan luncuran juga terjadi pada tanah residual hasil
pelapukan batuan yang berumur Tersier, dengan karakteristik geologi teknik dari hasil uji
laboratoprium merupakan jenis lempung plastisitas tinggi (CH). Berdasarkan pengolahan data
curah hujan tahun 2013, didapatkan jumlah hari hujan adalah 186 hari dengan jumlah curah hujan
3463,5 mm, hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan Desember. Curah hujan yang tinggi
menyebabkan tanah residual menjadi jenuh air sehingga bobot tanah bertambah dan tahanan geser
menjadi menurun, akibatnya lereng menjadi labil dan terjadi pergerakan tanah. Tidak melakukan
alih fungsi lahan pada daerah lereng curam atau terjal dan segera dilakukan penanganan pada lahan
kritis dengan penanaman tanaman keras dan berakar dalam merupakan salah satu tindakan dalam
mitigasi bencana.
Kata kunci : Gerakan tanah, curah hujan, faktor pengontrol, mitigasi bencana.

ABSTRACT
Karangsambung Geological Nature Reserve area is located in the north part of Kebumen, which is
the one of the most disaster-prone areas with the highest value of the mass movement. Rainfall
intensity is one of the factor that characterize this disaster. The objectives of this research are to
present the results of controlling factors of mass movement in the Karangsambung area that could
be used for reducing disaster risks and a disaster mitigation efforts. The research methods were
used involved : collecting and analyzing of secondary data, field survey and field data analysis.
Based on the results of the review on the ground, showed that the ground movement occurs in the
residual soil with a 2-5 meters thick and generally occur in the morphology of the hilly areas with
slope > 15o. Most of the residue soil which resulting from the weathering of the Pre-Tertiary rocks
are strongly affected by mass movement with types of slide and creep. General engineering
geological characteristics of residual soil in this area showed a kind of sandy loam (CL) and sandy
silt (ML). While residue soil which resulting from the weathering of the Tertiary rocks are strongly
affected by types of rock fall and slide, the geological characteristics of the test results showed of
high plasticity clay (CH). Based on rainfall data processing in 2013, showed that the number of
rainy days is 186 days and received 3463.5 mm of rain, the largest rainfall occurred in January

177
ISBN: 978-979-8636-23-3

and December. High rainfall caused residual soil becomes saturated water so that the weight of
the soil increases and shearing resistance will decrease, these cause the slope becomes unstable
and the movement of soil. Not doing land use conversion on steep slopes and to be concerned with
the immediate problems, especially the critical land by planting perennials and rooted are one of
the actions in disaster mitigation.
Keywords: mass movement, rainfall, controlling factors, disaster mitigation.

PENDAHULUAN
Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung atau lebih dikenal sebagai Kampus Geologi LIPI
yang mempunyai luas 22.150 hektar ini, terletak di antara 3 (tiga) Kabupaten, diantaranya yaitu ;
Kabupaten Kebumen, Banjarnegara dan Wonosobo. Secara geografis terletak pada koordinat
109o37’30” sampai 109 o45’00” Bujur Timur dan 07 o30’00” sampai 07 o37’30” Lintang Selatan.
Mempunyai ketinggian rata-rata 450 meter diatas permukaan air laut serta beriklim tropis dengan
temperatur 23o-31o C. Sudah banyak penelitian yang dilakukan di kawasan ini khususnya mengenai
fisiografi dan petrologi batuan Karangsambung (Harloff, 1933, dalam Suparka, 1988; Tjia, 1966;
Asikin, 1974; Suparka, 1988; Asikin dkk., 1992; Wakita dkk., 1994; Harsolumakso, 1996) dan
belum banyak yang melakukan penelitian mengenai kebencanaan, salah satunya yaitu gerakan
tanah.

Berdasarkan prakiraan potensi gerakan tanah di Jawa Tengah (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, 2013), kawasan ini termasuk kedalam zona kerentanan menengah hingga tinggi.
Pada tahun 2011 - 2013 kawasan ini telah banyak terjadi bencana gerakan tanah di berbagai titik
lokasi, terutama pada saat musim hujan. Curah hujan dapat sebagai pemicu gerakan tanah diketahui
bahwa hujan yang meresap kedalam tanah dapat menimbulkan peningkatan tekanan air pori kritikal,
sehingga terjadi gangguan pada kestabilan lereng (Tohari, dkk, 2005). Banyaknya bencana gerakan
tanah yang terus menerus dan berulang di wilayah ini, diperlukan pemahaman atau tinjauan
mengenai pendugaan faktor-faktor pengontrol penyebab terjadinya bencana tersebut terutama
geologi, morfologi dan iklim. Tinjauan tersebut penting untuk menentukan dalam metode mitigasi
yang efektif.

METODOLOGI
Dalam melakukan tinjauan gerakan tanah yang terjadi diwilayah ini, metode yang digunakan adalah
dengan melakukan kajian data sekunder seperti survei lapangan dan analisa data lapangan.
1. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan pembelian peta tematik, selain itu dilakukan
pengumpulan data angka atau peta dan uraian keadaan wilayah penelitian. Pengumpulan data
ini berdasarkan data yang tersedia dari berbagai instansi tingkat pemerintah daerah maupun
pusat diantaranya BAPEDA, ESDM dan BIG.
2. Survei lapangan yang dilakukan dituju untuk mendapatkan data primer selama penelitian.
Pengamatan yang dilakukan di lapangan diantaranya survei geologi, yaitu ; sebaran litologi dan
struktur. Pengamatan morfologi, yaitu ; kemiringan lereng dan bentuk lahan serta pengolahan
data curah hujan yang terdapat di Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung.

178
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

HASIL PENELITIAN
Kondisi Geologi Daerah Penelitian
Secara umum litologi di daerah penelitian merupakan batuan yang berumur Paleosen – Kapur Akhir
sampai dengan Mioesen Akhir (Asikin, 1974). Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah
satuan batuan Pra-Tersier yang dikenal sebagai Komplek Melange Luk Ulo yang terdiri dari
campuran tektonik bongkah dan keratan batuan metamorf, batuan beku basa dan ultrabasa, batuan
sedimen pelagik dan hemipelagik yang tertanam dalam masadasar batulempung yang tergerus kuat.
Secara tidak selaras, ditandai oleh suatu kontak tektonik. Komplek melange ini ditumpangi oleh
sedimen Tersier, berurutan dari bawah ke atas, Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan
umumnya terdiri dari percampuran sedimenter fragmen-fragmen dan blok-blok (olistolit) seperti
batupasir, batulanau, konglomerat, batugamping Nummulites dalam masadasar lempung dan
diinterpretasikan sebagai endapan olistostrom. Formasi Waturanda yang terdiri dari batupasir dan
breksi volkanik. Formasi Penosogan yang terdiri dari perselingan napal dan batupasir gampingan.
Secara umum struktur daerah Karangsambung terdiri dari tiga arah struktur utama. Arah struktur
yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya, yang ditunjukkan oleh arah umum sumbu panjang
struktur boudin, berkembang di kelompok batuan Pra-Tersier, dan struktur yang lain berarah timur-
barat, ditunjukkan oleh arah umum struktur lipatan dan sesar naik yang berkembang di batuan
Tersier, dan berarah utara-selatan berupa sesar-sesar yang memotong batuan Pra-Tersier dan
Tersier. (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Geologi dan Stratigrafi Daerah Luk Ulo dan Sekitarnya (modifikasi Asikin dkk., 1992)

Kondisi Morfologi dan Tata Guna Lahan Daerah Penelitian


Berdasarkan pengamatan di lapangan perbukitan yang terbentuk diwilayah ini merupakan
perbukitan lipatan yang memiliki 2 (dua) arah, yaitu ; di bagian utara memanjang berarah timurlaut
– baratdaya dan dibagian selatan memanjang berarah timur – barat. Morfologi tonjolan terlihat di
wilayah ini, yang dibentuk dari hasil batuan terobosan. Dari sisi penggunaan lahan khususnya hutan
sekunder milik perhutani lebih banyak tersebar di bagian utara, sedangkan kebun campuran,
pertanian dan pemukiman tersebar diberbagai wilayah. Dijumpai pola aliran sungai rectangular
dimana sungai-sungai kecil bercabang di daerah penelitian mengalir menuju sungai utama, yaitu

179
ISBN: 978-979-8636-23-3

Sungai Luk Ulo. Sungai ini mengalir kearah selatan melewati Kota Kebumen dan selanjutnya
mengalir ke pantai selatan (Samudera Indonesia). (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Konservasi Lahan dan Pengolahan Tanaman DAS Lukulo

Kondisi Iklim dan Sifat Keteknikan Tanah


Data curah hujan kampus LIPI Karangsambung tahun 2011 - 2013 menunjukkan bahwa banyaknya
jumlah hujan berkisar antara 120 - 180 hari dengan banyaknya hujan yang turun mencapai 2000 -
3400 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember. Banyaknya
o
hujan yang turun berkisar antara 300 – 550 mm/bulan dan temperatur udara berkisar antara 24 - 32
C. (Gambar 3).

Grafik Curah Hujan Bulanan


Sta. Karangsambung 2011 - 2013
800
700
Banyaknya Hujan

600
500
(mm)

400 2011
300 2012
200
2013
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan

Gambar 3. Grafik curah hujan Tahun 2011 - 2013

180
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Pengujian laboratorium sifat fisik dan kekuatan geser tanah telah dilakukan pada contoh- contoh
terganggu dan tak terganggu pada lokasi longsoran. Rangkuman hasil pengujian tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat keteknikan contoh tanah

Kode Lokasi / No Sampel KRS 1 KRS 2 KRS 3 KRS 4 KRS 5 KRS 6

Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS CL CL ML ML CH CH

Kadar Air w % 23.12 18.71 29.52 37.78 46.2 51.04


Porositas n % 43.82 44.75 39.76 40.12 44.75 46.24
Angka Pori e 0.78 0.81 0.66 0.67 0.81 0.86
Derajat Kejenuhan Sr % 42.57 16.43 32.72 33.92 30.79 35.51
Batas Cair LL % 45.12 38.68 41.21 46.11 101.91 87.71
Batas Plastis PL % 20.22 23.43 26.58 27.62 29.98 35.86
Indeks Plastis IP % 24.90 15.25 14.63 18.49 72.93 51.85
˂ 0,002 mm % 7.00 3.00 2.00 1.00 59.00 34.00
Lempung
˂ 0,005 mm % 10.00 3.00 5.00 5.00 12.00 20.00

Lanau 0,005-0,075 mm % 32.00 23.00 20.00 28.00 16.00 39.00

Pasir Halus 0,075-0,420 mm % 36.00 11.00 10.00 26.00 3.00 7.00

Pasir Sedang 0,420-2,000 mm % 15.00 24.00 20.00 24.00 4.00 0.00

Pasir Kasar 2,000-4,750 mm % 0.00 26.00 23.00 8.00 2.00 0.00

Kerikil > 4,750 mm % 0.00 10.00 20.00 8.00 4.00 0.00


Kohesi C (kg/cm2) 0.051 0.388 0.021 0.214 0.031 0.043
Sudut Geser ɸ (..0) 20.97 10.88 23.12 11.79 23.25 22.89

Pada tanah residual hasil pelapukan batuan yang berumur Pra-Tersier karakteristik geologi teknik
dari hasil uji laboratoprium di daerah ini merupakan jenis lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran
(ML). Sedangkan pada tanah residual hasil pelapukan batuan yang berumur Tersier, dengan
karakteristik geologi teknik dari hasil uji laboratoprium merupakan jenis lempung plastisitas tinggi
(CH).
Kondisi diatas merupakan faktor pengontrol dan pemicu terjadinya bencana gerakan tanah yang
saling mempengaruhi satu sama lainnya dan menentukan besar dan luasnya bencana gerakan tanah.
Kepekaan suatu daerah terhadap bencana gerakan tanah pula ditentukan oleh pengaruh dan kaitan
faktor ini satu sama lainnya. Di daerah lereng dengan medan yang curam (kemiringan lebih besar
dari 400) gerakan menggeser atau melongsor adalah tinggi jika dibandingkan dengan medan yang
agak mendatar (kemiringan lebih kecil dari 40 0). Daerah pegunungan pada umumnya ditutupi oleh
lapisan tanah penutup yang lapuk yang berasal dari pelapukan batuan asal dibawahnya. Tebal
lapisan tanah penutup ini berkisar dari beberapa centimeter hingga puluhan meter. Lapisan tanah
penutup ini umumnya bersifat gembur, lunak dan mudah menghisap air. Makin lunak tanahnya
makin mudah pula ia bergerak, terutama didaerah lereng. Tanaman yang tumbuh di atas lahan
sangat mempengaruhi kondisi keairan dan batuan terutama tentang tingkat pelapukan dan tingkat
kejenuhan tanah. Pembangunan gedung seperti perumahan bertingkat dan pemukiman penduduk
yang padat tidak sesuai aturan, dimana bangunan tersebut dibangun pada arel yang memiliki

181
ISBN: 978-979-8636-23-3

kemiringan lereng > 20 o akan menyebabkan bertambahnya beban pada lereng perbukitan sehingga
dapat memicu gerakan tanah. Perlapisan batuan sedimen yang sejajar dengan kemiringan lereng
lebih peka terhadap gerakan tanah dari perlapisan yang tidak sejajar. Struktur – struktur gaeologi
yang berbahaya adalah jalur – jalur atau zone patahan aktif. Gerakan atau pergeseran yang terjadi
di daerah ini dapat memacu gerakantanah.
Air hujan dengan mudah merembes pada tanah yang gembur dan batuan yang berongga atau retak.
Air rembesan ini berkumpul antara tanah penutup dan batuan asal segar atau pada lapisan alas yang
kedap air. Tempat air rembesan ini berkumpul dapat berfungsi sebagai bidang luncur jika terjadi
gerakan tanah. Meningkatnya kadar air dalam lapisan tanah atau batuan, terutama yang terletak
pada lereng – lereng bukit. Dengan kata lain keairan dan curah hujan adalah faktor yang penting
untuk diperhatikan.

Gerakan Tanah Di Wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung


Gerakan tanah yang terjadi di wilayah pengamatan memiliki tipe ; runtuhan, luncuran dan rayapan.
Gerakan tanah tersebut memiliki dimensi yang bervariasi, yang menimbulkan banyak dampak
kerusakan sarana infra struktur, lingkungan lahan dan lainnya. (Gambar 4).
Beberapa titik lokasi yang mengalami bencana gerakan tanah di daerah penelitian berada pada
morfologi ketinggian antara 120 – 350 meter diatas permukaan air laut, merupakan daerah
perbukitan berelief curam sampai terjal (10 0 - > 400) berarah relatif utara – selatan. Tipe gerakan
tanah rayapan tersebar di daerah penelitian dengan morfologi ketinggian < 150 mdpl dengan relief
agak curam (00 – 100), banyak terjadi di lahan kebun campuran dan pemukiman. Sedangkan gerakan
tanah tipe longsoran dan runtuhan terjadi pada morfologi ketinggian > 150 mdpl dengan relief
curam hingga terjal (20 0 – > 400), banyak terjadi di lahan hutan sekunder. (Gambar 5) (Tabel 2).

Gambar 4. (a) Type Rayapan, (b) Tipe luncuran dan (c) Tipe runtuhan

182
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng

Tabel 2. Distribusi Sebaran Gerakan Tanah Pada Tiap Kemiringan Lereng

JENIS GERAKAN KEMIRINGAN LERENG (o)


TANAH
0 - 10 10 - 20 20 - 40 > 40
Runtuhan - - 5 4
Luncuran 2 3 4 29
Rayapan 7 9 16 6

Lokasi bencana gerakan tanah tersebar diberbagai satuan litologi yang mengalami proses
penghancuran, kemudian mengalami pelapukan akibat dari proses pensesaran dan pengaruh iklim,
dengan ketebalan tanah residu berkisar 2 – 5 meter (Gambar 6). Yang mengalami gerakan tanah
tipe runtuhan terdiri atas satuan breksi dan batupasir vulkanik Formasi Waturanda. Sedangkan yang
mengalami gerakan tanah tipe rayapan terdiri atas satuan batulempung berseling dengan batupasir
dan batulanau Formasi Karangsambung, yang mengalami gerakan tanah dengan tipe luncuran
terjadi pada satuan Komplek Melange dan Formasi Penosogan, di sebagian tempat terjadi pada
satuan batulempung Formasi Totogan. (Tabel 3).
Gerakan tanah jenis luncuran dan nendatan terjadi pada Formasi Totogan, Karangsambung dan
Melange Lukulo. Tanah residual pada formasi ini merupakan tanah plastisitas sedang dengan jenis
lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran (ML). Jenis tanah longsor tersebut terjadi pada tanggal 7
dan 21 November 2012 dengan karakteristik yang hampir serupa yaitu dengan jumlah curah hujan
105 mm/7 jam dengan intensitas 28 mm/jam dan 116 mm/10 jam dengan intensitas

183
ISBN: 978-979-8636-23-3

A B

Gambar 6. Ketebalan tanah Residu (a) Umur Pra-Tersier, (b) Umur Tersier

Tabel 3. Distribusi gerkan tanah pada tiap-tiap stratigrafi

TANAH PELAPUKAN JENIS GERAKAN JUMLAH


BATUAN MASSA KEJADIAN

Formasi Panasogan Luncuran 3


Formasi Waturanda Luncuran dan Runtuhan 17
Formasi Totogan Luncuran 13
Formasi Karangsambung Luncuran dan Nendatan 17
Melange Lukulo Luncuran dan Nendatan 35

a c b

Gambar 7. Grafik curah hujan harian dan intensitas hujan pada bulan ; (a) November 2012 (b) Januari 2013
dan (c) Desember 2013

38,5 mm/jam (Gambar 7.a) serta pada bulan Januari 2013 dengan jumlah curah hujan 80 mm/5 jam
dengan intensitas 31 mm/jam (Gambar 7.b). Sedangkan gerakan tanah jenis luncuran dan runtuhan

184
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

yang terjadi pada Formasi Waturanda dan Penosogan. Tanah residual pada formasi ini merupakan
tanah lempung plastisitas tinggi (CH). Jenis tanah longsor ini terjadi pada bulan Desember 2013
dengan karakteristik yaitu jumlah curah hujan sebesar 144 mm/hari intensitas 29.5 mm/jam
(Gambar 7.c)

KESIMPULAN
Pendugaan potensi bencana gerakan tanah akibat pengaruh intensitas curah hujan terhadap kondisi
geologi dan morfologi di daerah Cagar Alam Geologi Karangsambung telah dilakukan dalam upaya
mengetahui metode penanggulangannya. Tingginya curah hujan pada bulan basah di wilayah ini
menimbulkan banyak terjadinya bencana gerakan tanah. Berdasarkan hasil pengamatan di daerah
ini, diketahui bahwa Wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung bagian utara daerah melange
berumur Pra-Tersier dengan tanah residual hasil pelapukan batuan rijang, fillit dan konglomerat
yang membentuk sebuah lereng curam – terjal (< 40) merupakan daerah gerakan tanah dengan tipe
luncuran dan nendatan. Karakteristik geologi teknik tanah residual di daerah ini merupakan jenis
lempung pasiran (CL) dan lanau pasiran (ML) yang memiliki permeabilitas cukup tinggi dan kuat
geser yang relatif rendah. Sedangkan dari data curah hujan daerah ini memiliki karakteristik gerakan
tanah akibat hujan berkisar < 100 mm yang terjadi hanya dalam waktu beberapa jam dengan
intensitas > 30 mm/jam. Gerakan tanah yang terjadi di wilayah ini diakibatkan kaerena curah hujan
yang tinggi dan tata guna lahan yang tidak tepat, menyebabkan air langsung meresap kedalam tanah
residu sehingga tekanan air pori naik dengan cepat dan melemahkan kekuatan geser tanah. Dalam
hal ini diperlukan penanganan penanggulangan bencana dengan mengurangi sudut kemiringan
lereng dan membuat sulingan dari pipa paralon ¾” panjang 1 – 2 meter yang disuntikkan secara
horizontal untuk pengaturan air tanah bawah permukaan. Vegetasi yang disarankan dengan jenis
tanaman sengon dan waru gunung di daerah lereng yang ditanam dengan jarak 2 (dua) meter dapat
mengikat tanah sehingga dapat memperkuat kekuatan geser tanah.

Kerawanan gerakan tanah dengan tipe runtuhan dan longsoran terjadi di wilayah bagian selatan
daerah penelitian. Berumur Tersier dengan tanah residual hasil pelapukan batuan breksi andesit,
napal dan tuff yang membentuk sebuah lereng sangat terjal (> 40 0). Karakteristik geologi teknik
tanah residual di daerah ini merupakan jenis lempung plastisitas tinggi (CH). Sedangkan dari data
curah hujan daerah ini memiliki karakteristik gerakan tanah akibat hujan berkisar > 140 mm/hari
dengan intensitas > 29 mm/jam. Curah hujan tinggi tersebut menyebabkan air meresap kedalam
rekahan batas batuan asal dengan tanah residual, batas tersebut menjadi bidang glincir yang
melemahkan kekuatan geser tanah sehingga tanah residual meluncur bebas. Dalam hal ini
diperlukan penanganan penanggulangan bencana dengan menutup bagian atas rekahan-rekahan
batuan dan memperbaiki saluran air permukaan (SPA).

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih pada Ir. Yugo Kumoro selaku kepala UPT. Balai Informasi dan
Konservasi kebumian – LIPI atas dukungan dan pendanaan dalam kegiatan penelitian DIPA tahun
2014.

185
ISBN: 978-979-8636-23-3

DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S. (1974) : Evolusi geologi Jawa Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi tektonik dunia
yang baru. Laporan tidak dipublikasikan, disertasi, Dept. Teknik Geologi ITB, 103 hal.

Asikin, S., Handoyo, A., Hendrobusono, dan Gafoer, S. (1992) : Geologic map of Kebumen
quadrangle, Java, scale 1: 100.000, Geological Research and Development Center,
Bandung.
Harsolumakso, A.H. (1996) : Status olistostrom di daerah Luk Ulo, Jawa Tengah: suatu tinjauan
stratigrafi, umur dan deformasi. Kumpulan makalah seminar Nasional, 1996, “Peran
Sumberdaya Geologi dalam PJP II”, 101-121.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Wilayah Potensi Gerakan Tanah di Provinsi
Jawa Tengah, Bulan Maret 2013, http://portal.vsi.esdm.go.id/
Suparka, M.E. (1988) : Studi petrologi dan pola kimia kompleks ofiolit Karangsambung utara Luh
Ulo, Jawa Tengah, Evolusi geologi Jawa Tengah, Disertasi Jurusan Teknik Geologi
ITB, tidak dipublikasikan, 181 hal.
Tjia, H.D. (1966) : Structural analyses of the Pre-Tertiary of the Lokulo area, Central Java, PhD
dissertation, Contribut. From the Dept. of Geol., ITB, No. 63.

Tohari, A., Dwi Sarah, Eko Tri S. 2005, Studi pengaruh curah hujan terhadap gerakan tanah d i
Sumedang, Jawa Barat, Laporan Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI, Bandung.

Wakita, K., Munasri, dan Bambang, W. (1994) : Cretaceous radiolarians from the Luk-Ulo Melange
Complex in the Karangsambung area, Central Java, Indonesia, Journal SE Asian
Sciences, 9, 29-43.

186

Anda mungkin juga menyukai