Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM

Oleh :

Christiani Dayanastasia B Simanjuntak

(462017018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KASUS WAHAM

I. PENGERTIAN

Zukna & Lisiswanti (2017) mendefinikasan waham atau delusi sebagai keyakinan
palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup dan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: tidak realistik, tidak logis, menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh
penderita, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita sebagai hal yang nyata, penderita
hidup dalam wahamnya itu, keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian
sosiokultural setempat. Adapun pengertian waham yang dijelaskan oleh Jaya (2019) yaitu
suatu sistem kepercayaan yang tidak dapat divalidasi atau dipertemukan
dengan informasi yang nyata atau realitas.

Dari kedua pengertian waham diatas, dapat disimpulkan bahwa waham adalah
keyakinan seseorang yang palsu yang tidak dapat dibuktikan dengan informasi yang
nyata.

II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Waham menurut Yosep (2011) meliputi:

1. Waham Kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulang kali tetapi tidak dengan kenyataan. Contoh : “ Saya ini ketua departemen
kesehatan loh “ atau “ saya punya tambang emas”.
2. Waham Curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok berusaha merugikan/mencederai
dirinya, di ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai. Contoh : “ saya tahu….. seluruh
saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan
saya”.
3. Waham Agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, di ucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “ kalau saya mau masuk surga,
saya harus menggunakan pikiran putih setiap hari”.
4. Waham Somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/ terserang penyakit, di
ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “saya punya tumor di
otak, kepala saya sakit sekali” setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda-tanda tumor namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang tumor.
5. Waham Nihilistis
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal, di ucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “ ini kan di alam kubur
ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”.

III. FASE
Fase-fase waham menurut Victoryna, Wardani, Fauziah (2020), antara lain :

1. Lack of Selfesteen
Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan antara
kenyataan dan harapan. Ex : perceraian->berumah tangga tidak diterima oleh
lingkungannya.
2. Control Internal Eksternal
Mencoba berfikir rasional, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Ex : seseorang yang mencoba menutupi kekurangan.
3. Environment support
Kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan tidak merasa
bersalah saat berbohong. Ex : seseorang yang mengaku dirinya adalah guru tari.
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungan, klien merasa
didukung, klien menganggap hal yang dikatakan sebagai kebenaran, kerusakan
control diri dan tidak berfungsi normal (super ego).
4. Fisik Comforting
Klien merasa nyaman dengan kebohongannya.
5. Fase Improving
Jika tidak ada konfrontasi dan korelasi maka keyakinan yang salah akan
meningkat

IV. RENTANG RESPON


Menurut Sundeen & Stuart (2015) waham merupakan salah satu respon persepsi
paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Distorsi
 Pikiran logis  Gangguan proses
pikiran
 Persepsi pikir: waham
 Ilusi
akurat  Halusinasi
 Reaksi emosi
 Emosi  Sulit berespon
berlebihan
konsisten emosi
dan kurang
 Perilaku  Perilaku
 Perilaku
sosial disorganisasi
aneh atau
 Hubungan  Ketidakteraturan
tidak biasa
sosial isolasi sosial
 Menarik diri

V. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:

a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic.

2. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham, yaitu:
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
menyenangkan.

VI. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala waham menurut Wijoyo & Mustikasari (2020) yaitu :

a. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)


Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan pengorganisasian
bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
b. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi.
c. Fungsi emosi
Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi
berlebihan, ambivalen.
d. Fungsi motorik.
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, gerakan yang diulang-ulang, tidak
bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
e. Fungsi sosial kesepian
Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.

Tanda dan gejala pada klien dengan waham menurut Direja, (2011) yaitu:

a. Terbiasa menolak makan.


b. Tidak ada perhatian pada perawatan diri.
c. Ekspresi wajah sedih dan ketakutan.
d. Gerakan tidak terkontrol.
e. Mudah tersinggung.
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan.
g. Menghindar dari orang lain.
h. Mendominasi pembicaraan
i. Berbicara kasar.
j. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.

VII. AKIBAT
Akibat dari waham dikatakan oleh Victoryna, Wardani, Fauziah (2020) yaitu pasien
dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak
realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan sekitar. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
VIII. POHON MASALAH

Risiko Perilaku
Kekerasan

Gangguan Proses Pikir :


Waham

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri :


Harga Diri Rendah Kronis

IX. MANAJEMEN TERAPI


Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi
daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan proses pikir yang
mengarah pada diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir:
waham, yaitu (Wijoyo & Mustikasari, 2020) :
a. Psikofarmakologi
Jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL
(Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine
HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,
Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine
(Clozaril).
b. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan
dalam bentuk perlakuan fisik. Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien.
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus.
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi interaksi
antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).

X. PSIKOTERAPI
Wijoyo & Mustikasari (2020) mengatakan bahwa terapi kejiwaan atau psikoterapi
pada klien, baru dapat diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah
mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa
terapi aktivitas kelompok (TAK).
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-
menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan
membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan
yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat
meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua
kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan
konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan
tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda
pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis
persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya
adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi
kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat
timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu
hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.

XI. PROSES KEPERAWATAN


a. Pengkajian

1. Data Mayor
a) Data Subjektif
I. Mengatakan dirinya mempunyai kekuasaan dan diucapkan beberapa
kali
II. Mengatakan sesuatu agama secara berlebihan
III. Merasa curiga
IV. Merasa cemburu
V. Merasa diancam diguna-guna
VI. Merasa sebagai orang hebat
VII. Merasa memiliki kekuatan yang luar biasa
VIII. Mengatakan merasa berada diluar tubuhnya
IX. Merasa sudah mati
b) Data objektif
I. Marah-marah tanpa sebab
II. Banyak kata (logorhoe)
III. Menyendiri
IV. Sirkumtansial
V. Inkoheren
2. Data Minor
a) Data Subjektif
I. Merasa orang lain menjauh
II. Merasa tidak ada yang mau mengerti
b) Data Objektif
I. Marah-marah karena alasan sepele
II. Menyendiri
b. Diagnosa keperawatan
Waham (D.0105).

c. Rencana keperawatan

Diagnosa Perencanaan
N Tujuan Kriteria Hasil
Keperawata Intervensi Rasional
o
n
1. Gangguan Tujuan Umum :
proses Klien dapat
pikir: berkomunikasi
Waham dengan
baik dan terarah.
TUK 1 : Kriteria Evaluasi: Bina hubungan Hubungan
Klien dapat 1. Ekspresi wajah bersahabat saling percaya saling percaya
membina 2. Ada kontak mata. dengan menjadi
hubungan saling 3. Mau berjabat tangan. menggunakan dasar interaksi
percaya 4. Mau menjawab salam. prinsip selanjutnya
5. Klien mau duduk komunikasi dalam
berdampingan. teraupetik. membina klien
6. Klien mau mengutarakan  Sapa klien dalam
isi perasaannya. dengan berinteraksi
ramah baik dengan baik
verbal dan benar,
maupun sehingga
non verbal klien mau
 Perkenalka mengutarakan
n diri isi
dengan perasaannya.
sopan
 Tanyakan
nama
lengkap dan
nama yang
disukai
klien.
 Jelaskan
tujuan
pertemuan
 Jujur dan
menepati
janji
 Tunjukkan
rasa empati
dan
menerima
klien
dengan apa
adanya.

TUK 2 : Kriteria Evaluasi : 2.1 Beri pujian Reinforcement


Klien dapat 1. Klien dapat pada positif dapat
mengidentifikasik mempertahankan aktivitas penampilan meningkatkan
an kemampuan sehari-hari dan kemampuan
yang dimiliki. 2. Klien dapat mengontrol kemampuan yang dimiliki
wahamnya. klien yang oleh klien dan
realistis harga diri
2.2 Diskusikan klien.
dengan klien
kemampuan
yang dimiliki
pada waktu Klien
lalu dan saat terdorong
ini. untuk memilih
2.3 Tanyakan aktivitas
apa yang bisa seperti
dilakukan sebelumnya
(kaitkan tentang
dengan aktivitas yang
aktivitas pernah
sehari-hari dimiliki oleh
dan klien.
perawatan Dengan
diri) mendengarkan
kemudian klien akan
anjurkan merasa lebih
untuk diperhatikan
melakukan sehingga klien
saat ini. akan
2.4 Jika klien mengungkapk
selalu bicara an
tentang perasaannya
wahamnya
dengarkan
sampai
kebutuhan
waham tidak
ada. Perawat
perlu
memperhatik
an bahwa
klien sangat
penting.
TUK 3 : Kriteria Evaluasi : 3.1 Observasi Observasi
Klien dapat 1. Kebutuhan klien terpenuhi kebutuhan dapat
mengidentifikasi 2. Klien dapat melakukan klien sehari- mengetahui
kebutuhan yang aktivitas secara terarah. hari kebutuhan
tidak dimiliki. 3. Klien tidak klien.
menggunakan/membicara 3.2 Diskusikan Dengan
kan wahamnya. kebutuhan mengetahui
klien yang kebutuhan
tidak yang tidak
terpenuhi terpenuhi
selama maka dapat
dirumah diketahui
maupun di kebutuhan
RS. yang akan
3.3 Hubungkan diperlukan.
kebutuhan
yang tidak Dengan
terpenuhi melakukan
dengan aktivitas klien
timbulnya tidak akan lagi
waham menggunakan
3.4 Tingkatkan isi
aktivitas yang wahamnya.
dapat Dengan situasi
memenuhi tertentu klien
kebutuhan akan dapat
klien dan mengontrol
memerlukan wahamnya.
waktu dan
tenaga.
3.5 Atur situasi
agar klien
tidak
mempunyai
waktu untuk
menggunakan
wahamnya.
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 3.1 Berbicara Reinforcement
Klien dapat 1. Klien dapat berbicara dengan klien adalah penting
berhubungan dengan realitas. dalam konteks untuk
dengan realitas. 2. Klien mengikuti Terapi realitas meningkatkan
Aktivitas Kelompok. (realitas diri, kesadaran
realitas orang klien akan
lain, waktu realitas.
dan tempat). Pujian dapat
3.2 Sertakan klien memotivasi
dalam terapi klien
aktivitas untuk
kelompok: meningkatkan
orientasi kegiatan
realitas. positifnya.
3.3 Berikan pujian
tiap kegiatan
positif yang
dilakukan oleh
klien.
TUK 5 : Kriteria Evaluasi: 1.1 Diskusikan Obat dapat
Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan dengan klien mengontrol
menggunakan manfaat, efek samping dan keluarga waham yang
obat dengan dan dosis obat. tentang obat, dialami oleh
benar. 2. Klien dapat dosis, dan klien dan
mendemonstrasikan efek samping dapat
penggunaan obat dengan obat dan membantu
benar. akibat penyembuhan
3. Klien dapat memahami penghentian. klien.
akibat berhentinya 1.2 Diskusikan
mengkonsumsi obat tanpa perasaan klien
konsultasi. setelah minum
4. Klien dapat menyebutkan obat.
prinsip lima benar dalam 1.3 Berikan obat
penggunaan obat. dengan
prinsip lima
benar dan
observasi
setelah minum
obat.
TUK 6 : Kriteria Evaluasi : 6.1 Diskusikan Perhatian
Klien dapat 1. Keluarga dapat membina dengan keluarga dan
dukungan dari hubungan saling percaya keluarga pengertian
keluarga. dengan perawat. tentang : keluarga akan
2. Keluarga dapat  Gejala dapat
menyebutkan pengertian, waham membantu
tanda dan tindakan untuk  Cara klien dalam
merawat klien dengan merawat mengendalika
waham.  Lingkunga n wahamnya.
n keluarga
 Follow up
dan obat.
6.2 Anjurkan
keluarga
melaksanakan
dengan
bantuan
perawat.

STRATEGI PELAKSANAAN

1. Kondisi Pasien
DS :

 Klien mengatakan bahwa dirinya adalah Imam Mahdi yang tahu bahwa kapan
dunia akan kiamat

DO :
 Klien terlihat gelisah, curiga terhadap orang yang berada di sekelilingnya,
kadang-kadang klien berbicara sendiri, perhatian terhadap lingkungan sekitar
menurun.

2. Diagnosa Keperawatan
Waham (D.0105).

3. Tujuan Umum

1. Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan terarah.

4. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

5. Intervensi

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi teraupetik.


2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
3. Perkenalkan diri dengan sopan.
4. Tanyakan nama lengkap dan nama yang disukai klien.
5. Jelaskan tujuan pertemuan.
6. Jujur dan menepati janji.
7. Tunjukkan rasa empati dan menerima klien dengan apa adanya.

6. Strategi Pelaksanaan

STRATEGI PELAKSANAAN 1

a. Fase orientasi :
“Hallo, selamat pagi Pak. Perkenalkan nama saya Christiani Simanjuntak, panggil saya
Itin. Saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang
akan praktek disini selama 1 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pukul 07:00-14:00.
Saya yang akan merawat bapak selama disini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil
apa?” Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bapak terlihat segar, tetapi apa yang
membuat bapak terlihat begitu curiga terhadap saya? Ceritakan apa yang mengganjal di
pikiran bapak sekarang?“
Baiklah semoga setelah bertemu dengan saya masalah bapak akan teratasi. Begitu ya
pak?
Bapak, tujuan saya menemui bapak saat ini adalah ingin mengenal lebih dekat pak Imam
sehingga kita bisa saling kenal dan bapak bisa menceritakan segala masalah bapak
selain itu saya dapat membantu apa yang bapak butuhkan disini. Bagaimana pak?
Apakah bapak setuju? Baiklah bagaimana kalau kita duduk di kursi teras depan? Berapa
lama bapak mempunyai waktu dengan saya? Bagaimana kalau 15 menit saja dari pukul
10.00-10.15 WIB. Bapak mau tempatnya dimana? Bagaimana kalau di sini saja? Bapak
bersedia?”

b. Fase kerja
“Nah, tadi saya sudah menyebutkan nama saya, coba ulangi siapa nama saya? Lupa?
Masih sebentar kok sudah lupa? Saya ulangi lagi nama saya Christiani, bapak bisa
memanggil saya Itin ya pak? Baiklah semoga bapak bisa mengenal saya, begitu pula
sebaliknya sehingga bapak bisa merasa nyaman bercerita kepada saya.
Bapak, mengapa bapak terlihat gelisah serta selalu berbicara sendiri tentang Imam
Mahdi?…. oh begitu ya pak? saya mengerti apa yang bapak maksudkan. Coba jelaskan
darimana bapak mendapatkan ilham bahwa bapak adalah seorang Imam Mahdi?”

c. Fase terminasi
“Baiklah, saya rasa bapak sudah mulai terbuka dan merasa nyaman dengan kehadiran
saya, sekarang bagaimana perasaan bapak setelah bertemu dan bercerita dengan saya?
Bagus, rasa berharap bapak lebih bisa mengungkapkan perasaan bapak dan lebih
terbuka dengan harapan agar masalah bapak dapat teratasi.
Nah, sekarang coba sebutkan lagi siapa nama saya? Bagus sekali. Mulai sekarang kalau
ketemu saya jangan lupa panggil saya dengan? Iya benar pak.:
Baiklah, saya rasa perkenalan kita cukup sekian, kita sudah cukup saling mengenal saat
ini, Saya berharap setiap bapak bertemu dengan saya dan saat memerlukan bantuan
saya, bapak mau memanggil saya supaya selama bapak di sini dapat bekerjasama
dengan saya serta bapak mampu sembuh kembali.
Sekarang 15 menitnya sudah habis, berarti pertemuan kita disini juga sudah selesai.
Nanti pukul 11.00 sebelum makan siang saya akan datang kembali menemui bapak untuk
mendiskusikan masalah yang sedang bapak hadapi sekarang, nanti dimana kita bisa
bertemu kembali? Baiklah nanti kita bertemu lagi disini ya pak? Sampai jumpa.

DAFTAR PUSTAKA

Amanda, N., Zukna, M., & Lisiswanti, R. (2017). Pasien dengan Halusinasi dan Waham Bizarre.
Medula Unila, 7(1), 38–42. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula.
Direja, Ade Herman Suryo. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Jaya, M. A. (2019). Gangguan Skizoafektif Tipe Manik. UMI Medical Journal, 4(1), 117–129.
https://doi.org/10.33096/umj.v4i1.57.

Sundeen & Stuart. (2015). Buku Saku Keperawatan Jiwa.. Jakarta: EGC.

Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah. (2020). Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Jiwa
Ners Untuk Application Ofpsychiatric Nursing Care Standards To Reduce the Intensity
of Delution Schizophrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 45–52.

Wijoyo, E. B., Spesialis, M., Jiwa, K., Keperawatan, F. I., Indonesia, U., Departemen, D., Jiwa,
K., Ilmu, F., & Universitas, K. (2020). Asuhan Keperawatan pada Klien Skizofrenia
(Waham) dalam Manajemen Pelayanan Rumah Sakit: Studi Kasus. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Indonesia, 4(1), 63–72.

Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai