PENDAHULUAN
Di zaman modern ini bekerja menjadi suatu hal yang diharuskan setiap orang untuk
memenuhi kehidupannya maupun untuk kehidupan keluarga mereka, sebagai makhluk sosial
keseimbangan kehidupan kerja bukan hanya dilihat dari segi fisiologis, tapi dari psikologis
juga. Menurut Westman, Brough, & Kalliath, 2009 mengatakan bahwa individu yang
memperhatikan antara keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi merupakan
individu yang lebih mementingkan kesejahteraan psikologisnya daripada mengejar kekayaan
semata. setiap karyawan dalam organisasi juga dituntut untuk terus meningkatkan ketepatan,
kecepatan, mengembangkan kualitas, potensi dalam kinerja, serta produktivitas pada
perusahaan guna menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja perusahaan.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam mencapai
tuntutan kerja tersebut adalah faktor sumber daya manusia (SDM) (Artadi, 2015: 1). Manusia
sebagai penggerak perusahaan merupakan faktor utama karena eksistensi perusahaan tergantung
pada manusia-manusia yang terlibat di belakangnya. Untuk dapat mencapainya, diperlukan
sumber daya manusia yang kompeten dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga, perusahaan perlu
memberikan fokus terhadap kondisi pekerjanya dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan
perusahaan.
Namun, dalam perjalanan kerjanya sebagian besar orang mulai memperhatikan hal lain
selain untuk bekerja (Mariati, 2013: 1). Baik itu seperti halnya tentang kebutuhan untuk dihargai,
membentuk ketertarikan sosial, merasa kompeten di kehidupan kerja, serta tentang ketidak-
seimbangan antara kehidupan dan beban kerja yang dikerjakannya untuk perusahaan seperti
misalnya, target penyelesaian tugas yang mendesak sehingga terkadang harus sampai dibawa
pulang ke rumah, rapat kerja hingga larut malam, serta perjalanan bisnis ke luar kota yang
akhirnya membuat kebutuhan dengan keluarga, lingkungan, maupun pemenuhan untuk pribadi
menjadi terganggu. Bahkan, True Careers pernah membuat survei tentang keseimbangan
kehidupan kerja yang dilakukan pada tahun 2002 yang hasilnya menunjukkan bahwa 70% dari
1.500 responden mengatakan bahwa mereka tidak memiliki keseimbangan yang sehat antara
kehidupan pribadi dan pekerjaan mereka (Lockwood, 2003 dalam Widyasari, Susilawati,& Ula,
2015:14).
Tetapi, pada kenyataannya terkadang sebuah organisasi atau perusahaan lebih
memfokuskan tuntutannya saja terhadap para pekerjanya dan sebaliknya kurang bisa menyusun
dan membagi tuntutan yang datang dari setiap individu yang bekerja dalam memenuhi kebutuhan
kerja mereka (Prawira, 2007).
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu organisasi adalah
kinerja karyawan. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, diantaranya adalah dengan
memperhatikan Beban Kerja dan Work Life Balance.
Masalah Beban Kerja dan Work Life Balance juga dialami oleh PT. Bank Maluku Malut,
masalah tersebut nampak dalam berita tentang Arif Burhanudin Waliulu yang merupakan
direktur utama pada Bank Maluku dan Maluku Utara. Belum genap setahun memimpin bank
pelat merah itu, Waliulu sudah mengundurkan diri. Orang dekat Arief Waliulu yang
menghubungi Siwalima, Minggu (18/10) mengakui, Waliulu sudah menyampaikan pengunduran
diri sejak 9 Oktober lalu. Langkah itu terpaksa diambil olehnya karena tak kuat lagi memikul
beban kerja yang berat. “Beban kerja terlalu berat, itu jadi alasannya,” kata orang dekat Waliulu
yang mewanti-wanti agar namanya tak dipublikasikan. (https://siwalimanews.com/dirut-bank-
maluku-mundur-ada-apa/). Berdasarkan berita diatas Beban Kerja yang terlalu berat dapat
menyebabkan karyawan dalam hal ini adalah Wailulu lebih banyak menghabiskan waktu
ditempat kerjanya daripada dirumah, hal ini yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan
antara Work Life Balance yaitu kehidupan kerja dan kehidupan pribadi karyawan tersebut.
Apabila hal ini terjadi otomatis akan membuat kinerja karyawan tersebut menurun dan yang
paling fatal dapat membuat karyawan tersebut sampai mengundurkan diri sesuai berita diatas.
Beban kerja seseorang sudah ditentukan dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut
jenis pekerjaannya. Beban kerja yang dibebankan kepada karyawan dapat terjadi dalam tiga
kondisi. Pertama, beban kerja sesuai standar. Kedua, beban kerja yang terlalu tinggi (over
capacity). Ketiga, beban kerja yang terlalu rendah (under capacity). Beban kerja yang terlalu
berat atau ringan akan berdampak terjadinya in-efisiensi kerja. Beban kerja yang terlalu ringan
berarti terjadi kelebihan tenaga kerja. Kelebihan ini menyebabkan organisasi harus menggaji
jumlah karyawan lebih banyak dengan produktifitas yang sama sehingga terjadi inefisiensi biaya.
Sebaliknya, jika terjadi kekurangan tenaga kerja atau banyaknya pekerjaan dengan jumlah
karyawan yang dipekerjakan sedikit, dapat menyebabkan keletihan fisik maupun psikologis bagi
karyawan. Akhirnya karyawan pun menjadi tidak produktif karena terlalu lelah. Selain beban
kerja, faktor lain yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah work life balance. Keseimbangan
antara kehidupan di dalam pekerjaan merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan oleh
perusahaan dalam membuat suatu kebijakan agar kinerja pegawai tetap terjaga.
Work-life balance adalah sebuah konsep keseimbangan yang melibatkan ambisi atau karir
dengan kebahagiaan, waktu luang, keluarga dan pengembangan spiritual (Weckstein, 2008: 10).
Menyeimbangkan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi sering kali menjadi suatu
kendala yang yang sering dialami oleh karyawan yang bekerja (Wambui et al. 2017). Apabila
work life balance tidak dikelola dengan baik oleh perusahaan maka akan berpengaruh kepada
karyawan dan perusahaan. hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Cahil et al. (2015) bahwa apabila tuntutan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan lebih
banyak waktu dihabiskan ditempat kerja dan sedikit waktu dihabiskan dirumah akan
mempengaruhi work life balance karyawan.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Maartje Paais
(2019) yang berjudul pengaruh stress kerja dan beban kerja terhadap kinerja karyawan pada PT.
Bank SinarMas Ambon. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-
sama menggunakan variabel independen beban kerja dan variabel dependen kinerja karyawan.
Perbedaan pada penelitian ini yakni peneliti menambahkan variabel independen baru yaitu work
life balance. Variabel work life balance mengacu pada penelitian Saina, Pio, dan Rumawas
(2016) yang berjudul pengaruh work life balance dan kompensasi terhadap kinerja karyawan PT.
PLN wilayah Suluttenggo area Manado. Alasan menambahkan variabel ini karena dengan
adanya work life balance akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya kinerja karyawan. Semakin
tinggi work life balance yang dirasakan karyawan maka akan semakin tinggi pula kinerja
karyawan tersebut. Selain itu, alasan peneliti tidak menggunakan variabel stress kerja dan tetap
menggunakan variabel beban kerja karena peneliti tidak memusatkan tujuan dari penelitian ini
tidak untuk melihat kondisi pskilogis dan biologis karyawan tetapi berfokus pada beban kerja
yang diberikan kepada karyawan.
Berdasarkan keterkaitan konsep dan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Beban Kerja dan Work Life Balance terhadap
Kinerja Karyawan (Studi Empiris pada PT. Bank Maluku Malut)”.
1) Target
Target merupakan indikator terhadap pemenuhan jumlah barang, pekerjaan atau
jumlah uang yang dihasilkan.
2) Kualitas
Kualitas merupakan elemen penting, karena kualitas yang dihasilkan menjadi
kekuatan dalam mempertahankan loyalitas pelanggan.
3) Waktu penyelesaian
Penyelesaian yang tepat waktu membuat kepastian distribusi dan penyerahan
pekerjaan menjadi pasti. Ini adalah modal untuk membuat kepercayaan pelanggan.
4)
5) Taat asas
Tidak saja harus memenuhi target, kualitas dan tepat waktu tapi juga harus dilakukan
dengan cara yang benar, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan di PT. Bank Maluku Malut yang beralamat di Jalan Raya