Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI DENGAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIC DI RUANGAN FLAMBOYAN 2 RSUD KOTA


SALATIGA

Oleh :

Christiani Dayanastasia B Simanjuntak

(462017018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2021
I. PENGERTIAN

Susanto (2016) mendefinisikan mobilisasi yaitu seseorang yang memiliki


kemampuan untuk dapat melakukan pergerakan dengan bebas, mudah serta teratur
yang tujuannya adalah agar memenuhi kebutuhan hidup yang sehat. Mobilisasi
dibutuhkkan agar dapat memperlambat proses penyakit yang diderita terlebih khusus
penyakit akibat degeneratif, dan meningkatkan derajat kesehatan.

Imobilisasi didefinisikan oleh Nurshiyam, Ardi, & Basri (2020) yaitu sebuah
kondisi yang relatif, yang dimana seseorang bukan hanya mengalami hilangnya
kemampuan untuk bergerak total, tapi juga seseorang mengalami aktifitas yang
menurun dari kebiasaan normalnya.

Gangguan mobilitas fisik yaitu terbatasnya gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri (PPNI, 2017).

Mahendra, Windriya, & GTS (2019) menjelaskan definisi stroke non hemoragic
merupakan stroke iskemik yang ditandai dengan terdapatnya gambaran infark pada
CT-Scan. Adapun pengertian lain dari Hardika, Yuwono, & Zulkarnain (2020) yang
menjelaskan bahwa stroke non hemoragic adalah kasus stroke yang sering terjadi
yaitu karena adanya sumbatan pada pembuluh darah yang merupakan akibat dari
suatu penyakit tertentu seperti arteritis, trombus, embolus, dan arterosklerosis.
Pengertian stroke non hemoragic yang lain yaitu menurut Wijaya & Putri (2013) yaitu
merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya sumbatan pembuluh darah diotak
oleh thrombosis maupun emboli sehingga membuat berkurangnya suplai oksigen dan
glukosa ke otak sehingga terjadilah matinya sel atau jaringan otak.

Dari ketiga definisi stroke non hemoragic diatas, dapat disimpulkan bahwa stroke
non hemoragic atau stroke iskemik merupakan jenis penyakit yang dimana
disebabkan oleh karena adanya sumbatan pada aliran darah yang terjadi di otak.
Stroke ini juga dapat disebut sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah
yang tidak kuat dan bukan disebabkan oleh adanya perdarahan.

II. KLASIFIKASI
Jenis mobiltas yaitu (Mulyati & Hermansyah, 2015) :
a. Mobilitas penuh, yaitu dimana seseorang memiliki kemampuan untuk dapat
melakukan pergerakan dengan bebas dan penuh sehingga bisa melakukan
aktivitas sehari-hari dan berinteraksi dengan orang lain.
b. Mobilitas sebagian, yaitu dimana seseorang memiliki kemampuan untuk dapat
tetapi
melakukan pergerakan adanya keterbatasan, dan pasien tidak bisa melakukan
pergerakan dengan bebas karena adanya pengaruh dari gangguan saraf motorik
serta sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau
patah tulang dimana terdapat pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol
mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Mobilitas sebagian temporer, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan
untuk bergerak dengan adanya batasan yang bersifat hanya sementara yang
bisa disebabkan karena mengalami trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletalnya, misalnya dislokasi sendi.
2. Mobilitas sebagian permanen, yaitu individu yang memiliki kemampuan untuk
melakukan pergerakan dengan adanya batasan yang bersifat menetap,
misalnya seorang individu mengalami hemiplegi akibat stroke, dan paraplegi
akibat mengalami cidera oada tulang belakang.
III. ETIOLOGI

PPNI (2017) menjelaskan bahwa penyebab munculnya gangguan mobilitas fisik


yaitu rusaknya integritas struktur dari tulang, adanya rasa nyeri, terjadi perubahan
metabolisme, fisik seseorang yang tidak bugar, menurunnya kendali otot, mengalami
malnutrisi, lambatnya perkembangan, adanya gangguan muskuloskeletal dan
neuromuskular, tidak ingin melakukan pergerakan, dan lemah.

Stroke non hemoragic disebabkan karena terdapatnya sumbatan pembuluh darah


yang merupakan akibat dari suatu penyakit seperti arteritis, trombus dan embolus
(yaitu karena emboli yang pada umumnya berasal dari jantung), dan arterosklerosis.
Selain itu, hipertensi, DM, merokok, hiperkolestrol, mengkonsumsi alkohol, atrial
fibrillation, obesitas, aktifitas fisik berlebihan, penggunaan kontrasepsi oral,
penggunaan obat terlarang merupakan faktor resiko terjadinya strok ini (Depkes RI,
2013).
IV. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala dari gangguan mobilitas fisik dijelaskan oleh PPNI (2017) yaitu
klien mengeluh sulit menggerakan ekstremitasnya, ada nyeri saat bergerak, merasa
cemas saat bergerak, adanya kaku sendi, tidak terkoordinasinya gerakan, adanya
keterbatasan dalam pergerakan, kelemahan fisik, kesulitan untuk bolak-balik posisi,
terjadi perubahan eliminasi urine, berubahnya sistem integumen (decubitus).

Menurut Indrawati, Sari, & Dewi (2016), gejala dan tanda dari SNH sering
muncul secara tiba-tiba dan cepat. Oleh karena itu, penting dilakukan untuk dapat
mengenali tanda dan gejalanya. Gejala stroke antara lain, yaitu klien mengalami nyeri
yang hebat tiba-tiba, sulit menelan, klien merasa pusing, seperti benda yang ada
disekitarnya seakan berputar, klien merasa goyang jika melakukan pergerakan dan
biasanya diikuti dengan adanya mual muntah, kebingungan, adanya gangguan
disorientasi waktu, personal, atau ruang, penglihatan menjadi kabur, ketajaman dari
penglihatan klien menurun, dapat terjadi di salah satu mata ataupun keduanya,
pengelihatan kabur atau ketajaman pengelihatan menurun, bisa pada salah satu mata
ataupun kedua mata, klien tiba-tiba sulit bicara, mulut tampak ketarik ke salah satu
sisi “perot”, hilangnya keseimbangan, jatuh, atau limbung, adanya rasa kebas, seperti
klien mengalami mati rasa, atau terjadi kesemutan di satu sisi tubuh, kelemahan otot-
otot pada satu sisi tubuh.

V. POHON MASALAH/PATHWAY
Stroke non hemoragic/iskemik (terjadi saat
pembuluh darah arteri yang bertugas
membawa darah dan oksigen menuju otak
mengalami penyempitan, shg menyebabkan
aliran darah ke otak berkurang.

Mobilisasi terganggu

Tidak mampu
beraktifitas

Tirah baring yang


lama
Gangguan fungsi Jaringan kulit yang Penurunan peristaltik
Hilangnya daya otot dan mobilitas usus
paru-paru tertekan

Menumpuknya Terjadi perubahan


Penurunan massa
sekret sistem integumen
dan kekuatan otot Gangguan
kulit
gastrointestinal :
nafsu makan
Sulit untuk batuk menurun, peristaltik
Perubahan sistem Kontriksi pembuluh usus bekurang
muskuloskeletal darah
(terjadi gangguan)

Bersihan jalan napas


tidak efektif
Sel kulit menjadi
Gerakan tidak
mati
terkoordinasi, dan Konstipasi
terbatas

Decubitus Peningkatan asam


lambung
Gangguan mobilitas
fisik
Gangguan integritas
kulit/jaringan Perut kembung,
Mual muntah

Defisit nutrisi

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan ini dirancang untuk menentukan jenis stroke yang dialami, lokasi
pendarahan, di mana letak pembuluh darah yang menyempit, dan area jaringan otak
yang rusak. (Wijaya & Putri, 2013).

a. CT scan, pemeriksaan ini memperlihatkan secara spesifik letak dari edema, posisi
hematoma, adanya jaringan yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.
b. MRI menunjukkan lokasi daerah yang terjadi infark atau perdarahan (Oktavianus,
2014). Selain itu, MRI memiliki keunggulan lain dibandingkan CT dalam menilai
stroke, MRI lebih sensitif dalam mendeteksi infark, terutama yang terletak di
batang otak dan otak kecil.
c. USG doppler, untuk dapat mengetahui ada tidaknya penyakit pada sistem karotis
seperti arteriovena.
d. Pemeriksaan lumbal pungsi menunjukkan adanya tekanan.
e. Pemeriksan EKG, dilakukan untuk membantu mengidentifikasi penyebab jantung
jika dicurigai terkena stroke emboli.
f. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar glukosa,
lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu menegakkan diganosa.
g. Pemeriksaan EEG
h. Angiografi serebral
i. Pemeriksaan foto thorax

VII. MANAJEMEN TERAPI

Terapi yang bisa dilakukan untuk pasien yang memiliki masalah dalam mobilitas
fisik adalah dengan memberikan latihan berupa latihan rentang gerak, yaitu latihan
Range of Motion (ROM) dimana pasin melakukan latihan untuk menggerakan
sendinya. Kemudian pasien akan memberi pergerakkan sendiannya masing-masing
sesuai dengan gerakan normal dengan cara aktif maupun pasif. Tujuan diberikan
latihan ini yaitu untuk mempertahankan atau memelihara kekuatan dari otot pasien,
merangsang sirkulasi udara agar menjadi baik, memelihara motilitas persendian, dan
pencegahan terhadap kelainan bentuk (Perry & Potter, 2012).

Selain itu, adapun penatalaksanaan yang lainnya, yaitu (Saputra, 2013) :

a. Dilakukannya pengaturan posisi tubuh dengan berdasarkan kebutuhan klien,


misalnya melakukan pasien dalam posisi miring, posisi sims, semi
fowler/fowler, dorsal recumbent, litotomi, dan posisi trendelenburg.
b. Melakukan ambulasi secara dini untuk meningkatkan kekuatan otot serta
fungsi dari kardiovaskular. Dapat dilakukan dengan cara melatih pasien turun
dari tempat tidurnya, posisi duduk di tempat tidur, bergerak menuju kursi roda.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari
VIII. PROGNOSA/KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke, penderita mungkin akan mengalami komplikasi, yaitu :

a. Kerusakan yang disebabkan karena stroke ini bisa mengganggu reflek menelan
penderita (disfagia), yang dimana mengakibatkan minuman dan makanan beresiko
masuk ke dalam saluran pernapasan, selain itu, penderita juga tidak dapat batuk
dengan baik sehingga cairan terkumpul di paru-paru yang kemudian akan
menyebabkan pneumonia aspirasi.
b. Beberapa pasien kemudian mengalami pembekuan darah pada ekstremitas yang
mengalami kelumpuhan. Kondisi ini dikenal sebagai trombosis vena dalam, yang
ditandai dengan gejala pembengkakan di kaki atau lengan, terkadang disertai
nyeri, kehangatan pada kulit, dan kemerahan. Kondisi ini terjadi karena otot kaki
berhenti bergerak, yang mengganggu aliran pada pembuluh darah vena di kaki. Ini
meningkatkan risiko penggumpalan darah.
c. Depresi atau gangguan mood, setelah penderita mengalami stroke, kemungkinan
besar penderita dapat mengalami hilangnya ingatan, susah tidur, dan penderita
merasa kesulitan dalam beraktivitas kembali secara mandiri sehingga dapat
memupuk adanya perasaan sedih, tidak berdaya, dan kurangnya energi yang
dimana bisa berujung ke resiko depresi.
d. Adanya gangguan dalam berbahasa (aphasia) yang disebabkan karena rusaknya
sistem saraf otak akibat stroke.
e. Kontraktur tungkai pada otot lengan atau kaki yang memendek yang disebabkan
oleh kurangnya kemampuan untuk menggerakkan anggota badan.

IX. PROSES KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Menurut Mahendra, Windriya, & GTS (2019), riwayat penderita stroke meliputi
identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan saat ini dan masa lalu, riwayat
keluarga, dan psychosocial assessment.
a) Identitas klien meliputi nama, usia (kebanyakan lansia), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, etnis, tanggal dan waktu MRS, nomor
registrasi dan diagnosis medis.
b) Alasan utama klien mencari pertolongan medis sering kali meliputi kelemahan
anggota tubuh, bicara pelo, ketidakmampuan untuk berbicara, dan menurunnya
kesadaran.
c) Riwayat penyakit sekarang: serangan stroke hemoragik sering terjadi sangat
tiba-tiba saat klien sedang melakukan sesuatu. Biasanya terjadi sakit kepala,
mual, muntah, bahkan kejang hingga hilang kesadaran biasanya terjadi
disamping gejala kelumpuhan setengah badan atau disfungsi otak lainnya.
Terjadi penurunan atau perubahan tingkat kesadaran akibat perubahan
intrakranial. Keluhan tentang perubahan perilaku juga sering terjadi. Dan jika
terjadi perkembangan penyakit, dapat menimbulkan kelesuan, tidak responsif,
dan konia.
d) Riwayat penyakit dahulu: riwayat tekanan darah tinggi, stroke, diabetes,
penyakit jantung, anemia, riwayat cedera kepala, kontrasepsi oral jangka
panjang, penggunaan antikoagulan, aspirin, vasodilator, penyalahgunaan obat
dan obesitas. Evaluasi penggunaan obat yang sering digunakan klien misalnya
obat antihipertensi, anti lipidemik, beta blocker dan lain-lain. Ada riwayat
merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
menjadi dasar untuk pengkajian dan tindak lanjut.
e) Riwayat penyakit keluarga: biasanya karena ada riwayat keluarga terdahulu
yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau riwayat stroke
f) Pengkajian psikososiospiritual: pengkajian ini terbagi dalam beberapa tahap,
yang memungkinkan perawat memiliki gambaran yang jelas tentang keadaan
emosional, perilaku, serta kognitif klien. Penilaian mekanisme ini juga penting
agar dapat melakukan penilaian terhadap respons emosional klien, terhadap
penyakit dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat.
g) Pemeriksaan Fisik: setelah dilakukannya anamnesis yang bertujuan pada
keluhan-keluhan klien, selanjutnya di lakukan pemeriksaan fisik yang sangat
berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
harus dilakukan untuk setiap sistem (B1-B6), dengan penekanan khusus pada
pemeriksaan fisik B3 (otak) pemeriksaan yang ditargetkan dan terkait dengan
keluhan klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi ditemukan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi napas. Auskultasi bunyi napas tambahan
misalnya ronkhi pada klien dengan penambahan produksi sekret
dan penurunan kemampuan batuk yang sering ditemukan pada
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien
yang tingkat kesadarannya compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak terdapat kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pada sistem kardiovaskular ditemukan syok hipovolemik yang
selalu terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidakadekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produks iasam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh,adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat. Gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkankerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh,adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucatdan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu jugadikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klienstroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan
lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Yaitu meliputi fungsi intelektual klien, lobus frontal, status mental,
hemisfer, dan kemampuan bahasa.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral juga dapat
mempengaruhi penurunan kemampuan bahasa. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan
lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan kesulitan
berbicara dan juga dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita stroke non
hemoragic, yaitu :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas (D.0149).
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D.0019).
3. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot (D.0054).
4. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas (D.0129).
C. Rencana Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


. keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
napas tidak tindakan keperawatan (I.01006)
efektif b.d benda selama 3x24 jam, O: O:
asing dalam jalan diharapkan bersihan a. Identifikasi a. Mengetahui
napas (D.0149) jalan napas efektif kemampuan kemampuan
dengan batuk klien untuk
Kriteria Hasil : batuk dan
SLKI 1 : faktor yang
Bersihan Jalan mempengaruhi
Napas (L.01001) kemampuan
 Klien dapat batuk klien
melakukan b. Monitor adanya b. Memantau
batuk efektif retensi sputum apakah adanya
 Klien tidak retensi sputum
mengalami atau tidak
dispnea c. Monitor tanda c. Memantau
 Gelisah pada dan gejala infeksi adanya tanda
klien menurun saluran napas dan gejala
 Frekuensi infeksi saluran
napas klien pernapasan
dalam rentang atau tidak.
normal N: N:
 Produksi a. Atur posisi semi a. Posisi semi
sputum fowler atau fowler/fowler
menurun fowler dengan
menggunakan
gaya gravitasi
dapat
membantu
pengembangan
paru dan
mengurangi
tekanan dari
abdomen pada
diafragma
b. Menyediakan
b. Pasang perlak alat dan bahan
dan bengkok di yang
pangkuan pasien dibutuhkan
c. Menempatan
c. Buang sekret sekret pada
pada tempat tempat khusus
sputum

E: E:
a. Jelaskan tujuan a. Agar klien
dan prosedur mengerti tujuan
batuk efektif dan prosedur
yang akan
dilakukan
b. Anjurkan tarik b. Untuk
napas dalam menyiapkan
melalui hidung paru-paru dan
selama 4 detik, saluran napas
ditahan selama 2 dari teknik
detik, kemudian batuk efektif
keluarkan dari
mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan)
selama 8 detik
c. Anjurkan c. Untuk
mengulangi tarik mengontrol
napas dalam napas dan
hingga 3 kali mempersiapkan
untuk
melakukan
batuk efektif
d. Anjurkan batuk d. Untuk
dengan kuat mengeluarkan
langsung setelah dahak
tarik napas dalam
yang ke 3
C:
C:
a. Mukolitik
a. Kolaborasi
adalah jenis
pemberian
obat yang
mukolitik atau
digunakan agar
ekspetoran, jika
mengencerkan
perlu
mukus/dahak
klien yang
kental sehingga
dapat dengan
mudah
dikeluarkan.
Ekspetoran
berguna untuk
membuat
dahak menjadi
lebih encer.
2. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan tindakan keperawatan (I.03119)
mengabsorbsi selama 3x24 jam, O:
nutrien (D.0019). diharapkan status a. Identifikasi status a. Untuk
nutrisi klien terpenuhi nutrisi mengetahui
dengan status nutrisi
Kriteria Hasil : klien
SLKI 1 b. Identifikasi alergi b. Untuk
Status Nutrisi dan intoleransi mengetahui
(L.03030) terhadap apakah klien
 Klien makanan mengaalami
melaporkan alergi atau
nafsu makan tidak dan
membaik membantu
 Klien dapat dalam
menghabiskan pemberian
porsi c. Identifikasi intervensi
makanannya perlunya c. Untuk
 Frekuensi penggunaan mengetahui
makan klien selang NGT adanya
meningkat intoleransi

 Bising usus dalam hal

normal d. Monitor asupan makan


makanan d. Untuk
mengetahui
asupan makan
klien
e. Monitor BB e. Agar BB klien
tetap terpantau
N: N:
a. Lakukan oral a. Agar klien
hygiene sebelum merasa nyaman
makan, jika saat makan
diperlukan
b. Berikan makanan b. Untuk
tinggi serat mencegah
konstipasi
E: E:
a. Anjurkan klien a. Untuk
untuk posisi memudahkan
duduk, jika klien dalam
mampu makan
b. Ajarkan diet yang b. Agar klien
diprogramkan mendapatkan
gizi yang
C: sesuai
a. Kolaborasi dalam C:
pemberian a. Agar klien
medikasi tidak
sebelum makan, mengalami
seperti pereda gangguan yang
nyeri, antiemetik, lainnya saat
jika diperlukan makan
b. Kolaborasi
dengan tim gizi b. Agar klien
untuk mendapatkan
menentukan gizi yang
jumlah kalori dan cukup dan
jenis nutrien yang seimbang
dibutuhkan, jika
perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan (I.06171)
penurunan selama 3x24 jam, O: O:
kekuatan otot diharapkan mobilitas a. Monitor a. Untuk
(D.0054). fisik klien meningkat frekuensi jantung mengetahui
dengan dan TD sebelum TTV klien
Kriteria Hasil : ambulasi dimulai sebelum
SLKI 1 memulai
Mobilitas Fisik tindakan
(L.05042) b. Monitor kondisi b. Untuk
 Pergerakan umum selama mengetahui
ekstremitas dilakukan keadaan umum
pada klien ambulasi klien
meningkat
Pengaturan Posisi
 Meningkatnya
(I.01019)
kekuatan otot
O: O:
klien
a. Monitor status a. Mengetahui
 Meningkatnya oksigenasi apakah klien
rentang gerak sebelum dan mengalami
(ROM) sesudah gangguan
 Klien mengubah posisi pernapasan
melaporkan Dukungan Ambulasi atau tidak.
tidak adanya (I.06171)
keterbatasan N: N:
dalam a. Fasilitasi a. Untuk
pergerakan ambulasi dengan membantu
 Tidak ada alat bantu klien dalam
kelemahan misalnya tongkat mobilisasi
fisik atau kruk
b. Libatkan b. Agar
keluarga untuk mobilisasi
membantu klien klien tetap
dalam dilakukan dan
meningkatkan mempercepat
ambulasi proses
Pengaturan Posisi pemulihan
(I.01019)
N:
N:
a. Agar klien
a. Tempatkan objek
dapat dengan
yang sering
mudah
digunakan dalam
mengambil
jangkauan klien
barang yang
dibutuhkan
sehingga
mencegah klien
jatuh
b. Agar
b. Tempatkan bel
membantu
atau lampu
klien dengan
panggilan dalam
mudah jika
jangkauan
klien
membutuhkan
pertolongan
perawat
c. Untuk
c. Atur posisi untuk
mengurangi
mengurangi
sesak nafas
sesak napas
pada klien
(misalnya semi
akibat tirah
fowler)
baring yang
lama
d. Untuk
memperlancar
d. Tinggikan tempat
sirkulasi darah,
tidur bagian
pernapasan,
kepala
akibat tirah
baring yang
lama
e. Agar leher
e. Berikan bantal
yang tepat pada klien tidak
leher sakit
f. Berikan topangan
pada area yang f. Untuk
mengalami mengurangi
kelumpuhan penekanan
misal di bawah pada area
tungkai lengan kelumpuhan
atau kaki yang akan
menyebabkan
g. Ubah posisi tiap ulkus decubitus
2 jam g. Untuk
memperlancar
sirkulasi
pernapasan
Dukungan Ambulasi
klien
(I.06171)
E:
a. Jelaskan tujuan
E:
dan prosedur
a. Agar klien
ambulasi
mengetahui
tujuan dan
prosedur
tindakan yang
b. Ajarkan ambulasi akan dilakukan
sederhana yang b. Untuk
harus dilakukan mempercepat
seperti berjalan proses
dari tempat tidur penyembuhan
ke kursi roda, klien
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
atau berjalan
sesuai toleransi
Pengaturan Posisi
(I.01019)
E: E:
a. Informasikan saat a. Agar klien
akan dilakukan dapat
perubahan posisi mempersiapkan
diri dan tidak
bingung saat
dilakukan
perubahan
posisi
C:
C:
a. Kolaborasi
a. Untuk
pemberian
mengurangi
premedikasi
apabila klien
sebelum
merasa nyeri
menguba posisi,
saat melakukan
jika perlu
perubahan
posisi
4. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas
integritas tindakan keperawatan Kulit (I.11353)
kulit/jaringan b.d selama 3x24 jam, O: O:
penurunan diharapkan integritas a. Identifikasi a. Untuk
mobilitas kulit dan jaringan penyebab mengetahui
(D.0129). dapat membaik gangguan penyebab
dengan integritas kulit terjadinya
Kriteria Hasil : (misal. gangguan
SLKI 1 Penurunan integritas kulit
Integritas Kulit dan mobilitas)
Jaringan (L.14125) N: N:
 Klien dapat a. Ubah posisi tiap a. Untuk
mengetahui 2 jam menghindari
penyebab dari tekanan
terjadinya luka yang
 Klien dapat berlebihan
mengetahui pada kulit
cara b. Hindari produk b. Kandungan
pencegahan berbahan dasar alkohol malah
luka alkohol pada akan dapat
 Tidak ada kulit kering menghilangkan
tanda-tanda kelembapan
infeksi yang alami
 Klien sehingga
mengetahui membuat kulit
cara perawatan semakin kering
jika terjadi dan pecah-
luka. pecah
E: E:
a. Anjurkan a. Agar kulit klien
menggunakan tidak kering
pelembab
(misalnya lotion
atau serum)
b. Anjurkan minum b. Air penting
air yang cukup untuk menjaga
kelembapan
pada kulit
secara optimal
serta
memberikan
nutrisi penting
untuk sel-sel
pada kulit
c. Anjurkan c. Agar kulit tetap
meningkatkan ternutrisi
asupan nutrisi dengan baik
sehingga tidak
mengalami
kulit kering,
dan pecah-
pecah
d. Anjurkan d. Sayuran dan
meningkatkan buah-buahan
asupan buah dan memiliki
sayur banyak vitamin
yang sangat
bermanfaat
bagi kulit

DAFTAR PUSTAKA
Hardika, B. D., Yuwono, M., & Zulkarnain, H. M. (2020). Faktor Risiko yang
Mempengaruhi Terjadinya Stroke Non Hemoragik pada Pasien di RS RK Charitas dan
RS Myria Palembang, 9(2), 268–274. https://doi.org/10.36565/jab.v9i2.234

Mahendrakrisna, D., Windriya, D. P., & Gts, A. C. (2019). Karakteristik Pasien Stroke Usia
Muda di RSUD Kota Surakarta. Cdk-274, 46(3), 167–170.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Mulyati, L. (n.d.). PENGARUH PAKET MOBILISASI TERHADAP STATUS


FUNGSIONAL, 1–6.

Hasbullah, M, A., & D.S, H. (2017). Jurnal Media Keperawatan : Politeknik Kesehatan
Makassar Jurnal Media Keperawatan : Politeknik Kesehatan Makassar. Gambaran
Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Nutrisi Di Rumah Sakit Tk Ii Pelamonia, 08(02), 39–45.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Saputra, Lyndon. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai