Anda di halaman 1dari 12

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA


13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

POTENSI EGS (ENHANCED GEOTHERMAL SYSTEM) DI INDONESIA;


PERBANDINGAN APLIKASI EGS DI LAPANGAN KAMOJANG DAN DIENG

Riska Elicia1*
Astri Yunita2
Ulfah Rahmadani3
Yoga Aribowo ST., MT. 4
1
Universitas Diponegoro
2
Universitas Diponegoro
3
Universitas Diponegoro
4
Universitas Diponegoro
*corresponding author: riskaelicia@gmail.com

ABSTRAK
Indonesia memiliki banyak prospek energi geotermal, namun yang menjadi kendala ialah tidak semua
prospek panas bumi ini dapat diproduksi. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh faktor rendahnya
permeabilitas dan suhu. Pulau Jawa merupakan salah satu lokasi dengan potensi panas bumi terbesar
di Indonesia. Beberapa prospek diantaranya telah diproduksi salah satu yang tertua, yaitu Kamojang
dan Dieng. Berdasarkan karakteristik reservoit sistem panas bumi Kamojang terrmasuk vapour
dominated, sedangkan Dieng termasuk water dominated. Terkait dengan permasalahan permeabilitas
yang rendah, solusinya adalah Enhanced Geothermal System (EGS). Berdasarkan studi literatur
terdapat teknologi Enhanced Geothermal System (EGS), yaitu dengan teknologi ini lapangan
geothermal yang ideal dapat terbentuk dengan menginjeksi fluida yang bertekanan tinggi sehingga
akan terbentuk permeabilitas tambahan dan panas tersebut dapat terangkat ke permukaan. Namun
dalam penerapan Enchanced Geothermal System, terdapat kendala dikarenakan fluida yang
diinjeksikan untuk menciptakan permeabilitas buatan dikenal tidak ramah lingkungan dan membuang
jutaan galon air. Dengan PAA-CO2 Fracturing Fluid, air serta zat kimia yang terbuang dalam fluida
konvensional dapat dikurangi dikarenakan fluida ini dapat mengembang di bawah permukaan,
menjadikannya lebih efektif. Teknologi EGS ini memanfaatkan keretakan pada batuan untuk
menciptakan panas dan menghasilkan energi panas bumi yang lebih efisien dan efektif serta mampu
memobilisasi peristiwa geser yang meningkatkan permeabilitas sistem. Sehingga dengan adanya PAA
– CO2 dalam Enhanced Geothermal System (EGS) lapangan geothermal baru dapat diproduksi
khusunya di pulau Jawa.
Kata kunci: Enhanced Geothermal System (EGS), PAA-CO2 Fracturing Fluid, Kamojang, Dieng

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan ring of fire dunia yang ditandai dengan banyaknya gunungapi yang tersebar,
yaitu sebanyak 127 gunungapi. Indonesia adalah negara dengan potensi cadangan sumber daya panas
bumi mencapai 30000 MWe atau sekitar 30 – 40% potensi panas bumi dunia. Namun sumber panas
bumi yang telah dimanfaatkan hanya sebesar 1.341 MW atau kurang dari 5 persen. Hal ini disebabkan
karena tidak semua prospek energi panas bumi dapat diproduksi. Penyebab utamanya ialah kurangnya
permeabilitas dan kandungan air pada titik panas tersebut, serta terdapat factor suhu yang rendah.
Enhanced Geothermal System (EGS) merupakan metode non-konvensional dalam hal pengekstraksian
sumber energi panas bumi. Metode ini merupakan rekayasa reservoir yang dilakukan pada batuan
panas dengan permeabilitas rendah atau kejenuhan fluida rendah yang dimiliki batuan disekitarnya.
Metode EGS ini dilakukan dengan menginjeksi fluida yang bertekanan tinggi sehingga terbentuk
permeabilitas tambahan dan panas dapat terangkat ke permukaan. Paper ini disusun dengan
membandingkan pengaplikasian EGS pada dua sistem panas bumi yang telah berproduksi, yaitu
sistem panas bumi Kamojang dan sistem panas bumi Dieng.

1533
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Pengambilan lokasi penelitian ini dikarenakan Pulau Jawa merupakan lokasi dengan
jumlah gunungapi terbanyak di Indonesia namun baru beberapa prospek energi panas bumi
yang dapat diproduksi salah satunya yang tertua ialah Kamojang dan Dieng. Permasalahannya
ialah produksi kedua sistem panas bumi tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan energi
masyarakat disekitarnya dan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar
fosil. Sehingga perlu dilakukan inovasi dalam pengekstraksian sumber panas bumi, yaitu
menggunakan metode EGS sehingga dapat menaikkan angka produksi. Namun dalam
penerapan EGS, terdapat kendala dikarenakan fluida yang diinjeksikan untuk menciptakan
permeabilitas buatan dikenal tidak ramah lingkungan dan membuang jutaan galon air. Dengan
PAA-CO2 Fracturing Fluid, air serta zat kimia yang terbuang dalam fluida konvensional
dapat dikurangi. Dikarenakan fluida ini dapat mengembang di bawah permukaan yang
menjadikannya lebih efektif.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pembuatan paper ini diawali dengan pencarian data
sekunder pada kedua sistem panas bumi yaitu sistem panas bumi Kamojang dengan sistem
panas bumi Dieng. Data sekunder yang diperoleh adalah gambaran sistem panas bumi
Kamojang dan Dieng, keterangan mengenai data reservoir yang diperoleh dari mengumpulkan
dan menganalisis penelitian sebelumnya, dan keterangan mengenai energi yang dihasilkan
dari kedua sistem panas bumi tersebut. Selanjutnya dilakukan perbandingan berdasarkan
sistem panas bumi di kedua lapangan tersebut, dilakukan intrepretasi keefektifan penerapan
EGS dikedua lapangan, diberikan inovasi perihal penghematan air dalam proses injeksi
dengan penggunaan PAA-CO2 Fracturing Fluid. Setelah melakukan perbandingan,
interpretasi dan inovasi, maka disimpulkan satu sistem panas bumi yang tepat untuk
diterapkan metode Enhanced Geothermal System.
3. Data
3.1 Sistem panas bumi Kamojang
Sistem panas bumi kamojang terletak di Jawa Barat sekitar 42 km selatan – tenggara dari
Bandung. Daerah tersebut secara geografi terletak antara 07o11’02”-07o06’08” Lintang
Selatan dan 107o44’36”-107o49’30” Bujur Timur. Dengan rata-rata elevasi dari 1400 sampai
1800 m diatas permukaan laut. Secara geologi regional sistem panas bumi Kamojang
termasuk jalur vulkanik kuater aktif (Katili, 1984). Sistem ini berhubungan dengan produk
vulkanik kuarter 400.000 tahun dari pusat vulkanik Pangkalan dan Gandapura. Sistem panas
bumi Kamojang ini berada pada rantai vulkanik antara Gunung Rakutak di bagian barat dan
Gunung Guntur dibagian timur dengan panjang 15 km dan lebar 4.5 km. Rantai vulkanik ini
terdiri dari deretan kompleks vulkanik dengan yang tertua di bagian barat dan semakin muda
ke arah timur, yaitu antara lain ; Gunung Rakutak, Danau Ciharus, Danau Pangkalan, Gunung
Gandapura, Gunung Masigit, dan Gunung Guntur (Robert, 1988). Deretan kompleks vulaknik
ini dipengaruhi oleh adanya sebuah graben yang dihasilkan dari patahan Kendeng di bagian
timur dan patahan Citepus dibagian barat dengan arah SW-NE, yaitu 6 km dari Danau Ciharus
sampai Kawah Kamojang. Daerah panas bumi Kamojang ini berada pada depresi dangkal,
bekas kaldera dan ditempati oleh batuan basalt, andesit, batuan teralterasi, dan alluvium
(Taverne, 1926). Manifestasi panas bumi yang ditemukan antara lain steaming ground, hot
spring, fumarole, turbid hot lakes, mud pool, dan tanah yang teralterasi dengan suhu
mendekati titik didih.
Reservoir lapangan kamojang memiliki porositas yang besar, permebilitas tinggi, dan
temperature yang cukup tinggi. Reservoir terletak pada kedalaman antara 700 hingga 2000 m.
1534
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Reservoir terdiri dari batuan andesit dan beberapa piroklastik vulkanik. Suhu reservoir
mencapai 235°C hingga 250°C. Reservoir lapangan Kamojang ini memiliki saturasi air yag
mencapai 35%. Terdapat kandungan gas non kondesat dalam pemakaian cairan kurang dari
1 % berat. Porositas reservoir kebanyakan mencapai 4 – 7 %. Reservoir ditutupi oleh batuan
penudung (cap rock) yang terdiri dari batuan vulkanik prophilitic teralterasi dengan ketebalan
500 – 600 m namun semakin ke arah utara dan timur ketebalan nya hanya 200 – 300 m.
(Moeljanto, 2004).
Sumur Kamojang memproduksi uap, dengan entalpi fluida mencapai 2800 kJ/kg, tekanan
30 – 34 bar, dan temperatur sekitar 235-250 °C. Kapasitas sumur bervariasi dari 20 hingga
110 ton uap/jam. Permeabilitas-ketebalan produk (Kh) berkisar antara 500 hingga 140,000
milidarcy meter, dimana sumur produksi menunjukkan nilai lebih dari 4,900 milidarcy meter.
Sumur produksi lapangan kamojang pada tahun 2016 tercatat memproduksi 235 megawatt
(MW) listrik. Selain sumur produksi pada lapangan ini terdapat sumur reinjeksi, yaitu untuk
meningkatkan efisiensi pendinginan di kondensor dan juga tingkat reinjeksi, maka air dari
danau Cikaro di tengah lapangan dipompa ke menara pendingin, dan disuntikkan dengan uap
terkondensasi. Berdasarkan data sekunder dari tahun 2010 hingga 2013, terdapat 8 sumur
yang digunakan untuk pembuangan zat kondensat dari power plan (Firmansyah,2015).
Menurut penelitian tersebut, strategi reinjeksi yang digunakan, yaitu menggunakan 4 sumur
jika uap yang dihasilkan menurun, reinjeksi akan dialihkan ke sumur lain yang berada di
dekat daerah yang mengalami penurunan.
3.2 Sistem panas bumi Dieng
Sistem panas bumi dieng terletak pada provinsi Jawa Tengah sekitar 120 km dari pusat
kota Semarang. Luasnya daerahnya 63 km2, meliputi panjang 7 km( barat ke timur) dan lebar
9 km (utara ke selatan). Terletak pada ketinggian 2000 m diatas permukaan laut dengan
reservoir didominasi oleh air dengan temperatur tinggi (water dominated). Daerah ini terletak
didaerah Busur vulkanik yang sesuai dengan vulkanisme andesitik aktif yang terkait dengan
subduksi di sepanjang Palung Jawa Indo- Australia di bawah lempeng Asia. Daerah ini
ditandai oleh 10 unit litologi yang meliputi produk Dari Gunung Prau (briket lava dan tufan,
3,6 ma), Gunung Nagasari (andesit, 2,99 ma), Gunung Bisma (andesit basaltik, 2,53 ma),
Gunung Pagerkandang (andesit, 0,46 ma), Gunung Merdada dan Pangonan (andesit, 0,37 ma),
Gunung Kendil (lava andesit dacitik, 0,19 Ma), Gunung Pakuwaja (kuarsa latit, 0,09 ma),
Gunung Seroja (kubah lava, 0,07 ma), batuan vulkanik dan batuan hidrotermal (Boedihardi Et
al., 1991). Kawasan konsesi mencakup 3 sektor aktif panas bumi bernama Sileri, Sikidang dan
Pakuwaja. Pada ketiga sektor ini teraat manifestasi panas bumi berupa fumaroles, steaming
ground, thermal pools dan springs.
Daerah Sileri ditandai dengan produksi suhu tinggi yang relatif dalam. Suhu reservoir
berkisar antara 300-335°C, dengan yang pertama zona produksi biasanya ditemui pada
kedalaman antara 2000-2300 m. Zona produksi di Sikidang relatif dangkal dan suhu yang
lebih rendah dari pada Sileri. Suhu reservoir berkisar antara 240-300 ° C, dengan zona
produksi dikebanyakan sumur yang ditemui dikedalaman 1400-1500 m, atau sekitar +500 m
sampai +750 m a.s.l. (Layman et al., 2002). Permeabilitas-ketebalan produk (Kh) sumur
ditentukan dari pengujian sumur, dan nilai-nilainya berkisar antara 1.3 sampai 6.5 darcy-m.
Densitas batuan berkisar 2500 kg/m3 , porositas sekitar 0.1, konduktivitas batuan 2.5W/m/K
dan panas spesifik 1000 J/kg /K.
Dari data sekunder didapat data produksi sumur panas bumi dieng tercatat sebagai berikut.
Pada bulan Juli 2012, produksi sumur panas bumi dieng mencapai 24.20 MW. Selanjutnya,
pada bulan September 2012, produksi meningkat menjadi 28.58 MW, produksi terus
meningkat akibat adanya penggunaan metode Remaining Life Assessment (RLA) of Steam
1535
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Turbine. Peningkatan terus berlanjut hingga pada bulan Februari 2013, produksi sumur
mencapai 52,56 MW.
4. Hasil dan Pembahasan
Enhanced Geothermal System merupakan rekayasa reservoir yang dilakukan pada batuan
panas dengan permeabilitas rendah atau kejenuhan fluida rendah yang dimiliki batuan
disekitarnya. Ada tiga tahapan dalam penerapan Teknologi Enhanced Geothermal System
mulai dari rekayasa pembuatan reservoir hingga proses operasionalnya menurut Departemen
Energi Amerika Serikat. Tahapan pertama adalah identifikasi lokasi berdasarkan karakteristik
karakteristik bawah permukaan meliputi suhu, permeabilitas, dan kehadiran fluida. Tahap
kedua adalah proses pembuatan reservoir dan tahap ketiga adalah proses operasional
pembangkit listrik serta pemeliharaan reservoir. Penggunaan Enhanced Geothermal System
cocok digunakan pada sistem panas bumi yang memiliki sistem dominasi air berupa water
dominated (MIT,2006). Hal ini dikarenakan sistem water dominated berupa air yang mengisi
rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan, sehingga membuat tekanan dan
temperatur tidak konstant terhadap kedalaman serta diperlukannya injeksi fluida yang
memiliki tekanan tinggi untuk menaikkan panas kepermukaan sehingga produksi menjadi
naik dari sebelumnya. Untuk mengetahui penerapan Enhanced Geothermal System perlu
diketahui karakteristik kedua sistem panas bumi yang dikaji.
Tipe reservoir sistem panas bumi kamojang didominasi oleh sistem panas bumi uap
(vapour dominated) yang memiliki porositas yang besar, permebilitas tinggi, temperature
tinggi. Permeabilitas dihasilkan karena patahan, kekar, dan fraktur seperti porositas
intergranular di lapilli. Reservoir terletak pada kedalaman antara 700 hingga 2000 m.
Reservoir terdiri dari batuan andesit dan beberapa piroklastik vulkanik. Suhu reservoir
mencapai 235°C hingga 250°C. Reservoir sistem panas bumi Kamojang ini memiliki saturasi
air yang mencapai 35%. Terdapat kandungan gas non kondesat dalam pemakaian cairan
kurang dari 1 % berat. Porositas reservoir kebanyakan mencapai 4 – 7 %. Permeabilitas-
ketebalan produk (Kh) berkisar antara 500 hingga 140,000 milidarcy meter, dimana sumur
produksi menunjukkan nilai lebih dari 4,900 milidarcy meter. Reservoir ditutupi oleh batuan
penudung (cap rock) yang terdiri dari batuan vulkanik propilitik teralterasi dengan ketebalan
500 – 600 m namun semakin ke arah utara dan timur ketebalan nya hanya 200 – 300m (
moeljanto, 2004). Daerah panas bumi Kamojang berada pada depresi dangkal, bekas kaldera
dan ditempati oleh batuan basalt, andesit, batuan teralterasi, dan alluvium (Taverne, 1926).
Secara geologi regional sistem panas bumi Kamojang termasuk jalur vulkanik kuater aktif
(Katili, 1984). Sistem ini berhubungan dengan produk vulkanik kuarter 400.000 tahun dari
pusat vulkanik Pangkalan dan Gandapura. Sistem panas bumi Kamojang ini dipengaruhi oleh
tiga sesar, yaitu sesar kendeng, sesar kancing, dan sesar Masigit. Ketiga sesar ini merupakan
faktor pembentuk permeabilitas sekunder.
Berdasarkan data permeabilitas di kedua sistem panas bumi ini menunjukkan
permeabilitas kamojang sebesar 500 hingga 140,000 milidarcy meter atau setara dengan 0.5 –
140 darcy meter. Sedangkan sistem panas bumi Dieng menunjukkan permeabilitas 1.3 sampai
6.5 darcy meter. Sehingga diketahui bahwa permeabilitas Kamojang lebih besar dibandingkan
permeabilitas Dieng. Hal ini dapat disebabkan karena Kamojang dipengaruhi oleh tiga sesar,
yaitu sesar kendeng, sesar kancing, sesar masigit. Sesar kendeng ini merupakan sesar
terpanjang dari arah barat daya ke timur laut sejauh kurang lebih 15 km dari pertemuan
Gunung Kendeng. Sesar ini menjadi pengontrol terbentuknya sistem panas bumi Kamojang.
Kemudian sesar kancing merupakan kelanjutan dari sesar yang bergerak sepanjang celah
Citepus terletak 1 km dari Gunung Gandapura. Kemudian sesar masigit terletak di utara dari
kelurusan vulkanik Gunung Malang, Gunung Batususu, Gunung Maisgit, dan berakhir di

1536
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

selatan Gunung Putri. Selain itu sistem panas bumi ini di dominasi oleh uap, tingkat
pengendapan mineral rendah. Berbeda dengan sistem panas bumi Dieng yang dipengaruhi
oleh fluida asam dengan kandungan silika yang tinggi. Pengaruh dari sifat asam ini dapat
diperhatikan di permukaan dari pipa-pipa produksi yang mudah keropos kemudian pada pipa
yang terdapat di dalam reservoir ditemukan adanya scaling. Hal ini dapat menjadi penyebab
dari permeabilitas Dieng yang rendah jika dibandingkan dengan Kamojang yang sistem panas
buminya termasuk dominasi uap.
Sehingga berdasarkan perbandingan sistem panas bumi Kamojang dan Dieng bahwa
dalam sistem panas bumi Kamojang dominasi uap, diperkirakan uap mengisi rongga - rongga,
rekahan - rekahan, sedangkan air mengisi pori-pori batuan. Karena jumlah air yang
terkandung di dalam pori-pori relatif sedikit, maka saturasi air sama atau hanya sedikit lebih
besar dari saturasi air konat (Swc) menyebabkan air terperangkap dalam pori-pori batuan.
Kapasitas energi saat ini sebesar 200 MW dengan target akan bertambah setiap tahun. Kondisi
uap yang sangat kering dan kelembabannya sangat rendah tersebut memungkinkan uap untuk
langsung masuk ke turbin dan tidak perlu chemical treatment seperti EGS demi mendapatkan
produksi uap yang optimal. Sedangkan pada sistem panas bumi Dieng, tipe reservoir ialah
water dominated system. Karena sumur-sumurnya menghasilkan fluida dua fasa berupa 60%
air dan 40 % uap. Selain itu kapasitas energi yang dihasilkan saat ini hanya sebesar 60 MW
jauh dibawah kapasitas Kamojang. Sehingga untuk memenuhi target produksi dibutuhkan
suatu metode non konvensial Enhanced Geothermal System untuk meningkatkan produksi
uap.
Dalam pengaplikasian Enhanced Geothermal System dibutuhkan 6.000-600.000 galon air
dan zat-zat kimia yang diinjeksi ke bawah permukaan. Selain itu, sisa fluida yang diinjeksikan
tidak dapat diangkat 100% ke permukaan sehingga ribuan galon air akan terbuang, serta dapat
mencemari lingkungan. Hal tersebut merupakan suatu masalah produksi yang dapat
merugikan secara ekonomi dan lingkungan. Dengan penggunaan zat kimia dapat merusak
lingkungan berupa kontaminasi zat kimia di bawah tanah.
Oleh karena itu dilakukan riset, yaitu permasalah tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan PAA-CO2 Fracturing Fluid. Jung, dkk dalam penelitiannya menuliskan bahwa
fluida ini aktif saat bereaksi dengan karbon dioksida di bawah tanah dan mengembang hingga
150% selama reaksi. Dengan volume yang bisa bertambah hingga 1,5x di dalam tanah, dapat
mengurangi penggunaan ribuan galon air yang selama ini digunakan. Hal itu berarti dapat
mengatasi biaya yang dibutuhkan perusahaan dalam mengembangkan produksi panas bumi di
lapangan, sehingga lebih efektif.
Selain itu, fluida ini dapat dibersihkan sepenuhnya dengan teknik CO2 Depressurization
dan diangkat ke permukaan. Fluida yang ditarik ke permukaan dapat digunakan kembali,
diinjeksi kembali untuk menghasilkan permeabilitas batuan yang diinginkan sehingga lebih
hemat dan ramah lingkungan, dapat pula mengatasi ketakutan warga akan pencemaran
lingkugan dan air tanah di daerah sekitar. Hal itu dikarenakan adanya reaksi bolak-balik atau
sistem tertutup dimana saat bereaksi dengan CO2, fluida akan mengembang di bawah tanah.
Namun saat konsentrasi CO2 dihilangkan, fluida akan menyusut dan naik kembali ke
permukaan.
5. Kesimpulan
Penggunaan Enhanced Geothermal System cocok digunakan pada sistem panas bumi
yang memiliki sistem dominasi air (water dominated system). Pada sistem panas bumi Dieng
memiliki sistem dominasi air (water dominated system). Karena reservoir Dieng
menghasilkan fluida dua fasa, yaitu 60% air dan 40 % uap. Kapasitas energi yang dihasilkan

1537
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

di panas bumi Dieng saat ini hanya sebesar 60 MW. Sehingga untuk memenuhi target
produksi dibutuhkan suatu metode untuk menaikkan produksi uap. Dengan keterangan dan
kondisi sistem panas bumi Dieng saat ini, penerapan EGS tepat diaplikasikan di sistem panas
bumi Dieng. Sedangkan pada system panas bumi Kamojang sistem Geothermalnya termasuk
vapour dominated dengan kondisi uap yang sangat kering dan kelembabannya sangat rendah.
Sehingga memungkinkan uap untuk langsung masuk ke turbin dan tidak perlu chemical
treatment seperti EGS demi mendapatkan produksi uap yang optimal.
Acknowledgements
Kami berterima kasih kepada Bapak Yoga Aribowo selaku Dosen Pembimbing atas ilmu
yang telah diberikan serta koreksi pada pembuatan paper ini. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada kakak-kakak kami yaitu Teuku Muhammad Mifdhal Ridho, Anindya Estiandari
dan Sherly Monalisa Silitonga untuk diskusi tentang berbagai aspek yang di bahas pada paper
ini serta teman-teman Teknik Geologi 2015 Universitas Diponegoro untuk koreksi dan saran
dalam pembuatan paper ini.

Daftar Pustaka
Armstead, H.C.H. 1983. Geothermal Energy. its Past, Present and Future Contributions to
The Energy Needs of Man. London. Spon.
Batubara, Bosman. 2014. “Dampak Negatif Energi Geothermal Terhadap Lingkungan”. Draft
Kertas Kerja II Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)
diYogyakarta.
DiPippo, Ronald. 2005. Geothermal Power Plants: Principles, Applications, Case Studies
and Environmental Impact. Nevada. Elsevier.
Goff, Fraser dan Janik, Cathy, J. 2000. Encyclopedia of Volcanoes: Geothermal Systems.
USA. Academic Press.
Jeanloz, R., et al. 2013. Enhanced Geothermal Systems. Virginia. JASON The MITRE
Corporation.
Massachusets Institute of Technology. 2006. The Future of Geothermal Energy. Idaho.
Massachusets Institute of Technology.
GENZL for PERTAMINA, 1992. Reservoir review an simulation of the KAmojang field
relating to production decline and steam supply for an additional 1x55 MWe
Hochstein, M.P., 1975. Geophisical exploration of Kawah Kamojang field, West Java.
Proceeding 2 nd U.N. symposium on the development and use of geothermal resource,
San Fransisco, v.2, USA. Govt. printing office, p. 1049-1058.
Moeljanto. 2004. Evaluation of the environmental impact at the Kamojang geothermal field in
Indonesia applying the ems of iso 14001. Geothermal Training Programme
Orkustofnun, Grensavegur 9, IS-108 REYKJAVIK, Iceland.
Taverne. N. J. M. (1926) Vulkanstudien op Java. Vulk Meded, 7.
Katili, J. A. (1984). Galunggung: 1982-1983 eruption. Volcanic Survey Indonesia
Sudarman et all. 1995. Kamojang geothermal field 10 years operation experience. Prepared
for World Geothermal Congress, Florence 1995.

1538
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Utami, P. and Browne, P.R.L., “Subsurface Hydrothermal Alteration In The Kamojang


Geothermal Field, West Java, Indonesia”. Proceedings Twenty-Fourth Workshop on
Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, 1999 SGP-TR-162.
Pertamina Geothermal Energy. “Feasibility Evaluation of Kamojang Geothermal
Development.” Internal report, 1995.
Hino takeshi, dkk. 2013. Natural State Modelling of Geothermal Reservoir at Dieng, Central
Java, Indonesia. GRC Transactions, Vol. 37,2013.
Sirait puji, dkk. 2015. Reservoir Modeling for Development Capacity of Dieng Geothermal
Field, Indonesia. Proceedings Fourtieth Workshop in Geothemal Reservoir
Engineerinh Standford University, Stanford,California, Januari 26-28, 2015 SGP-TR-
204.
Hochsten Manfred,dkk.2015. Indonesia Volcanic Geothermal Systems. Proceedings World
Geothermal Congress 2015 Melbourne,Australia,19-25 April 2015.

Tabel 1. Produksi Uap pada sistem panas bumi Kamojang dan Dieng (www.esdm.go.id)

Produksi Uap/ton
Tahun
Kamojang Dieng
2005 7.462.169 2.518.211
2006 8.096.034 2.544.427
2007 8.121.327 1.209.048
2008 8.121.327 1.644.159
2009 12.099.515 780.457
2010 12.446.133 1.221.297
2011 12.470.000 1.106.000
2012 10.878.385 1.047.181
2013 11.255.702 347.934

1539
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 1. Peta Geologi Daerah Kamojang (Pertamina, 1995). Garis menunjukkan arah model cross-
section hidrotermal Kamojang.

Gambar 2. Struktur reservoir dan hidrologi sistem panas bumi Kamojang (Utami dan Browne, 1998).

1540
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Peta Geologi Panas bumi Dieng (Boehardi, 1992)

1541
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4. Geometri Reservoir Sektor Sikidang dan Sileri (Alfredo, 2015)

1542
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Model Konseptual Sistem Dieng (Hochstein and Sudarman, 2015)

Gambar 6. Ilustrasi Penghubungan Rekahan dengan Fluida pada Enhanced Geothermal System (EGS)
(Sumber: http://egs.egi.utah.edu)

1543
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 7. Ilustrasi Penerapan Enhanced Geothermal System (EGS) (MIT, 2006)

1544

Anda mungkin juga menyukai