Engagement di Perusahaan X
Oleh:
Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perekonomian global dunia semakin meningkat, hal ini juga tidak lepas dari
pengelolaan sumber daya manusia yang kurang baik, seperti ketidakpuasan kerja,
penurunan kerja, ketidakhadiran (abseinteism), dan turnover (Mangkunegara,
2005:117). Maka dari itu semua, perusahaan berusaha untuk mengelola sumber
daya manusianya dengan baik. Dengan mengacu pada hal-hal tersebut, setiap
organisasi berusaha untuk memikirkan cara yang tepat untuk mempertahankan
sumber daya manusianya.
Terdapat banyak cara atau strategi untuk menciptakan lingkungan kerja
yang kondusif demi mempertahankan karyawan dalam perusahan. Kepuasan kerja
karyawan menjadi salah satu strategi dan perhatian khusus dalam organisasi.
Namun sekarang ini kepuasan kerja belum cukup menunjang performa dari setiap
karyawan seperti yang dilansir pada artikel JCG (The Jakarta Consulting Group,
2015). Setiap karyawan diharuskan memiliki rasa engagement, keterlibatan kerja,
komitmen, keingingan berkontribusi, dan rasa memiliki terhadap pekerjaan dan
organisasinya tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap anggota
karyawan harus memiliki rasa keterikatan dengan perusahaannya atau yang dikenal
dengan istilah employee engagement.
Jika seorang karyawan memiliki keterikatan kerja (employee engagement)
yang baik, karyawan tersebut akan memiliki komitmen kerja yang baik pula. Hal
tersebut juga diungkapkan oleh Balakrishan dan Masthan (2013) bahwa employee
engagement dapat dideskripsikan sebagai bentuk rasa emosional dari karyawan dan
komitmennya pada kesuksesan organisasinya. Pada dasarnya setiap karyawan yang
engage akan berusaha meningkatkan performa dan kinerjanya untuk mencapai
setiap tujuan organisasinya (Balakrishan dan Masthan, 2013). Seperti yang
disampaikan oleh Haudan (dalam Adnjani dan Prianti, 2009) bahwa rasa
engagement menciptakan lingkungan kerja yang kompetitif sehingga orang akan
berusaha tidak pernah ketinggalan untuk bertanding dalam rangka mewujudkan
tujuan organisasi. Jadi, setiap karyawan akan ikut bertanding dan tidak akan pernah
tertinggal satu pertandingan pun sampai goal atau tujuan dari perusahaan tercapai.
Setiap organisasi seharusnya dapat meningkatkan rasa engagement dari
karyawannya kearah yang lebih nyata, guna menunjang performa perusahan.
Dengan demikian setiap manajer atau atasan harus mampu mengarahkan setiap
karyawan untuk berkontribusi penuh untuk perusahaan dengan dimulai dari proses
employee engagement. Menurut Stephania (2012), karyawan akan berusaha
memberikan yang terbaik untuk mendukung keberhasilan perusahaannya, dimana
hal tersebut merupakan salah satu dari keberhasilan engagement. Dengan demikian
karyawan akan menjadi loyal terhadap perusahaan, lebih produktif dan
bersemangat akan pekerjaanya (Adnjani dan Prianti, 2009). Setiap karyawan yang
terikat (engaged) pada perusahaan akan bekerja tidak hanya komitmen saja namun
juga dikarenakan adanya passion pada pekerjaanya (Balakrishan dan Masthan,
2013). Dapat disimpulkan bahwa rasa engagement akan memiliki dampak yang
positif bagi performa karyawan dan perusahaan itu sendiri, karena dapat
menciptakan sebuah energi positif dan passion dalam menunjukkan kinerja yang
terbaik untuk perusahaan (Keenan 2007, dalam Adnjani dan Prianti, 2009).
Setiap perusahaan sekarang ini sudah memasuki bentuk kompetisi baru
yaitu kompetisi dalam hal talent dan skill dari Human Resources. Dengan
pengelolaan HR yang baik dapat membentuk rasa kesetiaan pada karyawan. Maka
dari itu pengelolaan employee engagement menjadi perhatian yang khusus dalam
organisasi sekarang ini. Karena setiap perusahaan akan berusaha untuk mengikat
karyawannya baik fisik, jiwa, maupun pemikirannya (Balakrishan dan Masthan,
2013). Menurut penelitian yang terdahulu oleh Harter et al (2002, dalam The
Oxford Handbook of Happiness, 2013) bahwa karyawan yang terikat (engaged)
secara konsisten akan bekerja dengan maksimal dan selalu meningkatkan
perfomanya dalam bekerja.
Konsep mengenai keterikatan kerja (employee at work) pertama kali disusun
oleh Kahn (1990, dalam Balakrishan dan Masthan, 2013) yaitu, memanfaatkan diri
sebagai anggota dari organisasi dalam pekerjaan mereka dengan melibatkan diri
secara fisik, kognitif, dan emosional selama dalam perannya bekerja. Sedangkan
menurut survei yang dilakukan oleh AON-Hewitt (2013) bahwa karyawan yang
engage akan berbicara hal-hal yang positif dari perusahaannya, akan meningkatkan
kesetiaan terhadap organisasi, dan meningkatnya pula dorongan motivasi untuk
bekerja lebih ekstra demi mencapai keberhasilan perusahaan. Dapat disimpulkan
dari konsep diatas bahwa keterikatan karyawan dapat menjadi indikator sebuah
perusahaan yang sehat dan baik.
sibuk bermain game diatas meja komputer mereka. Dapat disumpulkan bahwa
karyawan yang tidak engage dengan perusahaan akan menurunkan kinerja
perusahaan itu sendiri, maka dari itu setiap perusahaan diharuskan untuk
meningakatkan rasa keterikatan karyawan.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya employee
engagement disuatu perusahaan. Menurut Federman (2009:37-47), terdapat 9 faktor
yang mempengaruhi keterikatan karyawan di dalam perusahaan yaitu: 1)
kebudayaan (culture), 2) indikator sukses (success indicators), 3) pengertian
prioritas (priority setting), 4) komunikasi (communication), 5) inovasi (innovation),
6) penguasaan bakat (talent enhancement), 7) peningkatan bakat (talent
enhancement), 8) insentif (incentive and acknowledgement), 9) pelanggan
(costumer-centered). Berdasarkan 9 faktor diatas komunikasi termasuk dalam
faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya employee engagement dalam
perusahaan.
Komunikasi adalah salah satu aspek penting dalam perusahaan. Dengan
melalui komunikasi yang baik, tujuan perusahaan akan tercapai. Komunikasi dan
organisasi tidak dapat pisahkan, karena dengan komunikasi akan terjadi sebuah
interaksi dalam perusahaan. Komunikasi yang terjadi dalam perusahaan menjadi
kunci penting dalam berjalannya sebuah perusahaan. Komunikasi dalam
perusahaan juga dapat dikatakan sebagai komunikasi internal, dimana hanya terjadi
dilingkup organisasi itu saja. Menurut Larkin dan Larkin (1994) terdapat tiga cara
komunikasi dengan karyawan yaitu: komunikasi secara langsung oleh supervisors,
face-to-face communication, dan komunikasi mengenai pekerjaan.
1.2
Identifikasi Masalah
Employee engagement menjadi bahasan yang menarik untuk diteliti. Sejalan
1.3
Batasan Masalah
Untuk penelitian ini, peneliti akan mencari tahu tentang pengaruh
2. Employee Engagement
Menurut Khan (1990) employee engagement adalah keterikatan
karyawan secara fisik, kognitif, dan secara emosional dengan pekerjaannya
(Albrecht, 2010: 4). Karyawan yang engage akan memberikan seluruh
energi dan pikirannya kepada pekerjaan yang diberikan.
1.4
Rumusan Masalah
Dalam merumuskan masalah, penulis mengemukakan pertanyaan yang
1.5
Tujuan Penelitian
Ada tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1.6
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
Manfaat Teoritis
Sebagai tambahan ilmu untuk dihubungkan dengan pengetauan
teoritis yang didapatkan dibangku kuliah agar dapat diaplikasikan
didunia kerja
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pegawai
organisasi untuk menentukan strategi yang baik dalam melakukan
rekrutmen pegawai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Employee Engagement
Employee engagement adalah kondisi atau keadaan dimana karyawan
apresiasi,
rekognisi,
dan
kesuksesan.
Berbagai
subjek
yang
Karyawan yang engaged bukanlah manusia super yang tidak merasa kelelahan
setelah bekerja seharian. Mereka tetap measa kelelahan, namun kelelahan mereka
dideskripsikan sebagai suatu kepuasan karena hal ini berkaitan dengan pencapaian
positif (Bakker, 2010).
2.1.1
2.1.1.1 Urgency
Urgensi disini dapat dikatan sebagai dorongan internal yang besar dalam
diri karayawan yang mengarah pada pekerjaannya. Menurut Macey et al (2009)
urgensi dapat didefinisikan sebagai kekuatan fisik, energi emosional, keaktifan
dalam kognitif atau yang dikenal dengan vigor. Pengertian vigor dalam hal ini
adalah berupa resiliensi mental dan persistensi karyawan dalam menghadapi
kesulitan dalam pekerjaan, sehingga dapat bangkit lagi karena adanya dorongan
untuk mencapai tujuan organisasi. Urgensi ini adalah komponen inti dalam
membangun engagement (Macey et al, 2009:20), dalam hal ini juga membangun
kepercayaan diri karyawan dalam mencapai tujuan organisasi.
2.1.1.2 Focus
Seorang karyawan yang engage dengan pekerjaanya pasti akan fokus
dengan pekerjaannya (Macey et al, 2009; Balakrishan dan Masthan, 2013). Fokus
yang dimaksud sebagai komponen engagement adalah dimana setiap karyawan
pasti akan memberikan perhatian penuh pada pekerjaan yang ada didepan matanya
dan segara menyelesaikannya. Penyelesaian pekerjaan yang dimaksud adalah
perasaan secara psikologis dalam menyelesaikannya bukan secara fisik karena
pekerjaan itu sebuah tanggung jawab (Macey et al, 2009).
Fokus dari seorang karyawan akan pekerjaanya adalah dimana seorang
karyawan secara konsisten absorbed pada satu pekerjaan. Seorang karyawan yang
absorbed dengan pekerjaannya akan sulit berpindah atau tidak fokus pada
pekerjaanya karena sudah fokus dan konsisten dengan pekerjaannya (Jackson et al,
2003). Fokus dapat menjadi sarana pendorong engagement dalam pekerjaan dimana
lebih berkonsentrasi terhadap pekerjaan sehingga jika ada distraksi dari luar
karyawan tidak mudah terganggu.
2.1.1.3 Intensity
Fokus tidak dapat berdiri sendiri dalam melihat karyawan yang engage,
dimana intensitas juga menjadi salah satu komponen engagement. Intensitas dalam
hal ini adalah seberapa besar intensitas terhadap konsenstrasi dalam pekerjaanya
(Macey et al, 2009:22). Dalam hal ini juga intensitas dapat dijadikan sebagai
indikator level dari kemampuan karyawan dalam bekerja. Jadi dapat disimpulkan
jika karyawan memiliki kemampuan yang seimbang dengan tuntutan pekerjaannya
maka energi dan fokusnya akan diberikan penuh pada pekerjaanya (Macey et al,
2009). Sedangkan jika kemampuan karyawan melebihi tuntutan pekerjaan yang
diberikan maka karyawan tersebut akan bosan dan intensitasnya akan beralih pada
hal yang lain.
Khan juga berpendapat bahwa karyawan dengan rasa engage akan lebih
memberikan pikiran, emosi, dan kognitifnya pada pekerjaanya (Macey et al, 2009).
Jadi dapat dikatakan bahwa karyawan yang engage adalah karayawan yang
memiliki intensitas yang tinggi dengan memiliki fokus dan urgensi serta
menggunakan kemampuan dan pengetahuannya dalam menyelesaikan sebuah
pekerjaan.
2.1.1.4 Enthusiasm
Antusiasme adalah keadaan psikologis secara positif dimana dipengaruhi
oleh kebahagian dan energi positif, dalam hal ini energi positif merupakan salah
satu pendorong positive well-being dalam pekerjaan (Cascio & Boudreau, 2008).
Menurut Macey et al (2009) karyawan yang antusias akan menunjukkan
keaktifannya dalam bekerja dan akan terlibat dalam setiap pekerjaan. Karyawan
yang memiliki rasa engage yang tinggi akan memunculkan passion dalam setiap
pekerjaanya dimana perasaan itu dapat dikatakan sebagai antusiasme dalam
pekerjaan.
didalam
organisasi.
Kepempinan
juga
dibutuhkan
untuk
5. Organization Strategy
Strategi organisasi juga menjadi salah satu sarana komunikasi
internal dimana pihak manajemen memberikan informasi secara jelas
kepada karyawan.
2.3
Hubungan
Antara
Internal
Communication
dengan
Employee
Engagement
Pada periode sekarang ini masih sedikit penelitian mengenai internal
communication dengan employee engagement (Balakrishan dan Masthan, 2013).
Tuntutan bisnis dalam perusahaan sekarang ini semakin meningkat, oleh karena itu
memiliki dan mempertahankan karyawan yang cakap menjadi salah satu tugas
organisasi. Setiap organisasi sudah dibekali strategi yang baik untuk
mempertahankan karyawannya seperti dengan meningkatkan engagement.
Sebelumnya, peneliti telah menjelaskan mengenai bahwa salah satu cara
untuk meningkatkan rasa engagement yaitu dengan komunikasi internal yang baik
(Balakrishan dan Masthan, 2013). Teori ini teori dari Federman (2009:37-47),
terdapat 9 faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan di dalam perusahaan
yaitu: 1) kebudayaan (culture), 2) indikator sukses (success indicators), 3)
pengertian prioritas (priority setting), 4) komunikasi (communication), 5) inovasi
(innovation), 6) penguasaan bakat (talent enhancement), 7) peningkatan bakat
(talent enhancement), 8) insentif (incentive and acknowledgement), 9) pelanggan
(costumer-centered). Komunikasi internal yang baik dapat meningkatkan
keterbukaan dalam organisasi dan sebagai penyedia informasi bagi karyawan
(Heron, dalam Balakrishan dan Masthan, 2013). Komunikasi internal juga dapat
meningkatkan keterlibatan karyawan dalam organisasi (Adnjani dan Prianti, 2009),
karena dengan komunikasi internal yang baik dapat menciptakan suasana kerja
yang kondusif.
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian teori diatas maka dapat disimpulkan rumusan hipotesis
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0: Tidak ada pengaruh komunikasi internal terhadap employee
engagement.
Ha: Ada pengaruh Komunikasi internal terhadap employee engagement.
Federman, 2009
1. Kebudayaan
2. Indikator
Sukses
3. Prioritas
Employee Engagement
4. Inovasi
(Y)
Karyawan
5. Manajemen
Bakat
6. Talent
Enhancement
7. Insentif
8. Insentif
9. Komunikasi
Komunikasi
Internal
(X)
BAB III
METODE PENELITIAN
rendahnya.
Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan oleh penulis adalah
teknik cluster sampling. Metode ini merupakan salah satu jenis pemilihan sampel
secara acak yang menggunakan beberapa tingkatan dan biasanya digunakan untuk
mencapai daerah penelitian yang luas (Neuman, 2006). Populasi awal akan dibagi
kedalam beberapa subpopulasi yang memiliki kriteria sama dengan populasi.
Bagian inilah yang disebut dengan cluster. Setelah itu, penulis akan memilih secara
acak cluster manakah yang akan digunakan untuk penelitian.
ketiga dimensi dari work engagement dalam teori Bakker dan Schaufeli (2003),
yaitu vigor, dedikasi dan absorption. Alat ukur ini terdiri dari 17 item dan memiliki
dua versi pendek yang terdiri dari sembilan dan enam item. Penulis memilih untuk
menggunakan versi aslinya yang berjumlah 17 item karena versi ini memiliki
reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan kedua versi pendeknya.
Proses adaptasi alat ukur ini dimulai saat penulis menerjemahkan skala
UWES milik Bakker dan Schaufeli (2003). Skala ini menggunakan bahasa Belanda
sebagai bahasa aslinya. Namun, skala ini telah diterjemahkan kedalam berbagai
bahasa seperti, Inggris, Spanyol, Africa, Jerman, Perancis dan juga Jepang. Penulis
menggunakan skala dalam bahasa Inggris sebagai skala asli. Penulis
menerjemahkan item tersebut ke dalam Bahasa Indonesia dibantu oleh penerjemah
berpengalaman. Setelah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, item-item
dalam skala tersebut dilakukan back translation yang bertujuan untuk memeriksa
kesesuaian arti terjemahan. Setelah proses ini selesai, penulis mencari beberapa
orang rater untuk melihat kesesuaian penggunaan kata dalam terjemahan yang ada.
Jika terdapat kata-kata yang kurang sesuai, penulis melakukan revisi terlebih
dahulu. Skala UWES ini menggunakan skala Likert dengan tujuh pilihan jawaban,
yaitu:
1. Tidak Pernah
:0
:1
3. Jarang
:2
4. Kadang-kadang
:3
5. Sering
:4
6. Sangat Sering
:5
7. Selalu
:6
Skala ini berlaku untuk seluruh item dalam skala UWES. Hal ini
dikarenakan seluruh item dalam skala ini bersifat favorable. Tingkat employee
engagement pada subjek dapat diketahui dengan cara mencari nilai rata-rata dari
nilai total seluruh item yang ada. Semakin tinggi nilai subjek, semakin tingi pula
tingkat employee engagementnya (Schaufeli, dkk, 2002; Schaufeli & Bakker,
2004).
Tabel 3.1. Blue Print Skala UWES
No. Dimensi
Nomor Item
Jumlah Persentase
1.
Vigor
1,4,8,12,15,17
35,5%
2.
Dedication
2,5,7,10,13
29,4%
3.
Absorption 3,6,9,11,14,16
35,3%
Jumlah
17
100%
Analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah, karena
dengan analisa data tersebut dapat dimaknai dan berguna untuk menjawab masalah
dalam penelitian serta menguji. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis korelasi dimana berfungsi untuk membuktikan hipotesis yang ada. Dua
variabel dikatakan memiliki korelasi saat terdapat sebuah hubungan yang dapat
diprediksi antara keduanya (Clark-Carter, 2004). Penggunaan metode analisis
korelasional ini sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui
pengaruh internal communication terhadap employee engagement.
Penulis akan melakukan perhitungan statistik menggunakan SPSS.
Penerimaan hipotesis akan didasarkan pada kriteria sebagai berikut :
a. Jika taraf signifikansi < 0,5 maka Ho ditolak dan Ha diterima
b. Jika taraf signifikansi > 0,5 maka Ho diterima dan Ha ditolak
DAFTAR PUSTA
Engagement
Inside
Sultan
Agung
Islamic
University
(2012).
Employee
Engagement.
Diakses
dari
http://www.gallup.com/consulting/52/employee-engagement.aspx
Guest, E. D. and Conway, N. (2002). Communicating The Psychological Contract:
An Employer Perspective. Human Resources Management Journal, 22-38.
Hatch, A. S. (1964). Improving Boss-Man and Man-Boss Communication
Managers Role in Organizational Communication. Psychological Review.
100 (68-90)
Jackson, S. E., & Schuler, R. S. (2003). Managing Human Resources Through
Strategic Partnership (8th ed.) (p. 286). Cincinnati, OH: South-Western.
Karanges, E, Johnston K., Beatson A., Lings I. (2015). The Influence Of Internal
Communication On Employee. Public Relations Review 41, 129-131.
Kerlinger. (2006). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Larkin, T. J. dan S. Larkin. (1994). Communicating Change, Winning Support For
New Business Goals. New York: McGraw-Hill.
Mangkunegara, A. P. (2005). Perilaku dan Budaya Organisasi, Cetakan Pertama.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Mishra, K., Boynton, L., Mirsha, A. (2014). Driving employee engagement: The
expanded role of internal communications. International Journal of
Bussiness Communication Vol. 51, 183-202
Neuman, W.L. (2006). Social research methods: qualitative and quantitative
approach (4th ed.). New York: Allyn & Bacon.
Peters, T., dan Waterman, R. H. (1982). In search of excellence: Lessons from
America's best-run companies. London: Harper & Row.
Pounsford, M. (2007). Using Storytelling, Conversation And Coaching To Engage.
Strategic Communication Management, 32-35.
Schaufeli, W. B., & Bakker, A. B. (2004). Job demands, job resources, and their
relationship with burnout and engagement: A multi-sample study. Journal
of Organizational Behavior, 293315.
Stephania, M. (2012). Hubungan Persepsi Perawat terhadap Gaya kepemimpinan
Transformasional dan Keterikatan Pekerja (Employee Engagement) di Unit
Rawat Inap Rumah Sakit Puri Mandiri Kedoya. Jakarta: Tidak
dipublikasikan.
Trahant, B. (2008). Six Communication Secrets of Top-Performing Organizations.
The Public Managers
Vos, M., Shoemaker, H. (2005). Integrated Communication: Concern, internal and
marketing communication. Netherlands: LEMMA
Zainudin, M. M. . (2008). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif.
Bandung: PT. Refika Aditama.