Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH STRESS KERJA DAN WORK LIFE BALANCE


TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA MILENIAL
(USIA 27-35 th) DI KAYONG UTARA SEMASA PANDEMI
2019-2020

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Rizky Fauzan , SE.MSi

DISUSUN OLEH :

DESI RATNASARI B1023191065

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

EKONOMI DAN BISNIS

MANAJEMEN MALAM A

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di era globalisasi ini, pengklasifikasian kriteria dan pengelolaan
sumber daya manusia semakin beragam. Pengklasifikasian kriteria ini
juga terjadi didalam lingkungan bisnis diindonesia, hal ini didukung
oleh riset yang dilakukan oleh Dale Carneige Training Indonesia. Yang
hasilnya bahwa generasi Y atau milenial usia 27-35 tahun adalah
generasi yang akan selalu berkembanng di dunia dan menjadi populasi
pekerja terbesar saat ini. Generasi milenial usia 27-35 tahun ini
dihadapkan pada generasi lainnya, seperti baby Boomers dan generasi
X. Adanya bebera jenjang generasi yang tersedia di dalam perusahaan
dapat memungkinkan timbulnya konflik antar generasi yang akan
berdampak pada turnover karyawan (Eaton 2008). Kemudian generasi
milenial berusia 27-35 tahun ini juga merupakan penduduk dengan
jumlah yang cukup besar. Generasi milenial usia 27-35 tahun ini sangat
diharapkan dapat membawa banyak dampak positif bagi kemajuan
negara (Ali & Purwandi,2016). Namun fenomena Covid-19 yang
terjadi sekarang ini sangat bertolak belakang dengan harapan tersebut.
Peningkatan jumlah generasi milenial yang semakin tinggi dan telah
mendominasi pada berbagai lapangan kerja justru turut diikuti oleh
tingginya angka turnover intention yang dilakukan oleh generasi
milenial usia 27-35 tahun tersebut.
Menurut situs detik.com (Anjani, 2020) bahwa generasi milenial di
rentang usia 27-35 tahun ini menempati urutan generasi terbanyak di
perusahaan dengan jumlah 60-70%. Generasi paling kompleks ini bisa
dikatakan memiliki perbedaan yang sangat signifikan karena mereka
memang mengalami pergeseran nilai yang paling ekstrem. Cara dan
pola pikir para milenial berusia 27-35 tahun ini dalam berkerja juga
sangat berbeda karena mereka lebih mengutamakan efisiensi dan
jaminan. Tantangan yang banyak dihadapi oleh perusahaan pada saat
ini adalah pandemi Covid-19 pada tahun 2019-2020, dengan adanya
pandemi ini banyak perusahaan yang memutuskan hubungan kerja
terhadap pegawainya dikarenakan terjadinya penurunan pendapatan
pada perusahaan dan ada beberapa yang tidak dapat beroperasi sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah menurut
(Muhammad et,. al 2021).
Work life balance merupakan salah satu cara untuk mengelola sumber
daya manusia dengan baik. Tingkat work life balance pada karyawan
perlu dikelola. Menurut Swarnalatha dan Krishna (2016) work life
balance merupakan alasan utama untuk memiliki kehidupan kerja dan
kehidupan pribadi yang berkualitas. Untuk menyeimbangkan work life
balance maka seseorang harus perlu diketahui tingkat stress mereka
agar individu dapat mengambil tindakan yang dilakukan (Mantri dan
Kale 2018).
Stress adalah salah satu tantangan yang biasa dihadapi oleh para
karyawan dimana pun mereka berkerja (Alias et al, 2019). Persaingan
dan tuntutan yang semakin meningkat menimbulkan banyaknya
tekanan yang harus dihadapi oleh individu di lingkungan kerjanya.
Selain itu tekanan dari lingkungan keluarga dan ligkungan sosial juga
sangat berpotensi menimbulkan stress (Ibrahim et al., 2016).
Bothma dan Roodt (2013) menyatakan bahwa fenomena turn over
dapat memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap biaya
perekrutan dan training karyawan dalam organisasi. Menurut Rokhman
dan Riani (2005) bagi karyawan keinginan untuk meninggalkan
perusahaan (turnover intention) merupakan salah satu jalan keluar
untuk mendaparkan keadaan yang lebih baik. Pertimbangan untuk
memikirkan alternatif pekerjaan lain muncul ketika karyawan
mempersepsikan bahwa tidak adanya keseimbangan waktu dalam hidup
dan kerja (Posig dan Kickul 2004). Work life balance adalah suatu
keadaan pada dua tuntutan dimana pekerjaan dan kehidupan seseorang
yang seimbang (Lockwood, 2003). Work life balance menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi komitmen berorganisasi pada karyawan
(Živčicová, Bulková & Masárová, 2017). Individu yang merasa
terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam
sebuah organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan
dengan pekerjaannya akan memilih keluar dari organisasi.
Pada saat ini penulis menjadikan milenial di berusia 27-35 tahun
sebagai objek penelitian dengan menggunakan variabel dependen
Stress Kerja, Keseimbangan Hidup dan Kerja (Work Life Balance) dan
variabel dependen Niat Pindah Kerja (Turnover Intention) sebagai
variabel-variabel yang akan diteliti.
1.2. Permasalahan
1. Apakah faktor stres kerja berpengaruh terhadap Turnover intention?
2. Apakah faktor Work Life Balance berpengaruh terhadap Turnover
intention?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh signifikan dari stres
kerja terhadap turnover intention pada milenial di kayong ytara.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh signifikan dari Work
Life Balance terhadap Turnover intention pada milenial di kayong
utara.

1.4. Manfaat Hasil Penelitian


Manfaat dari hasil penelitian proposal saya ini adalah sebagai referensi
jika diadakannya penelitian lebih lanjut lagi, khususnya pada pihak
yang ingin mengetahui lebih dalam tentang turnover intention,
keseimbangan kehidupan kerja dan stress kerja. Kemudian agar lebih
memahami dan mengetahui tentang kepuasan kerja pada kinerja
karyawan. Dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi penulis.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis


2.1.1 Stress Kerja
Menurut Anwar ( 1993:93). Stress kerja adalah suatu perasaan
yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaannya.
Yoder dan Staudohar (1982:308) mendefinisikan stress kerja
adalah job stress refers to a physical or psychological deviation
from the normal human state that is caused by stimuli in the
work environment. Yang jadi stress kerja ini kurang lebih
memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi fisik
seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan
pekerjaan tempat individu tersebut berada.
Dari beberapa definisi di atas mengenai stress kerja dapat
disimpulkan bahwa stress kerja adalah reaksi fisiologis atau rasa
tertekan.
2.1.2. Faktor yang mempengaruhi stress kerja
Menurut Robbins (2006), mengemukakan faktor yang dapat
menimbulkan stress kerja yaitu:
1. Faktor lingkungan
2. Faktor organisasi
3. Faktor individual meliputi faktor persoalan keluarga,
masalah ekonomi, dan karakteristik kepribadian.
2.1.3. Work Life Balance
Work life balance adalah kemampuan individu untuk
menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan
pribadi serta keluarganya seperti komitmennya dalam keluarga
dan tanggung jawab diluar pekerjaan lainnya Ganapathi (2016).
Menurut Nafudin (2015), ketika seseorang tidak dapat
menyeimbangkan antara masalah pekerjaan dan masalah
kehidupan diluar kantor maka diidentifikasi ia akan memilih
perkerjaan lain yang dapat menyeimbangkan antara kedua hal
tersebut atau bahkan ia memilih untuk berhenti berkerja.

2.1.4. Manfaat Work life balance


Menurut lazar, Osoian, & Ratiu (2010) manfaat Work life
balance untuk perusahaan adalah:
1. Mengurangi tingkat ketidakhadiran dan keterlambatan
2. Adanya komitmen dan loyalitas karyawan
3. Berkurangnya turnover pada karyawan
4. Meningkatnya retensi pelanggan
5. Meningkatkan produktivitas

2.1.5. Turnover Intention


Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul dari diri individu
untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhenti,
pindah kerja atau penarikan diri seseorang karyawan dari
perusahaan atau tempat kerja ke perusahaan/tempat kerja
lainnya (Wirawan, 2015). Dengan demikian turnover intention
merupakan keinginan seorang karyawan untuk berhenti atau
keluar dari tempat dimana dia berkerja ke tempat kerja lainnya
dengan alasan tertentu.
Halimah, Aziz dan Maria (2016) mengatakan bahwa turnover
intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku
karyawan.

2.1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover intention


Menurut Widyadmono (2015), faktor yang menyebabkan
karyawan berpindah pekerjaan dapat dikategorikan sebagai
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berupa
pendorong yang berasal dari luar individu karyawan, seperti
dorongan keluarga dan peluang yang diberikan perusahaan lain.
Faktor internal adalah faktor yang terkait langsung dengan diri
karyawan, seperti kepuasan yang dirasakan karyawan atas
kompensasi yang diterimanya, kepuasan akan pekerjaannya,
rasa aman karyawan dalam berkerja dan komitmen karyawan
terhadap perusahaan.

2.1.7. Dampak Turnover Intention


Pradana dan Salehuddin (2015) mengatakan dampak negative
yang dirasakan akibat tingkat turnover intention yang tinggi
pada perusahaan yaitu pada kualitas dan kemampuan untuk
menggantikan karyawan yang keluar dari perusahaan.
2.1.8. Generasi milenial (Generasi Y)
Secara pengertian sendiri, Generasi Y diklasifikasikan
berdasarkan batasan tahun lahir, ada banyak perbedaan
mengenai batasan tahun lahir Generasi Y, peneliti mengambil
salah satu yang dirasa cocok yaitu dari Bencsik, dkk. (2016)
yang berpendapat bahwa generasi milenial adalah generasi yang
lahir antara tahun 1980-1995 yang biasa disebut juga dengan
generasi Y atau generasi langgas.

2.1.9. Karakterstik Generasi Milenial (Generasi Y)


Dalam berkerja, Generasi Y memiliki karakteristik peduli
dengan teknologi baru, aktif mencoba hal-hal baru, bersifat
individualis egosentris, tidak peduli, dan cepat bosan, serta
memiliki kecendrungan yang rendah terhadap komitmen dan
kesetiaan mereka dalam berkerja (Oktariani, 2017).

2.2. Tinjauan Empiris


Penulis melakukan wawancara kepada salah satu pekerja milenial di
kayong utara dan disimpulkan bahwa pandemi Covid-19 ini sangat
berpengaruh bagi para perkerja milenial apalagi pada kesehatan mental
mereka, karena adanya stress kerja kesehatan mental juga terganggu.
Posig dan Kickul (2004). Pertimbangan untuk memikirkan
alternatif pekerjaan lain muncul ketika karyawan mempersiapkan
bahwa tidak adanya keseimbangan waktu dalam hidup dan kerja.
Fonseca dan Verma (2001). Menyatakan bahwa ketidakseimban
gan antar kerja dan keluarga akan menuntut pada berkurangnya
performa kerja, meningkatnya tingkat absen, tingginya turnover, moral
yang buruk, meningkatnya konflik dan tingginya ketidak adilan
terhadap kapasitas kerja.
Chrisdiana, L, & Rahardjo, M. (2017). Pengaruh Employee
engagement dan Work Life Balance terhadap Turnover Intention di
generasi Milenial. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, 01(1),
1-9. Berdasarkan hasil penelitian variabel bebas yaitu Employee
engagement (X1) berpengaruh negatif terhadap Turnover Intention dan
tidak terbukti Work Life Balance (X2) berpengaruh negatif terhadap
Turnover Intention Generasi Milenial di Jakarta.
Suifan, T., S., Abdallah, A., B dan Diab, H, (2016). The
Influence of Work life balance on Turnover intention in Private
Hospital: The Mediating Role of Work Life Conflict. European Journal
of Bisnis and Manajemen, Vol.8, No.20. Membuktikan bahwa beberapa
praktek Work Life Balance lebih efektif dari pada yang lain dalam
mempengaruhi Turnover Intention dari staf medis.
Anggraini, L., Astuti, E., S, & Prasetya, A. (2016). Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Employee engagement Generasi Y (Studi
Pada Karyawan PT Unilever Indonesia Tbk-Surabaya). Variabel
Personal Resources memiliki nilai t hitung dan koefisien beta yang
paling besar sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Personal
Resources memiliki pengaruh paling kuat dibandingkan variabel
Budaya Organisasi dan Reward. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal
keterikatan Gen Y sangat dipengaruhi oleh aspek sumber daya pribadi
mereka, terkait keyakinan dan kepercayaan dirinya akan peran dan
kemampuan yang dimiliki.
2.3. Hubungan Antar Variabel
Variabel dalam penelitian adalah stress kerja, Work life balance dan
Turnover intention. Adapun hubungan antaranya adalah sebagai berikut

Stress kerja
(X₁)
( Turnover
Intention (Y)
Work Life Balance
(X₂)

2.4. Model Hipotesis

Stress Kerja
H1

(X1)
H3 Turnover Intention
karyawan
H2 (Y)
Work Life
Balance
(X2)
2.5. Hipotesis
Sekaran (2006) hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara
logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkaapkan dalam bentuk
pernyataan yang dapat dipuji. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan,
dan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat mengambil hipotesis berupa:
H₁ : Stress Kerja berpengaruh signifikan terhadap Turnover
Intention generasi milenial di Kayong utara.
H₂ : Work Life Balance berpengaruh signifikan terhadap Turnover
Intention generasi milenial di Kayong utara.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian


Penelitian asosiatif Menurut Sugiyono (2016:55), penelitian
asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan penelitian ini
maka akan dapat dibangun suatu teori yang berfungsi untuk
menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.
3.2. Lokasi Penelitian
Berdasarkan studi kasus peneliti responden yang akan diambil
sebagai sampel adalah merujuk pada generasi milenial yang sedang
berkerja di Kabupaten Kayong Utara.
3.3. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2013) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono, 2011). Karakteristik sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini, adalah: Generasi milenial
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data untuk
keperluan penelitian. Pengumpulan data tersebut menentukan
berhasil tidaknya suatu penelitian, sehingga dalam pemilihan teknik
pengumpulan data harus cermat.
3.5. Variabel Penelitian
Variabel Dependen (terikat) yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas.
1. Variabel Intensi Keluar
Intensi keluar adalah persepsi responden terhadap pemikiran
yang cenderung ingin meninggalkan organisasi. Intensi keluar
memiliki 4 indikator (Azwar, 2004), yaitu :
a. Berpikir untuk berhenti
b. Keinginan untuk meninggalkan perkerjaan yang
sekarang.
c. Keinginan untuk mencari perkerjaan yang lain.
d. Meningkatnya pelanggaran terhadap tata tertib kerja.
2. Variabel stress kerja
Stress kerja adalah persepsi responden tentang tekanan pada
perasaan yang dialami oleh karyawan yang timbul dari
perkerjaan. Stress kerja memiliki 4 indikator (Robbins, 2006),
yaitu :
a. Tuntutan tugas
b. Tuntutan peran
c. Adanya konflik pribadi atau kelompok
d. Kepemimpinan organisasi
3. Keseimbangan kehidupan kerja
Keseimbangan kehidupan kerja adalah persepsi responden
tentang kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara
tuntutan perkerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Indikator untuk mengukur Keseimbangan Kehidupan Kerja
mengacu pada pendapat (Valen, 2017), yaitu :
a. Waktu.
b. Perilaku.
c. Tekanan.
d. Energi.

3.6. Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional variabel penelitian menurut Sugiyono (2015,
h.38) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari obyek atau
kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh
peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

3.7. Teknik Analisis


Analisis wawancara untuk menganalisis interaksi seseorang, analisis
ini lebih fokus pada konteks sosial dimana komunikasi antara
responden dan peneliti terjadi.
BAB IV

KESIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stress kerja dan


keseimbangan kehidupan kerja terhadap intensi keluar perkerjaan dengan
variabel kepuasan kerja sebagai mediator. Sampel yang di ambil yaitu
milenial berusia 27-35 tahun di Kabupaten Kayong Utara.

Stress kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja, hasil pengujian


menunjukan bahwa stress kerja yang dialami oleh milenial berusia 27-35
tahun mempengaruhi kepuasan kerja mereka.

Apabila karyawan mengalami stress kerja, maka kepuasan kerja mereka


rendah. Keseimbangan kehidupan kerja berpengaruh terhadap kepuasan
kerja karyawan. Hasil pengujian menunjukan bahwa keseimbangan
kehidupan kerja karyawan dapat dilakukan apabila keseimbangan
kehidupan kerja tinggi. Maka tingkat kepuasan kerja juga menjadi tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Ali & Purwandi, (2016). Pengaruh keseimbangan kehidupan dan


perkerjaan (Work Life Balance).

Anggraini, L., Astuti, E., S. & Prasetya, A. (2016). Faktor-faktor yang


mempengaruhi Employee engagement Generasi Y (Studi Pada Karyawan
PT Unilever Indonesia Tbk-Surabaya). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB),
37(2).
Anjani, (2020) job Satisfaction; Wrrkload; Work Stress and Rurnover
Intention. Dikutip dari situs detik.com
Bothma, C. F., & Roodt, G. (2013). The validation of the turnover
intention scale. Journal of Human Resources Management, 11(1), 12.
Chrisdiana, L, & Rahardjo, M. (2017). Pengaruh Employee
Engagement dan Work Life Balance Terhadap Turnover Intention di
Generasi Millenial. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, 01(1),1-
9.
Fonseca, M., & Verma, A. (2001). Learning and Work Life Balance in
Canada:
Ganapathi, I. M. D. (2016). Pengaruh Work-life Balance Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan (studi Pada Pt. Bio Farma Persero). Jurnal
Ecodemica, 4(1), 125-135.
Nafudin. (2015). Pengaruh work life balance dan kepuasan kerja
terhadap
turnover intention karyawan pada PT Bank Agroniaga Tbk Cabang
Bandung. Jurnal Sains Manajemen, 1(01), 23-37.
Sugiyono (2011, 2013 dan 2016:55). Diakses dari
https://raharja.ac.id/2020/11/04/apa-itu-populasi-dan-sampel-dalam-
penelitian/ apa itu populasi dan sampel dalam penelitian.
Suifan, T., S., Abdallah, A., B dan Diab, H, (2016). The Influence of
Work life balance on Turnover intention in Private Hospital: The
Mediating Role of Work Life Conflict. European Journal of Bisnis and
Manajemen, Vol.8, No.20.
Oktariani, Hubeis, dan Sukandar (2017), Pengaruh Keseimbangan
Kehidupan dan perkerjaan (Work Life Balance). Oleh Tri Wardhani.
Pradana, A., & Salehudin, I. (2015). Work overload and turnover
intention of junior auditors in Greater Jakarta, Indonesia. The South East
Asian Journal of Management, 9(2), 108-124. Retrieved from Journal UI.
Posig. M., & Kickul, J. (2004), Work-role expectations and work
family conflict: gender differences in emotional exhaus-tion. Women in
Management Review, 19(7), 373-386
Sekaran, Uma. (2011), Research Methods For Business (Metode
Penelitian Untuk Bisnis). Jakarta: Salemba Empat.
Živčicová, E., Bulková, K., & Masárová, T. (2017). Comparison
of the Selected
Indicators of Work Life Balance in European Union Countries. Economics
and Sociology, 10(1), 222-231.

http://repository.unair.ac.id/93982/4/4.%20BAB%20I%20PENDA
HULUAN%20.pdf

Anda mungkin juga menyukai