Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH EMPOWERING LEADERSHIP DAN WORK ENGAGEMENT

TERHADAP TURNOVER INTENTION GENERASI MILENIAL PADA

PERUSAHAAN STARTUP DI INDONESIA


BAB I

1.1 Latar Belakang Penelitian

Fenomena turnover karyawan pada startup

Perusahaan di Indonesia mulai didominasi oleh karyawan milenial, menurut Survei Badan

Pusat Statistik (2020) pekerja dengan usia19-34 tahun mendominasi sebanyak 50,5% dan usia

lainnya yaitu 35-54 tahun dengan persentase sebesar 49,5%. Lebih jauh lagi pada tahun 2025

diprediksi bahwa Angkatan kerja generasi milenial akan menjadi 75% dari seluruh usia

produktif yang bekerja diperusahaan (Brooking Centenary, 2016). Generasi milenial sendiri

adalah individu yang lahir pada tahun 1982 hingga 2022, generasi ini memiliki karakteristik

unik yang sangat memperhatikan pengembangan karir, fleksibilitas saat bekerja, serta

peningkatan potensi dirinya (Rahmawati & Gunawan, 2019). Lois (2019) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa generasi milenial memiliki kecenderungan untuk bekerja di

perusahaan startup sebagai pilihan karirnya, karena perusahaan startup cocok dengan

karateristik generasi milineal yang dapat memberikan kebebasan, kemungkinan untuk

berkembang secara karir, dan peningkatan potensi diri.

Perusahan startup menurut Lois (2019) yaitu sebuah perusahaan yang memiliki

karakteristik, memiliki jumlah pegawai kurang dari 20 karyawan, berorientasi pada bidang

teknologi, memiliki lingkungan kerja perusahaan yang bersifat fleksibel. Perkembangan

startup diindonesia terbilang cukup cepat dimana menunjukkan Indonesia memiliki 2.257

perusahaan startup pada tahun 2021. Dalam laporan Startup Ranking, yaitu sistem

perhitungan perusahaan startup secara global. Saat ini indonesia menduduki urutan ke lima

terbanyak jumlah perusahaan startup di bawah Amerika Serikat sebanyak (99.777 startup),
India (10.842 startup), Inggris (5.840 startup), dan Canada (3.028 startup)

(startupranking.com).

Akibat dari fenomena tersebut adalah turnover karyawan di startup

Survei yang dilakukan oleh Deloitte secara global pada 10,455 generasi milenial, pekerja

penuh waktu di 36 negara menunjukan bahwa 7 dari 10 generasi milenial akan meninggalkan

perusahaan tempat mereka bekerja di tahun 2022. Hasil survei juga menunjukkan Generasi

ini mempertimbangkan untuk memilih meninggalkan perusahaan dengan indikator gaji,

keseimbangan kehidupan dan pekerjaan (work life balance), mencari lingkungan kerja

nyaman (Deloitte, 2018). Deloitte Indonesia menjelaskan rata-rata turnover perusahaan di

indonesia adalah sebesar 10%, bahkan persentase turnover ini juga terjadi dalam perusahaan

startup dimana diyakini sebagai perusahaan dengan lingkungan kerja yang sesuai dengan

karakteristik generasi milenial. Gillis dalam (Mardiana, Hubeis, & Panjaitan, 2014),

mengemukakan bahwa tingkat keluarnya karyawan dalam perusahaan dapat dikatakan

normal antara 5-10% per-tahun, dan apabila tingkat keluar karyawan dari suatu perusahaan

melebihi 10% maka dapat dikatakan turnover dalam suatu perusahaan berada pada tingkat

yang tinggi.

Turnover merupakan istilah yang dikenal sebagai Fenomena karyawan meninggalkan

organisasinya, Turnover didefinisikan sebagai karyawan yang meninggalkan organisasi baik

secara sukarela ataupun tidak pada suatu periode waktu tertentu (Mello, 2014). Tingkah laku

karyawan yang meninggalkan perusahaan berdampak pada peningkatan biaya operasional

dan penurunan tingkat produktivitas perusahaan secara langsung maupun tidak langsung.

turnover intention atau Intensi meninggalkan organisasi dianggap sebagai faktor utama dari

munculnya perilaku individu salam meninggalkan perusahaan. (Heijden, Peeters, Le Blanc, &
Van Breukelen, 2018). Ngo-Heng (2017) mendefinisikan Turnover intention sebagai niat

individu untuk keluar dari perusahaan baik berhenti maupun berpindah pada perusahaan lain

dalam waktu dekat dan dianggap sebagai keinginan sadar serta terencana.

Pentingnya empowerment leadership bagi para milenial

Schuler and Jackson (1997: 14) berpendapat bahwa organisasi yang mengakui dan peka

terhadap kebutuhan karyawan serta menyediakan peluang untuk pengembangan dan

keterlibatan akan memberikan kehidupan kerja yang lebih berkualitas kepada karyawan,

sehingga perusahaan dapat memelihara karyawan terbaik mereka. Petronila et al.(2009)

mengungkapkan bahwa pengelolaan karyawan secara efektif dan efisien akan mampu

mengurangi tingginya tingkat turnover intention karyawan keperusahaan lain, turnover

menjadi salah satu opsi terakhir bagi seseorang karyawan ketika karyawan tersebut

merasakan kondisi kerja yang sudah tidak sesuai dengan harapan dari karyawan tersebut.

Tingkat turnover intention yang tinggi dapat merugikan perusahaan, dimana perusahaan

harus mengeluarkan biaya yang besar didalam melakukan perekrutan dan juga pelatihan

untuk karyawan baru

Salah satu cara untuk menurunkan tingkat turnover karyawan yiatu dengan memberikan

karyawan yang mereka inginkan agar mereka tetap bertahan di perusahaan. Salah satunya

adalah dengan memberikan mereka kebebasan untuk berinovasi untuk memenuhi keinginan

mereka dalam berkembang dan meningkatkan potensi diri, banyak studi telah meneliti terkait

pentingnya sebuah inovasi pada perusahaan modern atau startup (Hartley 2005; Snyder et al.

2016; Pieterse et al. 2010; Osborne and Brown 2011). Untuk meningkatkan kemampuan

inovatif, organisasi harus menefisiesikan semua sumber daya yang dimiliki perusahaan

termasuk pengetahuan, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan seluruh

karyawan untuk memberikan ide daripada hanya sebagian orang saya yang mempunyai

wewenang untuk memberikan ide (Høyrup 2012; Kesting dan Ulhøi 2010).
Kesting dan Ulhøi (2010) berpendapat bahwa "untuk karyawan biasa, untuk

mendorong inovasi sebagian besar berarti berpartisipasi dalam prosedur pengambilan

keputusan organisasi dimana inovasi dipicu dan ditentukan" (p. 68). Menurut Aaltonen dan

Hytti (2014), faktor kontekstual seperti struktur organisasi dapat menjadi penghambat

inovasi. Dalam studi yang lebih baru, Renkema et al. (2018) menyatakan bahwa organisasi

tidak dapat memanfaatkan potensi inovasi karyawan biasa jika mereka gagal memberdayakan

karyawan tersebut. Implikasinya, itu berarti menghilangkan hambatan kontekstual yang

menghambat partisipasi karyawan biasa dalam kegiatan inovasi. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberdayaan dapat memainkan peran penting dalam menurunkan turnover intention karena

kebutuhan untuk berkembang karyawan milenial.

Selain empowerment leadership, work engagement juga penting bagi karyawan

untuk menurunkan turnover intention

Selain peran kepemimpinan yang dapat menurunkan turnover intention karyawan,

employee engagement juga diperlukan untuk menurunkan turnover intention. Employee

engagement membuat karyawan memiliki loyalitas yang lebih tinggi sehingga mengurangi

keinginan untuk meninggalkan perusahaan (turnover intention). Penelitian yang dilakukan

oleh Saks (2006) juga menemukan bahwa jika turnover intention rendah maka kinerja

karyawan akan meningkat. Menurut Wills (dalam Prihandini, 2011) salah satu cara yang

dapat dilakukan perusahaan untuk menekan tingginya angka intensitas turnover pada

karyawan perusahaan adalah menumbuhkan sebuah keterikatan kepada karyawan terhadap

organisasi atau perusahaan (work engagement). Menurut Federman (2009), work

Penelitian yang dilakukan oleh hermawan (2017) apabila dilihat korelasi turnover

intention dengan aspek-aspek dari work engagement, korelasi yang paling kuat terjadi pada

aspek dedication. Hal ini menjelaskan bahwa ketika individu sudah mampu untuk terlibat

sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan merasa antusias dalam bekerja, individu akan
menemukan kebanggaan, inspirasi dan tantangan makna dari pekerjaannya sehingga

keinginan individu untuk meninggalkan pekerjaan semakin kecil. Paparan ini sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan Sekarningrum (2003) yang menyatakan bahwa komitmen

organisasional dan dedikasi secara signifikan memiliki hubungan negatif terhadap turnover

intention.

Work engagement merupakan konstruk psikologis yang bersifat multidimensional,

terdiri dari kelekatan individu terhadap pekerjaan (work engagement) dan organisasi

(organization engagement) (Saks, 2006; Shuck, Employee Engagement: An Examination of

Antecedent and Outcome Variables, 2010). Kelekatan pada pekerjaan ini merupakan

pemenuhan positif yang terkait akan pekerjaan dan dikarakteristikan dalam bentuk tingkah

laku vigor (semangat), dedication (dedikasi), dan absorption (penyerapan) (Schaufeli &

Bakker, 2004). Sementara itu, kelekatan terhadap organisasi cenderung terkait dengan peran

individu dalam organisasi, misal adanya energi yang dirasakan ketika menjadi bagian dari

anggota organisasi, berdedikasi terhadap organisasi, dan tertantang untuk mengambil bagian

dalam pencapaian tujuan organisasi (Saks, 2006).

Pada uraian diatas, penelitian ini berfokus untuk meneliti bagaimana pengaruh

empowerment leadership dan work engagement terhadap turnover intention karyawan

milenial pada perusahaan startup di Indonesia. Manfaat dalam penelitian ini diharapkan dapat

membantu perusahaan-perusahaan startup terutama di Indonesia yang akan didominasi oleh

karyawan milenial sehingga perusahaannya dapat meminimalisir turnover intention

karyawan.

Anda mungkin juga menyukai