JYSA NURSAKINAH
1771040033
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2021
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................7
C. Tujuan Penelitian................................................................................7
D. Manfaat Penelitian..............................................................................7
B. Psychological Capital.......................................................................16
C. Generasi Y........................................................................................22
Generasi Y .......................................................................................24
E. Kerangka Berpikir............................................................................25
F. Hipotesis...........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi modern pada era ini lebih tertarik untuk merekrut dan
melebihi job description karyawan (Soni & Rastogi, 2019). Karyawan yang
yang dimilikinya yang dapat diidentifikasi dari tiga karakteristik utama yaitu
1
2
individu dengan tingkat work engagement tinggi akan terikat secara emosional
Model, aspek pekerjaan dibedakan menjadi job demands dan job resources
(Bakker & Demerouti, 2007). Individu akan sulit memiliki tingkat work
engagement tinggi jika dihadapkan dengan job demands (beban kerja atau
tekanan deadline), namun work engagement akan muncul jika kondisi ini
kesesuaian gaji).
penting dalam dunia pekerjaan, namun organisasi akan selalu berkembang dan
karyawan yang pensiun akan digantikan oleh pegawai dari generasi yang baru.
Karyawan dalam suatu perusahaan umumnya terbagi atas empat generasi yaitu
lahir di tahun 1946-1964 disebut baby boomers, individu yang lahir di tahun
1965-1981 disebut generasi X lahir, dan individu yang lahir di tahun 1982-
1999 disebut generasi Y atau milenial (Schullery, 2013). Pada tahun 2014,
36% dari generasi Y telah memasuki dunia kerja dan pada tahun 2020
3
sebanyak 46% generasi Y telah mendominasi dunia kerja (Park & Gursoy,
2012).
work engagement yang lebih rendah daripada generasi X dan Baby Boomers
(Park & Gursoy, 2012), dan selain itu 70% merasa tidak terikat (engaged)
yang memiliki tingkat work engagement dan tingkat work meaningful yang
paling tinggi (Hoole & Bonnema, 2015). Meski begitu, karyawan generasi Y
adalah generasi sumber daya manusia yang paling disukai oleh perusahaan
karena dipandang sebagai generasi yang paling cerdas, rajin, dan percaya diri
kategori sedang (20%), dan terdapat 19 responden berada pada kategori tinggi
4
demands.
pekerjaan tetapi juga bisa berasal dari individu (Bakker & Demerouti, 2008).
Salah satu sumber utama menurut Bakker dan Leiter (2010) yang dapat
penting dimiliki dan dapat dikembangkan melalui latihan. Avey, Luthans, dan
tersebut akan berhubungan positif dengan perilaku organisasi yang baik, salah
faktor seperti optimis (optimism), efikasi diri (self-efficacy), dan harapan pada
masa depan (hope). Studi lain dari Purwasono (2019) menunjukkan bahwa ada
Hal yang menarik adalah partisipan dalam penelitian ini adalah karyawan
Studi yang sama pada generasi Y dilakukan oleh Rachmawati, Mustika, &
meski job resources (factor eksternal) dalam teori JD-R Model dapat secara
Studi lain yang menemukan hubungan positif adalah studi Sutrisno dan
tingkat work engagement. Dalam penelitian yang sama, ditemukan pula bahwa
absorption.
akan menguji hal ini, dengan mengambil sampel karyawan di kota Makassa.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara modal
Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
2. Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Work Engagement
Kular dkk. (2008) mengemukakan bahwa hingga saat ini belum ditemukan
definisi yang universal dan konsisten terkait engagement itu sendiri sehingga
(2006) dan work engagement digunakan oleh Schaufeli dkk. (2002). Work
dimiliki pada pekerjaannya, yang berarti individu mampu mengikat diri dengan
emosional dan fisik saat bekerja (Kahn, 1990). Aspek kognitif merupakan
memiliki karakteristik berupa adanya level yang tinggi dalam keaktifan dan
merupakan keadaan yang positif terhadap pekerjaan disertai tingkat semangat dan
energi besar dan identifikasi yang kuat antara individu dan pekerjaannya (Bakker
& Leiter, 2010). Engagement dipandang sebagai kebalikan dari burnout sehingga
karyawan yang terikat (engaged) mampu membangun hubungan kuat dan efektif
berlawanan pada kontinum yang sama, yaitu burnout berada di kutub negatif dan
work engagement berada di kutub positif (Schaufeli & Bakker, 2004). Penelitian
berlawanan. Namun pandangan ini belum diterima dengan baik dan Maslach
membuktikan konsep tersebut masih dipertanyakan oleh peneliti lain (Lee & Ok,
2012).
11
dan berkaitan dengan pemenuhan diri. Work engagement merupakan kondisi kerja
individu yang ditandai dengan adanya vigor, dedication dan absorption. Vigor
merupakan tingkat energi dan ketahanan mental yang tinggi selama bekerja,
pekerjaan hingga mampu merasakan waktu berlalu lebih cepat dan sulit
diri secara psikologis dengan pekerjaan, serta menganggap kinerja adalah hal
penting bagi diri sendiri, bukan hanya bagi organisasi. Karyawan yang memiliki
work engagement tinggi cenderung memiliki tendensi kuat pada pekerjaan yang
dilakukan dan sangat peduli dengan pekerjaan yang dimiliki (Robbins, 2013).
yang bergerak tetap meliputi aspek kognitif dan afektif yang tidak hanya berfokus
pada peristiwa, individu, objek, atau perilaku tertentu (Schaufeli dkk., 2002).
pemenuhan diri dalam pekerjaan yang ditandai dengan vigor, dedication dan
absorption.
merupakan kondisi saat memiliki motivasi yang positif, pemenuhan, dan kesan
a. Vigor (kekuatan)
memiliki energi besar, semangat yang menggebu, dan stamina saat bekerja.
b. Dedication (Dedikasi)
c. Absorption (Absorpsi)
Waktu berlalu dengan cepat dan tidak terasa saat bekerja. Kondisi ini
tinggi akan mampu untuk merasa senang jika perhatiannya dan waktunya
bosan saat bekerja dan sulit merasa nyaman jika bekerja dalam waktu yang
lama.
disimpulkan bahwa aspek work engagement yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu berdasarkan konsep Schaufeli dan Bakker (2004) dengan tiga aspek, yaitu
R) Model, yaitu:
a. Job demands
aspek fisik (jam kerja yang berlebihan, kelelahan fisik, tata letak
hubungan tidak harmonis dengan rekan kerja dan atasan), dan aspek
b. Job resource
dalam mencapai tujuan pekerjaan dan mampu mengurangi efek dari job
(komunikasi yang lancar dan baik sesama rekan kerja, dukungan dari
c. Personal resource
puas akan performa kerja, tidak mencela performa rekan kerja, berani
ada di dunia.
Dua aspek dalam personal resource adalah yaitu pada dimensi self-
d. Psychological Capital
job demands, job resource, dan personal resources. Personal resources menjadi
faktor yang berkolerasi dan dipengaruhi oleh psychological capital dimana pada
dimensi personal resource yaitu self-efficacy dan optimism termasuk pada aspek
B. Psychological Capital
terkait kekuatan sumber daya positif dan kapasitas psikologis yang dapat
karakteristik yang tidak sama dengan traits yang bersifat tetap dan sulit
selama masa hidup dan dapat dipengaruhi oleh faktor situasional dalam hidup
(Luthans dkk., 2007). Trait adalah karakteristik yang relatif menetap pada
17
individu, sedangkan state merupakan tingkah laku, pikiran, dan tindakan yang
dapat dipelajari dan dikembangkan oleh semua orang (Feist & Feist, 2010).
satu state psikologis dalam kriteria POB. PsyCap melampaui human capital
bagian dari perkembangan individu yang identik dengan (1) percaya diri
(self-efficacy); (2) bersikap positif terkait keberhasilan pada masa ini dan masa
depan (optimism); (3) tekun untuk mencapai target atau tujuan dan mampu
menganggap jalan meraih target sebagai bagian dari keberhasilan itu sendiri
(hope); (4) saat ditimpa masalah atau kesulitan dapat bertahan dan bangkit
(resiliency).
capital yang berupa persepsi terhadap diri sendiri, sikap saat melakukan
pekerjaan, orientasi nilai dan etika, serta gambaran umum mengenai kehidupan
daya psikologis positif dalam diri individu yang berguna untuk memprediksi
kombinasi kondisi psikologis individu dengan tingkat kinerja tinggi dan indeks
sesuai dan mencapai kinerja yang lebih tinggi dan kepuasan kerja.
sebagai berikut: (a) mampu melakukan penentuan target yang tinggi atau
sesuai bagi dirinya dan mengerjakan tugas yang sulit; (b) bersedia
motivasi tinggi; (d) mengupayakan diri agar mencapai target yang telah
19
2007).
2. Hope (harapan)
motivasi diri dan penjaga energi agar tetap fokus mencapai tujuan, serta
untuk mencapai tujuan (Synder, C. R., Irving, L., & Anderson, 1991).
20
2007).
3. Resiliency (resiliensi)
bangkit kembali dari masa yang sulit, kegagalan, konflik, juga dari
tabiat diri, stabilitas emosi, regulasi diri, keyakinan akan diri, pandangan
positif mengenai diri sendiri dan kehidupan, minat secara umum, dan
4. Optimism (Optimisme)
dapat terjadi karena diri sendiri, bersifat tetap, dan dapat terjadi dalam
gagasan yang dimuat dalam psikologi positif yaitu berupa harapan masa
depan yang positif dan terbuka terkait perkembangan diri individu yang
konstan.
penelitian ini yaitu menurut Luthans dkk. (2007) yang memiliki empat aspek,
optimism (optimisme).
C. Generasi Y
dalam dunia yang penuh dengan media digital (Zemke, Raines, & Filipczak,
2013). Menurut Zemke, Raines, dan Filipczak, dua pertiga dari generasi Y
memiliki akses 24 jam dengan teman, orang tua, informasi, dan hiburan.
pensiun (Marais, 2013). Pada tahun 2014, 36% dari generasi Y telah memasuki
dunia kerja dan pada tahun 2020 sebanyak 46% generasi Y telah mendominasi
dunia kerja (Park & Gursoy, 2012). Generasi Y umumnya dihormati dan
(a) berorientasi pada hasil; (b) memiliki perilaku komunikasi frontal; dan (c)
sebagai generasi yang paling cerdas, rajin, dan percaya diri (Zemke, Raines, &
Filipczak, 2013).
dengan generasi tua yang bergantung pada pekerjaannya, individu yang lahir
pekerjaan sebagai hal terpenting dalam hidupnya. Jika merasa lingkungan kerja
tidak menghargai diri sendiri, generasi Y tidak akan ragu untuk meninggalkan
pekerjaannya.
Psychological capital merupakan salah satu sumber daya yang krusial dan
penting untuk dimiliki individu dalam dunia kerja (Luthans dkk., 2007).
Staples (2014) terkait psychological capital pada 474 karyawan yang dengan
psychological capital rendah. Hal ini ditandai oleh hasil skor rendah pada
24
dimensi efficacy dan resiliency, skor sedang pada optimism, kemudian skor
Y atau milenial adalah individu yang lahir pada tahun 1982-1999 yang
mendominasi dunia kerja saat ini dan memiliki karakteristik yang baik sebagai
Generasi Y
bermakna (Martin, 2005). Namun apabila tidak menemukan hal ini dalam
merasa sangat yakin akan mendapatkan pekerjaan lain jika berhenti atau
25
kehilangan pekerjaan saat ini, dan 65% menyatakan bahwa pengembangan diri
pada generasi Y cenderung dua kali lebih besar untuk berhenti dari
lebih memilih untuk keluar dari perusahaan. Penyebab ini termasuk beberapa
aspek dari JD-R Model, yaitu kurangnya kesempatan pengembangan diri yang
termasuk pada level organisasi dan level tugas dalam job resources dan
tantangan dunia bisnis di era digital ini dibanding generasi lainnya (Zemke, R.,
Raines, C., & Filipczak, 2013). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
E. Kerangka Berpikir
Pada tahun 2020, generasi yang mendominasi dunia kerja adalah karyawan
karyawan cepat lelah, tidak antusias, dan tidak konsentrasi saat mengerjakan
berupa efikasi diri, optimisme, harapan, dan resiliensi (Luthans, Youssef &
Avolio, 2007). Psychological capital merupakan hal yang sangat penting untuk
optimisme (optimism) dan harapan terkait masa depan (hope) yang merupakan
tinggi tingkat psychological capital individu maka semakin tinggi pula tingkat
penelitian ini akan diukur menggunakan skala adaptasi dari Schaufeli dkk.
(2006) yaitu Utrect Work Engagement Scale (UWES) yang disusun oleh
Purwasono (2017).
Generasi Y (1982-1999)
- Berorientasi pada hasil
- Pola komunikasi frontal
- Memperhatikan pengaruh sosial
- Tidak segan resign jika pekerjaan tidak
memuaskan
28
Psychological Capital
Tinggi Aspek-aspek menurut Luthans et al. (2007), yaitu: Rendah
1. Self-efficacy
2. Hope
3. Resiliency
4. Optimism
Work Engagement
Tinggi Aspek-aspek menurut Schaufeli dan Bakker (2004), yaitu: Rendah
1. Vigor
2. Dedication
3. Absorption
Gambar 1. Bagan kerangka berpikir
F. Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Definisi Operasional
absorption.
diidentifikasi melalui adanya target spesifik dan realistis yang ingin diraih,
adanya rasa yakin atas kapabilitas diri bahwa mampu mencapai target
secara positif, dan mampu bertahan saat dihadapi kejadian yang tidak
berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Luthans dkk. (2007) yaitu self-
1. Populasi
Pemilihan populasi pada penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yang
individu yang lahir di antara tahun 1982-1999 atau Generasi Y, sedang bekerja
sebagai karyawan, dan berdomisili Kota Makassar. Hanya saja, karena jumlah
populasi tidak diketahui, maka hal ini akan mepengaruhi sampel penelitian.
Peneliti akan fokus pada perusahaan tertentu yang menerima peneliti untuk
2. Sampel
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono,
2018). Salah satu teknik dalam non probability samping adalah purposive
sifat tertentu yang memiliki hubungan erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
(Generasi Y).
skala Likert yang diadaptasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya. Azwar
pertanyaan tersebut. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis skala
( Schaufeli & Bakker, 2004) oleh Purwasono (2017). Alat ukur ini
merupakan skala likert yang terdiri dari 17 item yang terbagi atas tiga
2004).
Hasil validitas dari uji coba oleh peneliti adalah 24 item dipertahankan
karena memiliki nilai kolerasi item total diatas 0,30. Item dengan nilai
daya beda yang rendah, sebaliknya jika diatas 0,30 maka memiliki daya
yaitu dari “Tidak pernah” yang mewakili skor 0 hingga “Selalu” yang
mewakili skor 6. Skala work engagement ini hanya memiliki jenis item
favorable. Skor total yang dapat dihasilkan oleh alat ukur ini yaitu 0
tabel 3.1.
Tabel 3.1
Butir-butir
No Indikator Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Vigor 1, 4, 8, 12, 15, 17 - 6
2. Dedication 2, 5, 7, 10, 13 - 5
3. Absorption 3, 6, 9, 11, 14, 16 - 6
Jumlah 17 0 17
33
PCQ-24 (Luthans dkk., 2007) oleh Purwasono (2017). Alat ukur ini
merupakan skala likert yang terdiri dari 24 item yang terbagi atas empat
masing 6 item. Skala PCQ-24 telah digunakan pada berbagai jenis sampel
Hasil validitas dari uji coba oleh peneliti adalah 24 item dipertahankan
karena memiliki nilai kolerasi item total diatas 0,30. Item dengan nilai
daya beda yang rendah, sebaliknya jika diatas 0,30 maka memiliki daya
yaitu dari “Sangat Tidak Setuju (STS)” yang mewakili skor 1 hingga
ini memiliki 21 jenis item favorable dan 3 jenis item unfavorable. Skor
34
total yang dapat dihasilkan oleh alat ukur ini yaitu 24 hingga 144.
Tabel 3.2
Butir-butir
No Indikator Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Resilience 14, 15, 16, 17, 18 13 6
2. Self-efficacy 1, 2, 3, 4, 5, 6 - 6
3. Hope 7, 8, 9, 10, 11, 12 - 6
4. Optimism 19, 21, 22, 24 20, 23 6
Jumlah 21 3 24
1. Analisis Deskriptif
dari hasil analisis deskriptif dapat berupa frekuensi atau presentase yang
terdiri dari mean, standar deviasi, skor terendah, skor tertinggi dan
distribusi frekuensi pada suatu hasil statistik deskriptif yang bersifat secara
2. Uji Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini akan diuji dengan uji
Waktu Penelitian
No. Kegiatan (2021 & 2022)
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
1. Tahap persiapan penelitian
a. Pengajuan proposal
b. Pembimbingan
c. Pengajuan ujian
proposal
2. Pengumpulan data
3. Analisis data
4. Penyusunan skripsi
Avey, J. B., Reichard, R. J., Luthans, F., & Mhatre, K. H. (2011). Meta-analysis
of the impact of positive psychological capital on employee attitudes,
behaviors, and performance. Human Resource Development Quarterly,
22(2), 127–152. https://doi.org/10.1002/hrdq.20070
Azwar. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar. (2015). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakker, Arnold B., & Demerouti, E. (2007). The Job Demands-Resources model:
State of the art. Journal of Managerial Psychology, 22(3), 309–328.
https://doi.org/10.1108/02683940710733115
Bakker, Arnold B., & Demerouti, E. (2008). Towards a model of work
engagement. Career Development International, 13(3), 209–223.
https://doi.org/10.1108/13620430810870476
Bakker, Arnold B., & Leiter, M. P. (2010). Where to go from here: Integration
and future research on work engagement. In A. B Bakker & M. P. Leiter
(Eds.), Work Engagement: A Handbook of Essential Theory and Research
(pp. 181–196). New York: Psychology Press.
https://doi.org/10.4324/9780203853047
Bakker, Arnold B., Schaufeli, W. B., Leiter, M. P., & Taris, T. W. (2008). Work
engagement: An emerging concept in occupational health psychology. Work
and Stress, 22(3), 187–200. https://doi.org/10.1080/02678370802393649
Bungin, B. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi kedua). Kencana
Prenada Media Group.
Cenkci, A. T., & Özçelik, G. (2015). Leadership Styles and Subordinate Work
Engagement: The Moderating Impact of Leader Gender. Global Business &
Management Research, 7(4), 8–20.
Daniswara, A. (2012). Hubungan antara psychological capital dan work
engagement pada perawat (Skripsi). Universitas Indonesia, Indonesia.
Feist, J., & Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Grover, S. L., Teo, S. T. T., Pick, D., Roche, M., & Newton, C. J. (2018).
Psychological capital as a personal resource in the JD-R model. Personnel
Review, 47(4), 968–984. https://doi.org/10.1108/PR-08-2016-0213
Gustitia, A. A. (2019). the Effect of Psychological Capital on Work Engagement
With Job Crafting As a Mediator Variable Among Generation Y Employees.
Russian Journal of Agricultural and Socio-Economic Sciences, 91(7), 324–
331. https://doi.org/10.18551/rjoas.2019-07.38
Hadi, S. (2017). Statistik (edisi revisi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
38
Halbesleben, J. R., & Wheeler, A. R. (2008). The relative roles of engagement
and embeddedness in predicting job performance and intention to leave.
Work & Stress, 22(3), 242–256. https://doi.org/10.1080/02678370802383962
Hoole, C., & Bonnema, J. (2015). Work engagement and meaningful work across
generational cohorts. SA Journal of Human Resource Management, 13(1).
https://doi.org/10.4102/sajhrm.v13i1.681
Joner, A. (2010). Pengaruh Pengembangan Karir dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Karyawan PT Bank Tabungan Negara (Skripsi). Universitas
Telkom, Indonesia.
Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and
disengagement at work. Academy of Management Journal, 33(4), 692–724.
Kular, S., Gatenby, M., Rees, C., Soane, E., & Truss, K. (2008). Employee
engagement: A literature review. In Klinische Wochenschrift (Vol. 64).
https://doi.org/10.1007/BF01757208
Lee, J. H. J., & Ok, C. (2012). Reducing burnout and enhancing job satisfaction:
Critical role of hotel employees’ emotional intelligence and emotional labor.
International Journal of Hospitality Management, 31(4), 1101–1112.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2012.01.007
Lehoczky, M. H. (2013). The Socio-Demographic Correlations of Psychological
Capital. 9(29), 26–42.
Luntungan, I., Hubeis, A. V. S., Sunarti, E., & Maulana, A. (2014). Strategi
Pengelolaan Generasi Y di Industri Perbankan. Jurnal Manajemen
Teknologi, 13(2), 219–240. https://doi.org/10.12695/jmt.2014.13.2.7
Luthans, F. (2002). The need for and meaning of positive organizational behavior.
Journal of Organizational Behavior, 26(6), 695–706.
https://doi.org/10.1002/job.165
Luthans, F. (2010). Organizational Behavior: An Evidence-Based Approach. In
Hospital Administration. New York: McGraws-Hill.
https://doi.org/10.5005/jp/books/10358_23
Luthans, F., Avolio, B. J., Walumbwa, F. O., & Li, W. (2005). The Psychological
Capital of Chinese Workers : Exploring the Relationship with Performance
Fred Luthans , Bruce J . Avolio , Fred O . Walumbwa. Management and
Organization Review, 1(2), 249–271.
http://www.blackwell-synergy.com/doi/abs/10.1111/j.1740-
8784.2005.00011.x
Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological Capital:
Developing the Human Competitive Edge. In Psychological Capital:
Developing the Human Competitive Edge. New York: Oxford University
Press. https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780195187526.001.0001
39
Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2015). Pyschological Capital and
Beyond. 337.
Marais, M.-H. (2013). Retention and Engagement of Generation Y Engineers
(Issue November). University of South Africa.
Markos, S., & Sridevi, M. S. (2010). Employee Engagement: The Key to
Improving Performance. International Journal of Business and Management,
5(12), 89–96. https://doi.org/10.5539/ijbm.v5n12p89
Martin, C. A. (2005). From high maintenance to high productivity: What
managers need to know about Generation Y. Industrial and Commercial
Training, 37(1), 39–44. https://doi.org/10.1108/00197850510699965
Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. (2001). Job Burnout. Annual
Reviews Psychology, 52, 397–422.
Meier, J., & Crocker, M. (2010). Generation Y in the Workforce: Managerial
Challenges. The Journal of Human Resource and Adult Learning, 6(1), 68–
78.
Muslim, A. R. (2019). Hubungan psychological capital dengan work engagement
pada karyawan kontrak CV. Laksana Karoseri (Skripsi). Universitas Negeri
Semarang, Indonesia.
Park, J., & Gursoy, D. (2012). Generation Effect on the Relationship between
Work Engagement, Satisfaction, and Turnover Intention among US Hotel
Employees. International Journal of Hospitality Management, 31(4), 1195–
1202. https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2012.02.007
Purwasono, G. R. (2017). Hubungan antara Psychological Capital dengan Work
Engagement pada Karyawan Generasi Y di PT. Semen Indonesia
(PERSERO) Tbk. (Skripsi). Universitas Airlangga, Indonesia.
Purwasono, G. R. (2019). Millennials in the Workplace: the Effect of
Psychological Capital on Work Engagement With Perceived Organizational
Support. Russian Journal of Agricultural and Socio-Economic Sciences,
92(8), 219–226. https://doi.org/10.18551/rjoas.2019-08.24
Rachmawati, U., Mustika, M. D., & Sjabadhyni, B. (2018). Millennials: Do They
Need a Hero to Make Their Workplace More Welcoming?. Psikodimensia,
17(2), 110. https://doi.org/10.24167/psidim.v17i2.1550
Robbins, S. P. (2013). Organizational Behavior (15th ed.). Pearson Education,
Inc.
Saks, A. M. (2006). Antecedents and consequences to employee engagement.
Journal of Managerial Psychology, 21(7), 600–619.
https://doi.org/10.1108/02683940610690169
Schaufeli, W. B., & Bakker, A. B. (2004). Utrecht work engagement scale
Preliminary Manual Version 1.1. In Occupational Health Psychology Unit
40
Utrecht University (Issue December). https://doi.org/10.1037/t01350-000
Schaufeli, W. B., Salanova, M., González-Romá, V., & Bakker, A. B. (2002). The
Measurement of Engagement and Burnout: a Two Sample Confirmatory
Factor Analytic Approach. Journal of Happiness Studies, 3(1), 71–92.
Schaufeli, Wilmar B., Bakker, A. B., & Salanova, M. (2006). The measurement of
work engagement with a short questionnaire: A cross-national study.
Educational and Psychological Measurement, 66(4), 701–716.
https://doi.org/10.1177/0013164405282471
Schaufeli, Wilmar B., Taris, T. W., & Van Rhenen, W. (2008). Workaholism,
burnout, and work engagement: Three of a kind or three different kinds of
employee well-being? Applied Psychology, 57(2), 173–203.
https://doi.org/10.1111/j.1464-0597.2007.00285.x
Schullery, N. M. (2013). Workplace Engagement and Generational Differences in
Values. Business Communication Quarterly, 76(2), 252–265.
https://doi.org/10.1177/1080569913476543
Soni, K., & Rastogi, R. (2019). Psychological Capital Augments Employee
Engagement. Psychological Studies, 64(4), 465–473.
https://doi.org/10.1007/s12646-019-00499-x
Staples, H. L. (2014). The generational divide: Generational differences in
psychological capital. Theses & Dissertations. 42(-), 98.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Supangat, A. (2010). Statistika dalam kajian deskriptif, inferensi, dan
nonparametrik. Jakarta: Kencana.
Sutrisno, M. B., & Parahyanti, E. (2018). The Impact of Psychological Capital
and Work Meaningfulness on Work Engagement in Generation Y. Advances
in Social Science, Education and Humanities Research, 139, 53–58.
https://doi.org/10.2991/uipsur-17.2018.9
Synder, C. R., Irving, L., & Anderson, J. R. (1991). Hope and Health: Measuring
The Will and The Ways. In Handbook of Social and Clinical Psychology:
The Health Perspective (pp. 285–305). New York: Pegamon Press.
https://doi.org/10.5860/choice.28-6501
Willoughby, C. M. (2011). A critical literature review exploring work engagement
in the nursing profession. In Empati. Azusa Pacific University.
Zemke, R., Raines, C., & Filipczak, B. (2013). Generations at work: Managing
the clash of boomers, gen Xers, and gen Yers in the workplace (2nd ed.).
New York: American Management Association.
Zhao, Z., & Hou, J. (2009). The Study on Psychological Capital Development of
Intrapreneurial Team. International Journal of Psychological Studies, 1(2),
35. https://doi.org/10.5539/ijps.v1n2p35
41
42