PROPOSAL
Dalam rangka penulisan Skripsi
Untuk menyelesaikan Program Sarjana Manajemen
Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lembah Dempo
Diajukan Oleh :
LIYANI
2011001
LIYANI
Npm : 2011001
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.5 Sistematika Penelitian 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Landasan Teori 8
2.2 Penelitian Terdahulu 28
2.3 Kerangka Konseptual 31
2.4 Hipotesis 31
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 33
3.1 Jenis Penelitian 33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 33
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel 34
3.4 Jenis data dan Pengambilan Data 35
3.5 Metodologi Analisis Data 36
DAFTAR PUSTAKA 38
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
banyak jeda dalam biografi pekerjaan mereka misalnya untuk kelahiran
anak dan periode cuti lainnya. (Borgmann et al., 2019:10). Sedangkan di
Indonesia sendiri dalam data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa pada tahun 2020 terdapat kurang lebih 34,65%
angkatan kerja perempuan sedangkan dalam tahun 2021 lalu angkatan
kerja perempuan mengalami kenaikan yaitu mencapai 36,20%.
(https://www.bps.go.id/).
Di era modern ini, fenomena suami dan istri yang keduanya
bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga adalah hal biasa. Tapi
tak jarang, kondisi ini justru menimbulkan masalah pada rumah tangga.
Kondisi ini, antara lain, sering pulang pada malam hari karena kerja, waktu
bersama keluarga berkurang, tidak ada yang menjaga dan merawat anak,
dan masih bekerja pada hari libur untuk memicu konflik di rumah tangga.
Pekerjaan dan keluarga sangat penting dan saling terkait, namun
mengintegrasikan kedua peran ini sangat sulit sehingga bisa menimbulkan
konflik yang disebut konflik keluarga kerja (Work Family Conflict).
Work Family Conflict dijelaskan oleh Netermeyer, Boles, &
McMurrian (1996) dapat didefinisikan sebagai jenis konflik interrole
dimana seseorang tidak dapat memenuhi tanggung jawab keluarga yang
terwujud karena tuntutan pekerjaan, waktu yang dialokasikan dan stres
ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan. Work family concflict
merujuk kepada suatu bentuk konflik antar peran yang terjadi ketika
tuntutan pekerjaan dan keluarga saling tidak kompatibel dan tidak bisa
disejajarkan (Ahuja, et al., 2002). Konflik kerja-keluarga dihasilkan oleh
tekanan bersamaan antara peran pekerjaan dan keluarga yang betentangan
satu sama lainnya, Greenhaus & Beutell(1985) Konflik kerja-keluarga
terjadi karena peran ganda seseorang dalam pekerjaan dan keluarga,
sehingga menimbulkan pertentangan.
Kepuasan kerja merupakan keadaan pikiran yang positif, bahagia
dan selalu bekerja keras, karyawan yang bekerja keras dan memiliki
perasaan senang terhadap pekerjaannya merupakan aset dalam organisasi,
mereka akan menghasilkan kinerja dan citra yang baik bagi organisasi
(Bashir dan Ramay, 2010).
2
Kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil yang terukur dicapai
oleh individu atau organisasi dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya. Pengukuran kinerja merupakan suatu kegiatan yang penting
karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi
(pegawai) dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan publik,
informasi mengenai organisasi lainnya tentu sangat berguna untuk melihat
seberapa jauh pelayanan yang telah diberikan oleh organisasi pemerintah
itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa.
Sejalan dengan itu, kedudukan pegawai sangat penting dalam
menentukan berhasil atau tidaknya tugas dari penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dalam rangka tercapainya tujuan nasional.
Pegawai dalam hal ini ialah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan
unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang
menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata Pegawai merupakan
motor penggerak kelangsungan hidup suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya sangat tergantung pada kemampuan pegawai dan partisipasinya
dalam organisasi.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang adalah perpanjangan
tangan dari pemerintah pusat yaitu Kementrian Pekerjaan Umum,
kehadirannya banyak memberi warna kepada pelayanan publik. Dinas
Pekerjaan Umum (PU) merupakan perangkat daerah yang diberikan
kekuasaan, kewajiban dan tanggungjawab untuk melakukan otonomi
daerah, desentralisasi pada bidang pekerjaan umum. Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang memiliki tugas mengimplementasikan urusan-
urusan pemerintahan Daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan
ruang yang menjadi tanggungjawab Daerah dalam tugas pembantuan yang
ditugaskan kepada Daerah. Salah satu tugas dari Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kabupaten Bone dalam bidang pembangunan
infrastruktur jalan yaitu jalan-jalan yang rusak perlu perbaikan, jalan rusak
yang berlobang, pengerasan dan perluasan ruas jalan.
Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan unsur
aparatur negara ini sebagian ada yang sudah berkeluarga dan mempunyai
anak. Cinamon et al (2002) menjelaskan bahwa jumlah anak, jumlah
waktu yang dihabiskan untuk mengurus rumah tangga dan pekerjaan, serta
3
tidak adanya dukungan dari pasangan dan keluarga merupakan pemicu
terjadinya work-family conflict. Ketika seseorang mengalami work-family
conflict mengakibatkan pemenuhan peran yang satu akan mengganggu
pemenuhan peran yang lainnya sehingga akan berdampak terhadap kinerja
dan kepuasan kerja. Dampak yang dapat ditimbulkan ketika seorang
karyawan mengalami eork family conflict yaitu dapat menurukan
komitmen organisasi dan kepuasan kerja, meningkatkan stres saat bekerja,
dan meningkatkan keluhan terhadap beban kerja, serat niat untuk keluar
dari pekerjaan.
Wanita dijadikan sebagai objek penelitian karena wanita yang
bekerja dan berkeluarga dihadapkan pada peran ganda. Timbulnya
masalah-masalah dalam kedua peran yang harus dijalaninya itu bisa
memicu tingkat stres para wanita tersebut. Adanya intensitas peran ganda
yang tinggi menjadi penyebab menurunnya kinerja karena ibu bekerja
akan mengalami depresi, peningkatan keluhan fisik dan tingkat energi
yang rendah.
Work Family Conflict yang dialami oleh pegawai yang sudah
menikah dapat menimbulkan dampak tidak hanya bagi organisasi, tetapi
juga bagi karyawan itu sendiri dan keluarganya. Work family conflict
sering timbul ketika salah satu dari peran dalam pekerjaan menuntut lebih
atau membutuhkan lebih banyak perhatian daripada peran dalam keluarga.
Tidak dipungkiri, konflik ini menimbulkan berbagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan keluarga dan pekerjaan wanita tersebut, disatu
sisi wanita dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengurus dan
membina keluarga secara baik, di sisi lain sebagai seorang pekerja, wanita
dituntut untuk bekerja sesuai dengan standar kinerja yang baik. Namun,
tidak semua dari mereka bisa menyelaraskan peran dalam pekerjaan
dengan peran dalam keluarga, yang berujung pada terjadinya work-family
conflict.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam
satu perusahaan. Salah satunya adalah timbulnya suatu konflik peran
ganda atau Work Family Conflict. Menurut De Vries (2011) work family
conflict sering timbul karena pekerjaan yang memiliki jam kerja tidak
fleksibel, tidak teratur, jam kerja yang panjang, serta beban kerja yang
4
tinggi, stres pekerjaan yang dialami, konflik personal di tempat kerja,
perjalanan dinas, perubahan karir, atau atasan organisasi yang tidak
supportif dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan tanggung jawab
terhadap keluarga.
Dalam penelitian (Churiyah, 2011) menyatakan adanya hubungan
negatif antara work-family conflict dan kepuasan kerja yang akan
berdampak pada kinerja. Work family conflict akan menurunkan kinerja,
produktivitas dan kepuasan kerja (Rohmah, 2015).
Dari Permasalahan yang dikemukakan diatas Peneliti menemukan
ketertarikan untuk mengupas lebih lanjut masalah ini, yakni apakah benar
work family conflict berpengaruh terhadap kinerja pegawai wanita dengan
Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi, peneliti tertarik melakukan
penelitian di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota
Pagaralam, yang dimana menurut data yang saya dapatkan terdapat
sebagian pegawai wanita yang ASN dan Non ASN yang sudah menikah
dan mempunyai anak yang bekerja di kantor tersebut.
Penelitian ini diharapkan mampu memperluas wawasan dan
pemahaman tentang work family conflict serta pengaruhnya terhadap
kepuasan kerja yang berkaitan dengan tingkat kinerja seseorang dalam
pekerjaannya. Oleh karena itu dibuat judul penelitian “PENGARUH
WORK FAMILY CONFLICT TERHADAPKEPUASAN KERJA
DAN KINERJA PEGAWAI WANITA PADA KANTOR DINAS
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KOTA
PAGARALAM”.
1. Peneliti
Bagi penulis, diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
kesiapan penulis bila nantinya terjun ke dunia kerja dan
memperluas pengetahuan terutama yang berhubungan antara
6
work family conflict atau konflik peran ganda terhadap
kapuasan kerja dan kinerja pegawai wanita.
2. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kepustakaan dan
dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti
mengenai work family conflict atau konflik peran ganda
terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai wanita.
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, serta sistematika
pembahasan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang penelitian terdahulu serta
teori - teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang
dilakukan, diantaranya meliputi teori work-family conflict, teori
kepuasan kerja, dan teori kinerja.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan bagaimana penelitian dilakukan
untuk memperoleh jawaban dari permasalahan penelitian ini.
Oleh karena itu, pada bab ini membahas jenis penelitian, lokasi
penelitian, konsep, variabel, definisi operasional skala
pengukuran penelitian, populasi dan sampel yang digunakan, dan
analisis data.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
9
a. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang
efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job
description (pembagian tugas dan tanggung jawab), job
specification (spesifikasi pekerjaan), job reqruitment (syarat
pekerjan), dan job evaluation (evaluasi pekerjaan).
b. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan
berdasarkan asa the ringht man in the right place and the right
man in the ringht job (menempatkan karyawan pada tempat dan
kedudukan yang tepat).
c. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi,
dan pemberhentian.
d. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia
pada masa yang akan datang.
e. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan
perkembangan perusahaan pada khususnya.
f. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan
kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan
sejenis.
g. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
h. Melaksanakan pendidikan, latihan dan penilaian produktivitas
karyawan.
i. Mengatur mutasi karyawan baik vertical maupun horizontal.
j. Trfcv8Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
10
2.1.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber daya manusia adalah
kemampuan departemen sumber daya manusia dalam
mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang ada dalam
sebuah perusahaan sehingga mampu menghasilkan kerja yang
efektif. Sedangkan menurut Cherrington, fungsi manajemen sumber
daya manusia terdiri dari :
1) Staffing/employment yaitu perencanaan, penarikan, dan seleksi
sumber daya manusia.
2) Performance evaluation yaitu penilaian kinerja sumber daya
manusia merupakan tanggung jawab departemen sumber daya
manusia dan para manajer.
3) Compensation yaitu Penghargaan yang dibutuhkan suatu
koordinasi yang baik antara departemen sumber daya manusia
dengan para manajer.
4) Training and development yaitu Departemen sumber daya
manusia bertanggung jawab untuk membantu para manajer
menjadi pelatih dan penasehat yang baik bagi bawahannya,
menciptakan program pelatihan dan pengembangan yang
efektif baik bagi karyawan baru (orientasi) maupun yang sudah
ada (pengembangan keterampilan), terlibat dalam program
pelatihan dan pengembangan tersebut, memperkirakan
kebutuhan perusahaan akan program pelati han dan
pengembangan, serta mengevaluasi efektifitas progam
pelatihan dan pengembangan.
Tujuan dari fungsi-fungsi MSDM tersebut adalah
perusahaan agar bisa mendapatkan tingkat laba yang tinggi
daripada bunga bank. Sedangkan karyawan agar bisa
mendapatkan kepuasan dalam pekerjaan. Dan masyarakat biasa
memperoleh barang dan jasa dengan tingkat harga yang
sewajarnya serta selalu tersedia di pasar (Hasibuan,2016:21).
11
2.1.2 Work Family Conflict
2.1.2.1 Pengertian Work Family Conflict
Work Family Conflict (Konflik Peran Ganda) adalah salah
satu dari bentuk interrole conflict tekanan atau ketidakseimbangan
peran antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga.
Work Family Conflict (konflik peran ganda). Dapat didefinisikan
sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan
dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan (Buhali &
Margaretha, 2013).
Menurut Frone, Rusell, dkk (2010) mendefinisikan konflik
pekerjaan keluarga merupakan suatu konflik peran yang dialami
pada karyawan, dimana di satu sisi karyawan harus melakukan
pekerjaan di rumah sakit dan disisi lain harus memperhatikan
keluarga secara utuh, sehingga susah untuk membedakan antara
pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu
pekerjaan. Sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk
melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk
keluarga disebut pekerjaan menganggu keluarga.
Menurut Greenhaus dan Beutell (2003) pekerjaan menganggu
keluarga disebut dengan work family conflict (konflik peran ganda)
merupakan suatu bentuk konflik peran antar dimana tekanan peran
dari domain pekerjaan dan keluarga saling bertentangan.
Menurut Netemeyer, Richard G (2010), Work family conflict
(Konflik peran ganda). Adalah bentuk konflik antar kedudukan
dimana terdapat tugas umum pada waktu yang dihabiskan dan
kegawatan yang diciptakan oleh pekerjaan mengganggu untuk
melakukan tanggung jawab yang berhubungan dengan keluarga.
Menurut Kahn et al konflik pekerjaan keluarga (Work Family
Conflict ) didefinisikan sebagai bentuk konflik antar peran dimana
tekanan dari peran pekerjaan dan keluarga saling bertentangan
Ketidakcocokan tersebut ditunjukkan dengan kenyataan partisipasi
dalam peran pekerjaan dibuat lebih sulit berdasarkan partisipasi
dalam peran keluarga dan sebaliknya. Frone, Rusell & Cooper
mendefinisikan work-family conflict sebagai konflik peran yang
12
terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan
pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga
secara utuh.
Menurut Greenhaus, Tammy, & Spector work family conflict
terjadi ketika ekspektasi yang berhubungan dengan peran tertentu
tidak sesuai dengan kebutuhan dari peran lain, sehingga performa
dari peran tersebut kurang efisien. Banyak karyawan mengalami
work family conflict ketika mereka mencoba untuk
menyeimbangkan antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga.
Selanjutnya, Howard mendefinisikan work family conflict sebagai
konflik antara peran yang satu dengan peran lainnya (inter-role
conflict) dimana terdapat tekanan yang berbeda antara peran di
keluarga dan di pekerjaan.
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan oleh
para ahli dapat disimpulkan bahwa work family conflict (konflik
peran ganda). Merupakan suatu bentuk kedudukan atau peran
seseorang dituntut untuk memenuhi tuntutan dalam pekerjaan dan
tuntutan dalam keluarga.
14
Menurut Apollo (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi
work-family conflict (konflik peran ganda) yaitu :
1. Faktor Internal, faktor ini adalah faktor yang muncul dari dalam
diri pribadi. Seperti keahlian yang dimiliki individu dalam
menjalankan pekerjaan. Apabila individu tidak mempunyai
kemampuan dalam diri maka dapat memunculkan dan terjadi
konflik pada individu tersebut.
2. Faktor Eksternal, dukungan dari suami sangat dibutuhkan
untuk memperoleh semangat kerja merupakan keinginan wanita
karir. Karena wanita karir yang telah berkeluarga mempunyai
tanggung jawab terhadap suami. Wanita karir yang sudah
mempunyai anak juga harus berkedudukan dalam mengasuhi
anak, jika kedudukan tidak tercapai maka dapat menimbulkan
dan terjadi permasalahan tersendiri bagi wanita karir. Selain itu,
permasalahan (problem) dalam lingkungan kerja juga
berdampak atau berpengaruh terhadap perkerjaan dan keluarga.
3. Faktor Relasional Dengan Suami Dan Anak-anak, wanita karir
yang sudah menikah dan memiliki anak, harus bias menjalin
komunikasi yang baik dengan suami. Agar bertanggung jawab
dan tugas dalam rumah tangga bisa terlaksana dengan baik.
Sebagai wanita karir juga harus berperan sebagai pengasuh dan
pendidik terhadap anak-anaknya merupakan peran sebagai ibu.
4. Motivasi, kedudukan wanita dalam membantu kebutuhan
finansial dalam keluarga adalah alasan wanita memilih untuk
bekerja. Selain untuk menolong suami dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi, wanita karir juga perlu mengaktualisasi
dirinya. Dengan kemampuan dirinya yang baik wanita karir
memiliki dorongan atau motivasi yang tinggi dalam berkarir
meruapakan salah satu factor yang mempengaruhi wanita
bekerja adalah kebutuhan finansial.
18
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai
merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome
dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain
(comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan
seimbang dengan yang lain (equity), maka pegawai tersebut
akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi over compensation
inequity tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua
kemungkinan, yaitu ketidakseimbangan yang menguntungkan
dirinya dan sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan
pegawai lain (under compensation) yang menjadi pembanding
atau comparison person.
2) Teori Perbedaan/Kesenjangan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter, dia
berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan
cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan
kenyataan yang dirasakan karyawan. Kepuasan kerja karyawan
bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa
yang yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang didapat
karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan,
maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang
didapat pegawai lain lebih rendah daripada yang diharapkan,
akan menyebabkan karyawan tidak puas.
3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung
pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan
akan merasa puas apabila dia mendapatkan apa yang
dibutuhkannya. makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi,
makin puas pula karyawan tersebut. begitu pula sebaliknya,
apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi, karyawan itu akan
merasa tidak puas.
4) Teori Pandangan Kelompok Sosial (Social Reference Group
Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah
bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat
19
bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh
para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan.
5) Teori Dua Faktor Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg.
Dia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik
acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan
wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing-
masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami
oleh mereka baik yang menyenangkan atau tidak memberi
kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi (content
analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
kepuasan atau ketidakpuasan.
2.1.4 Kinerja
2.1.4.1 Pengertian Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata job perfomance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya) yang dicapai
oleh seseorang Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja karyawan
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sedarmayanti,
kinerja atau performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti
prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil
kerja/unjuk kerja/penampilan kerja.
Suwatno dan Priansa menyatakan bahwa kinerja merupakan
performance atau unjuk kinerja. Kinerja dapat pula diartikan sebagai
prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. L.R Sayle
dan Strauss dalam Sedarmayanti menyatakan bahwa standar kinerja
perlu dirumuskan guna dijadikan tolok ukur dalam mengadakan
perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang
diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah
dipercayakan kepada seseorang.
Kinerja karyawan adalah hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan kuat dengan tujuaan strategis organisasi, kepuasan
konsumen, dan memberikan kontibusi pada ekonomi (Hamali,
2016:98). Kinerja karyawan merupakan bentuk kualitas kehidupan
kerja, disiplin kerja, beban kerja dan tanggung jawab karyawan
diberikan sesuai standar yang ditetapkan. Menurut Mathis & Jackson
23
dalam Priansa (2014:269) menyatakan bahwa kinerja karyawan pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh
karyawan dalam mengemban pekerjaannya.
Sedangkan, menurut Priansa (2014:269) kinerja merupakan
tingkat keberhasilan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Standar kerja mencerminkan keluaran normal dari seorang karyawan
yang berprestasi rata-rata, dan bekerja pada kecepatan/kondisi
normal (Soepono & Srimulyani, 2015). Ukuran-ukuran dari kinerja
seharusnya dapat memberikan bukti tentang hasil yang dikehendaki
telah tercapai atau tidak dan sejauh mana pemegang pekerjaan telah
mencapai hasil tersebut. Sehingga menjadi dasar untuk memberikan
informasi umpan balik yang akan digunakan untuk memantau
mereka sendiri. Kinerja karyawan salah satu bentuk pencapaian
secara individu, kerjasama kelompok atau team untuk mencapai
kreativitas dan prestasi kerja yang dibebankan kepadanya.
Lebih lanjut, Aldrianto (2016) mengatakan bahwa kinerja
karyawan merupakan hasil dari tingkat pencapaian tugas maupun
tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan yang diukur
melalui kualitas dan kuantitas dalam suatu jangka tertentu. Secara
umum hasil dan kualitas kinerja karyawan sangat penting dalam
mengembangkan dan memajukan perusahaannya. Kinerja karyawan
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dikarakteristikan
dengan keahlian seseorang atau kelompok atas tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Permatasari, 2017).
Menurut Mangkunegara (2005:67), kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Rivai (2005:14) mendefinisikan kinerja adalah hasil atau
tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode
tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
24
bersama. Beberapa definisi yang disebutkan dapat disimpulkan
bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai seseorang sesuai
dengan standar pekerjaannya pada periode tertentu.
28
semakin rendah work family conflict yang di rasakan karyawan, maka
akan meningkatkan kinerja karyawan.
Permatasari (2017) melakukan penelitian pengaruh konflik
pekerjaankeluarga dan beban kerja terhadap kinerja dosen dengan
kelelahan emosional sebagai variabel mediasi (studi kasus dosen tetap
universitas muhammadiyah magelang). Hasil penelitian Konflik
pekerjaan-keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
dosen di Universitas Muhammadiyah Magelang. Hasil ini
mengindikasikan bahwa hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi
konflik pekerjaan-keluarga, maka semakin tinggi pula kinerja dosen di
Universitas Muhammadiyah Magelang. Dosen dengan konflik peran
ganda dapat berjalan seimbang dimana tingkat konflik pekerjaan-
keluarga yang dirasakan yaitu dalam tuntutan pemenuhan kebutuhan
keluarga yang meningkat dan tuntutan pekerjaan yang tinggi dapat
dikelola untuk meningkatkan kinerja sebagai bentuk tanggung jawab
antara keluarga dan pekerjaan serta profesionalitas dosen Universitas
Muhammadiyah Magelang.
Nurul Priyatnasari dkk., (2012) membuktikan bahwa konflik
pekerjaankeluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja
perawat yang bekerja di RSUD Daya Kota Makassar. Semakin tinggi
konflik pekerjaankeluarga seseorang maka akan semakin rendah
kinerjanya. Penelitian yang dilakukan oleh Wirakristama (2011) dengan
judul Analisis konflik peran ganda (work–family conflict) terhadap
kinerja karyawan wanita pada PT. Nyonya Meneer semarang dengan
stres kerja sebagai variabel intervening dan menggunakan alat analisis
yaitu analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan
terdapat pengaruh positif dan signifikan antara konflik peran ganda
terhadap stres kerja. Artinya semakin tinggi konflik peran ganda yang
dialami para karyawan maka semakin tinggi stres kerja. Selanjutnya
konflik peran ganda juga mempunyai pengaruh negatif signifikan
terhadap kinerja karyawan. Artinya ketika konflik peran ganda tinggi
maka kinerja karyawan rendah. Lebih lanjut lagi, stres kerja berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya ketika stres
kerja tinggi maka kinerja karyawan menjadi rendah.
29
Selain itu juga penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif dan signifikan antara work family conflict pada stres
kerja, artinya bahwa semakin tinggi work family conflict yang dirasakan
oleh karyawan maka akan semakin tinggi stres kerja karyawan. Lebih
lanjut lagi, penelitian tersebut juga menunjukan bahwa terdapat pengaruh
positif dan tidak signifikan antara stres kerja pada kinerja karyawan,
artinya bahwa semakin tinggi stres kerja yang dirasakan oleh karyawan
maka tidak mempengaruhi kinerja karyawan.
Jane Y. Roboth (2015) melakukan penelitian yang berjudul
analisis work family conflict, stres kerja dan kinerja studi kasus yayasan
Compassion East Indonesia menggunakan alat analisis yaitu analisis
jalur (path analysis) dengan hasil konflik pekerjaan-keluarga tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hal ini dikarenakan bahwa
karyawan dapat mengatasi konflik peran ganda yang terjadi,
meminimalisasi kemungkinan yang dapat menyebabkan benturan dan
tekanan dalam pekerjaan terhadap kebutuhan keluarga sehingga dapat
memenuhi kebutuhan keduanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Christine dkk., (2010) yang
berjudul pengaruh konflik pekerjaan dan konflik keluarga terhadap
kinerja dengan konflik pekerjaan-keluarga sebagai variabel intervening
dengan studi kasus pada dual career couple di Jabodetabek. Alat analisis
yang digunakan dalam penilitian ini menggunakan Structural Equation
Modelling (SEM) software Amos 7 dengan hasil terdapat pengaruh
positif signifikan antara konflik pekerjaan-keluarga terhadap kinerja.
Dengan adanya suami dan istri yang sama-sama bekerja maka mereka
saling memahami kondisi masing-masing sehingga konflik pekerjaan-
keluarga yang terjadi dapat dikelola untuk meningkatkan kinerja.
Fitria dkk., (2013) melakukan penelitian mengenai hubungan
konflikpekerjaan keluarga dan stres kerja terhadap kinerja karyawan
pada RSUD dr. Rasidin Padang. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian tersebut yaitu Structural Equation Modelling (SEM) dengan
hasil penelitian bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara konflik-
pekerjaan keluarga terhadap kinerja karyawan. Artinya, semakin tinggi
tingkat konflikpekerjaan keluarga yang dirasakan oleh perawat ternyata
30
tidak mempengaruhi kinerja perawat di RSUD dr. Rasidin Padang.
Selanjutnya stres kerja berpengaruh signifikan negatif terhadap kinerja
karyawan. Artinya, semakin tinggi tingkat stres kerja yang dirasakan
perawat, tentunya akan menurunkan kinerja perawat di RSUD dr.
Rasidin Padang dalam melaksanakan tugas.
Sari dkk., (2014) melakukan penelitian pengaruh konflik peran
ganda dan stres kerja Terhadap kinerja pemeriksa BPK RI perwakilan
Provinsi aceh. Penelitian tersebut menggunakan alat analisis bivariat dan
multivariate. Hasil penelitian ini secara parsial konflik peran ganda tidak
ada hubungan terhadap kinerja pemeriksa. Artinya, semakin rendah
tingkat konflik peran ganda maka kinerja pemeriksa tinggi. Selanjutnya,
stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pemerika. Artinya,
semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami oleh pemeriksa maka
akan menurunkan kinerja pemeriksa.
H3
H1 H2
Work family Kepuasan kerja Kinerja
c onflict
2.4 Hipotesis
Hipotesis menurut Arikunto (2002:67) adalah jawaban yang
bersifat sementara terhadap suatu permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalui data dan fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Hipotesis menggarahkan proses penelitian sehingga
tujuan penelitian menjadi jelas, dan penelitian dapat dilakukan dengan
efisien dan efektif.
Berdasarkan model hipotesis, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
31
H1 = Adanya pengaruh yang negatif dan signifikan dari Work Family
Conflict (X) terhadap Kepuasan Kerja (Z)
H2 = Adanya pengaruh positif yang signifikan dari Kepuasan Kerja (Z)
terhadap Kinerja (Y)
H3 = Adanya pengaruh negatif yang signifikan dari Work Family
Conflict (X) terhadap Kinerja (Y).
32
BAB 3
METODE PENELITIAN
33
Pemilihan lokasi ini dikarenakan sebagian besar pegawai di kantor
tersebut wanita yang mempunyai peran ganda dilihat dari usia yang rata-
rata sudah berkeluarga dan mempunyai kesibukan yang padat di kantor.
Selain itu, di Kantor Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota
Pagaralam belum pernah dilakukan penelitian dengan tinjauan yang
sama yaitu Pengaruh Work Family Conflict Terhadap Kinerja Dengan
Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi sehingga menarik untuk
diteliti. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai bulan
Desember.
34
dipakai dalam proses penarikan sampel random sederhana adalah dengan
melalui undian. Peneliti berpendapat bahwa dengan jumlah sampel yang
ditetapkan ini sudah mewakili seluruh karyawan yang ada.
35
yang diambil adalah Data Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Dan
Penataan Ruang Kota Pagaralam.
36
Penyajian data bisa dilakukan dengan uraian yang singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian
data memudahkan untuk memahami data yang telah terkumpul, apa saja
yang terjadi, dan mempermudah langkah selanjutnya.
37