Anda di halaman 1dari 10

UAS MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

EMPLOYEE ENGAGEMENT GENERASI MILLENIAL DAN CARA-


CARA UNTUK MENCAPAI ENGAGEMENT DARI GENERASI
MILLENIAL
Dosen pengampu mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia:
Dr. Elisabeth Supriharyanti
.

Oleh:
Peter Hermawan
8112423010

FAKULTAS BISNIS
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2023

0
PENDAHULUAN
Employee engagement telah dipelajari dan diskusikan oleh para praktisi dan
akademisi di masa lalu (Lai et al., 2020; Mone & London, 2018; Saks & Gruman, 2014).
Sumber daya manusia dalam bentuk karyawan sangat penting bagi organisasi mana pun.
Selain itu, mempertahankan karyawan adalah tantangan di era saat ini. Hal ini ditandai
dengan turn-over (pergantian) yang tinggi dan peningkatan ketidakhadiran (Reijseger et al.,
2017). Employee engagement adalah sangat penting dan esensial karena penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan yang tinggi menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi, tingkat perilaku kewarganegaraan yang lebih tinggi,
kepuasan karyawan, dan pada akhirnya kinerja yang lebih tinggi (Bakker & Albrecht,
2018).
Employee engagement telah dipelajari dalam konteks di berbagai negara, misalnya
Yunani dan Spanyol (Schaufeli et al., 2002), Jepang (Shimazu & Schaufeli, 2009), dan
India (Anitha, 2014). Studi literature mendukung fakta bahwa pemanfaatan employee
engagement memainkan peran penting dalam meningkatkan kinerja organisasi dan
menghasilkan sesuatu yang positif bagi karyawan (Biswas & Bhatnagar, 2013). Penelitian
yang dilakukan secara global menunjukkan bahwa karyawan yang tidak terlibat memiliki
dampak negatif pada organisasi dan juga negara. Sebagai contoh, sebuah penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat menemukan bahwa sekitar setengah dari tenaga kerjanya
ditemukan tidak engage yang mengakibatkan penurunan produktivitas dan kerugian fiscal
bagi negara (Kelleher, 2011). Penelitian lain yang dilakukan oleh Hooper (2006) di
Australia menunjukkan tingginya biaya yang harus ditanggung oleh karyawan yang tidak
engage (terlibat), yakni sebesar US $31 milyar, bagi perekonomian. Oleh karena itu,
memanfaatkan intervensi employee engagement sangat penting bagi organisasi dan negara
supaya pertumbuhan ekonominya stabil. Melibatkan karyawan dari berbagai generasi dan
latar belakang adalah sangat penting, tetapi tugas yang paling mendatangkan tantangan
adalah mempertahankan dan melibatkan generasi millennial.
Tidak dapat dipungkiri, bagi semua negara, karaywan millennial adalah bagian
terpenting dari tenaga kerja. Diperkirakan bahwa kaum millennial akan membentuk lebih
dari sepertiga tenaga kerja global pada tahun 2020 (Facts, Millennial Careers). Generasi

1
Millenial memiliki cirri khas yang berbeda, terutama memiliki orientasi dan melek
teknologi. Pemanfaatan teknologi membantu untuk membangun lingkungan di mana
karyawan merasa energik dan nyaman. Namun di sisi lain, bagi beberapa organisasi
penggunaan teknologi merupakan hambatan serius dalam meningkatkan employee
engagement secara keseluruhan. Dalam makalah ini, penulis hendak mengusulkan beberapa
strategi untuk melibatkan generasi millennial dalam pemanfaatan teknologi (Nivedita Jha et
al., 2019).

EMPLOYEE ENGAGEMENT
William Khan merupakan tokoh yang mempelopori dalam penelitian work
engagement tiga dekade yang lalu. Khan (1990) menganalisis faktor-faktor psikologis yang
terkait dengan engagement dan disengagement di tempat kerja dan menyimpulkan bahwa
ada beberapa faktor yang mempengaruhi di berbagai tingkatan: interpersonal, kelompok,
antarkelompok, dan organisasi yang pada akhirnya membentuk engagement dan
disengagement di tempat kerja.
Hasil penelitian Khan ini banyak diikuti oleh peneliti-peneliti yang berperan dalam
perkembangan konsep, definisi, dan indikator dari employee engagement. Schaufeli dkk.
(2002) mendeskripsikan engagement sebagai “keadaan pikiran yang positif, memuaskan,
dan berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan tiga dimensi yaitu vigor
(semangat), dedication (pengabdian), dan absorption (penyerapan). Dimensi vigor merujuk
pada karakter karyawan yang memiliki ketahanan mental yang kuat ketika bekerja dan
menyelesaikan pekerjaannya, memiliki semangat, kemauan dan energi tinggi pada
pekerjaan, dan konsisten dalam menghadapi setiap kesulitan yang ditemui pada saat
bekerja. Dimensi dedication mengacu pada karakter pegawai yang mempunyai keterlibatan
kuat dengan pekerjaan dan disertai dengan perasaan senang, adanya perasaan penting dan
antusias akan apa yang dikerjakan, menginspirasi dan merasa bangga, serta senang akan
tantangan dalam pekerjaannya. Dimensi Absorption merujuk pada karakter karyawan yang
memiliki totalitas diri dengan fokus pada pekerjaan yang dilakukan, merasa senang dan
larut dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga waktu bekerja terasa berjalan dengan
cepat dan merasa sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaannya (Schaufeli & Bakker, 2010).

2
Saks (2006) memperluas model engagement Schaufeli dkk. (2002) dan mengusulkan
perbedaan yang berarti antara engagement dalam pekerjaan dan engagement dalam
organisasi. Ditemukan bahwa work engagement dalam pekerjaan memiliki skor yang jauh
lebih tinggi daripada engagement dalam organisasi.
Oleh karena itu, sebagian besar peneliti telah mendefinisikan work engagement
sebagai hasrat karyawan terhadap pekerjaannya, yang membantu dalam pencapaian hasil
yang produktif terkait pekerjaan. Hasil positif dari employee engagement berpengaruh
terhadap lingkungan di organisasi secara menyeluruh. Melalui penelitian ilmiah, terungkap
bahwa karyawan yang lebih terlibat memiliki pengaruh terhadap rekan kerja mereka
dengan meningkatkan energi dan daya guna masing-masing pribadi dalam pekerjaan.
Berdasarkan definisi tersebut, employee engagement dapat dipahami sebagai antusiasme
fisik, psikologi, dan emosional yang terlihat pada karyawan yang sepenuhnya bangkit dan
terlibat dalam pekerjaan mereka (Schaufeli & Bakker, 2010).
Penelitian secara umum telah membuktikan hubungan antara employee engagement
dengan efektivitas organisasi yang lebih tinggi. Harter dkk (2013) dalam studi meta-analisis
mengkaitkan employee engagement secara positif dengan hasil dan kinerja yang
berhubungan dengan pekerjaan. Kim dan Parker (2017), dalam penelitian mereka
menggarisbawahi pentingnya keterlibatan karyawan sebagai elemen penting untuk
meningkatkan kinerja dan meningkatkan keberlanjutan organisasi. Demikian pula, dalam
sebuah penelitian yang dilakukan di industri perbankan di Tiongkok, ditemukan bahwa
performa kerja yang tinggi menimbulkan suatu dampak yang besar dalam employee
engagement dan oleh karena itu dapat digunakan oleh para manajer untuk meningkatkan
tingkat employee engagement (Cooke et al.,2019). Belakangan ini, peran dari sifat-sifat
pribadi dalam menentukan engagement juga telah dieksplorasi. Selan itu, kegiatan yang
menyenangkan di tempat kerja dapat mempengaruhi employee engagement, seperti yang
ditemukan dalam suatu penelitian yang dilakukan di lembaga keuangan Lebanon (Sakr
et.al., 2019).

3
GENERASI MILLENNAL DALAM DUNIA KERJA
Generasi millenial mengacu pada orang-orang yang lahir antara tahun 1980 dan 2000
(PwC, 2011). Generasi ini juga dikenal sebagai i-Gen dan ahli dalam teknologi. Hal ini
disebabkan mereka terlahir dan dibesarkan dengan teknologi yang maju (smart
technologies). Generasi ini memiliki harga diri yang tinggi dan ekspektasi tinggi yang
dikombinasi dengan keengganan untuk memberikan usaha dengan sepenuh hati untuk apa
yang mereka anggap tidak terlalu berarti bagi karier mereka (Schullery, 2013). Generasi
millenial telah mengalami krisis ekonomi dan turbulensi lingkungan sekitar dalam
masyarakat. Hal ini membuat mereka menghindari resiko, lebih fokus pada pengembangan
diri, dan tidak mau menaruh semua usaha mereka dalam satu pekerjaan. Oleh karena itu,
mereka mencari lingkungan kerja yang memungkinkan mereka untuk mengambil lebih dari
satu pekerjaan. Kepentingan pribadi lebih penting dari apa pun bagi generasi mereka ini.
Mereka sangat ambisius, mengharapkan pertumbuhan yang cepat, dan membenci informasi
yang rahasia dan struktur perusahaan yang kaku yang mengikat mereka dalam peraturan.
Mereka menginginkan hasil langsung terlihat dari usaha mereka (Nivedita Jha et al., 2019).
Menurut Harber (2011), karakteristik kepribadian generasi millenial adalah tidak
sabar, tidak mau rugi, banyak menuntut. Generasi ini terbiasa dengan hal-hal instan dan
cenderung tidak sabar. Kemudian, mereka memiliki kepercayaan diri dan optimisme,
semangat bergantung pada tim, semangat luar biasa, dan selalu bertanya “mengapa?” di
mana mereka memiliki keingintahuan yang besar dan menerima informasi dengan jelas,
ringkas, dan transparan.
Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, generasi millenial lebih menekankan
pada keseimbangan antara pekerjaan dengan tujuan dan hasrat pribadi mereka. Mereka
sering mencari peluang kerja baru untuk memajukan karier mereka, menjalin pertemanan
baru, dan melayani masyarakat. Mereka berharap atasan mereka memberikan tantangan
namun tidak mengatur mereka secara berlebihan. Mereka menginginkan lingkungan yang
fleksible dengan banyak kesempatan untuk mengembangkan karier mereka (Nivedita Jha et
al., 2019). Selain itu, mereka memiliki harapan tinggi dan mencari arti dari sebuah
pekerjaan (Onibala & Manurun, 2017). Oleh karena itu, generasi millenial berganti
pekerjaan rata-rata sampai dua puluh kali selama hidup mereka (Cran, 2014). Pada saat ini,

4
terdapat 2 miliar generasi millenial di seluruh dunia yang berusia 17 hingga 37 tahun
(Goldman Sachs Global Investment Research, 2017).

CARA-CARA AGAR KAUM MILLENIAL MENJADI ENGAGE


Bagi generasi millennial, menjadi engage berarti memperoleh banyak kesempatan
untuk pengembangan profesionalitas dan pertumbuhan pribadi mereka. Bagi organisasi,
mencapai kondisi engage berarti meningkatnya semangat, kepandaian, dan antusiasme
karyawan dalam bekerja. Lebih dari tiga puluh praktisi SDM dari berbagai industri
dihubungi lewat telepon atau secara langsung untuk mendapatkan pandangan mereka
tentang cara melibatkan generasi millenial dengan menggunakan teknologi. Secara umum,
mereka mengungkapkan pandangan mereka bahwa dengan usulan semacam ini adalah
strategi untuk membuat generasi millenial tetap mau engage atau terlibat (Nivedita Jha et
al., 2019):
 Generasi millenial mencari perkembangan krier dan peluang pengembangan yang
lebih cepat. Link seperti “My Career” pada dashboard karyawan yang mengamati
jalur karier dan proses pengembangan dalam organisasi dapat menjadi strategi
efektif untuk mendapatka emotional engagement generasi millenial.
 Kaum millenial menginginkan feedback atau tanggapan yang cepat. Teknologi
dapat digunakan untuk mengkomunikasikan feedback dengan cara yang instan,
menarik, dan transparan. Feedback yang positif dengan pujian dan pengakuan lain
yang lebih bersifat publik dapat meningkatkan susana kepercayaan, kesatuan, dan
transparasi dalam organisasi. Contoh dari strategi ini adalah “gThanks.” Strategi
yang dimiliki oleh Google ini berfungsi untuk mengetahui secara terbuka pekerjaan
karyawan yang sangat baik.
 “Gamification,” yang berarti menambahkan fitur-fitur seperti game yang berisi
tantangan, papan peringkat, lencana, dapat membuat penilaian kinerja menjadi lebih
menarik bagi para millenial. “Gamification” juga dapat diimplementasikan untuk
membuat pelatihan dan pembelajaran menjadi lebih menarik.
 Generasi millenial cenderung mencari makna di tempat kerja mereka. Kesempatan
untuk menyuarakan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka akan

5
menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi. Dashboard harus dirancang agar
generasi millenial dapat mengekspresikan pandangan mereka tentang isu-isu umum.
 Dashboard karyawan dirancang sedemikian rupa agar mencerminkan pentingnya
peran yang dimainkan oleh karyawan dalam tim mereka, seperti posisi yang mereka
pegang dan tanggung jawab yang mereka emban.
 Peran kaum millenial harus selaras dengan kebutuhan bisnis. Kemajuan harus dapat
dilihat oleh setiap karyawan agar mereka dapat menganalisis bagaimana upaya
mereka berkontribusi terhadap tujuan organisasi.
 Kesenangan di tempat kerja dapat meningkatkan ketertarikan pada pekerjaan,
sehingga mendorong engagement generasi millenial dalam organisasi.Perusahaan
seperti Google dan Microsoft telah mampu mencapai komitmen tenaga kerja yang
paling kreatif melalui faktor kesenangan di tempat kerja mereka (Nivedita Jha et al.,
2019).

PENUTUP
Employee engagement berdampak besar bagi pertumbuhan organisasi dan ekonomi
global. Menemukan motivasi engagement (keterlibatan) berubah seiring dengan perubahan
generasi. Bagaimana para pemilik perusahaan memanfaatkan sumber daya manusia untuk
melibatkan generasi saat ini akan menentukan tingkat engagement mereka dalam
organisasi. Misalnya saja, penggunaan teknologi untuk memberikan feedback langsung
pada penyelesaian tugas akan mempengaruhi engagement kognitif karyawan. Hal ini akan
menciptakan kepercayaan yang positif terhadap atasan dan budaya organisasi. Sekilas
pengakuan di dashboard umum akan memberikan perasaan dihargai, sehingga
mempengaruhi aspek perilaku engagement dengan membuat karyawan bekerja lebih baik di
masa yang akan datang. Kesempatan untuk menyuarakan pendapat dalam pengambilan
keputusan akan menciptakan perasaan memiliki terhadap organisasi, sehingga
mempengaruhi aspek emosional dan engagement. Kesempatan pengembangan karir dapat
membuat karyawan merasa wajib untuk bekerja demi kemajuan organisasi.
Menurut Bersin (2014), melibatkan karyawan telah menjadi salah satu pembeda
terbesar bagi bisnis. Dia mengusulkan redefinisi keterlibatan sebagai strategi bisnis yang

6
berkelanjutan daripada sekedar ukuran Sumber Daya Manusia. Employee engagement dapat
menjadi strategi bisnis jika berfokus pada menemukan factor-faktor engagement untuk
setiap karyawan dan membuat mereka tetap terlibat selama masa kerja mereka. Definisi
engagement harus mencakup elemen kontribusi karyawan terhadap organisasi dan
kepuasan pribadi yang mereka dapatkan dari kontribusi tersebut.

7
DAFTAR PUSTAKA

Anitha, J. (2014). Determinants of employee engagement and their impact on employee


performance. International Journal of Productivity and Performance Management,
63(3), 308.

Bakker, A. B., & Albrecht, S. (2018). Work engagement: Current trends. Career
Development International, 23(1), 4–11.
Bakker, A.B. and Demerouti, E. (2008), “Towards a model of work engagement”, Career
Development International, Vol. 13 No. 3, pp. 209-223.
Bersin, J. (2014), “Leadership”, available at: ww.forbes.com/sites/joshbersin/2014/04/10/its
time to rethink the employee engagement-issue (accessed 20 November 2017).
Bersin, J. (2016), “Becoming irresistible: a new model for employee engagement”,
available at: www2. deloitte.com/insights/us/.../employee-engagement-and-
retention.html (accessed 18 November 2017).
Biswas, S., & Bhatnagar, J. (2013). Mediator analysis of employee engagement: Role of
perceived organizational support, PO fit, organizational commitment and job
satisfaction. Vikalpa, 38(1),
27–40.

Deloitte Touche Tohmatsu (Firm) (2016), The 2016 Deloitte Millennial Survey: winning
over the next generation of leaders.
Harber, J. G. (2011). Generations in the Workplace: Similarities and Differences.
East Tennessee State Unievrsity. Diambil kembali dari https://dc.etsu.edu/etd/1255

Harter, J. K., Schmidt, F. L., Agrawal, S., Plowman, S. K., & Blue, A. (2013). The
relationship between engagement at work and organizational outcomes. Gallup Poll
Consulting University Press.

Hooper, N. (2006). Companies where people want to work, Weekend Australian Financial
Review, 17–19.

Jha, N., Sareen, P., and Potnuru, R.K.G. (2019), “Employee engagement for
millennials:considering technology as an enabler”, Development and Learning in
Organizations, Vol. 33 No. 1, pp. 9-11.
Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement
at work. Academy of Management Journal, 33(4), 692–724

Kelleher, B. (2011). Engaged employees high-performing organizations: Disengaged


employees have been found to be I of the biggest threats 10 successful businesses,
whereas engagement—Building a mutual commitment between employer and
employee—Results in just the opposite. Financial Executive, 27(3), 51–54

8
Kim, W., & Park, J. (2017). Examining structural relationships between work engagement,
organizational procedural justice, knowledge sharing, and innovative work behavior
for sustainable organizations. Sustainability, 9(2), Article 205

Lai, F. Y., Tang, H. C., Lu, S. C., Lee, Y. C., & Lin, C. C. (2020). Transformational
leadership and job performance: The mediating role of work engagement. SAGE
Open, 10(1)
Mone, E. M., & London, M. (2018). Employee engagement through effective performance
management: A practical guide for managers. Routledge
Onibala, T., & Manurun, T. R. (2017). Daya Tarik Pemberi-Kerja Menurut Persepsi
Generasi X Dan Y. Business Management Journal, 13(1), 50-58.

PwC (2011), “Millennials at work reshaping the workplace”, PwC, available at: PwC:
www.pwc.de/de/prozessoptimierung/assets/millennials-at-work-2011.pdf (accessed
17 November 2017).
Reijseger, G., Peeters, M. C., Taris, T. W., & Schaufeli, W. B. (2017). From motivation to
activation: Why engaged workers are better performers. Journal of Business and
Psychology, 32(2), 117–130.
Saks, A. M. (2006). Antecedents and consequences of employee engagement. Journal of
Managerial Psychology, 21(7), 600– 619.

Saks, A. M., & Gruman, J. A. (2014). What do we really know about employee
engagement? Human Resource Development Quarterly, 25(2), 155–182
Saks, A.M. (2006), “Antecedents and consequences of employee engagement”, Journal of
managerial psychology, Vol. 21No. 7, pp. 600-619.
Schaufeli, W. B., & Bakker, A. B. (2010). Defining and Measuring Work
engagement: Bringing Clarity to the Concept. Dalam A. B. Bakker, & M. Leiter,
Work engagement: A Handbook of Essential Theory and Research (hal. 10- 24). New
York: Psychology Press

Schaufeli, W. B., Bakker, A. B., & Van Rhenen, W. (2009). How changes in job demands
and resources predict burnout, work engagement, and sickness absenteeism. Journal
of Organizational Behavior: The International Journal of Industrial, Occupational
and Organizational Psychology and Behavior, 30(7), 893–917.
Schaufeli, W. B., Salanova, M., González-Romá, V., & Bakker, A. B. (2002). The
measurement of engagement and burnout: A two sample confirmatory factor analytic
approach. Journal of Happiness Studies, 3(1), 71–92.
Schullery, N. (2013), “Workplace engagement and generational differences in values”,
Business Communication Quarterly, Vol. 76 No. 2, pp. 252-265.

Anda mungkin juga menyukai