Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit diare merupakan suatu penyebab utama kesakitan dan kematian seseorang
terutama pada anak. Dimana faktor penyebab dari penyakit ini diantaranya adalah
kesehatan lingkungan, keadaan gizi, faktor sosial dan ekonomi. Pada anak dengan Diare
dapat menyebabkan kekurangan cairan akibat BAB terus menerus, muntah, dan
evaporasi. Hal ini disebabkan daya tahan tubuh anak dan kompensasi anak terhadap suatu
penyakit belum sempurna, sehingga meningkatkan motalitas usus, sekresi dan osmotik
sistem pencernaan. Penyakit gastroenteritis masih sering menimbulkan KLB (Kejadian
Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu singkat. (Nursalam,2005).
Anak yang menderita diare akut mengalami penurunan kadar seng dalam serum.
Untuk menilai pengaruh pemberian seng terhadap masa berlangsungnya diare dilakukan
penelitian secara random, kontrol dan tersamar ganda. Kelompok perlakuan diberikan
seng dengan dosis 4-5 mg unsur seng/kg berat badan/hari dua kali sehari dan kelompok
kontrol diberikan plasebo. Sebanyak 185 anak balita dikunjungi di rumahnya masing-
masing setiap minggu selama Dua belas bulan. Selama pengamatan jumlah episode diare
akut dikumpulkan sebanyak 2410, tetapi 13l (5,4%) tidak dianalisis karena informasi
tidak lengkap. Pemberian seng berhubungan dengan penurunan risiko berlanjutnya diare
sebesar ll% (95% interval kepercayaan 3 sampai l8%). Bila anak balita mengalami
episode diare akut cair, lama berlangsungnya diare menurun sebesar l2% (95% interval
kepercayaan 3 sampai 21%) pada kelompok yang diberikan seng. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian seng pada anak balita yang mengalami episode diare akut
> 3 kali dalam setahun menyebabkan risiko berlanjutnya diare 0,79 kali lebih kecil
dibandingkan kelompok kontrol (95% intenal kepercayaan 0,64 sampai 0,97). Pemberian
seng pada anak balita yang mengalami diare akut memperpendek masa berlangsungya
diare secara bermakna. Penurunan risiko berlanjutnya diare sangat bermanfaat dalam
mencegah terjadinya dehidrasi dan kematian akibat diare yang berlanjut.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujauan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan secara komprehensif Asuhan Keperawatan
pada pasien An Y dengan kasus Diare melalui pendekatan adaptasi Roy.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mampu melakukan tahapan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien An Y
dengan kasus diare melalui pendekatan adaptasi Roy.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien An Y dengan kasus
diare melalui pendekatan adaptasi Roy
3. Mampu menetapkan rencana intervensi pada pasien An Y dengan kasus diare
melalui pendekatan adaptasi Roy

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


1. Pengertian Diare
Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air
besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air
berlebihan. Di dunia diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita,
dan juga membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun. Diare kebanyakan disebabkan
oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam
kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien
yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling
lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat
menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-jiwa bila tanpa perawatan
(Wikipedia, 2011).
Tanda penyakit diare seperti: kehilangan cairan dan elektrolit, mata cekung, haus,
mulut kering, demam, letargis, dan kadang-kadang disertai muntah. Beberapa
pengertian lain diare menurut beberapa ahli adalah keluarnya tinja air dan elektrolit
yang hebat. Bayi dikatakan diare bila volume tinja lebih dari 15 gram/kg/24 jam dan
pada anak usia 3 tahun volume tinja lebih dari200 gram/24 jam. Volume tinja anak
usia 3 tahun sama dengan volume tinja orang dewasa ( Nelson, 2000).
Sedangkan ahli lain Robbins (1999) memberi batasan kasar diare sebagai produksi
tinja harian melebihi 250 gram, mengandung 70%-90% air, yang menyebabkan
bertambahnya volume tinja dan frekuensi buang air besar (Aditya, 2011).
2. Etiologi / Faktor Penyebab
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi
gangguan penyerapan zat gizi, makanan dan faktor psikologi.
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.
Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
1. Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholera
(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik
seperti pseudomonas.

3
2. Infeksi basil (disentri),
3. Infeksi virus rotavirus,
4. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
5. Infeksi jamur (Candida albicans)
6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan diare karena faktor infeksi misalnya
ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan jamban, dan kebiasaan tidak mencuci
tangan.
1. Sumber Air Bersih
Sumber air bersih yang digunakan untuk minum merupakan salah satu
sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare.
Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral.
Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau
benda yang tercemar oleh tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan makanan
dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang
tercemar (Depkes RI, 2000).
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam
penyediaan air bersih adalah :
a. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
c. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,
anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan
sumber pengotoran seperti septictank, tempat sampah dan air limbah harus
lebih dari 10 meter.
d. Mengunakan air yang direbus.
e. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
2. Ketersediaan Jamban Keluarga
Ketersediaan jamban atau pembuangan tinja merupakan bagian yang
penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut
aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang
penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare.
4
Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi
aturan kesehatan adalah :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
c. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya
d. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur
atau perkembangbiakan vector penyakit lainnya
e. Tidak menimbulkan bau
f. Pembuatannya murah, penggunaanya mudah dan mudah dipelihara.
g. Kebiasaan Mencuci Tangan
Beberapa perilaku yang tidak sehat dalam keluarga adalah
kebiasaan tidak mencuci tangan. Mencuci tangan yang baik sebaiknya
menggunakan sabun sebagai desifektan atau pembersih kuman yang
melekat pada tangan, kebiasaan mencuci tangan dapat dilakukan pada saat
sesudah membuang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyuapi makanan pada anak, dan sesudah makan mempunyai dampak
terhadap diare. Kemudian kebiasaan membaung tinja juga dapat beresiko
terhadap diare misalnya membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus
dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang yang beranggapan bahwa
tinja pada bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung
virus atau bakteri dalam jumlah besar sehingga dapat menimbulkan diare
pada anak.
b. Faktor Malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam
susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila
dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik.

5
c. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan
yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak
balita.
d. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang yang berlebihan, jika terjadi pada anak bisa
menyebabkan diare. Tetapi jarang terjadi pada balita umumnya pada anak yang
lebih besar.
3. Jenis dan Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2000) diare menurut jenisnya dibagi :
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari atau dua
minggu. Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi adalah penyebab utama
kematian pada penderita diare.
b. Diare Disentri
Diare disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat diare
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan
terjadinya komplikasi pada mukosa.
c. Diare Persisten
Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau dua
minggu dan terjadi secara terus-menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan
berat badan dan gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut atau diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain seperti demam, gangguan gizi, atau penyakit lainnya.
4. Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

6
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus,
terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Latief, Abdul dkk,
2007)
Menurut Latief, Abdul dkk (2007) mekanisme dasar yang menyebabkan
diare adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat, sahingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadilah diare.
b. Gangguan Seksresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan
menimbulkan diare juga.
5. Tanda dan Gejala Diare
Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu
badan mungkin menigkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Feses makin cair, mungkin mengandung darah atau lender, dan warna feses
berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.

7
Akibat sering defekasi, anus dan sekitarnya menjadi lecet karena sifat feses makin
lama makin asam, hal ini terjadi akibat banyaknya asam laktat dari pemecahan laktosa
yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus (Sodikin 2011).
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Apabila penderita telah
banyak mengalami kehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah gejala dehidrasi. Berat
badan turun, ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus otot dan tugor kulit berkurang,
dan selaput kering pada mulut bibir terlihat kering. Gejala klinis menyesuaikan dengan
derajat atau banyaknya kehilangan cairan yang hilang (Sodikin 2011).
6. Akibat Diare
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Gangguan
keseimbangan asam basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan
Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
b. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare. Hal ini terjadi
karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati adanya
gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa
darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
c. Gangguan Gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat disebabkan oleh
karena asupan makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat dan makanan yang diberikan sering tidak dapat
dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
d. Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (syock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal (Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson 2000).

8
7. Pencegahan Penyakit Diare
a. Menggunakan air yang bersih
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
c. Menggunakan jamban untuk buang air besar
d. Terapi untuk penyakit diare, dan mencegah timbulnya kekurangan cairan bila
terjadi dehidrasi (www.medicastore.com).
2.2 Konsep Keperawatan
Model adaptasi Roy adalah sistem model yang esensial dan banyak digunakan sebagai
falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Roy menjelaskan bahwa
manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam
memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan yang kompleks,
sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme
pertahanan diri, adalah berespon melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk
memelihara integritas diri dari keadaan rentang sehat sakit dari keadaan lingkungan
sekitarnya.
Sistem adaptasi dengan proses koping, menggambarkan secara keseluruhan bagian-
bagian terdiri dari individu atau dalam kelompok (keluarga, organisasi, masyarakat,
bangsa dan masyarakat secara keseluruhan). Pengkajian pada penyakit diare pada tahap I
dan II menekankan pada perilaku anak meliputi perilaku yang tekait dengan tingkat
adaptasi anak seperti perubahan-perubahan fisiologis (tanda-tanda vital, nutrisi, aktivitas),
adaptasi konsep diri seperti koping individu yang dialami dirinya, adptasi fungsi peran,
peranan anak dalam beradaptasi terhadap perubahan peran setelah mengalami sakit,
pengkajian adaptasi intedependensi berkaitan hubungan anak dengan keluarga, maupun
dari lingkungan sekitarnya. Roy menjelaskan respon yang menyebabkan penurunan
integritas tubuh akan menimbulkan suatu kebutuhan dan menyebabkan individu tersebut
berespon melalui upaya atau perilaku tertentu. Setiap manusia selalu berusaha
menanggulangi perubahan status kesehatan dan perawat harus merespon untuk membantu
manusia beradaptasi terhadap perubahan ini.
Selanjutnya , perawat juga mengidentifikasi stimulus yang mempengaruhi, seperti
stimulus fokal meliputi keluhan utama klien, stimulus kontekstual menggali penyebab
keluhan utama klien, dan stimulus residual menggali keyakinan, nilai-nilai, dan
pengalaman. Stimulasi bermakna dalam adaptasi semua manusia termasuk perkembangan
keluarga dan budaya.

9
Model Adaptasi dari Roy ini dipublikasikan pertama pada tahun 1970 dengan asumsi
dasar model teori ini adalah: Setiap orang selalu menggunakan koping yang bersifat
positif maupun negatif. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga
komponen yaitu: penyebab utama terjadinya perubahan dan pengalaman beradaptasi.
Dimana proses adaptasinya terdiri dari mekanisme koping, regulator subsistem, dan
kognator subsistem.
Dignosis keperawatan adalah proses penyesuaian terhadap masalah yang muncul
dengan meerujuk pada status adaptasi anak. Penegakan diagnosis keperawatan sesuai
dengan cara adaptasi yang digunakan, sebagai berikut. Fungsi fisiologis diataranya
oksigenasi, nutrisi, aktivitas. Konsep diri bagaimana seseorang mengenal pola-pola
interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain. Fungsi peran, proses penyesuaian
yang berhubungan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial
dalam berhubungan dengan orang lain. Interdependen, kemampuan seseorang mengenal
pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara
interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok. Sehingga menimbulkan respon
yang adaptif dan malaadaptif.
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan memanipulasi stimulus fokal,
kontekstual, dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau area adaptasi
sehingga seluruh stimulus sesuai dengan kemampuan individu untuk berdaptasi. Tindakan
keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan
kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini, hal yang
dilakukan adalah membandingkan tingkah laku klien sebelum dan sesudah implementasi.
Hal ini terkait dengan kemampuan klien dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya
kembali masalah yang pernah dialami. Kemampuan adaptasi ini ini meliputi seluruh
aspek, baik bio, psiko maupun sosial.

10
2.3 WOC
SHIGELLA, E.
CHOLLI
TOSILITIS,ECEPHALI
SALMONELLA TIS,
BAKTERI BRONKOPNEUMONIA

ENTERAL PARENTERAL
INFEKSI

DIARE
MAKANAN PSIKOLOGIS

MALABSORBSI
MA DAN MI PERUBAHAN
TERKONTAMINASI LINGKUNGAN
LEMAK,
PROTEIN
RANGSANGAN
TERTENTU PD DINDING TAKUT DAN CEMAS
USUS TEKANAN OSMOTIK

ZAT TDK DAPAT GANGGUAN


PERGESERAN AIR
DISERAP ISTIRAHAT
KE LUMEN USUS

TEKANAN OSMOTIK DI
USUS ISI RONGGA USUS
BERLEBIH

MUNTAH

MERANGSANG UNTUK
INTAKE DIKELUARKAN

KEHILANGAN
CAIRAN
GANGGUAN NUTRISI

KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN

11
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Berdasarkan model konsep adaptasi Roy maka pengkajian dilakukan dengan
mengidentifikasi stimulus fokal, residul, kontekstual, dan menggali koping pasien An. Y
dan keluarga dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam penyakit diare. Pengkajian
berdasarkan model konsep dan adaptasi Roy yang dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Gambaran Anak / Data Umum
An. Y, Usia 1 tahun, perempuan, agam islam, suku jawa, tidak bekerja,
pendidikan belum sekolah. Ayah Tn. I, usia 26 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan
swasta. An. Y masuk rumah sakit tanggal 2 Juni 2010, Ibu klien mengatakan sebelum
dibawa kerumah sakit ±6 hari mencret dan dalam satu hari An. Y mencret lebih dari
10 kali cair dan muntah. Sudah diperiksakan kedokter spesialis anak tidak ada
perubahan lalu keluarga membawa anak kerumah sakit roemani tanggal 2 Juni 2010,
diperiksa oleh dokter dan disarankan untuk rawat inap. Saat pengkajian dilakukan
pada tanggal 03 Juni 2010 ibu klien mengatakan An. Y BAB ± 6 hari, dalam satu hari
BAB ≥10 kali cair dan muntah. Keluarga mengatakan anak sudah mendapat imunisasi
BCG, DPT, Polio, Hepatitis. Sebenarnya pada bulan ini An. Y mendapat imunisasi
Campak, karena kondisinya yang sakit maka imunisasinya ditunda sampai An. Y
sembuh.
b. Pengkajian Tahap 1
1. Fisiologis
Penampilan/keadaan umum : klien terlihat lemah, tingkat kesadaran : kompos
mentis. Suhu 37 derajat celcius, pernapasan : 36 x /menit, nadi 118 x/menit,
berat- badan : 8,6 kg, tinggi badan : 78 cm, lingkar lengan atas : 14 cm, kepala
bentuk mesochepal, tidak ada benjolan, rambut hitam, bersih, mata cekung,
konjungtiva anemis, hidung tidak ada sekret, tidak memakai selang oksigen,
telinga mendengar normal, tidak ada sekret / pembengkakan, selaput mukosa
kering, kebersihan gigi bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, pergerakan
dada dan thorak sama, kembung, tidak ada luka, bentuk simetris, bising usus >
30 x /menit, genital tidak menggunakan kateter, kuku bersih, turgor- jelek,
capilary refill time > 3 detik, feses berwarna kuning, konsistensinya cair, bakteri
(+), sudan III (+).
12
Pola Nutrisi dan Metebolik: sebelum sakit An. Y makan sesuai porsi yang
diberikan oleh ibunya 3x/hari selalu habis dan terkadang lebih, jenisnya nasi
yang dihaluskan, kuah sayuran,lauk dan susu. Selama sakit An. Y mengalami
penurunan BB yang sebelumnya 10 kg menjadi 8,6 kg nafsu makan An.Y juga
menurun, pada saat makan disuapi ibunya An. Y selalu muntah.
2. Adaptasi konsep diri
An. Y tidak mengalami ketakutan pada perawat ataupun petugas kesehatan
lainnya, Setiap dilakukan tindakan keperawatan pada An. Y selalu tenang, dan
tidak gelisah meskipun berhadapan langsung dengan perawat. Phsycal Mode
diperoleh data: ibu mengatakan kenapa kondisinya anaknya tidak kunjung
sembuh tidak seperti pasien penyakit diare yang lain, dan ibu juga mengatakan
bahwasannya anaknya masih tetap lemah.
3. Adaptasi fungsi peran
Sebelum sakit klien melakukan aktivitasnya tanpa ada masalah yaitu bermain-
main dengan teman-temannya dan selama sakit klien banyak tiduran didampingi
oleh ibunya, ketika jenuh An. Y minta untuk digendong untuk jalan-jalan keluar
bangsal.
4. Adaptasi interdependensi
Keluarga mengatakan An. Y tidak ada masalah dalam berhubungan dengan
teman sebayanya, pada saat pengkajian An. Y tidak merasa takut dengan petugas
perawat klien selalu tenang dan tidak menangis.
c. Pengkajian Tahap II
Stimulus Fokal : An. Y dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya dikarenakan
BAB ± 6 hari, dalam satu hari BAB ≥10 kali cair dan muntah, setelah diperiksa
ternyata An. Y dianjurkan untuk di rawat inap di rumah sakit tersebut. Sebelum sakit
An. Y tidur selalu nyenyak tidak ada gangguan, selama sakit klien mengalami
gangguan dalam tidurnya karena rewel selalu menangis dan dalam satu hari mencret
lebih dari 10 kali. Ibu mengatakan sangat sedih melihat kondisi keadaan anaknya
seperti itu dan kondisinya yang masih tetap lemas.

Stimulus Kontekstual : Ibu klien mengatakan An. Y sebelumnya belum


pernah menderita diare ataupun gastroenteritis dan baru kali ini An. Y dirawat
13
dirumah sakit. Sebelum sakit An. Y BAB secara normal dan tidak ada gangguan
dalam satu hari ±1 kali dengan konsistensi kuning kecoklatan lembek, selama sakit
An. Y BAB lebih dari 10 kali dalam sehari dengan konsistensi cair. Untuk BAK An.
Y tidak mengalami masalah, dalam satu hari ± 2 kali bak, yang mana penyakit An. Y
disebabkan, oleh salah satunya infeksi bakteri dalam saluran pencernaan.
Stimulus Residual : Keluarga An. Y beragama islam dan Alhamdullilah
dalam keluarga klien tidak ada keyakinan / kebudayaan yang bertentangan dengan
kesehatan maupun dalam pengobatan yang dijalani. Pada saat pengkajian dilakukan,
diperoleh data bahwa anggota kleuarga klien tidak ada yang mempunyai pengalaman
riwayat penyakit Gastroentritis atau infeksi usus.
3.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasrkan hasil pengkajian tersebut di atas dengan menggunakan pendekatan model
konsep adaptasi Roy yang mengidentifikasi pada masalah adaptasi fisiologi, konsep diiri,
fungsi peran maupun interdependensi, maka ditemukan diagnosis keperawatan pada An.
Y sebagai berikut.
1. Gangguan eliminasi diare berhubungan dengan proses inflamasi, peningkatan
peristaltik usus.
3.3 Perencanaan
Setelah semua data diidentifikasi melalui tahap pengkajian, maka untuk selanjutnya
ditetapkan suatu perencanaan dalam kerangka membantu mengatasi diagnosis
keperawatan yang dihadapi anak. Pada perencanaan akan ditetapkan berbagai intervensi
keperawatan pada An. Y yang menglami penyakit diare. Hal ini dimaksudkan supaya
semua kebutuhan dasar anak dapat terpenuhi sehingga pada akhirnya anak akan mampu
memiliki tingkat adaptasi secara positif.
Tahap perencanan meliputi penetapan tujuan keperawatan dan rencana tindakan
dalam mengatasi diagnosis keperawatan dalam kerangka meningkatkan kemampuan anak
dan keluarga. Sementara perencanaan yang telah ditetapkan pada kasus An. Y sebagai
berikut.

Diagnosis Keperawatan Pertama


a. Diagnosis keperawatan
Gangguan eliminasi diare berhubungan dengan proses inflamasi, peningkatan
peristaltic usus.
14
b. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan frekuensi defekasi BAB
menjadi normal, feses terbentuk, dan diare teratasi.
c. Intervensi
1. Observasi dan catat frekuensi defekasi.
2. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
3. Ganti popok sesering mungkin.
4. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare, misal : sayur segar, dan
buah, sereal, bumbu, minuman karbonat, serta produk susu.
5. Mulai lagi pemasukan cairan peroral secara bertahap, tawarkan minuman jernih
tiap jam hindari minuman dingin.
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
misal : antikolinergik.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air
besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air
berlebihan. Keadaan ini membutuhkan dukungan yang sangat kuat dari keluarga
15
khususnya orang tua dan petugas kesehatan termasuk perawat dalam memaksimalkan
potensi koping klien dalam beradaptasi terhadap penyakitnya.
b. Teori adapatasi Roy sangat tepat digunakan dalam melakukan pendekatan untuk
mengidentifikasi setaiap perubahan baik berupa perubahan fisiologis maupun
psikologis serta perilaku klien dalam menerima keyataan penyakitnya. Model
konseptual adaptasi Roy ini merupakan teori yang dominan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada penanganan penyakit diare. Melalui model konseptual ini pula
perawat berusaha memaksimalkan potensi koping klien dan menilai mekanisme
koping klien dalam beradaptasi menghadapi penyakitnya.
4.2 Saran
a. Perawat yang bertugas pada area keperawatan anak perlu untuk selalu membangun
kerja sama yang baik dalam tim kesehatan guna memaksimalkan peran dan fungsinya
sebagai pemberi asuhan keperawatan, konselor, advokat, educator, koordinator,
komunikator, agenn perubahan, dan peneliti dengan tujuan meningkatkan
pelayanannya.
b. Perlunya penambahan jumlah tenaga perawat dan tenaga lainya, agar semua petugas
di tiap-tiap ruangan dapat bekerja sesuai dengan proporsinya masing-masing sehingga
perawat di ruangan dapat memberikan pelayanan yang maksimal terhadap pasien-
pasien dengan kasus diare.
c. Dengan adanya bimbingan yang dilakukan oleh perawat dan peneliti selama proses
pemberian asuhan keperawatan, diharapkan klien dan keluarga, mandiri dalam
mencegah, meningkatkan, dan mempertahankan kesehatan baik bagi diri, keluarga
maupun lingkungan, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Idriyani, Diyan. 2013. Postpartum dengan kematian janin. Jogjakarta : Ar-ruz Media.

Unimus. Diakses tanggal 1 November 2014. URL:


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/115/jtptunimus-gdl-rrdewiretn-5701-2-babii.pdf
Mji. Diakses tanggal 1 November 2014. URL :
http://mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/viewFile/750/707

16
Ump. Diakses tanggal 1 November 2014. URL :
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/10/jhptump-a-muhammadfa-453-2-babii.pdf

Unimus. Diakses tanggal 1 November 2014. URL :


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-muharisfau-5450-3-babiii.pdf

Usu. Diakses tanggal 1 November 2014 URL :


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28493/3/Chapter%20II.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai