Anda di halaman 1dari 15

PERAN MEDIASI JOB SATISFACTION PADA PENGARUH WORK-LIFE BALANCE

TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PERUSAHAAN STARTUP IT

Rizky Narendra¹

¹Jurusan Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia


E-mail:

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui peran
mediasi job satisfaction pada work-life balance (keseimbangan kehidupan kerja) terhadap
performa karyawan perusahaan startup IT di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah
karyawan yang bekerja pada perusahaan startup IT di Indonesia. Penelitian menggunakan
metode non-probability purposive sampling. Regresi multivariate digunakan untuk
menganalisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara
online. Program yang digunakan untuk menganalisis data adalah SPLSS. Penelitian ini
menunjukkan bahwa mediasi job satisfaction pada parameter work-life balance berpengaruh
signifikan dan dapat meningkatkan pegawai. Melalui penelitian ini diharapkan agar
perusahaan startup dapat merumuskan kebijakan yang selaras dengan mediasi job satisfaction
pada work-life balance karyawan untuk performa kinerja dalam pekerjaan.

Kata Kunci: Job satisfaction, Work-life balance, Performa, Kinerja, Startup, IT


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periode revolusi industri 4.0 yang berupa transformasi digital mulai memberikan dampak
yang signifikan terhadap iklim persaingan bisnis yang semakin kompetitif termasuk di
Indonesia. Transformasi digital juga secara langsung memiliki dampak yang cukup besar bagi
masyarakat Indonesia dalam peningkatan perekonomian Indonesia. Hal ini ditandai dengan
kemunculan perusahaan rintisan (startup) di Indonesia secara massif dan semakin
berkembang untuk memenuhi pasar permintaan masyarakat Indonesia di segala aspek
kebutuhan.

Berdasarkan situs Startup Ranking, Indonesia menduduki tingkat ke-5 besar dengan jumlah
startup paling banyak di dunia dengan total 2.223 startup dan sekitar 50% diantaranya
berkantor di sekitar area Jabodetabek. Beberapa startup Google, dan Bain & Company di
akhir tahun 2019, melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia terbesar di
Asia Tenggara yang menyentuh angka USD 40 miliar atau mencapai Rp 566,28 triliun
(Alpha JWC Ventures, n.d.). Survey tersebut menandakan bahwa saat ini startup di Indonesia
memiliki peluang besar untuk terus berkembang dan memiliki pasar yang cukup menjanjikan.

Secara terminologi, startup biasanya bersifat tech. oriented (berbasis teknologi) dan dikenal
juga dengan istilah ‘high-tech startup’ (Lauma Kiwe, 2018). Istilah tersebut dapat
direpresentasikan sebagai bentuk pelayanan jasa atau produknya ditawarkan secara online.
Dengan adanya dominasi transaksi bisnis secara online ini sehingga menuntut perusahaan
agar merekrut pegawai yang mudah beradaptasi & berumur produktif sehingga budaya work
load yang sangat tinggi.

Work-life balance tidak hanya menjadi tradisi budaya barat, namun sekarang ini mulai
merambah dan mengkultur pada budaya timur yang disebabkan oleh globalisasi pada seluruh
organisasi seluruh dunia (Lewis et al., 2007). Work-life balance saat ini menjadi perhatian
bagi pegawai yang menuntut adanya keseimbangan kualitas sewaktu bekerja dan kualitas
kehidupan pribadi. Work-life balance adalah sebuah kompensasi dari keseimbangan proporsi
waktu untuk pekerjaan, keluarga, dan kehidupan pribadi (Grady and McCarthy, 2008).
Sedangkan menurut Joshi et al (2002), Work-life balance merupakan sebuah intuisi pribadi
yang menganggap bahwa kenikmatan dalam kehidupan pribadi adalah hal yang lebih penting
dibandingkan kehidupan pekerjaan. Pandangan lain terkait keseimbangan hidup adalah
pemenuhan kepuasan terhadap semua aspek kehidupan dimana manusia akan berjuang
dengan aset pribadi yang dimiliki, baik energi, waktu, perhatian, dan komitmen (Kirchmeyer,
2000)

Setiap organisasi memiliki beberapa motif dalam menerapkan praktik Work-life balance.
Program work-life balance adalah sebuah investasi bagi organisasi untuk mengurangi
absensi, meningkatkan produktivitas, memperbaiki kesehatan, kepuasan pegawai, dan
motivasi pegawai dalam bekerja (Goyal, 2015). Work-life balance adalah sebuah kebijakan
dan tawaran program kepada karyawan untuk mengurangi tekanan dan konflik peran dalam
keseimbangan karir dan keluarga (Jang et al., 2011).

Schutter dan Boerner (2013) menjelaskan bahwa saat ini ekspatriat pria dan wanita
mengalami tekanan pada pekerjaan dan keluarga dikarenakan ketersediaan waktu yang
sedikit (untuk keduanya). Hal ini dimungkinkan terjadi pada karyawan saat ini di level
manajerial yang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaan. Tekanan ini makin
membesar seiring dengan munculnya rasa pemahaman akan makna dalam pekerjaan,
keluarga, dan kehidupan pribadi mereka dalam mengatasi konflik dan multi peran yang
dijalani. Apabila karyawan memperoleh dukungan, baik dari keluarga ataupun tempat kerja,
maka ini memungkinkan mereka dapat mengintegrasikan serta menyeimbangkan waktu
terhadap domain pekerjaan, keluarga, dan kehidupan pribadi, maka mereka akan menemukan
pola pemenuhan diri dan kepuasan dalam kehidupan yang dapat menghasilkan outcomes
yang positif bagi diri sendiri maupun perusahaan mereka berupa kepuasan bekerja (Auster,
2001).

Integrasi seimbang antar domain pekerjaan, keluarga, dan kehidupan pribadi dapat
membentuk hal positif (Grady and McCarthy, 2008). Namun, jika integrasi tersebut tidak
seimbang (imbalance) dapat menjadi conflict-oriented. Ketika konflik ini seketika dirasakan
dan langsung diperbaiki (keseimbangan domain pribadi, keluarga, dan pekerjaan), maka
seketika konflik tersebut akan memadam dengan sendirinya. Oleh karena itu, work-life
balance telah menjadi isu penting di lingkungan kerja dan lingkungan sosial saat ini karena
kehidupan pribadi dan pekerjaan merupakan dua domain yang dapat memicu imbalance
(Greenhaus, 2013), dimana karyawan level manajerial merasa sulit untuk menggabungkan
kehidupan pribadi dan kehidupan professional mereka dengan selaras dan seimbang (Auster,
2001; Chalofsky, 2003)
Pada penelitian sebelumnya terkait pengaruh work-life balance dengan job satisfaction yang
sudah diteliti oleh Rahmawati & Gunawan (2019), dimana peneliti menjelaskan bahwa work-
life balance dapat memengaruhi job satisfaction pada sebagian besar pegawai saat ini di
Indonesia. Penelitian oleh Wicaksana et al. (2020) pada karyawan saat ini terhadap dimensi –
dimensi work-life balance menyebutkan bahwa pegawai saat ini yang tidak mampu
menyelesaikan masalah pribadi dan keluarga, maka mereka akan cenderung terganggu dalam
pekerjaan mereka, sehingga timbul ketidakpuasan dalam bekerja (job unsatisfaction) yang
akan berpengaruh kepada performa pegawai tersebut

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas dapat disampaikan rumusan masalah pada
penelitian ini, sebagai berikut

1. Bagaimana pengaruh langsung work-life balance terhadap kinerja pegawai dan job
satisfaction pada perusahaan startup?
2. Bagaimana pengaruh tidak langsung job satisfaction dalam memediasi work-life
balance terhadap kinerja pegawai pada perusahaan startup?
BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengaruh Work-Life Balance terhadap Kinerja Pegawai dan Job Satisfaction

Work-Life Balance adalah pencapaian ekspektasi dari perbedaan peran yang dikelola,
dibagi, dan disesuaikan antara seseorang dan partnernya terkait peran mereka dari pekerjaan
dan keluarga (Grzywacz & Carlson, 2007). Work-Life Balance dapat dikatakan juga sebagai
keseimbangan kehidupan kerja yang mengarah kepada bagaimana seseorang
menyeimbangkan pekerjaan profesional, tanggung jawab keluarga, dan aktivitas pribadi
lainnya (Keelan, 2015; Kerdpitak dan Jermsittiparsert, 2020). “Life” dalam konteks ini berarti
mengacu pada pengalaman di luar kehidupan kerja seseorang dan “keluarga” mengarah
kepada kehidupan pribadi seseorang dengan anggota keluarga, teman, dan orang penting
lainnya bagi individu tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bawha Work-Life Balance mengarah
kepada berhasil atau tidaknya seseorang memenuhi komitmen pekerjaan dan kehidupan
pribadi tanpa merusak satu domain yang lain.

Perubahan pola kerja dan permintaan mendesak untuk suatu pekerjaan memiliki
dampak yang buruk pada pekerjaan seseorang, kehidupan keluarga, serta kehidupan sosialnya
(Barling dan Macewen, 1992). Oleh karena itu, peneliti menyarankan bahwa manajemen
sumber daya manusia dari suatu organisasi harus mengembangkan kebijakan yang efektif
seperti pendampingan yang memadai, memberikan dukungan seperti jam kerja yang
fleksibel, pengurangan beban kerja, dan masih banyak lagi hal lainnya yang dapat
mengurangi konflik kehidupan kerja pegawai (Cegarra-Leiva et al., 2012) dan secara positif
mempengaruhi kepuasan mereka (Allen et al., 2020) dan kinerja (Hughes dan Bozionelos,
2007).

Kinerja pegawai didefinisikan sebagai “tindakan, perilaku, serta hasil yang dapat
diukur yang melibatkan atau dihasilkan oleh karyawan yang terkait dengan dan berkontribusi
pada tujuan organisasi”. Kinerja pegawai merupakan salah satu hal yang paling penting bagi
manajer karena dapat meningkatkan performa organisasi secara keseluruhan secara langsung
maupun tidak langsung. (Chiang & Hsieh, 2012; Khtatbeh et al., 2020; Vu et al., 2022).
Brumback (1988) mencatat bahwa “kesuksesan tidak selalu positif atau kegagalan selalu
negatif” (hal. 388), menekankan pengaruh dimensi konstruk perilaku dan memberikan
definisi kinerja yang komprehensif seperti yang disebutkan pada hal 387. Kinerja berarti
perilaku dan hasil. Perilaku berasal dari pelaku dan mengubah kinerja dari abstraksi menjadi
tindakan. Bukan hanya instrumen untuk hasil, perilaku juga merupakan hasil dalam hak
mereka sendiri - produk dari upaya mental dan fisik yang diterapkan pada tugas - dan dapat
dinilai terlepas dari hasil. (hal.387).

H1 : Work-Life Balance berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai

Seperti yang kita ketahui pada perusahaan startup yang berurusan dengan klien, jam
kerja yang tidak konsisten serta permintaan tambahan pekerjaan merupakan hal yang wajar di
perusahaan seperti ini. Akibatnya hal ini dapat mempengaruhi kepuasan seseorang dalam
bekerja. Kepuasan kerja atau job satisfaction diartikan sebagai keadaan emosi yang baik atau
bahagia yang dibawa oleh evaluasi pekerjaan atau pengalaman profesional seseorang (Locke,
1976). Perbedaan antara harapan, kebutuhan, atau nilai seseorang tentang pekerjaan dan apa
yang sebenarnya diberikannya dijelaskan oleh kepuasan kerja (Heslop et al., 2002). Oleh
karena itu, kepuasan kerja merupakan salah satu ukuran kebahagiaan karyawan, termasuk
komponen emosional dan kognitif (Edwards et al., 2008).

Kepuasan kerja, yang merupakan keadaan psikologis yang dihasilkan dari penilaian
karyawan atas pengalaman kerjanya (Locke, 1976), dalam beberapa dekade terakhir telah
menempati tempat sentral dalam penelitian tentang sikap karyaw, sebagian karena telah
dikaitkan secara empiris efektivitas karyawan dan organisasi (Harrison, Newman dan Roth,
2006). Literatur sebelumnya telah secara konsisten mengidentifikasi hubungan antara
kepuasan kerja dan kinerja pegawai (Judge et al., 2001) serta antara kepuasan kerja dan
kesehatan karyawan (Faragher, Cass dan Cooper, 2005), sehingga timbul pemahan yang lebih
baik bahwa kepuasan kerja penting tidak hanya untuk kesejahteraan karyawan tetapi juga
untuk kinerja organisasi.

H2 : Work-Life Balance berpengaruh positif signifikan terhadap job satisfaction

H3 : Job satisfaction berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai


Job satisfaction atau kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh komitmen organisasi
terhadap keseimbangan kehidupan kerja pegawainya. Pegawai yang puas terhadap tempat
kerjanya lebih mungkin untuk menginvestasikan waktu dan usaha mereka dalam
pengembangan organisasi (Dousin et al., 2019) dengan imbalan dukungan yang mereka
terima (Krishnan et al., 2018; Abdirahman et al., 2020). Beberapa penelitian sebelumnya
menemukan bahwa work-life balance karyawan meningkatkan performa kinerja kerja
pegawai dengan mempengaruhi secara positif kesejahteraan psikologis pegawai (Haider et
al., 2017). Dousin dkk.(2019) menemukan bahwa kepuasan kerja memediasi hubungan
tersebut antara keseimbangan kehidupan kerja pegawai dan kinerja pekerjaan pegawai di
konteks medis. Work-life balance telah dilihat sebagai pemberi pengaruh positif terhadap job
satisfaction (Victoria et al., 2019) dan pekerjaan kepuasan mempengaruhi performa kinerja
pegawai (Dormann dan Zapf, 2001; Saari dan Hakim, 2004; Crede et al., 2007; Luthans et al.,
2007; Tschopp et al., 2014; Krishnan et al., 2018; Zhao et al., 2019; Abdirahman et al.,
2020).

H4 : Job satisfaction memediasi hubungan antara Work-Life Balance dengan


kinerja pegawai

Gambar 1. Model Penelitian

2.2 Telaah Penelitian Terdahulu


Rencana penelitian mengacu pada telaah penelitian terdahulu. Adapun penelitian
terdahulu ini berdasarkan kepada penelitian Susanto, et al. (2022) yang berjudul “Work –
Life Balance, Job Satisfaction, and Job Performance of SMEs Employees: The Moderating
Role of Family – Supportive Supervisor Behaviors”. Penelitian tersebut mengadopsi
pendekatan kuantitatif untuk menentukan hubungan sebab akibat dari suatu fenomena atau
sebagai solusi pra – studi untuk mengidentifikasi sejauh mana pengaruh variabel eksternal
terhadap variabel internal. Penelitian tersebut dilakukan dengan mendistribusikan kuesioner
terstruktur kepada sekitar 600 karyawan yang bekerja pada UMKM di Indonesia, dimana
sampel 600 karyawan tersebut bekerja di SMEs yang telah menjadi bagian dari sistem
perekrutan karyawan, mempunyai supervisor, dan telah menikah. Hasil pemrosesan respon
dari 600 kuesioner ditampilkan dengan menggunakan least square.
Hasil pemrosesan didapatkan beberapa fakta, yaitu karyawan yang memiliki work –
life balance yang tinggi akan berpengaruh kepada job performance. Fakta yang lain yaitu
karyawan yang merasa bahagia dan nyaman terhadap pekerjaannya akan memiliki
produktivitas & job performance yang tinggi pula. Selain 2 fakta dari parameter diatas,
parameter family supportive supervisor behaviors (FSSB) juga mempengaruhi job
performance dan job satisfaction.
Penelitian yang lain mengacu pada penelitian Dousin & Collins (2019) yang berjudul
“Work – Life Balance, Employee Job Performance, and Satisfaction Among Doctors and
Nurses in Malaysia”. Penelitian tersebut mengadopsi pendekatan kuantitatif dengan teknik
pengumpulan data. Penelitian tersebut dilakukan dengan mendistribusikan kuesioner
terstruktur kepada sekitar 491 dokter dan perawat di daerah Sabah – Serawak Malaysia
Timur. Hasil pemrosesan respon dari 491 kuesioner ditampilkan dengan menggunakan SPSS
version 22.0.
Hasil pemrosesan didapatkan beberapa fakta, yaitu karyawan yang memiliki work –
life balance (berupa fleksibilitas jam kerja) akan berpengaruh kepada job performance. Fakta
yang lain yaitu karyawan yang memiliki kepuasaan kerja (job satisfaction) sangat
berpengaruh dari faktor work – life balance dan terhadap employee job performance. Hasil
tersebut menjadi sangat krusial dalam mengkondisikan lingkungan kerja yang high –
intensity.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh dari variabel work-life balance
pegawai terhadap kinerja yang dimediasi oleh job satisfaction menggunakan pendekatan
kuantitatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan secara single cross sectional, yaitu
pengambilan data dilakukan sebanyak satu kali dalam satu periode tertentu terhadap
kelompok tertentu (Zikmund et al., 2010).

3.1 Variabel dan Pengukuran

Penelitian ini terdapat 3 variabel, yaitu variabel work-life balance, job satisfaction,
serta job perfomance. Instrumen ketiga varibel penelitian ini seluruhnya di adaptasi dan
dimodifikasi dari penelitian terdahulu. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah work-life
balance (X) diadaptasi dari penelitian yang dilakukan Talukder et al. (2018). Instrumen ini
diukur dengan 3 butir pertanyaan diukur dengan skala Likert lima point (Tidak Pernah-
Selalu).

Berikutnya variabel mediasi yang pertama yakni job satisfaction (Z) diukur
menggunakan skala Likert lima poin (Sangat Tidak Setuju-Sangat Setuju). Instrumen tersebut
diadaptasi dari penelitian MacDonald et al. (1997) yang terdiri dari dari 10 butir pertanyaan.
Selanjutnya, pada penelitian ini variabel terikat job performance (Y) diukur melalui 6 butir
yang diadaptasi dan dimodifikasi dari penelitian Talukder et al., (2018). Pertanyaan pada
variabel ini diukur dengan skala Likert lima point (Sangat Tidak Setuju-Sangat Setuju).

3.2 Pengumpulan Data

Data diperlukan untuk dapat diolah dan dianalisis sehingga memperoleh kesimpulan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari kuesioner, sedangkan data sekunder merupakan studi kepustakaan. Teknik
pengambil data tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Kuesioner
Data diperoleh pada penelitian ini dengan melakukan penyebaran kuesioner online
dengan platform google form melalui media sosial yang bekerja pada perusahaan
startup IT di seluruh wilayah Indonesia. Penyebaran kuesioner dilakukan secara
cross-sectional, dengan berisikan isian jawaban terkait karakteristik demografi yang
terdiri dari usia, gender, pendidikan, lama bekerja, dan wilayah bekerja serta tiga
variabel dalam konstruksi penelitian ini. Setiap butir pertanyaan pada kuesioner
dilakukan uji keterbacaan untuk mengetahui penggunaan tata bahasa yang dapat
dimengerti responden. Pengumpulan data dilakukan purposive sampling. Sampel
yang digunakan pada penelitian ini ditentukan dengan kriteria tertentu (Zikmund et
al., 2010). Kriteria sampel penelitian ini sebagai responden, yaitu berstatus sebagai
karyawan perusahaan startup IT (milik pemerintah/swasta), masa kerja minimal 1
tahun, dan pada generasi milenial. Howe dan Strauss (2000) mendefenisikan bahwa
Generasi Baby Boomers adalah setiap individu yang lahir pada kisaran tahun 1943
sampai tahun 1960. Sedangkan Generasi X adalah setiap individu yang lahir pada
kisaran tahun 1961 sampai tahun 1981. Generasi Milenial atau Generasi Y adalah
individu yang lahir di antara 1982 dan 2005. Selanjutnya, dilakukan analisis data
menggunakan perangkat lunak SPSS.

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan teknik untuk mengumpulkan data dengan cara


menggolongkan dan menjabarkan dokumen tertulis yang berhubungan dengan
variabel yang akan diteliti, yaitu work-life balance, job satisfaction, dan job
performance.

3.3 Uji Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan media yang dimanfaatkan dalam pengumpulan data


dari variabel yang dianalisis agar sesuai dengan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu,
diperlukan uji instrumen penelitian guna mengemukakan validitas, reabilitas. Validitas
berkenaan dengan ketepatan instrumen, sedangkan reabilitas berkaitan dengan akurasi dan
konsistensi instrumen dalam mengukur variabel yang akan dianalisis. Selain itu, digunakan
pula uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan persyaratan statistik yang harus
dilakukan pada analisi regresi linier berganda yang berbasis ordinary lest square.

3.4.1 Uji Validitas


Uji validitas merupakan mengukur instrumen yang mewakili konsep studi dengan
benar dan terbebas dari kesalahan sistematis (Hair Jr et al., 2010). Menurut (Yusup, 2018) uji
validitas merupakan seberapa tepat instrumen yang digunakan untuk penelitian. Dapat
disimpulkan uji validitas merupakan apakah sebuah instrumen (pernyataan) yang mewakili
variabel valid atau tidak. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

Pernyataan dikatakan valid atau tidak menggunakan factor analysis. Factor anaysis
merupakan teknik analisis yang berisi informasi mengenai pengelompokkan variabel faktor
dalam penelitian (Hair Jr et al., 2010). Dalam factor analysis nilai Kaiser-Mayer-Olkin
Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) merupakan cara yang digunakan untuk
mengukur kecukupan sampel dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang
diamati dengan koefisien korelasi parsialnya. Nilai KMO MSA harus lebih besar dari 0.50
agar variabel yang diuji masih dapat diprediksi dan dianalisis lebih lanju. Selain itu, nilai
anti-image correlation antar variabel harus lebih besar dari 0.05 (Hair Jr et al., 2010). Anti-
image correlation digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi yang signifikan antar
variabel (Hair Jr et al., 2010).

3.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penilaian terhadap konsistensi dari beberapa pengukuran suatu


variabel (Hair et al., 2010). Sürücü & Maslakçı (2020) menyebutkan reliabitas adalah
indikator stabilitas nilai terukur yang diperoleh dalam suatu pengukuran berulang dalam
kondisi yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Uji reliabilitas berkaitan pada
derajat stabilitas, konsistensi, dan akurasi. Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi
adalah pengukuran dengan data yang reliabel. Instrumen atau pernyataan dapat dikatakan
reliabel jika jawaban responden terhadap pernyataan konsisten menggunakan suatu indikator
yang disebut Cronbach's Alpha. Cronbach's Alpha merupakan ukuran seberapa dekat suatu
item sebagai sebuah kelompok (Taber, 2018). Menurut Hair Jr et al. (2010) uji reliabilitas
dapat ditarik kesimpulan menggunakan dasar sebagai berikut:

1. Jika Cronbach's Alpha ≥ 0.60 Cronbach's Alpha diterima


2. Jika Cronbach's Alpha < 0.60 Cronbach's Alpha tidak diterima

3.4.3 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik bertujuan memastikan model yang diperoleh memenuhi asumsi
dasar dalam analisi regresi linier berganda. Pengujian asumsi klasik ini meliputi uji
normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan teknik cross-sectional sehingga tidak dilakukan uji autokorelasi.
Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) persamaan yang akan dilakukan uji asumsi klasik:

● Persamaan 1 (P1) : Work-life balance terhadap Job satisfaction


● Persamaan 2 (P2) : Work-life balance, Job satisfaction, dan Kinerja pegawai
REFRENSI

- Auster, E. R. (2001). Professional Women's Midcareer Satisfaction: Toward an


Explanatory Framework. Journal of Sex Roles, Vol 44 No. 11, 719 - 750.
- Dousin, O., Collins, N., & Kler, B. K. (2019). Work-Life Balance, Employee Job
Performance and Satisfaction Among Doctors and Nurses in Malaysia. International
Journal of Human Resource Studies, 306-319
- Goyal, D. K., & Babel, A. A. (2015). Issues and Challenges of Work Life Balance in
Banking Industry of India. Pacific Business Review International, 113 - 118.
- Grady, G., & McCarthy, A. (2008). Work-life integration: Experiences of mid-career
professional working mothers. Journal of Managerial Psychology, 599 - 622.
- Greenhaus, J., & Allen, T. D. (2011). Work-Family Balance: A Review and Extension
of the Literature. Washington, DC: American Psychological Association.
- Grzywacz, J. G., & Carlson, D. S. (2007). Conceptualizing work—family balance:
Implications for practice and research. Advances in developing human resources,
9(4), 455-471.
- Hair, J., Black, W., Babin, B., & Anderson, R. (2010). Issues in Measuring Generic
Skills Using Self-Administered Questionnaire in a Community College in Hong
Kong. Open Access Library Journal, Vol.3 No.7, 1 - 8.
- Howe, N., & Strauss, W. (2009). Millennials Rising: The Next Great Generation.
New York: Knopf Doubleday Publishing Group.
- Jang, S. J., Park, R., & Zippay, A. (2011). The interaction effects of scheduling
control and work–life balance programs on job satisfaction and mental health.
International Journal of Social Welfare, 135 - 143.
- Joshi, S., Leichne, J., Melanson, K., Pruna, C., Sager, N., & Story, C. J. (2002).
Work-life balance: A Case of Social Responsibility or Competitive Advantage?
Georgia, United States: Georgia Institute of Technology.
- Keelan, R. (2015). A Ma¯ori perspective on well-being. He Kupu 4:15.
- Kerdpitak, C., and Jermsittiparsert, K. (2020). The effects of workplace stress,
worklife balance on turnover intention: an empirical evidence from pharmaceutical
industry in Thailand. Syst. Rev. Pharm. 11, 586–594.
- Kirchmeyer, C. (2000). Work-life initiatives: Greed or benevolence regarding
workers' time? American Psychological Asociation, 79 - 93.
- Kiwe, L. (2018). Jatuh Bangun Bos-Bos Start Up. Yogyakarta: Check List.
- Lazar, I., Osoian, C., & Ratiu, P. (2010). The Role of Work-Life Balance Practices in
Order to Improve Organizational Performance. European Research Studies Journal,
201 - 214.
- Lewis, S., Gambles, R., & Rapoport, R. (2007). The Constraints of a ‘Work-Life
Balance’ Approach: An International Perspective. International Journal of
Healthcare Research, 360 - 373.
- MacDonald, D. E., Markovic, B., Allen, M., Somasundaran, P., & Boskey, A. (1997).
Surface analysis of human plasma fibronectin adsorbed to commercially pure ti tani
urn materials. John Wiley & Sons, Inc., 120 - 130.
- Rahmawati, Z., & Gunawan, J. (2019). Hubungan Job-related Factors, Work-life
Balance, dan Kepuasan Kerja pada Pekerja Generasi Milenial. Jurnal Sains dan Seni
ITS, V0l. 8 No. 2, 418-423.
- Schutter, H., & Boerner, S. (2013). Illuminating the work‐family interface on
international assignments. Journal of Global Mobility The Home of Expatriate
Management Research , 46 - 71.
- Sürücü, L., & Maslakci, A. (2020). Validity and Reliability in Quantitative Research.
Business And Management Studies An International Journal, 2694-2726.
- Susanto, P., Hoque, M. E., Jannat, T., Emely, B., Zona, M. A., & Islam, M. A. (2022).
Work-life balance, job satisfaction, and job performance of SMEs employees: the
moderating role of family-supportive supervisor behaviors. Frontiers in Psychology,
13.
- Taber, K. T. (2018). The Use of Cronbach’s Alpha When Developing and Reporting
Research Instruments in Science Education. Research in Science Education. Research
in Science Education Vol. 48, 1273-1296.
- Talukder, M., Vickers, M., & Khan, A. (2017). Supervisor support and work-life
balance: Impacts on job performance in the Australian financial sector. Business
Psychology, 1-10.
- Ventures, A. J. (2022, Agustus 4). How Alpha JWC Ventures built Indonesia’s largest
early-stage fund. Retrieved from alphajwc: https://www.alphajwc.com/en/how-alpha-
jwc-ventures-built-indonesias-largest-early-stage-fund/
- Wicaksana, S., Suryadi, & Asrunputri, A. P. (2020). Identifikasi Dimensi-Dimensi
Work-Life Balance pada Karyawan Generasi Milenial di Sektor Perbankan. Jurnal
Sekretari dan Manajemen, 137 - 143.
- Yusup, F. (2018). Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Kuantitatif.
Jurnal Ilmiah Kependidikan, 17 - 23.
- Zikmund, W. G., Carr, B. J., Griffin, M., & Babin, B. J. (2013). Business Research
Method. United States: Dryden Press Fort Worth.

Anda mungkin juga menyukai