Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Inti Dinamika Logitama Indonesia atau biasa disebut ID

Logistics merupakan sebuah perusahaan penyedia jasa logistik dan

pergudangan. PT. Inti Dinamika Logitama Indonesia (ID Logistics)

merupakan anak perusahaan dari PT. ID Logistics, sebuah perusahaan

Perancis yang bergerak di bidang ritel, manufaktur, unit picking dan sektor

toko online. PT. ID Logistics bersaing dengan beberapa perusahaan

logistik di Indonesia seperti DHL, Ceva Logistik, TNT, Kamajaya, Linkwork,

DHP, Puninar dan Jaya Logistik. PT. Inti Dinamika Logitama (ID Logistic

Indonesia) salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Logistics.

Fokus usaha pada ID Logistic berupa barang-barang dan kegiatan

bongkar muat barang yang berada di DIY dan Jawa Tengah. PT. ID

Logistics baru beroperasi di Indonesia sejak tahun 2007 dan saat ini

memiliki kontrak dengan beberapa perusahaan retail di Indonesia sebagai

pihak ketiga yang mengelola pergudangan perusahaan tersebut. Salah

satu gudang yang dikelola oleh PT. ID Logistics Indonesia saat ini berada

di Yogyakarta dan beroperasi sejak bulan Oktober 2015.

Modal utama PT. ID Logistics untuk dapat mempertahankan

kerjasama dengan klien sebagai perusahaan penyedia jasa logistik

diperkirakan karena memiliki sumber daya manusia yang berkompeten di

1
2

bidangnya. Oleh karena itu, PT. ID Logistic sejauh ini mampu

menghasilkan kinerja yang baik sesuai dengan yang diharapkan oleh

klien, dan tentu saja hal ini tidak terlepas dari kepuasan yang dirasakan

karyawan selama bekerja di PT. ID Logistic. Hal ini sesuai dengan yang

disampaikan Awan dan Asgar (2014) bahwa karyawan yang merasa puas

akan bekerja tanpa beban sehingga akhirnya mampu menghasilkan

kinerja yang lebih baik. Pernyataan Awan dan Asgar ini sejalan dengan

pendapat Robbins dan Judge (2016) yang menyatakan bahwa karyawan

yang puas akan percaya pada organisasi sehingga optimis dan bersedia

untuk membantu organisasi keluar dari kesulitan yang dihadapi. Namun

demikian, fenomena yang ditemukan oleh peneliti melalui wawancara

kepada dua orang supervisor ataupun dengan lima orang karyawan di PT.

ID Logistics secara langsung pada tanggal 15 Agustus 2019 menunjukkan

indikasi sebaliknya, dalam hal ini peneliti mellihat adanya indikasi

ketidakpuasan karyawan selama bekerja di PT ID Logistics.

Indikasi ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan yang

ditangkap oleh peneliti ini ditinjau dari aspek kepuasan kerja yang

disampaikan oleh Smith, Kendall & Hulin (Luthans, 2008; Kreitner &

Kinicki, 2003). Adapun beberapa aspek berdasarkan yang disampaikan

oleh Smith, et al. diantaranya terkait dengan aspek pekerjaan itu sendiri,

gaji, promosi, supervisi, dan rekan kerja. Hasil wawancara peneliti kepada

karyawan menunjukkan adanya rasa kecewa dari karyawan terhadap

perusahaan. Diantaranya karena merasa pekerjaan yang diberikan


3

perusahaan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, karyawan

merasa pembagian gaji dianggap tidak adil/ tidak sesuai dengan jabatan

yang diemban. Selain itu, karyawan merasa tidak ada jenjang karir yang

dipetakan secara profesional, dalam hal ini kenaikan jabatan ataupun

promosi hanya diberikan kepada karyawan yang memiliki hubungan dekat

dengan atasan. Selanjutnya, kurangnya dukungan dari supervisor

terhadap karyawan pada saat karyawan menghadapi masalah atau

hambatan dalam melaksanakan pekerjaan.

Hasil wawancara peneliti dengan kelima orang karyawan PT. ID

Logistic di atas juga disepakati oleh dua orang supervisor yang

diwawancarai oleh peneliti, meskipun mereka menyatakan bahwa saat ini

sudah mulai ada beberapa perbaikan yang dilakukan oleh pihak

manajemen atas apa yang dirasakan oleh karyawan. Hanya saja sejauh

ini perubahan tersebut belum dirasakan mereka secara signifikan.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa kepuasaan

yang dimiliki oleh karyawan PT. ID Logistic memang terindikasi rendah.

Oleh karena itu, hal ini menjadi fenomena yang menarik bagi peneliti

untuk dikaji lebih lanjut.

Berbicara tentang kepuasan kerja, ada banyak faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja, salah satunya adalah kepemimpinan

transformasional. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Ikmalia (2017)

dari hasil penelitiannya yang berjudul hubungan antara gaya

kepemimpinan tranformasional dengan kepuasan kerja pada pegawai


4

non-medis rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta yang

menunjukkan hasil bahwa semakin positif persepsi karyawan terhadap

gaya kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi pula kepuasan

kerja karyawan. Sebaliknya, semakin negatif persepsi karyawan terhadap

gaya kepemimpinan transformasional maka akan semakin rendah pula

kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya Herzberg (dalam Tondok &

Andarika, 2004) juga menjelaskan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja adalah pemimpin. Kaihatu dan Rini (2007)

secara sederhana menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai

pengaruh pemimpin terhadap bawahan. Oleh karena itu untuk menjadi

seorang pemimpin yang efektif, seorang pemimpin harus dapat

mempengaruhi seluruh karyawan yang dipimpinnya melalu cara-cara yang

efektif untuk mencapai tujuan yang dimiliki perusahaan. Kepemimpinan

transformasional dapat diartikan juga sebagai proses untuk mengubah

dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan

dirinya.

Sementara hasil penelitian Setiawan (2016) juga menyatakan

bahwa terdapat korelasi atau hubungan positif dan signifikan antara gaya

kepemimpinan transformasional dengan komitmen organizational. Selain

itu, Humala (2014) juga menjelaskan adanya hubungan yang positif dan

sangat signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan

komitmen organisasi karyawan yang dibuktikan dari hasil penelitiannya.

Hal ini berarti semakin positif penilaian karyawan terhadap kepemimpinan


5

transformasional maka akan dibarengi dengan nilai yang tinggi pada

komitmen organisasi, begitu pula sebaliknya.

Selain kepemimpinan, faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

menurut Cristian (2015) adalah Perceived organizational support.

Perceived organizational support (POS) didefinisikan sebagai

kepercayaan karyawan bahwa organisasi menghargai kontribusi dan

kesejateraan mereka (Rhoades dan Eisenberger, 2008). Teori dukungan

organisasi beranggapan bahwa kesiapan organisasi memberikan rewards

atas peningkatan kinerja dan memenuhi kebutuhan sosioemosional akan

berpengaruh pada bagaimana karyawan mengembangkan kepercayaan

bahwa organisasi menghargai kontribusi dan memperhatikan

kesejahteraan mereka.

Sementara menurut Rhoades dan Eisenberger (2008) POS sendiri

memiliki efek yang positif terhadap komitmen organisasi. Meyer &

Herscovitc (2002) menjelaskan bahwa komitmen organisasi adalah

keterlibatan emosional, identifikasi dan keterlibatan individu dengan

organisasi serta keinginan untuk tetap dianggap sebagai karyawan. Teori

pendukung yang dipaparkan oleh Eisenberger et al (1986) dan Shore &

Tetrick (1991) dapat menjelaskan bahwa melalui POS, karyawan dapat

menilai bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan emosi sosial dan

kesiapan organisasi untuk memberi penghargaan terhadap peningkatan

usaha yang dilakukan oleh karyawan, dengan demikian hal tersebut dapat
6

menumbuhkan adanya komitmen secara emosional dari karyawan kepada

organisasinya.

Selanjutnya, Harman (2009) memberikan gambaran bahwa

komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja. Semakin tinggi komitmen organisasional, maka semakin

tinggi kepuasan kerja. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Rimata

(2014) melalui hasil penelitiannya kepada karyawan PT. POS Indonesia di

Yogyakarta, dimana hasil dari penelitiannya menunjukan komitmen

organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa persepsi

kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi kepuasan kerja

karyawan baik secara langsung ataupun tidak langsung, dalam hal ini

yaitu melalui komitmen organisasi. Begitupula POS dapat mempengaruhi

kepuasan kerja baik secara langsung ataupun tidak langsung, dalam hal

ini melalui komitmen organisasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini

peneliti akan memfokuskan komitmen organisasi sebagai mediator dalam

melihat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan POS

terhadap kepuasan kerja.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran mediator komitmen

organisasi pada pengaruh persepsi kepemimpinan transformasional dan


7

perceived organizational support (POS) terhadap kepuasa kerja dan

menguji pengaruh langsung antara varibel dalam penelitian ini.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya pengetahuan,

khususnya di bidang psikologi industri dan organsasi. Hasil penelitian

ini juga diharapkan dapat menjadi referensi pada penelitian

selanjutnya yang mengkaji variabel kepempimpinan transformasional,

perceived organizational support, kepuasan kerja dan komitmen

organisasi.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan

kepada organisasi yang bergerak pada bidang jasa logistics dalam

mengenal komitmen organisasi, kepuasan kerja, kepemimpinan

transformasional dan perceived organizational support. Hal ini

memiliki kaitannya dengan kemampuan karyawan untuk

meningkatkan kinerjanya.
8

D. Keaslian Penelitian

Dasar dalam rangka menyusun penelitian ini adalah penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuannya untuk mengetahui hasil dari

penelitian terlebih dahulu kemudian dijadikan perbandingan dan

gambaran mengenai perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan.

Berikut adalah gambaran dari hasil penelitian terdahulu terhadap variabel

dalam penelitian sebagai berikut:

1. Rimata (2014), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

komitmen organisasi dan motivasi kerja baik secara parsial maupun

simultan terhadap kepuasan kerja pada PT. Pos Indonesia

Yogyakarta. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT. Pos Indonesia

Yogyakarta yang berjumlah 150 orang karyawan. Hasil dari penelitian

ini adalah komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan

motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan

kerja.

2. Setiawan (2009), penelitian ini ditujukan untuk menguji “Pengaruh

Komitmen Organisasional terhadap Kepuasan Kerja dengan

Organizational Citizenship Behavior (OCB) Sebagai Variabel

Intervening” (Studi pada Inspektorat Kabupaten Temanggung).

Permasalahan yang ada di Inspektorat Kabupaten Temanggung

berkaitan dengan rendahnya komitmen dan kepuasan kerja Populasi


9

penelitian ini adalah karyawan Inspektorat Kabupaten Temanggung

yang berjumlah 34 dengan sampel penelitian sebanyak 31. Karena

jumlah populasi kurang dari 100 responden. Berdasarkan hasil

analisis disimpulkan bahwa: (1) Komitmen organisasional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Semakin

tinggi tingkat komitmen organisasional, maka semakin tinggi tingkat

kepuasan kerja. (2) Komitmen organisasional berpengaruh positif

terhadap organizational citizenship behavior. Semakin tinggi tingkat

komitmen organisasional, maka semakin tinggi kerelaan pegawai

dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan diluar deskripsi pekerjaan. (3)

Organizational citizenship behavior berpengaruh positif terhadap

tingkat kepuasan kerja, maka semakin tinggi OCB semakin tinggi

tingkat kepuasan kerja. (4) Pengaruh komitmen organisasional

terhadap kepuasan kerja lebih bersifat langsung dibandingkan tidak

langsung melalui organizational citizenship behavior.

3. Amaliyah (2014, penelitian ini ingin melihat pengaruh antara gaya

kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja karyawan

dengan motivasi kerja karyawan sebagai variabel mediasi. Sampel

yang digunakan dalam penilitian ini berjumlah 51 orang dengan

menggunakan teknik sampling kuota. Penelitian ini menggunakan

analisis path dalam menghitung pengaruh antar variabel. Tujuan

diadakan penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah gaya

kepemimpinan transformasional yang merupakan gaya kepemimpinan


10

dimana pemimpin lebih meningkatkan motivasi kerja pengikutnya dan

nantinya akan berdampak pada kepuasan kerja berlaku pada PT.

Bank Rakyat Indonesia (persero), Tbk. dalam jasa perbankan.

4. Akmal (2015), penelitian ini ingin melihat kepemimpinan

transformasional, idealisasi pengaruh, motivasi inspirasional,

konsiderasi individual, dan stimulasi intelektual terhadap kepuasan

kerja karyawan di PT. Madubaru PG.PS Madukismo Yogyakarta.

Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan perposive sampling

dengan membagikan kuisioner sebanyak 78 responden pada

karyawan di PT. Madubaru PG.PS Madukismo Yogyakarta yang

memiliki status karyawan tetap non managerial di bagian pelaksana.

5. Aditya (2015), tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya

pengaruh dari gaya kepemimpinan transformasional terhadap

kepuasan kerja karyawan pada PT BPR Artha Mitra Kencana. Sampel

yang digunakan adalah karyawan PT BPR Artha Mitra Kencana,

sebanyak 100 orang. Penelitian ini dirancang untuk menguji apakah

kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh terhadap

kepuasan kerja. data yang diperlukan dikumpulkan dengan kuesioner.

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linear. Hasilnya

menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya terlihat

bahwa terdapat perbedaan yang mendasar, terkait dengan topik atau


11

variabel penelitian, lokasi, subjek, alat ukur dan metode analisis data (uji

hipotesis) antara penelitian yang telah digunakan sebelumnya dengan

penelitian akan dilaksanakan oleh peneliti. Oleh karena itu, penelitian

yang akan dilakukan oleh peneliti ini dapat dinyatakan asli.

E. Landasan Teori

1. Kepuasan Kerja

a. Definisi Kepuasan Kerja

Menurut Spector (1997) kepuasan kerja merupaka keseluruhan

perasaan mengenai pekerjaan atau berhubungan dengan gabungan sikap

terhadap berbagai aspek dalam pekerjaan. Menurut Luthans (2008)

kepuasan kerja sebagai hasil dari persepsi karyawan tentang seberapa

baik pekerjaan yang dimiliki dapat menyediakan hal-hal yang dipandang

penting.

Robbins dan Judge (2013) juga menyebutkan bahwa kepuasan

kerja termasuk dalam sikap kerja yaitu perasaan positif atau suatu

pekerjaan yang dihasilkan dari proses evaluatif atas karakteristik

pekerjaan tersebut. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi

akan memiliki perasaan positif tentang pekerjaan, dan sebaliknya.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2003), kepuasan kerja pada dasarnya

berhubungan dengan sejauh mana seseorang menyukai pekerjaannya.


12

Mengacu pada definisi yang dijabarkan sebelumnya, peneliti

menyimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang muncul dan

diperoleh dari hasil penilaian terhadap pekerjaan.

b. Dimensi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dapat diukur melalui beberapa dimensi seperti

yang disampaikan Smith et al. (dalam Munandar, 2004) yang menyatakan

terdapat 5 (lima) dimensi kepuasan kerja yakni:

1) Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan memberikan

kesempatan pegawai belajar sesuai dengan minat serta kesempatan

untuk bertanggungjawab. Pada teori dua faktor diterangkan bahwa

pekerjaan merupakan faktor yang akan menggerakkan motivasi kerja

yang kuat dari pegawai sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja

yang baik.

2) Kesempatan terhadap gaji. Kepuasan kerja pegawai akan terbentuk

apabila besar uang yang diterima pegawai sesuai dengan beban kerja

dan seimbang dengan pegawai lainnya.

3) Kesempatan promosi. Promosi adalah bentuk penghargaan yang

diterima pegawai dalam organisasi. Kepuasan kerja pegawai akan

tinggi apabila pegawai dipromosikan atas dasar prestasi kerja yang

dicapai pegawai tersebut.

4) Kepuasan terhadap supervisi. Hal ini ditunjukkan oleh atasan dalam

bentuk memperhatikan seberapa baik pekerjaan yang dilakukan

pegawai, menasehati dan membantu pegawai serta komunikasi yang


13

baik dalam pengawasan. Kepuasan kerja pegawai akan tinggi apabila

pengawasan yang dilakukan supervisor bersifat memotivasi pegawai.

5) Kepuasan terhadap rekan sekerja. Jika dalam organisasi terdapat

hubungan antara pegawai yang harmonis, bersahabat, dan saling

membantu akan menciptakan suasana keiompok kerja yang kondusif,

sehingga akan menciptakan kepuasan kerja pegawai.

Wexley dan Yukl (2005), menyatakan bahwa kepuasan kerja terdiri

7 (tujuh) dimensi yakni sebagai berikut:

1) Kompensasi. Imbalan yang diterima pegawai merupakan faktor

penting bagi kepuasan kerja pegawai. Imbalan yang terlalu kecil

membuat pegawai tidak puas, demikian juga terhadap pemberian gaji

yang tidak adil.

2) Supervisi. Perilaku atasan dalam melakukan pengawasan terhadap

pegawai sangat diperhatikan oleh pegawai. Pengawasan yang

dilakukan dengan memperhatikan dan mendukung kepentingan

pegawai akan berdampak terhadap kepuasan kerja pegawai

3) Pekerjaan itu sendiri. Sifat dari pekerjaan yang dihadapi oleh pegawai

dalam organisasi yakni skill variety, task identity, task significance,

autonomy, dan feedback, akan memberikan pengaruh yang berbeda-

beda terhadap kepuasan kerja pegawai.

4) Hubungan dengan rekan kerja. Interaksi antara pegawai dalam

organisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai tersebut.


14

Secara individu rekan kerja yang bersahabat dan mendukung akan

memberikan kepuasan kerja pegawai lainnya.

5) Kondisi kerja. Kondisi kerja yang bersih dan tertata rapi akan

membuat pekerjaan lebih mudah dilakukan pegawai dan hal ini pada

akhirnya memberikan dampak terhadap kepuasan pegawai.

6) Kesempatan memperoleh perubahan status. Bagi pegawai yang

memiliki keinginan besar untuk mengembangkan dirinya, maka

kebijakan promosi yang adil yang diberlakukan organisasi akan

memberikan dampak puas kepada pegawai.

7) Keamanan kerja. Rasa aman didapatkan pegawai dari adanya

suasana kerja yang menyenangkan, tidak ada rasa takut akan suatu

hal yang tidak pasti dan tidak ada kekhawatiran akan diberhentikan

secara tiba-tiba.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, peneliti mengacu pada lima

dimensi kepuasan kerja yang meliputi kepuasan terhadap pekerjaan

sendiri, kesempatan terhadap gaji, kesempatan promosi, kepuasan

terhadap supervisi, kepuasan terhadap rekan sekerja.

c. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Menurut Burt dan Weitz (dalam Anoraga, 1995) faktor-faktor yang

menentukan kepuasan kerja, meliputi:

1) Faktor hubungan antar karyawan, antara lain: hubungan langsung

antara manager dengan karyawan, faktor psikis dan kondisi kerja,


15

hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi

dan situasi kerja.

2) Faktor- faktor individual: sikap, umur, jenis kelamin, tingkat kepuasan

dan ketidakpuasan kerja akan lebih berarti bila ditempatkan dalam

konteks kecenderungan khas individu (disposisi individu) untuk

menjadi puas secara umum.

3) Faktor- faktor luar, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan keadaan

keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan.

Menurut Mangkunegara (1995) faktor- faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja karyawan, dapat ditentukan dari beberapa hal, antara lain:

1) Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis

kelain, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,

kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja.

2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat

atau golongan, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial,

kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, hubungan kerja.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka ada banyak

faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, daiantaranya adalah faktor

yang bersumber pada diri pegawai itu sendiri dan faktor pekerjaan.

2. Persepsi Kepemimpinan Transformasional

a. Definisi Persepsi Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang

meningkatkan motivasi karyawan, memuaskan kebutuhan karyawan dan


16

memperlakukan mereka sebagai manusia secara utuh (Northouse, 2001).

Kepemimpinan transformasional dapat menciptakan lingkungan yang

memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi serta

mengembangkan minat dalam bekerja (Bass, dalam Imran, dkk, 2011).

Menurut Bass (Yukl, 2013) bahwa kepemimpinan transformasional

adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang pemimpin

transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan,

dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk

melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka. Pemimpin

tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara

membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil suatu pekerjaan,

mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim

daripada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan

mereka pada yang lebih tinggi.

Menurut Bass (dalam Robbins dan Judge, 2007) kepemimpinan

transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan

rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma.

Sementara menurut Newstrom dan Bass (dalam Sadeghi dan Pihie, 2012)

pemimpin transformasional memiliki beberapa komponen perilaku

tertentu, diantaranya adalah integritas dan keadilan, menetapkan tujuan

yang jelas, memiliki harapan yang tinggi, memberikan dukungan dan

pengakuan, membangkitkan emosi pengikut, dan membuat orang untuk


17

melihat suatu hal melampui kepentingan dirinya sendiri untuk meraih

suatu hal yang mustahil.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa persepsi kepemimpinan transformasional merupakan

penilaian atau persepsi positif ataupun negatif dari karyawan terhadap

pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral serta strategi

dalam membawa organisasi mencapai tujuannya.

b. Aspek-Aspek Kepemimpinan Transformasional

Bass (dalam Mutamimah, 2001) menjelaskan bahwa seorang

pemimpin dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat aspek

yang terdiri dari :

1) Charismatic Leadership (Kharismatik/ pengaruh terhadap individu).

Pemimpin tersebut mempunyai power dan pengaruh. Karyawan

dibangkitkan, sehingga mempunyai tingkat kepercayaan dan

keyakinan. Pemimpin membangkitkan dan menyenangkan

karyawannya dengan meyakinkan bahwa mereka mampu

menyelesaikan sesuatu yang lebih besar dengan usaha ekstra.

2) Inspirational Motivation (motivasi inspiratif). Pemimpin transformasional

selalu memotivasi dan merangsang bawahannya dengan menyiapkan

pekerjaan yang berarti dan menantang, antusiasme dan optimisme

ditunjukan. Pemimpin selalu mengkomunikasikan visi, misi dan

harapan-harapan dengan tujuan agar bawahan mempunyai komitmen

yang tinggi untuk mencapai tujuan.


18

3) Intellectual Stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin selalu

menstimuli bawahannya secara intelektual, sehingga mereka menjadi

inovatif dan kreatif dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara

yang baru. Selain itu, pemimpin mengajarkan dengan melihat kesulitan

sebagai masalah yang harus diselesaikan dan memberikan

penyelesaian masalah secara rasional.

4) Individualized Consideration (konsiderasi individual). Pemimpin

memberikan perhatian kepada karyawan secara individual, seperti:

kebutuhan karyawan untuk berprestasi, memberikan gaji, memberi

nasehat kepada karyawan sehingga karyawan dapat tumbuh dan

berkembang.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka aspek kepemimpinan

transformasional yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi

charismatic leadership (kharismatik/pengaruh terhadap individu),

inspirational motivation (motivasi inspiratif), intellectual stimulation

(stimulasi intelektual), individualized consideration (konsiderasi individual).

3. Perceived Organizational support (POS)

a. Definisi Perceived Organizational support

Menurut Bakker dan Demerouti (2008), POS merupakan tingkat

dimana karyawan merasa perusahaan memperhatikan kesejahteraan

mereka dengan baik dan menilai konstribusi yang sudah mereka lakukan

pada perusahaan. Perusahaan atau organisasi yang peduli dengan

kesejahteraan karyawannya akan mendorong karyawan untuk bekerja


19

dengan baik dan membuat karyawan merasa dihargai, serta akan

memunculkan kualitas prilaku bekerja yang baik bagi perusahaan atau

organisasi itu sendiri. Jawahar dan Hemmasi (2006) menjelaskan persepsi

dukungan organisasi sebagai hubungan saling timbal balik yang terjadi

antara karyawan mengenai sejauh mana organisasi mampu menghargai

kontribusi mereka, respek terhadap mereka, dan secara jujur benar-benar

memperhatikan kesejahteraan mereka.

POS didefinisikan sebagai kepercayaan karyawan bahwa

organisasi menghargai kontribusi dan kesejahteraan mereka. Teori POS

beranggapan bahwa untuk menentukan kesiapan organisasi memberikan

reward atas peningkatan kinerja dan memenuhi kebutuhan sosioemosial,

karyawan mengembangkan kepercayaan bahwa organisasi menghargai

kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan mereka. POS juga dinilai

sebagai jaminan bahwa organisasi akan menyediakan bantuan untuk

menyelesaikan sebuah tugas secara efektif dan saat menghadapi kondisi

penuh dengan stres (Rhoades & Eisenberger, 2002). Sementara

Colakuglu, Culha, dan Atay (dalam Waileruny, 2014) menjelaskan bahwa

POS dapat didefinisikan sebagai seberapa besar organisasi menghargai

kontribusi dan peduli akan karyawan.

POS merupakan persepsi karyawan terhadap bagaimana

organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap

kesejahteraan mereka Eisenberger (dalam Paille, Bourdeau, & Galois,

2010). Hal ini menunjukkan bahwa komitmen dari organisasi kepada


20

karyawannya dapat sangat bermanfaat. POS menunjukkan perlakuan

yang baik dari organisasi menciptakan kewajiban umum, berdasarkan

norma timbal balik dari karyawan untuk peduli terhadap organisasi mereka

dan memperlakukan organisasi mereka dengan baik sebagai

pengembaliannya (Ristig, 2009). Kewajiban karyawan akan dibalaskan

melalui perilaku terkait pekerjaan yang akan mendukung berbagai tujuan

dari organisasi (Ristig, 2009). Sementara Robbins (2008) menjelaskan

POS sebagai tingkat dimana karyawan yakin organisasi menghargai

kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa POS merupakan penilaian dimana organisasi

menghargai kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan karyawan. POS

yang positif akan mendorong untuk bekerja dan memunculkan kualitas

prilaku kerja yang lebih baik bagi organisasi, dan sebaliknya.

b. Dimensi Perceived Organizational support

Tiga hal yang menjadi dimensi penting dalam perceived

organizational support menurut hasil meta-analisis yang dilakukan oleh

Rhoades dan Eisenberger (2002) adalah sebagai berikut:

1) Fairness

Menurut Greenberg (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002)

fairness yaitu keadilan yang digunakan untuk mendistribusikan sumber

daya di antara karyawan. Shore (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002)

menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan


21

dalam distribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang kuat pada

perceived organizational support, hal ini menunjukkan bahwa organisasi

memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan.

2) Supervisor support

Yaitu sebuah dukungan dari atasan, dalam hal ini sejauh mana

atasan menilai kontribusi karyawan terhadap pekerjaannya. Menurut

Kottke dan Sharafinski (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) yaitu

karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana

atasan menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan.

Levinson et al (dalam Rhoades & Eisenberger,2002) menyatakan atasan

bertindak sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab

untuk mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahan, dan karyawan

melihat orientasi atasan sebagai indikasi adanya dukungan organisasi.

3) Organizational rewards dan job conditions

Menurut Shore dan Shore (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002)

bahwa kegiatan sumber daya manusia yang menunjukan pengakuan atau

kontribusi karyawan. Karyawan akan memiliki hubungan yang positif

dengan perceived organizational support, terdapat berbagai organizational

reward & job conditions yang diteliti hubungannya dengan perceived

organizational support seperti adanya gaji, pengakuan, promosi,

keamanan dalam bekerja, kemandirian, peran stressor, pelatihan dan

ukuran organisasi.
22

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dimensi POS yang akan

digunakan pada penelitian ini meliputi fairness, supervisor support,

organizational rewards dan job conditions.

4. Komitmen Organisasi

a. Definisi komitmen Organisasi

Menurut Mathis dan Jackson (2002), komitmen organisasi

menunjuk pada derajat kepercayaan dan penerimaan karyawan terhadap

tujuan-tujuan organisasi, serta akan tetap tinggal atau tidak di organisasi.

Luthans (2006) menyatakan komitmen organisasi adalah keinginan yang

kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi, berusaha keras sesuai

keinginan organisasi, serta memiliki keyakinan tertentu dan penerimaan

nilai dan tujuan organisasi. Newstrom dan Davis (1989) melanjutkan

bahwa komitmen organisasi adalah kekuatan yang bersifat relatif dari

individu dalam mengidentifikan keterlibatan dirinya dalam suatu bagian

dari organisasi yang ditandai oleh tiga hal yaitu adanya rasa percaya yang

kuat dan penerimaan seseoarang terhadap tujuan dan nilai-nilai

organisasi, adanya keinginan seseorang untuk melakukan usaha secara

sungguh-sungguh demi organisasi, adanya Hasrat yang kuat untuk

mempertahankan keanggotaan dalam suatu organisasi.

Meyer, Allen, dan Smith (1993) menganggap komitmen sebagai

kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan dan

organisasi, dan memiliki implikasi pada keputusan untuk melanjutkan atau

berhenti bekerja di organisasi. Sementara menurut Meyer dan Herscovitc


23

(2002) bahwa komitmen organisasi adalah keterlibatan emosional,

identifikasi dan keterlibatan individu dengan organisasi serta keinginan

untuk tetap dianggap sebagai karyawan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, disimpulkan komitmen

organisasi adalah suatu sikap yang diambil oleh karyawan untuk percaya

dan menerima dengan kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, bersedia

mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, serta ingin secara

kuat mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.

b. Aspek-aspek Komitmen Organisasi

Menurut Meyer dan Allen (1991) terdapat tiga dimensi komitmen

organisasi, yang meliputi:

1) Komitmen afektif

Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan

karyawan terhadap organisasi. Komitmen afektif menguat ketika

pengalaman karyawan dalam suatu organisasi konsisten dengan

tujuannya dan memenuhi kebutuhan dasarnya, dan sebaliknya. Komitmen

afektif menunjukkan kekuatan keinginan karyawan untuk bekerja di suatu

organisasi karena tujuan mereka selaras dengan organisasi. Karyawan

dengan komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja di organisasi

karena mereka ingin bekerja di sana.

2) Komitmen berkelanjutan

Komitmen ini mengacu untuk mempertimbangkan potensi

kerugian yang ditimbulkan oleh karyawan ketika dia berhenti bekerja di


24

organisasi tersebut. Hal ini terjadi dimungkinkan karena kehilangan status,

promosi, atau manfaat. Konsep orasi sisi taruhan menyoroti kontribusi

karyawan yang dapat diambil ketika dia meninggalkan organisasi. Oleh

karena itu, meninggalkan pekerjaan adalah tindakan berisiko tinggi karena

karyawan merasa bahwa mereka akan kehilangan keterlibatan mereka

dalam organisasi, dan mereka menyadari bahwa mungkin sulit untuk

menemukan pengganti yang tepat.

3) Komitmen normatif

Komitmen ini berkaitan dengan perasaan bertanggung jawab

untuk tetap berada dalam organisasi karena itu adalah hal yang benar

untuk dilakukan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dimensi komitmen organisasi yang

akan digunakan pada penelitian ini meliputi komitmen afektif, komitmen

berkelanjutan, komitmen normatif.

c. Faktor-faktor Komitmen Organisasi

Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukaan empat faktor yang

mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :

1) Faktor personal, hal ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

pengalaman kerja serta kepribadian, dan lain sebagainya.

2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkungan jabatan, tantangan

dalam pekerjaan, konflik peran, dan tingkat kesulitan dalam pekerjaan.


25

3) Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk

organisasi, kehadiran serikat pekerjaan, dan tingkat pngendalian yang

dilakukan terhadap karyawan.

4) Pengalaman kerja, hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat

komitmen karyawan dalam organisasi. Hal ini disebabkan tingkat

komitmen antara karyawan yang memang sudah puluhan tahun

bekerja akan berbeda dengan karyawan yang baru saja bekerja.

Steer dan Porter (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa

terdapat sjumlah faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada

organisasi yaitu :

1) Faktor personal meliputi job expectation, pschological contract, job

choice factor, dan karakteristik personal (kepribadian). Hal ini

disebabkan keseluruhan faktor akan membentuk komitmen awal.

2) Faktor organisasi, meliputi initial works experience, job scope,

supervision, goal consistency organizational. Semua faktor ini akan

memunculkan dan membentuk tanggung jawab.

3) Non-organizational factors, yang meliputi avalibleity of alternative jobs.

Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalkan ada

tidaknya alternatif pekerjaan lain. Jika ada yang lebih baik maka

karyawan akan meninggalkannya.

Steers (dalam Sopiah, 2008) menyatakan tiga faktor yang

mempengaruhi komitmen seorang karyawan yaitu:


26

1) Ciri pribadi, pekerja termasuk jabatannya dalam organisasi, dan

variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari setiap karyawan.

2) Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi

dengan rekan kerja.

3) Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau

dan caracara pekerja lain dlam mengutarakan dan membicarakan

perasaannya tentang organisasi.

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi berupa

faktor personal, yang salah satunya merupakan faktor kepribadian, yang

mana sebagai pondasi komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan.

Berikutnya faktor organisasi, yang meliputi ciri pekerjaan, seperti identitas

tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan kerja dan lain

sebagainya. Selanjutnya faktor yang bukan berasal dari organisasi, seperti

tidak adanya tawaran pekerjaan yang jauh lebih baik atau gaji yang lebih

rendah dari organisasi.

F. Pengaruh Persepsi Kepemimpinan Transformasional dan

Perceived Organizational Support terhadap Kepuasan Kerja

dengan Komitmen Organisasi sebagai Mediator

1. Pengaruh persepsi kepemimpinan transformasional terhadap

kepuasan kerja dengan komitmen organisasi sebagai moderator


27

Hasil penelitian Dewi (2013) menyimpulkan bahwa kepemimpinan

transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja. Kepemimpinan transformasional juga memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan kepuasan

kerja. Hasil temuan Dewi mengindikasikan bahwa pengaruh

kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja, dimediasi oleh

komitmen organisasional.

Ahsan dkk (2019) juga menemukan bahwa komitmen organisasi

mediasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan

kerja. Penilaian karyawan terhadap kepemimpinan transformasional

dalam hal ini memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja

melalui komitmen organisasi. Artinya, semakin negatif penilaian karyawan

terhadap gaya kepemimpinan transformasional maka akan semakin

rendah pula kepuasan kerja karyawan.

Prastiowati (2015) menemukan adanya hubungan antara gaya

kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja karyawan pada

perusahaan di Yogyakarta. Subjek penelitian adalah 32 karyawan

perusahaan dengan lama kerja minimal 6 bulan, pendidikan minimal SMA,

dan usia antara 20-55 tahun.

Kepemimpinan transformasional ini sanagt kuat pengaruhnya

terhadap munculnya kepuasan kerja akryawan terutama karena

karakteristik pemimpin yang peduli pada keberbedaan kemampuan

karyawan. Hal ini tampak pada penelitian yang melibatkan 378 karyawan
28

di perusahaan di Johor Malaysia (Long, Yusof, Kowang & Heng, 2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepedulian pemimpin terhadap

perbedaan kemampuan karyawan mempengaruhi kepuasan kerja

karyawan sebesar 17,4%. Penelitian tersebut justru tidak menunjukkan

hasil signifikan pada tiga karakteristik lainnya dari pemimpin

transformasional.

Top dan Giden (2012), yang menunjukkan bahwa tingginya kadar

komitmen organisasi dan kepuasan kerja dapat memiliki efek positif pada

hasil pekerjaan dan rendahnya 3 tingkat komitmen organisasi dan

kepuasan kerja dapat menyebabkan rendahnya kinerja organisasi. Oleh

karena itu, pihak manajemen rumah sakit harus dapat memberikan faktor-

faktor yang dapat meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi

para karyawannya.

2. Pengaruh POS terhadap kepuasan kerja dengan komitmen

organisasi sebagai mediator

Fauzan (2010) menemukakan bahwa gaya kepemimpinan

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi.

Begitu pula Komitmen organisasi berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Selain itu, hasil penelitian

Hidayat (2013) menunjukkan adanya pengaruh langsung dan positif yang

signifikan dari kepemimpinan terhadap komitmen organisasional.

Sementara, tidak terdapat pengaruh secara langsung dari kepemimpinan

terhadap kepuasan kerja.


29

Eva Kris (2009) menyatakan bahwa Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh karyawan outsourcing PT. Semeru Karya Buana dari

semua divisi perusahaan baik yang memiliki jangka kontrak kerja kurang

dari satu tahun maupun lebih dari satu tahun. Populasi ini berjumlah 100

karyawan antara lain menempati bagian produksi (log dan packing),

assembling, dan quality control. Dalam penelitian ini digunakan metode

sensus yaitu dengan memberikan kuesioner pada seluruh populasi yang

berjumlah 100 orang yang terdiri dari karyawan outsourcing dalam semua

bagian perusahaan. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode

kuesioner yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan atau kuesioner

secara langsung kepada para responden. Teknik analisis data dalam

penelitian ini menggunakan analisis SEM (Structural Equation Modelling)

yang dioperasikan melalui program AMOS 7.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja

berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasional, namun

variabel motivasi menunjukkan hasil yang tidak signifikan positif terhadap

komitmen organisasional. Lebih lanjut, variabel kepuasan kerja dan

motivasi menunjukkan pengaruh yang signifikan positif terhadap kinerja

karyawan. Di sisi lain, hubungan antara komitmen organisasional tidak

signifikan positif terhadap kinerja karyawan.


30

3. Pengaruh persepsi kepemimpinan transformasional terhadap

kepuasan kerja

Riana (2015) menjelaskan kepemimpinan transformasional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Seperti yang

disampaikan Iklima (2017) bahwa semakin positif persepsi terhadap gaya

kepemimpinan transformasional maka akan semakin tinggi pula kepuasan

kerja karyawan, sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap gaya

kepemimpinan transformasional maka akan semakin rendah pula

kepuasan kerja karyawan.

Rita Andarika (2004) menyatakan bahwa penelitian ini adalah

untuk menguji korelasi antara persepsi gaya kerja transaksional dan

transformasional kepemimpinan dan pekerjaan kepuasan di Biro

Koordinasi Kerjasama Kredit Sumatera Selatan (Badan Koordinasi Kredit

Daerah Sumatera Selatan). Penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel acak. Subjek penelitian ini berjumlah 100 orang para

karyawan. Data dikumpulkan dengan menggunakan tiga kuesioner:

kepemimpinan transaksional, kepemimpinan transformasional, dan

kepuasan kerja, kuesioner. Data dianalisis menggunakan regresi

berganda, parsial korelasi, Pearson's Product Moment, dan analisis uji-t.

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) hubungan yang sangat signifikan dan

positif antara persepsi gaya kepemimpinan transformasional dan

kepuasan kerja, (2) ada tidak signifikan dan korelasi negatif antara gaya

kepemimpinan transaksional persepsi dengan kepuasan kerja, (3) ada


31

yang sangat signifikan dan positif korelasi antara gaya kepemimpinan

transaksional dan transformasional persepsi dengan kepuasan kerja, dan

(4) ada perbedaan yang sangat signifikan dalam kepuasan kerja antara

karyawan pria dan wanita.

Siti Maria (2011) mengemukakan bahwa tujuan utama dari

penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara persepsi atasan gaya

kepemimpinan dan kepuasan kerja di pusat kesehatan karyawan

puskesmas mekar baru. Penelitian ini menggunakan sampling teknik

jenuh. Subjek penelitian ini adalah 32 karyawan. Data dikumpulkan

menggunakan dua kuesioner: gaya kepemimpinan transformasional, gaya

kepemimpinan transformasional, dan pekerjaan kuesioner kepuasan. Data

dianalisis menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Itu hasilnya

adalah: (1) hubungan positif dan signifikan antara persepsi kepemimpinan

atasan gaya dan kepuasan kerja, (2) hubungan positif dan signifikan

antara persepsi gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional

dan kepuasan kerja.

Setyowati wulandari (2013) mengemukakan Penelitian ini bertujuan


untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara persepsi terhadap
gaya kepemimpinan transformasional dengan work engagement. Jumlah
populasi penelitian ini adalah 173 karyawan, sampel penelitian 115
karyawan dengan menggunakan simple random sampling. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua skala psikologi
dengan model likert, yaitu skala work engagement (21 aitem, a = 0,876)
dan skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional (33
aitem, a = 0,935).
32

Analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi sederhana yang


dibantu dengan program komputer SPSS ver.17.0. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap
gaya kepemimpinan transfor-masional dengan work engagement pada
karyawan PT. Dua Kelinci Pati dengan koefisien korelasi 0,586 dengan p =
0,000 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
semakin positif persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional
maka semakin tinggi work engagement. Persepsi terhadap gaya
kepemimpinan transformasional sebesar 34,3% terhadap work
engagement.

4. Pengaruh Perceived Organizational Support terhadap kepuasan

kerja

Christian (2015) menyatakan suatu kesimpulan yang menunjukan

bahwa perceived organizational support berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan kerja karyawan. Selain itu, penelitian Arianto (2014)

menjelaskan bahwa perceived organizational support berpengaruh

terhadap kepuasan kerja karyawan.

Tjun Han (2012) menyatakan penelitian ini adalah menjelaskan

pengaruh sebuah variabel terhadap variabel lainnya, dan data yang

dikumpulkan menggunakan kuesioner. Penelitian ini menggunakan

Structural Equation Modelling (SEM) berbasis Partial Least Square (PLS)

untuk menjawab rumusan masalah. Ditemukan bahwa Perceived

Organizational Support (POS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Kepuasan Kerja dan Komitmen Afektif. Namun, juga ditemukan bahwa


33

Kepuasan Kerja berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap

Komitmen Afektif.

Hartiwi Agustina (2012) mengemukakan bahwa Penelitian ini

mempelajari fenomena turunnya minat masyarakat, dan hasil temuan

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mahrawati (2011) bahwa kinerja

dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Palangka Raya masih rendah.

Sehingga penelitian ini adalah upaya memecahkan masalah minat

masyarakat melalui perbaikan kinerja dosen dalam upaya meningkatkan

citra atau brand image. Kebijakan perbaikan kinerja dosen dimulai dari

penelitian sebab-akibat dari faktor-faktor yang berhubungan atau yang

mempengaruhinya, yaitu persepsi dukungan organisasi (perceived

organization support) dan motivasi kerja terhadap kinerja dosen. Metode

penelitian yang dilakukan adalah eksplanasi atau metode sebab-akibat

(causal) antara persepsi dukungan organisasi (perceived organization

support) dan motivasi kerja terhadap kinerja dosen, dengan jumlah

sampel penelitian sebanyak 37 orang, dan metode analisis menggunakan

analisis jalur (path analyisis). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dosen

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Palangka Raya mempunyai persepsi

terhadap dukungan organisasi, motivasi kerja dan kinerja yang kurang

baik dengan rata-rata total 2, pengaruh langsung (direct effect) persepsi

dukungan organisasi terhadap motivasi kerja dan terhadap kinereja

dosen (0,388) adalah positif dan signifikan, pengaruh langsung (direct

effect) motivasi kerja dosen terhadap kinerja dosen (0,433) adalah positif
34

dan signifikan, sedangkan pengaruh tidak langsung (indirect effect)

persepsi dukungan organisasi terhadap kinerja dosen melalui motivasi

kerja (0,222) < dari pengaruh langsung (0,513), perubahan kinerja dosen

dipengaruhi oleh perubahan persepsi dukungan organisasi dan motivasi

kerja sebesar 63,90 % dan sisanya 36,10 % dipengaruhi oleh faktor lain

yang tidak dimasukan dalam model.

Ricky Arianto menyatakan bahwa Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran perceived organizational support, kepuasan kerja,

dan komitmen organisasional karyawan PT Rodeo Prima Jaya Semarang.

Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh

perceived organizational support terhadap kepuasan kerja dan pengaruh

perceived organizational support terhadap komitmen organisasional dari

karyawan. Penelitian ini dilakukan di PT Rodeo Prima Jaya Semarang.

Sampel yang digunakanialah 30 orang karyawan (staff) PT Rodeo Prima

Jaya Semarang yang telah bekerja minimal selama 2 tahun. Metode

pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner dengan

menggunakan skala Likert. Teknik analisis data yang digunakan ialah

analisis deskriptif serta analisis regresi linear sederhana. Berdasarkan

analisis deskriptif, persepsi karyawan mengenai perceived organizational

support, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional tergolong dalam

kategori tinggi yang berarti karyawan memiliki persepsi yang tinggi

terhadap dukungan yang diberikan organisasi, kepuasan kerjadan

komitmen organisasional mereka. Selain itu, berdasarkan analisis regresi


35

dapat disimpulkan bahwa perceived organizational support berpengaruh

terhadap kepuasan kerjakaryawan dan perceived organizational support

berpengaruh terhadap komitmen organisasional karyawan.

G. Hipotesis

Kepuasan kerja merupakan hal yang menarik untuk diteliti karena

mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja individu dan

organisasi. Banyak fantor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan

peneliti tertarik untuk menguji pengaruh persepsi kepemimpinan

transformasional dan perceived organizational support terhadap kepuasan

kerja, baik itu pengaruh secara langsung ataupun melalui mediasi

komitmen organisasi.

Kepemimpinan
Transformasional
Komitmen Kepuasan
organisasi kerja

Perceived
Organizational
Support

Gambar 1. Model konseptual hipotesis penelitian

Berdasarkan model tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan

pada penelitian ini adalah:

H1. Komitmen organisasi menjadi mediator dari persepsi kepemimpinan

transformasional terhadap kepuasan kerja.

H2. Komitmen organisasi sebagai mediator dari perceived organizational

support terhadap kepuasan kerja.


36

H3. Persepsi kepemimpinan transformasional secara langsung

mempengaruhi kepuasan kerja.

H4. Perceived organizational support secara langsung mempengaruhi

kepuasan kerja.

Anda mungkin juga menyukai