Anda di halaman 1dari 32

Pengaruh Work-Life Balance dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja dan Dampak

Terhadap Loyalitas Karyawan Generasi Y pada Sektor Perbankan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perusahaan yang ingin berkembang menyadari bahwa dari berbagai faktor yang
berkontribusi terhadap kinerja, elemen manusia jelas yang paling perlu diperhatikan. Karyawan
sebagai SDM dalam perusahaan dapat digunakan untuk mempertahankan kestabilannya dalam
berkompetisi atau bersaing (Mello, 2015). Helmi & Aulia (2011) berpendapat bahwa, SDM akan
selalu mendominasi dan berperan aktif dalam setiap kegiatan organisasi, karena menjadi
perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Maka dari itulah melalui SDM
suatu organisasi akan mampu berkembang dan memunuhi semua tujuaanya atau malah
sebaliknya. Melihat pentingnya SDM dalam mendukung dan memenuhi tujuan suatu organisasi,
maka organisasi harus berusaha untuk mendapatkan tenaga kerja (TK) yang tepat baik kualitas
ataupun kuantitasnya pada generasi kini.

Putra (2016) berpendapat bahwa terdapat empat generasi angkatan kerja dalam
perusahaan. Matures, lahir antara tahun 1920 hingga 1939; Boomers, lahir tahun 1940 hingga
1959; Xers, lahir tahun 1960 hingga 1979; dan Generasi Y atau mellenials yang lahir tahun 1980
hingga akhir tahun 2000. Dari keempat generasi tersebut didalam dunia kerja, ternyata generasi
Y mempunyai keunikan tersendiri. Survei JobPlanet (2017) menyebutkan generasi Y di
Indonesia umumnya memilih menjadi kutu loncat dalam berkarir dan memanfaatkan kedekatan
dengan teknologi untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Total responden pada survei ini
berjumlah 88.900 orang yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Mayoritas responden
yaitu sebanyak 81.800 orang merupakan karyawan gen Y yang memang mendominasi angkatan
kerja saat ini, dan sisanya 7.100 orang merupakan karyawan generasi X. Riset yang dilakukan
tersebut menghasilkan tiga temuan menarik: (1). Dibandingkan dengan gen X, gen Y memiliki
tingkat kesetiaan yang lebih rendah terhadap pekerjaan mereka. Sebanyak 76,7% dari mereka
hanya bertahan 1–2 tahun di tempat kerjanya sebelum memutuskan untuk berpindah kerja.
Hanya 9,5% dari mereka yang bertahan bekerja di satu tempat selama lima tahun atau lebih. (2).
Sebaliknya, gen X memiliki tingkat kesetiaan yang jauh lebih tinggi terhadap pekerjaan
1
mereka. Sebanyak 42,5% karyawan gen X bertahan di tempat kerjanya hingga lebih dari lima
tahun. Sementara itu, hanya 10% dari mereka yang berpindah kerja dalam waktu satu tahun. (3).
Kebanyakan karyawan gen Y hanya bertahan di tempat kerjanya selama 1–2 tahun. Kebanyakan
dari mereka terutama karyawan yang berusia 21–25 tahun. Karyawan di rentang usia ini bisa
dikatakan belum lama memasuki dunia kerja. Dalam bekerja, mereka fokus mempelajari hal-hal
baru dan memperkaya pengalaman mereka. Mereka juga tidak segan berpindah kerja ketika
merasa sudah tak mendapatkan tantangan atau ilmu baru di tempat kerja mereka.

Meier, Stephen & Crocker (2010) berpendapat bahwa gen Y merupakan TK yang lebih
memperhatikan aspek work life balance (WLB) di bandingkan gen X. Robyn & du Preez (2013)
mengemukakan 4 hal yang menyebabkan karyawan gen Y untuk berpindah kerja yaitu sikap
pekerjaan, strategi organisasi, personnel dimensions dan WLB. Swiggard (2011) mengemukakan
beberapa faktor yang membuat gen Y bertahan di organisasi, diantaranya adalah fleksibilitas
kerja, hubungan dengan rekan kerja, WLB, hubungan dengan atasan, kerja sama, partisipasi
karyawan, penggunaan teknologi, perasaan terhadap organisasi, dan kesempatan berkembang.
Banyak faktor yang dapat membuat gen Y bertahan pada organisasi, salah satunya yaitu WLB
yang telah disebutkan sebelumnya, akan tetapi selain WLB, Purba (2013) menjelaskan bahwa
faktor penunjang karyawan akan loyal pada perusahaannya adalah dengan adanya sistem
kompensasi yang jelas, dimana karyawan mendapat balas jasa atas kontribusi yang mereka
berikan kepada organisasi. Lebih lanjut Luntungan (2014) mengungkapkan bahwa karyawan
akan sangat mempertimbangkan kompensasi untuk dapat bertahan di dalam organisasi. Sehingga
dengan kata lain kompensasi menjadi faktor penting dalam terciptanya loyalitas karyawan.

Loyalitas karyawan dapat diciptakan baik melalui WLB, maupun kompensasi di dalam
organisasi. Namun jika di cermati kedua aspek tersebut juga dapat menciptakan kepuasan kerja
yang nantinya juga menghadirkan loyalitas karyawan bagi organisasi itu sendiri. Shadab &
Kashif Arif (2016) mengungkapkan bahwa pada sebuah rumah sakit di Pakistan terdapat
sebagian besar karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan mereka karena tidak mendapat WLB
yang tepat. Ganapathi (2016) mengungkapkan bahwa WLB sangat berpengaruh terhadap
kepuasan kerja, yang berarti semakin baik WLB pada karyawan maka akan meningkatkan
kepuasan kerja. Selain WLB, Sopiah (2013) memperlihatkan bahwa kompensasi berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, temuan ini diperkuat oleh hasil temuan dari
peneliti lainnya (Febrianto, 2016; Adoeye, 2016; Blazovich, 2013; Odunlande, 2012). Namun,
hal yang berbeda ditemukan oleh Rizal et al., (2014) yang mengemukakan bahwa kompensasi
berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Hal yang berbeda pula ditemukan oleh Crewson
(1997), Gabris and Simo (1995), dan Maidani (1991) yang menyatakan bahwa karyawan yang
bekerja di sektor publik lebih membutuhkan kompensasi yang bersifat non finansial
dibandingkan kompensasi finansial untuk meningkatkan kepuasan kerja mereka. Sehingga
dengan kata lain kompensasi perlu di perhatikan dalam penerapannya, karena tiap-tiap sektor
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, agar nantinya dapat menciptakan kepuasan kerja
bagi karyawan. Kepuarsan kerja berkaitan dengan banyak aspek dan dapat hadir dari berbagai
faktor. Teori hygiene-motivator yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg menyatakan bahwa
faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja dapat lahir dari diri sendiri yaitu melalui
motivasi yang mungkin akan berkaitan dengan banyak hal baik dari orang lain maupun
lingkungan tempat karyawan tersebut bekerja salah satunya dalam faktor hygiene yaitu gaji yang
merupakan aspek dari kompensasi itu sendiri. Kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan
biasanya akan menciptakan loyalitas atau rasa kesetiaan dalam diri karyawan pada suatu
organisasi. Soegandhi (2013) menjelaskan bahwa faktor penunjang karyawan akan loyal pada
perusahaannya adalah dengan adanya kepuasan pada pekerjaannya sendiri, dimana karyawan
dapat didukung untuk memberikan kemampuannya secara lebih bagi perusahaan. Lebih lanjut
Frempong et al., (2018) mengungkapkan bahwa jika perusahaan bukan hanya menanggapi tapi
lebih membuktikan penyedian melalui faktor-faktor kepuasan kerja pada karyawannya, maka
dengan demikian tingkat loyalitas pada perusahaan itu akan meningkat.

Work-life balance dan kompensasi menjadi penting dalam menciptakan kepuasan kerja
dan bertahannya gen Y dalam berbagai industri. Salah satu industri yang menjadi tantangan ialah
industri perbankan. Industri perbankan menjadi lapangan pekerjaan yang paling diminati oleh
gen Y di Indonesia karena dianggap menjadi pekerjaan yang paling cocok untuk memulai karir,
namun hal itu juga ternyata masih diimbangi dengan perilaku tidak loyal karyawan gen Y dalam
industri perbankan (Survey Univarsum, 2014). Perilaku tidak loyal gen Y dalam industri
perbanakan pastinya memiliki beberapa alasan. Smola & Sutton (2002) dalam penelitiannya
menemukan bahwa di dalam industri perbankan terkadang bank menerapkan jam operasioanal
yang lebih panjang dari jam normal bekerja. Hal ini kemudian dianggap sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan nilai-nilai WLB yang dianggap penting oleh gen Y. Hampir sama dengan
WLB, kompensasi di dalam industri perbankan dianggap oleh gen Y sebagai faktor yang penting
dalam terciptanya kepuasan dan kemauan untuk bertahan dalam industri perbankan tersebut
(Luntungan et al., 2014). Kepuasan kerja pada gen Y di dalam industri perbankan ternyata juga
perlu untuk diperhatikan. Chandra et al., (2015) mengungkapkan bahwa gen Y dalam industri
perbankan masih perlu diperhatikan karena kepuasan kerjanya mampu tercipta namun terkadang
diimbangi oleh sisi lain gen Y seperti; individualis, mudah bosan, ego sentris, tidak sabar,
tidak peduli, dan loyalitas rendah.

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya telah membahas mengenai pengaruh WLB
pada kepuasan kerja, kompensasi pada kepuasan kerja, juga pengaruh kepuasan kerja pada
loyalitas karyawan gen Y, serta kecenderungan karyawan gen Y yang memilih industri
perbankan untuk memulai karir akan tetapi tertendensi tidak loyal karena tidak mendapatkan
WLB, kompensasi yang mengarah pada kepuasan akan kerja. Akan tetapi beberapa penelitian
diatas semuanya masih disajikan secara parsial dan jarang diteliti secarah utuh di dalam industri
perbankan. Sejauh ini penelitian yang menguji pengaruh WLB dan kompensasi pada kepuasan
kerja yang berdampak pada loyalitas generasi Y dengan penyajian dalam satu model yang
tersusun secara utuh pada industri perbankan masih belum ada. Padahal fenomena generasi Y
merupakan tenaga kerja (TK) yang tertendensi tidak loyal pada satu perusahaan dan juga ritme
kerja yang cepat, juga membuat gen Y ini menginginkan respon yang baik dari organisasi. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk mengintegrasikan pengaruh WLB dan kompensasi pada
kepuasan kerja yang berdampak pada loyalitas dalam suatu model yang utuh dan mengambil
objek secara spesifik pada gen Y dalam industri perbankan.
1.2 Tujuan dan Rumusan Masalah
Penelitian ini bersifat eksplanatif dan bertujuan untuk menguji pengaruh WLB dan
kompensasi pada kepuasan kerja yang berdampak pada loyalitas karyawan gen Y. Penelitian ini
juga diarahkan untuk menjawab beberapa rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah WLB berpengaruh terhadap kepuasan kerja generasi Y?
2. Apakah kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja generasi Y?
3. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap loyalitas karyawan generasi Y?
4. Apakah WLB berpengaruh terhadap loyalitas karyawan yang tergolong generasi Y?
5. Apakah kompensasi berpengaruh terhadap loyalitas karyawan generasi Y?
1.3 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini menunjukan model yang utuh dibandingkan dengan penelitian-penelitan
sebelumnya terkait WLB, kompensasi dan dampaknya terhadap kepuasan dan loyalitas
karyawan generasi Y dalam industri perbankan.
2. Penelitian ini juga diharapkan akan memberi sumbangan pemikiran sebagai bahan
masukan bagi perusahaan yang belum memberlakukan WLB dan kompensasi yang
berdampak terhadap kepuasan serta loyalitas yang tertuju kepada karyawan generasi Y di
dalam industri perbankan.
BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Teori Hygiene-Motivator


Hasibuan (1990) mengungkapkan hasil penelitian Frederick Herzber, bahwa terdapat
faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja maupun
ketidakpuasan. Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg
diidentifikasi sebagai hygiene factors dan motivation factors. Hygiene factors adalah faktor
pekerjaan yang penting untuk menciptakan motivasi di tempat kerja. Jika faktor-faktor ini tidak
hadir, maka muncul ketidakpuasan. Sehingga organisasi harus dapat melihat faktor-faktor
didalam faktor hygiene. Faktor hygiene ini adalah faktor ekstrinsik dalam bekerja. Faktor
hygiene juga disebut sebagai dissatisfiers atau faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk
menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu
yang diharapkan untuk dipenuhi. Hygiene factors meliputi gaji, kehidupan pribadi, kualitas
supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.

Motivation factors menurut Herzberg, akan menghasilkan kepuasan kerja bagi


karyawan. Faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan akan memotivasi karyawan untuk
sebuah kinerja yang unggul disebut sebagai faktor pemuas atau motivation factors itu sendiri.
Faktor motivasi dikaitkan dengan isi pekerjaan mencakup prestasi, pengakuan, pekerjaan itu
sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan potensi individu. Jika dikaitkan dengan penelitian
ini faktor hygiene mencakup pada unsur gaji yang merupakan wujud dari kompensasi dan
harus diperhatikan oleh organisasi, karena nantinya mempunyai pengaruh positif dan
menimbulkan kepuasan kerja (Hernita, 2017). Karena dengan kata lain jika faktor hygiene
tersebut tidak diperhatikan nantinya tidak dapat menciptakan kepuasan kerja.

Kemudian dalam faktor motivasi terdapat komponen pekerjaan yang harus


diperhatikan, dengan kata lain ini berkaitan dengan nilai-nilai WLB yang berorientasi pada
jenis pekerjaan, tempat kerja dan beban kerja itu sendiri (State Services Commission, 2005).
Selain itu di dalam faktor motivasi terdapat cakupan pengakuan yang berorientasi pada
penilaian kompensasi non-finansial yang juga penting untuk diperhatikan agar dapat
menciptakan kepuasan kerja. Sehingga dengan demikian jika dikembangkan maka teori
hygiene-motivator relevan untuk mendukung model penelitian pengaruh work-life balance dan
kompensasi terhadap kepuasan kerja yang akan berpengaruh juga pada loyalitas karyawan gen
Y dalam industri perbankan. Karena jika motivasi itu muncul dalam diri karyawan dan juga
faktor hygiene dapat diciptakan oleh organisasi maka karyawan tersebut akan merasa nyaman
untuk bertahan pada organsasi tersebut (Alfiyah, 2018).

2.2 Defenisi Konsep dan Nalar Konsep


2.2.1 Work-Life Balance (WLB)
Work-life balance muncul pertama kalinya pada akhir tahun 1970-an untuk
menggambarkan keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan individu itu sendiri
(Ramya, 2014). Hutcheson (2012) mengungkapkan bahwa: “Work-Life Balance adalah suatu
bentuk kepuasan pada individu dalam mencapai keseimbangan kehidupan dalam
pekerjaannya. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur work-life balance menurut
McDonald et al. (2005) terdiri dari time balance (keseimbangan waktu), involvement balance
(keseimbangan keterlibatan) dan satisfaction balance (keseimbangan kepuasan). Time
balance merujuk pada jumlah waktu yang dapat diberikan oleh individu, baik bagi
pekerjaannya maupun hal-hal diluar pekerjaannya. Involvement balance merujuk pada jumlah
atau tingkat keterlibatan secara psikologis dan komitmen suatu individu dalam pekerjaannya
maupun hal-hal diluar pekerjaannya. Adapun satisfaction balance merujuk pada jumlah
tingkat kepuasan suatu individu terhadap kegiatan pekerjaannya maupun hal- hal di luar
pekerjaannya.
Manfaat diberlakukannya program work-life balance dalam perusahaan menurut Lazar
et al. (2010), antara lain: (1) mengurangi tingkat ketidakhadiran dan keterlambatan; (2)
meningkatkan produktivitas; (3) adanya komitmen dan loyalitas karyawan; (4) meningkatnya
retensi pelanggan; dan (5) berkurangnya turn-over karyawan. Sedangkan bagi karyawan,
manfaat program work-life balance antara lain: (1) meningkatnya kepuasan kerja; (2) semakin
tingginya keamanan kerja (job security); (3) meningkatkan kontrol terhadap work-life
environment; (4) berkurangnya tingkat stres kerja; dan (5) semakin meningkatnya kesehatan
fisik dan mental.
2.2.2 Kompensasi
Kompensasi merupakan komponen penting dalam hubungannya dengan karyawan.
Sedarmayanti (2011) mengungkapkan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima
oleh karyawan sebagai balas jasa kerja mereka kepada perusahaan. Selanjutnya Hasibuan
(2012) menyatakan kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang baik
secara langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang
diberikan oleh perusahaan. Hal serupa jiga diungkapkan Yani (2012) bahwa kompensasi adalah
segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.

Menurut Yani (2012) jenis-jenis kompensasi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu
kompensasi dalam bentuk finansial dimana kompensasi finansial juga dibagi menjadi dua
bagian, yaitu kompensasi finansial yang dibayarkan secara langsung seperti gaji, upah, komisi
dan bonus dan kompensasi finansial yang diberikan secara tidak langsung seperti tunjangan
kesehatan, tunjangan pensiun, tunjangan hari raya, tunjangan perumahan, tunjangan pendidikan
dan lain sebagainya. Kemudian yang ke dua kompensasi dalam bentuk non finansial dimana
kompensasi non finansial dibagi juga menjadi dua macam, yaitu yang berhubungan dengan
pekerjaan dan yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Yang berhubungan dengan
pekerjaan, misalnya kebijakan perusahaan yang sehat, pekerjaan yang sesuai (menarik,
menantang), peluang untuk dipromosikan, mendapatkan jabatan sebagai simbol status.
Sedangkan kompensasi non finansial yang berhubungan dengan lingkungan kerja seperti
ditempatkan dilingkungan kerja yang kondusif, fasilitas kerja yang baik dan lain sebagainya.

Dalam mengukur kompensasi, Simamora (2009) menunjukan bebrapa indikator untuk


mengukurnya. Pertama puas terhadap gaji, dimana hak yang diterima oleh karyawan karena
kompensasinya terhadap perusahaan. Kedua puas terhadap fasilitas dimana kompensasi yang
diberikan kepada karyawan sebagai penunjang kelancaran untuk berkerja dan memotivasi
karyawan agar semangat kerja. Ketiga puas terhadap tunjangan dimana kompensasi tambahan
diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap karyawan dalam usaha meningkatkan
kesejahteraan karyawan. Selain itu, Subheki dan Jauhar (2012) menjelaskan di mana
kompensasi juga dapat diberikan dalam bentuk insentif, yang merupakan kontra prestasi di luar
upah dan gaji, dan mempunyai hubungan dengan prestasi sehingga digunakan sebagai pay for
performance atau pembayaran atas prestasi.
2.2.3 Kepuasan Kerja
Menurut Murty & Srimulyani (2013) kepuasan kerja adalah dipenuhinya keinginan dan
kebutuhannya melalui kegiatan bekerja. Simarmata et al (2017) mengemukakan bahwa
kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai
dalam bekerja. Wexly dan Yuki (2010) mendefinisikan kepuasan kerja adalah cara pegawai
merasakan dirinya atau pekerjaannya. Sulistiyani (2013) menyatakan kepuasan kerja
didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari perusahaan dibandingkan
dengan yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan seseorang.
Sedangkan menurut Kinicki et al, (2016) kepuasan kerja adalah kecenderungan emosi
terhadap pekerjaan. Menurut Wahjono (2008) kepuasan kerja adalah hasil persepsi para
karyawan tentang seberapa baik pekerjaan seseorang memberikan segala sesuatu yang
dipandang sebagai suatu yang penting melalui hasil kerjanya. Terdapat tiga penyebab utama
kepuasan kerja, yaitu : faktor organisasional (seperti: gaji, peluang promosi, work it self,
kebijakan dan kondisi pekerjaan). Faktor kelompok (seperti: coworkers dan supervisor). Dan
faktor personal (seperti: kebutuhan, aspirasi, dan instrument benefits). Selain itu Mariana &
Irfani (2015) menyatakan ada lima aspek yang mewakili karakteristik terpenting yang
berkaitan dengan kepuasan kerja yaitu sebagai berikut: 1. Gaji yaitu unsur-unsur yang
berkenaan dengan sistem penggajian perusahaan. 2. Promosi yaitu kesempatan yang adil untuk
mendapatkan peningkatan dalam struktur hirarki dalam organisasi. Hal ini berhubungan
dengan pengakuan, perasaan dihargai, perasaan dipercaya, serta simbol status. Seperti yang
dicirikan dengan kesempatan mengembangkan karir dan pelaksanaan penilaian yang adil. 3.
Rekan kerja yaitu unsur-unsur yang berkaitan dengan kesediaan menolong untuk kerjasama
yang dimiliki oleh rekan kerja. 4. Penyelia yaitu persepsi dari karyawan terhadap kualitas
atasan/supervisi seperti: kemampuan atasan dalam membina hubungan kerja dan teknik
pengawasan terhadap karyawan. 5. Pekerjaan itu sendiri yaitu unsur-unsur dalam pekerjaan
seperti adanya tantanggan, kesempatan belajar dan variasi dalam pekerjaan akan menarik minat
seseorang dan dengan sendirinya akan membuat seseorang menjadi terlibat dengan
pekerjaannya. Ciri-cirinya yaitu pekerjaan yang menantang dan pekerjaan yang sesuai dengan
keahlian karyawan.

2.2.4 Loyalitas Karyawan


Loyalitas karyawan adalah rasa kesetiaan atau kesadaran seorang karyawan terhadap
perusahaannya, yang dapat dilihat dari aspek disiplin kerja, tanggung jawab, dan sikapnya
selama bekerja di perusahaan. Partisipasi atau keterlibatan karyawan pada setiap kegiatan
perusahaan dapat menentukan loyalitas karyawa pada perusahaan karena partisipasi merupakan
kreatifitas yang dimiliki stiap karyawan dan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk
mencapai target perusahaan Inti dari kebijakan tersebut adalah supaya karyawan loyal terhadap
perusahaan. Dengan adanya loyal yang tinggi maka perusahaan akan dengan sangat mudah
untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan bersama. Hasibuan (2005) meyatakan loyalitas
karyawan adalah berbagai bentuk peran serta anggota dalam menggunakan tenaga dan pikiran
serta waktunya dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Menurut Suhendi (2010), loyalitas karyawan pada suatu perusahaan ditunjukan dengan
komitmen karyawan didalam perusahaan, komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk
karena adanya beberapa faktor yaitu dari dari diri sendiri dan organisasi. Loyalitas tidak
terbentuk begitu saja dalam perusahaan, tetapi ada aspek-aspek yang dapat mewujudkan
loyalitas tersebut. Masing-masing aspek merupakan bagian dari manajemen perusahaan yang
berkaitan dengan karyawan maupun perusahaan. Aspek-aspek loyalitas dalam perusahaan yang
terdapat pada individu dikemukakan oleh Trianasari (2005), yang menitik beratkan pada
pelaksanaan kerja yang dilakukan karyawan antara lain. : a. Taat pada peraturan. Setiap
kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan untuk memperlancar dan mengatur jalannya
pelaksanaan tugas oleh manajemen perusahaan ditaati dan dilaksanakan dengan baik. Keadaan
ini akan menimbulkan kedisiplinan yang menguntungkan organisasi baik intern maupun
ekstern. b. Tanggung jawab pada perusahaan. Karakteristik pekerjaan dan pelaksanaan
tugasnya mempunyai konsekuensi yang dibebankan karyawan. Kesanggupan karyawan untuk
melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan kesadaran akan setiap resiko pelaksanaan tugasnya
akan memberikan pengertian tentang keberanian dan kesadaran bertanggungjawab terhadap
resiko atas apa yang telah dilaksanakan. c. Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan
orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan
yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara invidual. d. Rasa memiliki. Adanya rasa
ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk
ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan perusahaan. e. Hubungan antar pribadi.
Karyawan yang mempunyai loyalitas kerja tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel ke
arah tata hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan sosial
diantara karyawan, hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan
sugesti dari teman kerja. f. Kesukaan terhadap pekerjaan, perusahaan harus dapat menghadapi
kenyataan bahwa karyawannya tiap hari dating untuk bekerjasama sebagai manusia seutuhnya
dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya
bisa dilihat dari : keunggulan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak pernah menuntut apa
yang diterimanya diluar gaji pokok.
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh work-life balance (WLB) terhadap kepuasan kerja
Perusahaan yang memberikan kesempatan pada karyawannya melaui keseimbangan
kerja dan kehidupan pribadinya, baik melalui waktu dan pengembangan model kerja yang lebih
flexibel akan cenderung lebih menimbulkan kenyamanan untuk kariawannya sendiri. Karena
karyawan tersebut akan merasa bahwa ada respon baik untuk mereka yang telah bekerja dan
memberikan semua kemampuan yang mereka miliki bagi perusahaan maupun organisasi
tersebut. Sehingga apa yang mereka berikan akan lebih bermakana karena adanya totalitas
untuk hasil yang mereka ciptakan untuk perusahaan. Dan mungkin bukan itu saja, respons yang
baik oleh perusahaan akan membuat
mereka lebih merasa puas dengan apa yang telah mereka kerjakan atau mereka kontribusikan
untuk perusahaannya. Ganapathi dan Gilang (2016) menemukan bahwa WLB yang terdiri dari
keseimbangan waktu, keseimbangan keterlibatan dan keseimbangan kepuasan berpengaruh
secara signifikan. Menurut penelitian Pangeman, Pio dan Tumbel (2017) WLB lebih dominan
mempengaruhi kepuasan kerja. Hasil tersebut dapat diindikasikan karena meningkatnya work-
life balance juga dapat mengurangi potensi terjadinya burnout, begitupun sebaliknya. Oleh
karena itu, penting bagi karyawan untuk dapat meningkatkan WLB, agar kepuasan kerja dapat
dicapai dimana perusahaan juga harus turut andil memfasilitasi tercapainya itu.
H1: Work-life balance berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
2.3.2 Pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja
Persaingan menuntut perusahaan untuk menyediakan sumberdaya manusia yang
berkualitas akan mendukung kinerja perusahaan. Untuk terus meningkatkan kualitas kerja
karyawan perusahaan harus memberikan umpan balik berupa kompensasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku di masing-masing negara.
Kompensasi merupakan suatu imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada para karyawan
atas pekerjaan yang dihasilkannya. Pemberian kompensasi kepada karyawan dapat memotivasi
dan memberikan kepuasan kerja.

Menurut pendapat dari Mangkunegara (2013) kompensasi yang diberikan kepada


pegawai sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja, serta hasil kerja.
Memberikan kompensasi yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan jabatan kerja karyawan, maka
karyawan akan merasakan kepuasan dalam bekerja. Suatu perusahaan harus mengetahui faktor-
faktor yang bisa menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan dan bisa memberikan kompensasi
secara tepat, sehingga bisa tercapai kepuasan kerja karyawan. Sopiah (2013) memperlihatkan
bahwa kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Akan tetapi
Rodhi (2017) mengungkapkan bahwa kompensasi baik secara finansial maupun non-finansial
tidak cukup hanya perlu di terapkan tetapi perlu dikembangkan sesuai kebijakan agar nantinya
motivasi karyawan untuk tetap produktif bekerja dan puas dengan pekerjaannya tetap ada dan
tumbuh di dalam diri karyawan itu sendiri.
H2: Kompensai berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
2.3.3 Pengaruh kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan generasi Y
Seseorang yang dapat mengerjakan tugasnya didalam organisasi akan terpersepi bahwa
ia mampu memberikan kontribusinya pada organisasi untuk dapat mencapai tujuan dari
organisasi itu sendiri. Karena disisi lain karyawan merasa bahwa mereka dipercayai untuk
dapat bekerja pada organisasi itu karena mempunyai kemampuan dan mendapatkan upah untuk
apa yang mereka kerjakan. Sehingga karyawan-karyawan tersebut akan lebih nyaman ketika
perusahaan juga mampu memberikan respons positif terhadap mereka, dan kedepan karyawan-
karyawan itu akan lebih merasa nyaman di organisasi tersebut dan mungkin akan lebih loyal
dengan organisasi tempat ia bekerja. Robbins dan Judge (2013) menggambarkan indikator
kepuasan kerja pegawai mengacu pada lima hal sebagai berikut: 1. Jenis pekerjaan secara
umum dan tugas yang dikerjakan. jika persyaratan kreatif pekerjaan karyawan terpenuhi, maka
karyawan akan cenderung merasa puas.
2. Pembayaran yang sesuai. 3. Adanya peluang untuk promosi. 4. Supervisi yang diterima
pegawai. Pengawasan (supervisi) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja.
Supervisor yang mampu menyeimbangkan antara ketertarikan personal dan peduli pada
karyawan dengan partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi
pekerjaan mereka akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. 5. Tipe-tipe rekan kerja yang
berkaitan dengan pegawai. Irawan (2016) mengatakan kepuasan kerja mempunyai penagruh
positif langsung yang signifikan terhadap loyalitas karyawan. Rajput, et al (2016) dalam
penelitiannya juga menemukan bahwa kepuasan kerja pada loyalitas karyawan mempunyai
pengaruh signifikan.

H3: Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap loyalitas karaywan.


2.3.4 Pengaruh work-life balance (WLB) terhadap loyalitas karyawan generasi Y
Karyawan generasi Y mungkin akan lebih suka bepindah-pindah pekerjaan karena
merasa tidak nyaman dengan tempat kerja mereka ataupun dengan apa yang mereka kerjakan.
Akan tetapi perusahaan harus dapat mempertahankan mereka dengan melihat apa yang
mereka inginkan. Robyn & du Preez (2013) menemukan bahwa kebanyakan dari generasi Y
lebih cenderung menginginkan waktu kerja yang seimbang dengan kehidupan pribadi mereka
baik dengan kelompok ataupun keluarga maupun dengan keterlibatan mereka dalam pekerjaan
yang sesuai dengan apa yang mereka minati. Keseimbangan hidup dan kerja (WLB) akan
lebih efektif dan membawa dampak positif bagi generasi Y agar termotivasi dan nyaman
dengan pejekerjaannya. Ketika hal-hal penting tersebut mampu di ciptakan dan di
kembangangkan perusahaan maka karyawan mereka akan lebih tertarik untuk loyal dengan
pekerjaan mereka. Karena loyalitas karyawan dapat tercipta ketika perusahaan membuat
kenyamanan dan kepuasan mereka dengan lingkungan kerja melalui work-life balance yang
efektif (Hawa & Nurtjahjanti, 2018).

Suifan, Abdallah, & Diab (2016), menegaskan bahwa organisasi yang memberikan
kesejahteraan antara kerja dan keluarga kepada karyawan akan menunjukkan hasil yang
positif seperti adanya keuntungan yang kembali, meningkatkan keuntungan bagi pemegang
saham, produktivitas, sikap kerja, lebih sedikit niat untuk meninggalkan organisasi, serta
konflik antara pekerjaan dan keluarga yang lebih sedikit. Selain itu, dengan adanya praktik
work-life balance ditemukan bahwa berdampak pada berkurangnya ketidakhadiran dan omset
organisasi, praktik tersebut dengan penggunaan jam kerja yang fleksibel (Halpern, 2005).
Ketika perusahaan tidak menumbuhkan work-life balance yang lebih seimbang bagi para
karyawan, maka organisasi berkontribusi pada ketegangan dalam kehidupan pribadi
karyawan, akibatnya hal ini akan mempengaruhi kemampuan karyawan untuk berkonsentrasi,
dan menjadi tidak produktif dan kreatif di tempat kerja (Thompson, Beauvais, & Lyness,
1999).

H4: Work-life balance berpengaruh positif terhadap loyalitas karaywan.


2.3.5 Pengaruh kompensasi terhadap loyalitas karyawan generasi Y
Handoko (2014) menyatakan bahwa kompensasi baik secara finansial maupun secara
non-finansial yang diterapkan oleh perusahaan mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan
balas jasa bagi karywan. Sehingga dalam konteks ini, karyawan akan menerima sesuatu yang
dapat menguntungkannya atas apa yang telah dikerjakan atau dengan kata lain perusahaan
memenuhi kewajibannya atas hak dari karyawan itu sendiri. Jika perusahaan dapat memberikan
hak karyawan atas apa yang mereka kerjakan sesuai dengan yang diharpakan atau dengan
kebijakan-kebijakan yang telah disepakati oleh kedua pihak maka dengan demikian karyawan
tersebut akan merasa termotivasi dengan pekerjaannya, karena apa yang ia kerjakan dapat
dihargai oleh perusahaan (Hernita, 2017). Sehingga nantinya tidak dapat dipungkiri bahwa
kedepannya jika perusahaan dapat tetap konsisten dalam memberikan kompensasi pada
karyawannya dengan efektif maka motivasi yang lahir dari diri seorang karyawan dapat
menciptakan kenyamanan dan kecintaan akan pekerjaan serta pada tempatnya bekerja.

Dalam dunia kerja, karyawan yang menemukan kenyamanan dalam pekerjaannya


pastinya akan memikirkan berulang-ulang kali untuk meningalkan pekerjaannya dan mencari
pekerjaan lain. Hal ini serupa dengan karyawan yang merupakan gen Y. Nindyati, (2017)
menyatakan bahwa gen Y yang nyaman dengan pekerjaannya akan mengarah pada rasa loyal
yang tinggi bagi perusahaan. Lebih lanjut rasa loyal tersebut salah satunya dapat lahir dari
kompensasi yang diciptakan oleh pemberi kerja dengan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan. Sehingga jika terus dikembangkan gen Y yang berada pada organisasi tersbut
pastinya akan tetap bertahan karena perusahaan telah memberikan balas jasa untuk apa yang
mereka kerjakan.(Rodhi, 2017).

H5: Kompensasi berpengaruh positif terhadap loyalitas karaywan.

2.3 Kerangka Penelitian


Penelitian ini diawali dengan analisis dampak WLB pada kepuasan kerja yang tertuju pada
karyawan generasi Y, demikian juga dengan analisis dampak human asset terhadap kepuasan
kerja yang tertuju untuk karyawan genari Y yang mana pada dasarnya di tujukan untuk
meningkatkan loyalitas karyawan generasi Y yang ada tendisi ketidak loyalitas mereka dengan
melihat juga fenomena gap di dunia kerja sekarang. Maka dari pengajuan ke-3 hipotetsis
sebelumnya dan berdasarkan pernyataan diatas maka terbentuk kerangka penelitian seperti
gambar 1.
H4+
Work-
H1 +
Life
Balance Loyalitas
H3 +
Kepuasa Karyawan
n Kerja Generasi
Y
Kompensasi H2 +
H5 +

Gambar 1. Kerangka Penelitian


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pengukuran Variabel

Pada penelitian ini peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah adanya pengaruh work-
life balance dan kompensasi terhadap kepuasan kerja dan dampak terhadap loyalitas karyawan
yang mana telah dijelaskan sebelumnya penelitian ini tertuju pada karyawan generasi Y pada
sektor perbankan. Untuk membantu pemahaman terhadap konsep dalam penelitian ini, maka
peneliti menjelaskan secara garis besar variable operasional. Masing-masing variabel diturunkan
menjadi beberapa item pertanyaan yang dikembangkan peneliti sendiri berdasarkan definisi
konseptual yang diberikan oleh para peneliti sebelumnya (lihat tabel 1). Jumlah keseluruhan item
untuk semua variabel adalah 32. Selanjutnya item-item diukur dengan menggunakan skala likert
5 poin dari kategori sangat tidak setuju sampai sangat setuju.

Tabel 1 Pengukuran Variabel


Variabel Definisi Konsep Indikator

Work-Life Balance Salah satu sudut (1) Karyawan memiliki kemudahan


McDonald et al. pandang individu untuk menyeimbangkan tuntutan
(2005) dalam dunia pekerjaan dan kehidupan pribadi
Hutcheso kerja untuk bisa maupun keluarga.
n (2012) menyeimbangkan (2) Karyawan memiliki kecukupan
Ramya waktu mereka waktu dalam bekerja.
(2014) pada lingkungan (3) Karywan dapat mengambil cuti

kerja dan untuk keadaan yang darurat.

lingkungan diluar (4) Merasa bahwa pekerjaan dan hidup

kerja. seimbang dalam pekerjaan


(5) Organisasi membantu menyediakan
tanggung jawab keluarga
(6) Adanya niat menghabiskan sisa karir
di organisasi.
Kompensasi kompensasi adalah (1) Merasa puas dengan gaji yang
Yani (2012) & segala sesuatu diterima
Simamora yang diterima para (2) Bonus yang diberikan instansi
(200) karyawan sebagai sebanding dengan pengorbanan
balas jasa untuk (waktu, tenaga dan pikiran).
kerja mereka. (3) Tingkatan kesesuaian pemberian
insentif sesuai dengan peranan atau
posisi.
(4) Tingkat kesesuaian keamanan
asuransi yang dijamin instansi.
(5) Tingkatan kemampuan pemberian
tunjangan liburan menghilangkan
kepenatan.
(6) Tingkat kelayakan pemberian
tunjangan hari raya.
(7) Tingkat kelayakan pemberian
tunjangan program pensiun

Kepuasan Kerja Perasaan yang (1) Merasa tentram dengan lingkungan


Wexly dan dirasakan atau kerja.
Yuki (2010) dialami dalam
(2) antusias terhadap perkerjaan yang
Menurut Murty bekerja dalam
dilakukan.
& Srimulyani hal terpenuhi
(3) Adanya hubungan yang baik
(2013) maupun tidak
antara rekan kerja dan atasan.
Kinicki dan terpenuhi atas
(4) Fasilitas kerja yang
Robert (2016) hal yang di
diberikan sangat memadai.
inginkan oleh
(5) Kondisi ruangan kerja
karayawan.
memberikan rasa nyaman.
(6) Pekerjaan yang sesuai dengan
kondisi fisik karyawan.
(7) Puas dengan pengawasan yang
dilakukan atasan atas pekerjaan.
Loyalitas (1) Adanya usaha ekstra untuk
Loyalitas
karyawan adalah memajukan organisasi.
rasa kesetiaan (2) Adanya kepedulian tinggi terhadap
Karyawan organisasi.
atau kesadaran
Kesuma (2007) (3) Adanya rasa percaya pada
seorang
organisasi,..
Suhendi (2010) karyawan
terhadap (4) Merekomendasikan organisasi
Aityan
perusahaannya, sebagai tempat yang baik untuk
(2011)
yang dapat membangun karir.
dilihat dari aspek (5) Keinginan untuk menghabiskan sisa
disiplin kerja, karir di organisasi.
tanggung jawab, (6) Bersedia melakukan usaha yang
dan maksimal untuk kesuksesan
sikapnya selama organisasi.
bekerja di (7) Selalu berusaha mendukung
perusahaan. organisasi dalam keadaan apapun.
(8) Adanya perasaan sebagai bagian
keluarga dari organisasi.
(9) Suka memuji organisasi pada saat
mengobrol dengan orang lain.
(10) Adanya ikatan dengan organisasi yang
tidak mudah dapat dirasakan jika
berada di organisasi lain.

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampling

Populasi dalam penelitian ini ditentukan secara non-randomisasi, dimana proses seleksi
partisipan yang sudah ditentukan sebelumnya dan tidak dilakukan secara acak. Adapun
populasi dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah karyawan pada sektor perbankan.
Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan teori Heirs, dimana pengambilan
sampel dilakukan dengan menghitung jumlah indikator dikali lima. Maka dari itu jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 32 dikali lima = 160 sampel dan batas tertinggi dikali
sepuluh = 320 sampel..
Teknik pengambilan sampling menggunakan judgement sampling (purposive sampling),
adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan
terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.
Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan generasi Y yang lahir pada tahun 1981 – 1995
atau dengan rentang umur 25-39 tahun, merupakan karyawan yang telah bekerja minimal satu
tahun dengan jabtan minimal sebagai staff dalam sektor pebankan.

3.1 Jenis Penelitian dan Metode Pengumpulan Data

Peneletian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunkan instrumen


kuesioner yang akan dilakukan dengan pre-test terlebih dahulu karena pengukuran variabelnya
dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Pre-test kuesioner
bertujuan untuk mengukur pemahaman responden terhadap pernyataan-pernyataan yang
diajukan dan konsistensi jawaban responden. Berdasarkan hasil pre-test juga dapat dilihat
kalimat-kalimat yang sulit dipahami oleh responden sehingga dilakukan perbaikan agar lebih
mudah dipahami.
Bentuk kusioner menggunakan pertanyaan tertulis, tujuannya untuk memperoleh
informasi dari responden tentang apa yang dialami dan diketahuinya. Bentuk kuesioner yang
dibuat dalam penelitian ini merupakan kuesioner tertutup yang mana responden tinggal
memilih jawaban yang telah disediakan, bentuknya sama dengan kuesioner pilihan ganda.
Kuesioner tersebut akan dibuat secara online dalam google form, setelah dibuat format
kuesioner beserta pertanyaan penelitian maka akan disebarkan kuesioner tersebut kepada teman
di berbagai sosial media. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner terdiri dari dua bagian.
Bagian A berisi seputar informasi yang berkaitan dengan nama, nama organisasi, kota, jenis
kelamin, usia, status perkawinan, pendidikan terakhir, pekerjaan dalam organisasi, lama
bekerja, serta pendapatan per bulan. Sedangkan bagian B berisi seputar tentang beberapa hal
yang berkaitan dengan pertanyaan utama pada setiap variabel-variabel yang diteliti. Untuk
mengumpulkan data penelitian dari responden digunakan teknik pengumpulan data melalui
penyebaran kuisioner yang setiap item pertanyaan telah diberikan 5 (lima) pilihan jawaban.
Setiap pilihan jawaban diberikan nilai berdasarkan Skala Likert sebagai berikut : 1). Jawaban
Sangat Setuju (SS) = bobot nilai 5. 2). Jawaban Setuju (S) = bobot nilai 4. 3). Jawaban Cukup
Setuju (CS) = bobot nilai 3. 4). Jawaban Tidak Setuju (TS) = bobot nilai 2. 5). Jawaban Sangat
Tidak Setuju (STS) = bobot nilai 1.
3.2 Teknik Analisis
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
uji validitas, uji realibilitas, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Uji validitas digunakan untuk
mengukur tingkat valid atau tidak validnya suatu data dengan menggunakan hasil kuesioner
yang telah disebarkan. Uji validitas dilakukan dengan cara membandingkan nilai r hitung dan
rtable untuk df = n-2 dengan nilai alpha = 0,05. Jika hasil pengukuran menunjukkan r hitung>
rtable maka data tersebut dianggap valid, dan sebaliknya jika hasil pengukuran menunjukkan
rhitung< rtable maka data dianggap tidak valid dan tidak bisa digunakan.

Selain uji validitas, terdapat uji realibilitas yang bertujuan untuk mengukur apakah alat
ukur yang digunakan dapat dipercaya dengan melihat konsistensi hasil jika diukur berulang
kali. Uji realibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
Cronbach’s Alpha. Variabel dikatakan reliable apabila nilai Cronbach’s Alpha > 0.6. Setelah
dilakukan uji validitas dan uji reabilitas, selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik. Penelitian ini
menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
autokorelasi dan uji heterokedastisitas. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam
persamaan regresi masing-masing variabel independen dan variabel dependen terdistribusi
normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan menggunakan tingkat probabilitas signifikan
> 0,05. Uji multikolinearitas diperlukan untuk menguji apakah model regresi terdapat korelasi
antar variabel independen. Model regresi dikatakan baik apabila tidak adanya korelasi antara
variabel independen. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF
(Variance Inflation Factor). Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak. Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah terdapat
kesamaan pada setiap nilai variabel independen tertentu.
Kemudian langkah terakhir adalah uji hipotesis. Pada penelitian ini menggunakan uji
analisis regresi linier berganda, uji t dan uji f. Analisis regresis linier berganda dipakai untuk
memprediksi serta melakukan pendekatan terhadap model penelitian yang akan diteliti.
Sedangkan uji t dilakukan untuk menguji secara parsial masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Selain analisis regresi linier berganda dan uji t, terdapat uji f yang
digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersamaan. Adapun bentuk persamaan regresi linier berganda yaitu:
Y= a + b1X1+ b2 X2 +b3 X3+ e
Mengetahui:
Y= Variabel Loyalitas Gen Y
a= Konstanta
b= Koefisien regresi
X1= Variabel Work-Live
Balance X2= Variabel Humman
Asset X3= Variabel Kepuasan
kerja
DAFTAR PUSTAKA

Adoeye A. O., Atiku S. O., Fields Z., 2016, “Structural Determinant of Job Satisfaction: The
Mutual Influences of Compensation Management and Employees’ Motivation”, Journal of
Economics and Behavioral Studies, (ISSN 2220-6140), vol. 8, no. 5, pp. 27-38, October
2016.
Aityan, S. K., & Gupta, T. K. P. (2012). Challenges of Employee Loyalty in Corporate America.
Business and Economics Journal, 2012, 9.
Budiati, I., Susianto, Y., Adi, W. P., Ayuni, S., Reagan, H. A., Larasaty, P., Setiyawati, N.,
Pratiwi, A. I., & Saputri, V. G. (2018). Profil Generasi Milenial Indonesia.
www.freepik.com
Blazovich, Janell L. (2013). “Team Indentity and Performance – Based Compensation Efeects
On Performance”. Dalam Team Performance Management: An International Journal, Vol.
19 No.3/4 Hal 165-166 USA:Accounting Departement, University If St Thomas.
Carnegie, D. (2017). Mayoritas milenial galau dalam pekerjaan, kamu juga?
https://www.dalecarnegie.id/sumberdaya/media/media%09coverage/mayorit s-milenial-
galau-dalam-pekerjaankamu-juga/
Chandra, D. O., Hubeis, A. V. S., & Sukandar, D. (2015). Kepuasan Kerja Generasi X Dan
Generasi Y Terhadap Komitmen Kerja Di Bank Mandiri Palembang. Jurnal Aplikasi
Bisnis Dan Manajemen, 3(1), 12–22. https://doi.org/10.17358/jabm.3.1.12
Crewson, P., E. (1997). Public service motivation: Building Empirical Evidence of Incidence
and Effect. Journal of Public Administration Research and Theory, 7(4): 499-518.
Febrianto, A., Minarsih, A. M. & Warso, M. M., (2016), ‘Pengaruh insentif, komunikasi dan
lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja dan implikasinya terhadap produktivitas kerja di
CV. Duta Karya Semarang’, Journal of Management, vol. 2, no. 2.

Frempong, L. N., Agbenyo, W., & Darko, P. A. (2018). The Impact of Job Satisfaction on
Employees’ Loyalty and Commitment: A Comparative Study Among Some Selected
Sectors in Ghana. European Journal of Business and Management, 10(12), 95–105.
Ganapathi, I. M. D. (2016). Pengaruh Work Life Balance Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
(Studi pada PT. Bio Farma Persero). Fakultas Komunikasi Dan Bisnis, Universitas Telkom,
IV(1), 125–135. http://www.researchgate.net/publication
Gabris, G. T. and Simo, G. (1995). Public Sector Motivation as an Independent Variable
Affecting Career Decisions. Public Personnel Management. 24: 1 pp33–50.
Handoko, T Hani. (2014). Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia. Edisi Kedua.
Cetakan Ke-21. Yogyakarta: BPFE- YOGYAKARTA.

Han, S. C., You, Y. Y., Hong, J., and Yun, J. K. (2018). A study on the effect of job satisfaction
on employee loyalty-focusing in the mediating effect of personnel evaluation fairness.
International Journal of Pure and Applied Mathematics. Vol.118. No.19

Hasibuan, M. S. P. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Penerbit: PT. Bumi
Aksara, Jakarta.
Hawa, M. A., & Nurtjahjanti, H. (2018). Hubungan Antara Work-Life Balance Dengan Loyalitas
Karyawan Pada Pt. Hanil Indonesia Di Boyolali. Empati, 7(1), 424–429.
Hayati, N. (2015). Pemilihan metode yang tepat dalam penelitian (metode kuantitaif dan metode
kualitatif).
Helmi, B., & Aulia, S. (2011). Penilaian Aset Sumber Daya Manusia. Media Trend, 11(2), 10–
14. https://doi.org/10.16194/j.cnki.31-1059/g4.2011.07.016
Hernita. (2017). Pengaruh Kompensasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan. Jurnal Ilmiah
Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 7(3), 72–90.
https://doi.org/10.31955/mea.vol1.iss3.pp72-90

Hutcheson, P. G. (2012). Work-Life Balance. Book 1. E-books. U.S.A copyright: IEEE-USA.

Irawan, H. B. (2016). Analisis pengaruh kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan dengan
pengelolaan strees kerja sebagai variable moderating.
Jobplanet. (2017). Tingkat Kesetiaan Karyawan dari Berbagai Generasi di Dunia Kerja.
http://blog.id.jobplanet.com/tingkat-kesetiaan-karyawan-dari-berbagai generasi-di-dunia-
kerja/
Kesuma, T. M. J. (2007). Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks
Kinicki, Angelo dan R. Kreitner. (2016). Perilaku Organisasi. Buku 1, Edisi Lima. Jakarta:
Salemba Empat.
Luntungan, I. I., Hubeis, A. V. S., Sunarti, E., & Maulana, A. (2014). Strategi Pengelolaan
Generasi Y di Industri Perbankan. Jurnal Manajemen Teknologi, 13(2), 219–240.
https://doi.org/10.12695/jmt.2014.13.2.7
Maidani, Ebrahim A.(1991). Comparative Study of Herzberg’s Two-Factor Theory of Job
Satisfaction among Public and Private Sectors. Public Personnel Management 20 (4): 441 –
48.
McDonald, P. Bradley, L. and Brown, K. (2005). Explanations for The Provision Utilization
Gap in Work-Family Policy. Women in Management Review (in press).
Meier, J., F, S., & Crocker, M. (2010). Generation Y in the Workforce: Managerial Challenges.

Journal of Pharmacobio-Dynamics, 13(3), 68–78.


Mello, J. (2015). Strategic Human Resource Management.
Murty, Harry, & Srimulyani, Veronika Agustini. (2013). Pengaruh Motivasi Terhadap
Kinerja Pegawai Dengan Variabel Pemediasi Kepuasan Kerja Pada PDAM Kota
Madiun. Jurnal Riset Manajemen dan Akutansi, 1(1), 10-17.
Odunlande, R. O. (2012). “Managing Employee Compensation and Benefits for Job
Satisfaction in Libraries and Information Centres in Negeria”. Dalam Journal Library
Philosophy and Practice, Hal 10-12 Nigeria: University of Lagos.
Pangeman, L. F., Pio, J. R., Tumbel, M. T. (2017). Pengaruh work-life balance dan
burnout terhadap kepuasan kerja. Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.5, No 003
Prabowo, A. D., & Putranta, P. (2016). Persepsi Generasi Y Terhadap Pilihan Karier di
Perusahaan Publik. Modus, 28(1), 75. https://doi.org/10.24002/modus.v28i1.666
Purba, B. K. (2013). Pengaruh Kompensasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap Loyalitas
Karyawan (Studi Kasus PT. Capella Dinamik Nusantara Cab. Kandis) Oleh: Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Putra, Y. S. (2016). Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti, 9(1952),
123–134.
Rajput, S., Singhal, M., Tiwan, S. (2016). Job satisfaction and employee loyalty: a study of
acdemicians. Asian J. Management
Ramya, R. (2014). Work Life Balance Strategies of Woman. International Journal of Research
and Development, A Management Review. ISSN. 2319-5479, pp. 21- 26.
Rizal, Muhamad, M Syafiie Idrus, Djumahir, Rahayu Mintarti. 2011. “Effect of Compensation on
Motivation, Organizational Commitment and Employee Performance (Studies al Local
Revenue Management in Kendari City)”. Dalam Iternational Journal of Business and
Management Invention, Vol.3 No.2 Hal 73-74 Kendari: Economics and Business Faculty of
Brawijaya University
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behaviour. London: Pearson Education
Limited.
Robyn, A., & du Preez, R. (2013). Intention to quit amongst Generation Y academics in higher
education. SA Journal of Industrial Psychology, 39(1), 1–14.
https://doi.org/10.4102/sajip.v39i1.1106
Rodhi, M. N. (2017). Pengaruh Kompensasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasa Kerja Dan
Komitmen Organisasional (Studi Pada Karyawan Generasi Y Sektor Perbankan Se-Kota
Mataram. Jurnal Magister Manajemen Universitas Mataram, 4(2), 1–17.

Shadab, M., & Kashif Arif. (2016). Impact of work-life balance on job satisfaction of women
doctors. Problems and Perspectives in Management, 14(2).
https://doi.org/10.21511/ppm.14(2-2).2016.07

Sopiah. (2013). “The Effect of Compensation toward Job Satisfaction and Job Performance
of Outsourcing Employees of Syariah Banks in Malang Indonesia”. Dalam
International Journal of Learning & Development, Vol.3 No. 2 Hal 87-89 Malang :
State University of Malang.

Simarmata, N., Astiti, D. P., & Budisetyani, I. G. A. P. W. (2017). Kepuasan Kerja Dan Perilaku
Kewargaan Organisasional Pada Karyawan. Jurnal Spirits, 4(2), 1.
https://doi.org/10.30738/spirits.v4i2.1101

Soegandhi, V. M. (2013). Pengaruh kepuasan kerja dan loyalitas kerja terhadap organizational
citizenship behavior pada karyawan PT. Surya Timur Sakti jatim. Jurnal Agora, 1(1), 1–12.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2016.11.209

Suhendi, H., dan Anggara, S. (2010). Perilaku Organisasi. Bandung: C.V. Pustaka Setia

Swiggard, S.B. (2011). Generation and employee commitment: An exploration of the impact of
technology, home, family structure, and employer-employee relationship. Published
doctoral dissertation. Capella University. Mineapollis, United States.
Tariq, A., Danial Aslam, H., Siddique, A., & Tanveer, A. (2012). Work-life balance as a best
practice model of human resource management: A win-win situational tool for the
employees and organizations. Mediterranean Journal of Social Sciences, 3(1), 577–585.
https://doi.org/10.5901/mjss.2012.03.01.577
Univarsum. (2014). Functional Review.
Wati, E., & Farida, L. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
bagian human resource departement (hrd) pada hotel furaya pekanbaru. Journal Fisip, 2(1).
Wexly dan Yuki. (2010). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: INDEKS

Anda mungkin juga menyukai