Oleh :
NAMA : Winny Angelica W
NIM: 30116010
Salah satu hal yang paling mencolok dari karakteristik generasi milenial adalah
generasi milenial lebih mengutamakan pekerjaan-pekerjaan yang disukainya saja.
Sehingga dengan demikian, generasi milenial cenderung mudah bosan (tidak betah) jika
pekerjaan yang ia kerjakan tidak sesuai dengan kepribadian atau talentanya. Hal itu
membuat tingkat keterlibatan kerja dari generasi milenial ini cenderung rendah. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fahreza et al (2019) menyatakan bahwa generasi milenial
memiliki tingkat keterlibatan kerja yang paling rendah dibandingkan generasi lainnya.
Menurut Umam (2010) , Keterlibatan kerja sendiri dapat diartikan sebagai derajat
seseorang secara psikologis mengartikan dirinya dengan pekerjaan dan menganggap
tingkat kinerjanya sebagai hal penting bagi harga diri. Selain itu, keterlibatan kerja dapat
didefinisikan sebagai tingkatan individu berpartisipasi aktif di dalamnya,
menginvestasikan waktu dan energi untuk pekerjaannya, dan menganggap pekerjaan
penting sebagai keseluruhan kesan diri. Sedangkan ciri-ciri generasi milenial yaitu tidak
memberikan performa terbaiknya dalam pekerjaan, cenderung hanya mengerjakan tugas
yang menjadi kewajibannya, emosional dalam bekerja, tidak semangat serta mudah
menyerah, dan sering berpindah-pindah pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan
lain Fahreza et al (2019).
Keterlibatan kerja sendiri dapat diukur dari tiga dimensi, yaitu vigor, dedication,
dan absorption. Vigor yaitu semangat yang memberikan curahan energi dan kekuatan
mental selama bekerja, keberanian untuk mengerahkan segala upaya dalam
menyelesaikan pekerjaan, dan ketekunan dalam kesulitan. Menurut Schaufeli & Bakker
(2001), Dedication adalah perasaan yang kuat terhadap pekerjaan, rasa penting,
antusiasme, kebanggaan, inspirasi, dan tantangan. Absorption adalah konsentrasi penuh,
minat mendalam pada pekerjaan di mana waktu berlalu dengan cepat. Sehingga, dalam
hal ini keterlibatan kerja yang dimiliki oleh karyawan sangatlah penting dalam
menunjang kemajuan perusahaan. Masalahnya adalah sumber daya perusahaan yang
banyak ditempati generasi milenial memiliki tingkat keterlibatan kerja yang sangat
rendah, seperti hasil penelitian di atas.
Fakta rendahnya tingkat keterlibatan kerja generasi milenial jika dibandingkan
dengan generasi lainnya harus diakomodasi oleh perusahaan dengan merumuskan
berbagai strategi peningkatan keterlibatan kerja bagi generasi milenial. Tentunya hal
tersebut dapat dilakukan jika diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
keterlibatan kerja generasi milenial dalam perusahaan. Menurut Fahreza et al (2019)
mengatakan bahwa engagement driver atau faktor pendorong keterlibatan kerja yang
utama adalah work life balance dan autonomy. Work life balance artinya perusahaan tidak
boleh memaksa karyawan untuk mengabdikan waktu dan tenaganya untuk bekerja.
Perusahaan harus menyadari bahwa karyawan juga memiliki kehidupan di luar
perusahaan. Untuk itu, hal tersebut erat kaitannya dengan kemampuan perusahaan dalam
menyesuaikan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan dengan kemampuan atau
kapasitas yang dimiliki karyawan. Kemudian untuk autonomy adalah bagaimana
perusahaan memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk berinovasi. Sehingga dalam
hal ini penting bagi peneliti untuk mengetahui seberapa besar tingkat keterlibatan kerja
karyawan generasi milenial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas.
Menurut Robbins & Judge (2013) , Person job fit adalah adanya kesesuaian antara
karakteristik tugas atau pekerjaan dengan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas
tersebut . Robbins & Judge juga mengatakan , Job fit berhubungan dengan kesesuaian
tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan. Sehingga, person job fit didasarkan pada
gagasan kesesuaian antara karakteristik individu dengan lingkungan kerjanya. Dimensi
yang dapat digunakan untuk mengukur person job fit yaitu pemberdayaan dalam aktivitas
kerja, kesesuaian nilai-nilai dan kepercayaan dengan peran pekerjaan, dan kepuasaan
kerja Mylonas & Elli (2004). Person Job fit yang tinggi akan memperkuat keterlibatan
kerja karyawan dalam perusahaan, yaitu karyawan akan lebih komitmen terhadap
pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan Allen & Meyer, dalam Ozag dan Duguma
(2005).
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soeharso, et al (2018)
menyatakan bahwa kesesuaian antara karakteristik tugas/pekerjaan dan kemampuan
individu untuk melakukan tugas akan memperkuat keterlibatan sumber daya manusia
dalam pekerjaan mereka. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rahmadani dan Indah
(2017) juga menyatakan bahwa person job fit memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap keterlibatan kerja karyawan. Untuk itu person job fit merupakan salah satu hal
penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan apabila perusahaan ingin meningkatkan
keterlibatan kerja para karyawan khususnya generasi milenial yang dikenal sebagai
pribadi yang mudah bosan apabila tugas ataupun pekerjaan yang ditugaskan tidak sesuai
dengan kemampuan atau minatnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soeharso,et al (2018) , Rahmadani
dan Indah (2017) tentang pengaruh person job fit terhadap keterlibatan kerja karyawan,
memang sudah ada beberapa penelitian yang mengukur pengaruh person job fit terhadap
keterlibatan kerja karyawan; serta pengaruh orientasi kewirausahaan organisasi terhadap
keterlibatan kerja karyawan. Namun berdasarkan hasil penelusuran peneliti, belum ada
yang mengukur pengaruh person job fit dan orientasi kewirausahaan terhadap
keterlibatan kerja secara simultan. Selain itu, subjek penelitian yang dilakukan juga
secara general. Sehingga penelitian ini penting dilakukan sebagai wujud pencarian
strategi guna peningkatan keterlibatan kerja karyawan, khususnya pada generasi milenial
yang rata-rata rendah.
Sehubungan dengan pengaruh person job-fit pada keterlibatan kerja terhadap
generasi milenial dalam sebuah perusahaan, orientasi kewirausahaan organisasi juga perlu
diterapkan untuk mencapai hasil terbaik didalam sebuah perusahaan dengan guna unutk
memotivasi karyawan, khususnya karyawan generasi milenial yang cenderung kurang
termotivasi jika belum menemukan suatu arah atau target.
Selanjutnya orientasi kewirausahaan organisasi merupakan karakteristik dan nilai
yang dianut oleh perusahaan itu sendiri yang merupakan sifat pantang menyerah, berani
mengambil resiko, kecepatan dan juga fleksibilitas Liao & Philip (2015). Orientasi
wirausaha menekankan pada semangat untuk menciptakan inovasi usaha, sebagai
penyegaran dari kemacetan usaha, yang sering mengiringi pada langkah awal inovasi
Zhou et al (2014). Menurut Naver dan Stanley (2010) orientasi kewirausahaan merupakan
budaya bisnis yang mampu menciptakan perilaku karyawan sehingga menunjang upaya
penciptaan nilai superior bagi para pelanggan.
Dimensi yang menjadi tolak ukur orientasi kewirausahaan ini di antaranya adalah
autonomy, innovativeness, proactiveness, competitive aggressiveness, dan risk-taking.
Autonomy adalah tindakan independen oleh individu atau tim yang bertujuan
memunculkan konsep atau visi bisnis dan menjalankannya sampai selesai. Innovativeness
adalah kesediaan untuk memperkenalkan kebaruan melalui eksperimen dan proses kreatif
yang bertujuan untuk mengembangkan produk dan layanan baru serta proses baru.
Proactiveness adalah perspektif berwawasan ke depan dari pemimpin pasar yang
memiliki pandangan ke depan untuk memanfaatkan peluang untuk mengantisipasi
permintaan di masa depan. Competitive aggressiveness adalah upaya intens untuk
mengungguli pesaing industri. Hal ini ditandai dengan postur agresif atau respons agresif
yang ditujukan untuk meningkatkan posisi atau mengatasi ancaman di pasar yang
kompetitif. Risk-taking adalah membuat keputusan dan mengambil tindakan tanpa
pengetahuan tertentu tentang kemungkinan hasil; beberapa usaha mungkin juga
melibatkan membuat komitmen sumber daya yang substansial dalam proses menjelajah
ke depan Zhang (2014) . Dari 5 dimensi yang disebutkan diatas, kelima-limanya sangat
sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh perusahaan dalam menangani karyawan
generasi milenial.
Perusahaan yang memiliki orientasi kewirausahaan yang baik dan memenuhi
sebagian besar dimensi di atas dapat meningkatkan keterlibatan kerja karyawan,
khususnya generasi milenial. Seperti yang dibahas di atas bahwa keterlibatan kerja
generasi milenial rendah karena perusahaan kurang memberikan kebebasan inovasi
(autonomy) dan juga perusahaan kurang mampu memberikan budaya kerja dan nilai-nilai
yang menjadi ciri khas generasi milenial seperti pantang menyerah, berani mengambil
resiko, dan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Olgah (2017)
menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan memiliki pengaruh terhadap keterlibatan
kerja karyawan. Hal ini karena karyawan akan dapat lebih engaged apabila perusahaan
memiliki semangat inovasi, daya saing, keberanian mengambil resiko, dan autonomy
yang tinggi, karena dengan begitu karyawan berpikir bahwa di tangan perusahaan yang
seperti itu, peluang karir mereka lebih terlihat jelas
Berdasarkan beberapa uraian permasalahan di atas membuat peneliti merasa
penting untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Person Job-Fit dan Orientasi
Kewirausahaan Organisasi Terhadap Keterlibatan Kerja pada Karyawan Generasi Milenials
di Perusahaan X”. Hal itu dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan keterlibatan kerja
generasi milenial di masa sekarang maupun kedepannya. Karena bagaimanapun nantinya,
generasi milenial merupakan generasi yang akan mendominasi tenaga kerja di Indonesia.
Keunikan penelitian ini adalah peneliti ingin meneliti topik permasalahan secara
spesifik yaitu pada generasi milenial di sebuah perusahaan property di Kota Surabaya,
Idonesia.. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, peneliti juga melakukan
penelitian di negara Indonesia yang tentunya memiliki gaya budaya yang berbeda dengan
penelitian yang sudah ada. Kararena karakteristik budaya juga mempengaruhi kinerja
para karyawan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan sebelumnya maka perumusalan
masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Rumusan Masalah Mayor
Apakah ada pengaruh antara person job fit dan orientasi kewirausahaan
organisasi terhadap keterlibatan kerja pada karyawan generasi milenials di
perusahaan X?
Fahreza, Sayadi et al. 2019. Analisis Faktor Engagement Karyawan Generasi Milenial Pada
Perusahaan Berbasis Ekonomi Kreatif. Jurnal Manajemen Indonesia Vol. 19(1), pp.
56-70, 2019.
Liao, Debbie and Philip Sohmen. 2015. The Development of Modern Entrepreneurship in
China. Stanfod Journal of East Asia Affair, Vol 01 No 2, 2015 pp 17-32.
Mylonas, Kostas & Elli Georgiadi. 2004. The Person-Job Fit Scale: Psychometric Properties
for Three Samples of Greek Employees. Proceeding of 7 European Conference on
Psychological Assessment, Malaga (Spain) 1-4 April 2004.
Naver, John C & Stanley F Slater. 2010. The Effect of a Market Orientation on Business
Profitability. Journal of Marketing, Vol.54 No.04, pp 20-35.
Ng, S W Eddy & Jasmine McGinnis Johnson. 2015. Millennials: Who are They, How are
They Different, and Why Should We Care?. BURKE. DOI: 10.4337/9781783476589.
Rahmadani, Gusrini Vivi & Indah Rasulinta Sebayan. 2017. The Influence of Person-
Organization Fit and Person-Job Fit on Work Engagement among Policemen in
Sumatera Utara. International Journal of Management Science and Business
Administration Volume 4, Issue 1, November 2017, Pages 45-51 DOI:
10.18775/ijmsba.1849-5664-5419.2014.41.1006.
Robbins, S.P & Judge, T.A. 2013. Organizational Behavior. 15th ed. New Jersey: Pearson
Education.
Schaufeli, Wilmar & Arnold Bakker. 2004. UWES: Utrecht Work Engagement Scale.
Preliminary Manual.
Soeharso, et al. 2018. The Effects of Person-Job Fit on Employee Engagement Among
Lecturers in Higher Education Institutions: Is There a Difference Between Lecturers
in Public and Private Higher Education Institutions?. International Review of
Management and Marketing, Vol 8 Issue 3, 2018.
Zhou, Kevin Zheng, et al. 2014. The Effect of Strategic Orientaions on Technology and
Market Based Break Through Innova Tions. Journal of Marketing, Vol. 69 No 1,
pp.42-60.