Anda di halaman 1dari 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Literatur

2.1.1 Turnover Intention

Menurut Zeffane, dalam Halimah et al, (2016), Keinginan (intention) adalah

niat yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover

adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela

atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Dengan demikian,

Turnover intention (niat untuk keluar) adalah kecenderungan atau niat karyawan

untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya.

Menurut Abdillah (2012) dalam I Nyoman Agus Setiawan dan Made Surya

Putra (2016:4987) menyatakan turnover intention merupakan suatu posisi dimana

karyawan memliki keinginan atau niat untuk mencari suatu pekerjaan lain sebagai

alternatif di perusahaan yang berbeda.

Menurut Harnoto (2007), turnover intention adalah kadar atau intensitas dari

keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan

timbulnya turnover intention ini diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan

pekerjaan yang lebih baik.

Menurut Booth & Hamer (2007) mengartikan turnover intention adalah

dampak terburuk dari ketidakmampuan suatu perusahaan dalam mengelola

perilaku karyawan sehingga karyawan merasa memiliki keinginan untuk

berpindah kerja yang tinggi. Turnover intention juga merupakan ketidakpuasan

terhadap suatu pekerjaan yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar

mencari pekerjaan yang baru.


Menurut Staffelbach (2008) faktor-faktor penyebab terjadinya turnover

intention dikategorikan sebagai berikut:

a. Faktor Psikologis

Faktor psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan, seperti

harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja

atau efektifitas. Konsep turnover secara psikologis berkaitan dengan faktor-

faktor yang dipengaruhi oleh emosi karyawan, sikap atau persepsi. Faktor

psikologi dikaitkan dengan:

- Kontrak psikologis

- Kepuasan kerja

- Komitmen organisasi

- Job insecurity

b. Faktor Ekonomi

Ketika reward sama dengan ditempat lain, karyawan akan memutuskan

untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi menganilisis

proses turnover lebih menekankan pada interaksi antara penentuan variabel

eksternal seperti gaji atau peluang. Faktor-faktor ekonomi terdiri dari:

- Upah

- Peluang eksternal

- Ukuran organisasi

c. Faktor Demografis

Faktor demografis yang sering disebut juga sebagai karakteristik personal,

yaitu:
- Usia

Faktor usia berkorelasi negatif dengan intensi turnover. Orang yang lebih

muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan profesional

mereka, sehingga lebih sering berindah kerja.

- Masa Jabatan

Individu memiliki masa jabatan yang lebih lama kemudian meninggalkan

organisasi akan dianggap tidak proporsional.

2.1.2 Person-organization Fit

Person-organization fit (P-O Fit) secara umum didefinisikan sebagai

kesesuaian antara nilai-nilai organisasi dengan nilai-nilai individu (Kristof, 1996).

Sementara Donald dan Pandey (2007) dalam Ayu (2017) mendefinisikan person-

organization fit adalah adanya kesesuaian atau kecocokan antara individu dengan

organisasi, ketika: a) setidak-tidaknya ada kesungguhan untuk memenuhi

kebutuhan pihak lain, atau b) memiliki karakteristik dasar yang serupa. Dalam

melakukan perekrutan karyawan, perusahaan sering menggunakan pendekatan

kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang ditawarkan (Person-Job Fit).

Kristof (1996) berpendapat pendekatan person-job fit ini kurang baik dalam

proses seleksi karyawan, efektivitas organisasi tidak hanya didukung oleh

kesuksesan tugas pekerjaan karyawan tetapi perlu memperhatikan perilaku

karyawan secara luas.

Menurut Edwards dan Bilsberry (2010) dalam Hidayatullah (2020), person-

organization fit yaitu kecocokan karyawan dengan organisasi yang berhubungan


dengan ukuran nilainilai dan perilaku seseorang terhadap kesesuaian dengan

budaya organisasi atau perusahaan.

Menurut Kristof (1996) dalam Ayu (2017), person-organization fit (P-O Fit)

dapat diartikan dalam empat konsep sebagai berikut:

1. Kesesuaian nilai (value congruence) yaitu kesesuaian antara nilai intrinsik

individu dengan organisasi.

2. Kesesuaian tujuan (goal congruence) yaitu kesesuaian antara tujuan

individu dengan organisasi dalam hal ini adalah pemimpin dan rekan

sekerja.

3. Pemenuhan kebutuhan karyawan (employee need fulfillment) yaitu

kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan karyawan dan kekuatan yang

terdapat dalam lingkungan kerja dengan sistem dan struktur organisasi.

4. Kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian (culture personality

congruence) yaitu kesesuaian antara kepribadian (non nilai) dari setiap

individu dan iklim atau kultur organisasi.

Menurut Bowen dalam Afianty (2005) dalam Hidayatullah (2020) terdapat

manfaat potensial yang dapat diperoleh dengan menerapkan person-organization

fit dalam organisasi, yaitu:

1. Karyawan memiliki sikap yang baik (seperti: kepuasan kerja yang tinggi,

komitmen organisasi dan semangat kelompok).

2. Perilaku individu yang lebih baik (seperti: kinerja lebih baik dan rendahnya

turnover).
3. Memperkuat desain organisasi (seperti: dukungan rancangan kerja dan budaya

organisasi).

2.1.3 Pengembangan Karir

Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari karir itu sendiri.

Menurut Anoraga (2005), karir dalam arti sempit (sebagai upaya mecari nafkah,

mengembangkan profesi, dan meningkatkan kedudukan), karir dalam arti luas

(sebagai langkah maju sepanjang hidup atau mengukir kehidupan seseorang).

Sedangkan menurut Handoko (2011), karir adalah semua pekerjaan jabatan yang

ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang.

Menurut Marwansyah (2015), menyatakan bahwa terdapat dua perspektif

tentang karir, sebagaimana diuraikan sebagai berikut: Dari satu perspektif, karier

adalah serangkaian pekerjaan yang dijalani seseorang selama hidupnya yang

disebut dengan karir objektif. Sedangkan dari perspektif lain, karier meliputi

perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi seiring dengan bertambahnya

usia yang disebut dengan karir subjektif. Kedua perspektif ini meletakkan fokus

pada individu. Keduanya juga menganggap bahwa orang-orang memiliki kendali

atas nasibnya, sehingga mereka dapat memanfaatkan peluang untuk

memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan dari karier mereka.

Pengertian pengembangan karir menurut Nawawi (2006), pengembangan

karir adalah suatu rangkaian (urutan) posisi atau jabatan yang ditempati seseorang

selama masa kehidupan tertentu. Pengertian ini menempatkan posisi/jabatan


seseorang pekerja di lingkungan suatu organisasi/perusahaan, sebagai bagian

rangkaian dari posisi/jabatan yang ditempatinya selama masa kehidupannya.

Menurut Bambang Wahyudi (2002), pengembangan karir adalah setiap orang

yang bekerja pada suatu perusahaan akan memiliki sejumlah harapan sebagai

balas jasa atas pengorbanan atau prestasi yang telah diberikannya. Salah satu

diantaranya adalah harapan untuk meraih posisi/jabatan yang lebih tinggi atau

lebih baik dari posisi/jabatan sebelumnya.

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000), tujuan pengembangan karir

adalah sebagai berikut:

a. Membantu dalam pencapaian tujuan individu dan perusahaan.

Pengembangan karir membantu pencapaian tujuan perusahaan dan tujuan

individu. Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik

kemudian menduduki posisi jabatan yang lebih tinggi, hal ini berarti tujuan

perusahaan dan tujuan individu tercapai.

b. Menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai.

Perusahaan merencanakan karir pegawai dengan meningkatkan

kesejahteraannya agar pegawai lebih tinggi loyalitasnya.

c. Membantu pegawai menyadari kemampuan potensi mereka.


Pengembangan karir membantu menyadarkan pegawai akan kemampuannya

untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan potensi dan

keahliannya.

d. Memperkuat hubungan antara pegawai dan perusahaan.

Pengembangan karir akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai terhadap

perusahaannya.

e. Membuktikan tanggung jawab sosial.

Pengembangan karir suatu cara menciptakan iklim kerja yang positif dan

pegawai-pegawai menjadi lebih bermental sehat.

f. Membantu memperkuat pelaksanaan program-program perusahaan.

Pengembangan karir membantu program-program perusahaan lainnya agar

tujuan perusahaan tercapai.

g. Mengurangi turnover dan biaya kepegawaian.

Pengembangan karir dapat menjadikan turnover rendah dan begitu pula biaya

kepegawaian menjadi lebih efektif.

h. Mengurangi keusangan profesi dan manajerial.

Pengembangan karir dapat menghindarkan dari keusangan dan kebosanan

profesi dan manajerial.

i. Menggiatkan analisis dari keseluruhan pegawai.

Pengembangan karir dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja dan

kepegawaian.

j. Menggiatkan suatu pemikiran (pandangan) jarak waktu yang panjang.


Pengembangan karir berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal ini

karena penempatan suatu posisi jabatan memerlukan persyaratan dan

kualifikasi yang sesuai dengan porsinya.

Dessler (2007:192) mengemukakan adanya tahap-tahap utama dari siklus

karir, yaitu:

1. Tahap pertumbuhan.

Tahap ini berlangsung kira-kira sejak lahir sampai usia 14 tahun. Dalam

periode ini orang mengembangkan pemahaman mandiri melalui identifikasi

dengan dan interaksi dengan orang lain seperti, keluarga, teman, dan guru.

2. Tahap penjelajahan.

Tahap ini terjadi pada periode usia 15 - 24 tahun. Individu secara serius

menjelajahi berbagai alternatif kedudukan, berusaha untuk mencocokkan

alternatifalternatif ini dengan minat dan kemampuannya, serta mencoba

memulai suatu pekerjaan.

3. Tahap penetapan. Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 24 sampai 30

tahun, yang merupakan jantung dari kehidupan kerja kebanyakan orang.

a. Subtahap percobaan

Tahap ini berlangsung pada usia 25 – 30 tahun. Individu menetapkan

bidang pilihan yang cocok, dan jika tidak cocok berusaha mengubahnya.

b. Subtahap pemantapan

Tahap ini berlangsung pada usia 30 – 40. Selama periode ini, tujuan

kedudukan perusahaan ditetapkan dan perencanaan karir yang lebih


eksklusif dijalankan untuk menetapkan urutan bagi pemenuhan

tujuantujuan tersebut.

c. Subtahap krisis pertengahan akhir

Tahap ini berlangsung pada usia 40-an. Selama periode ini orang sering

membuat penilaian baru yang besar atas kemajuan mereka sehubungan

dengan ambisi dan tujuan awal karir mereka.

4. Tahap pemeliharaan.

Tahap ini berlangsung pada usia sekitar 45-65 tahun. Selama periode ini

orang mengamankan tempatnya dalam dunia kerja.

5. Tahap kemerosotan.

Tahap ini disebut juga usia pensiun, di mana individu menghadapi prospek

harus menerima berkurangnya level kekuasaan dan tanggung jawab.

Menurut Siagian (2012), faktor yang mempengaruhi pengembangan karir

adalah sebagai berikut:

a. Perlakuan yang adil dalam berkarir

Perlakuan yang adil itu hanya bisa terwujud apabila kriteria promosi

didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang objektif, rasional dan

diketahui secara luas dikalangan pegawai.

b. Keperdulian para atasan langsung

Para karyawan pada umumnya mendambakan keterlibatan atasan langsung

mereka dalam perencanaan karir masing-masing. Salah satu bentuk

keperdulian itu adalah memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang

pelaksanaan tugas masing-masing sehingga para pegawai tersebut mengetahui


potensi yang perlu diatasi. Pada gilirannya umpan balik itu merupakan bahan

penting bagi para pegawai mengenai langkah awal apa yang perlu diambilnya

agar kemungkinannya untuk dipromosikan menjadi lebih besar.

c. Informasi tentang berbagai peluang promosi

Para pegawai pada umumnya mengharapkan bahwa mereka memiliki akses

kepada informasi tentang berbagai peluang untuk dipromosikan. Akses ini

sangat penting terutama apabila lowongan yang tersedia diisi melalui proses

seleksi internal yang sifatnya kompetitif.

d. Minat untuk dipromosikan

Pendekatan yang tepat digunakan dalam hal menumbuhkan minat para

pekerja untuk pengembangan karir ialah pendekatan yang fleksibel dan

proaktif. Artinya, minat untuk mengembangkan karir sangat individualistic

sifatnya. Seovrang pekerja memperhitungkan berbagai faktor seperti usia,

jenis kelamin, jenis dan sifat pekerjaan sekarang. Pendidikan dan pelatihan

yang ditempuh, jumlah tanggungan dan berbagai variabel lainnya. Berbagai

faktor tersebut dapat berakibat pada besarnya minat sesorang

mengembangkan karirnya.

e. Tingkat kepuasaan

Meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang ingin meraih

kemajuan, termasuk dalam meniti karir, ukuran keberhasilan yang digunakan

memang berbeda-beda. Perbedaan tersebut merupakan akibat tingkat

kepuasaan dalam konteks terakhir tidak selalu berarti keberhasilan mencapai

posisi yang tinggi dalam organisasi, melainkan pula berarti bersedia


menerima kenyataan bahwa, karena berbagai faktor pembatasan yang

dihadapi oleh seseorang, pekerja puas apabila ia dapat mencapai tingkat

tertentu dalam karirnya meskipun tidak banyak anak tangga karir yang

berhasil dinaikinya

2.1.4 Kepuasan Gaji

Menurut Robbins (2015), kepuasan merupakan suatu perasaan positif

tentang sesuatu. Menurut Hasibun (2005), kepuasan diartikan sebagai sikap

emosional yang menyenangkan dan mencintai terhadap sesuatu. Sesorang yang

merasa puas akan menunjukkan sikap positif, sedangkan seseorang yang tidak

merasa puas akan menunjukkan sikap yang negatif. Sikap ini dalam unia

perusahaan dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.

Menurut Veithzal Rivai (2004), gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang

yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai seorang

karyawan yang memberikan konstribusi dalam mencapai tujuan perusahaan. Atau,

dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seorang karyawan

karena kedudukannya dalam perusahaan. Menurut Sharma dan Bajpai (2011), gaji

adalah bentuk pembayaran berkala dari pemberi kerja kepada seorang pegawai,

yang ditentukan dalam kontrak kerja.

Menurut Robbins (2015), kepuasan gaji adalah perasaan positif tentang

balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari

kedudukannya sebagai seorang karyawan. Menurut Amany (2016), kepuasan gaji

didefinisikan sebagai keadaan dimana seorang individu merasa bahwa gaji yang
diterima dari perusahaannya telah sesuai dengan apa yang dikerjakan atau telah

dilakukan bagi perusahaan.

Menurut Gim dan Cheah (2020) kepuasan gaji mengacu pada kekuatan

perasaan positif terhadap imbalan moneter yang diterima pegawai dari tempat

kerja mereka. Menurut Singh & Loncar (2010) Gaji jelas penting dalam hal

memuaskan kebutuhan ekonomi pegawai dan mereka harus puas dengan gaji

keseluruhan karena hal ini dapat memengaruhi sikap dan perilaku mereka.

Menurut Gim dan Cheah (2020), kepuasan gaji memiliki beberapa aspek

antara lain:

1. Tunjangan pembayaran (pay benefit satisfaction), mengacu pada gaji tidak

langsung individu seperti cuti tahunan, cuti sakit, asuransi, dan tunjangan

kesehatan.

2. Kepuasan tingkat gaji (pay level satisfaction), mengacu pada gaji individu saat

ini.

3. Kepuasan kenaikan gaji (pay raise satisfaction), mengacu pada perubahan gaji

individu saat ini.

4. Struktur gaji dan kepuasan administrasi (pay structure and administration

satisfaction), mengacu pada tingkat gaji di setiap jabatan yang mengacu pada

hierarki perusahaan dan prosedur yang terlibat dalam menentukan gaji untuk

karyawan.
2.2 Telaah Penelitian Terdahulu

Tabel 1

Penelitian Terdahulu

N Nama & Judul Metodologi Hasil


o Tahun Penelitian
1. Susanto dan Mengungkap Metode Tingginya tingkat turnover
Delita Sari Tingginya Turnover Deskriptif intention di PT. WBS di
2019 Intention Kualitatif latarbelakangi adanya
PT. WBS Semarang kompensasi yang tidak sesuai
dengan harapan karyawan.
Karyawan menilai bahwa
output yang telah diberikan
kepada perusahaan tidak
setimpal dengan kompensasi
yang mereka terima dari
perusahaan. Hal ini
menyebabkan seorang
karyawan memilih untuk
mengundurrkan diri dari
perusahaan.
2. Ira Masita Faktor-Faktor Yang Metode Karyawan Yayasan Cendikia
2021 Mempengaruhi Kualitatif Bunayya yang masih aktif
Turnover Intention Deskriptif berkerja memiliki keinginan
(Studi Kasus Pada untuk mencari alternatif
Karyawan Yayasan pekerjaan, dan melakukan
Cendikia Bunayya turnover ketika ada alternatif
Kabanjahe) pekerjaan. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya
turnover intention pada
karyawan Yayasan Cendikia
Bunayya, yaitu: beban kerja
peluang karir, faktor status
perkawinan, keluarga, dan
usia.
3. Medy Budun Turnover Pada PT. Metode Work-Family Conflict dan
2021 Jasapower Indonesia Deskriptif Employee Retention menjadi
Kualitatif penyebab turnover intention di
PT. Jasapower Indonesia.
Work-Family Conflict yang
tinggi dikombinasikan dengan
Employee Retention yang
buruk menyebabkan
N Nama & Judul Metodologi Hasil
o Tahun Penelitian
meningkatnya keinginan
karyawan untuk mencari
pekerjaan baru dan akhirnya
keluar dari perusahaan.
4. Syahir Natsir Analisis Turnover Metode Studi Faktor-faktor yang
dan Eko Intention Pada Kasus Kualitatif menimbulkan turnover
Kenang Karyawan Radja intention antara lain: gaji,
2022 Penyet Mas Fais Palu sikap pimpinan, job deskripsi,
dan peluang kerja lain. Faktor
lainnya misalnya jarak tempat
tinggal dengan tempat
bekerja, tingkat pendidikan,
menyita waktu diluar jam
kerja, karyawan lama telah
keluar, serta komunikasi yang
kurang baik antar karyawan.
Beberapa alasan mengapa
karyawan tetap bekerja
meskipun memiliki turnover
intention antara lain: untuk
memenuhi kebutuhan sehari-
hari, belum memiliki
pekerjaan pengganti dan
kekeluargaan antar karyawan
yang cukup baik.
2.3 Kerangka Pemikiran Teori
Gambar 2
Kerangka Pemikiran

Fenomena Turnover Intention


Generasi Z Alumni FEB USM

Teori
Fenomenologi

Harapan
Penyesuaian Kendala
Generasi Z Generasi Z
Generasi Z Generasi Z di
berpindah- dengan tempat
dengan tempat tempat kerja
pindah kerja kerja di masa
kerja yang baru yang baru
yang mendatang

Anda mungkin juga menyukai