Anda di halaman 1dari 8

1. Sebutkan dan jelaskan komposisi gas konvensional dan non konvensional?

2. Jelaskan cara terjadinya Gas Metana Batubara (CBM)?

3. Mengapa CBM banyak ditemukan pada batubara bituminus?

Jawab :

1. Gas unkonvensional merupakan natural gas yang di dapat dari cara produksi yang
terbilang baru dan berbeda. Metode gas non-konvensional (unconventional gas)
merupakan metode yang popular di industri perminyakan saat ini. Metode non-
konvensional berbeda dengan metode konvensional yang sudah biasa digunakan dalam
industri perminyakan. Adapun perbedaan metode non-konvensional dan konvensional
adalah:

gas non-konvensional memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan sumber energi
alternatif lainnya. Diperkirakan potensi gas non-konvensional pada tahun 2025 sebesar
30% dari total sumber energi yang ada. Diantaranya yaitu:

a. Coal Bed Methane

Coal Bed Methane (atau disingkat CBM) adalah suatu bentuk gas alam yang berasal dari
batu bara (coal). Pada dasawarsa belakangan ini, CBM telah menjadi suatu sumber energi
yang penting di Amerika Serikat, Kanada dan beberapa negara lain. Australia memiliki
endapan CBM yang kaya yang dikenal sebagai coal seam gas (disingkat CSG).

Istilah CBM ini merujuk kepada gas metana yang teradsorbsi ke dalam matriks padat
batubara. Gas ini digolongkan "sweet gas" lantaran tidak mengandung hidrogen sulfida
(H2S). Keberadaan gas ini diketahui dari pertambangan batu bara di bawah permukaan
bumi yang kehadirannya menjadi sebuah risiko pekerjaan. Coal Bed Methane berbeda dari
sandstone biasa dan reservoar konvensional lainnya, lantaran gasnya tersimpan di dalam
batuan melalui proses adsorbsi. Metananya berada dalam keadaan yang hampir cair di
sekeliling dalam pori-pori batu bara. Rekahan-rekahan terbuka di dalam batu baranya
(yang disebut cleats) dapat pula mengandung gas atau terisi/tersaturasi oleh air.

Tidak seperti gas alam di reservoar konvensional, Coal Bed Methane sangat sedikit
mengandung hidrokarbon berat seperti propana atau butana dan tidak memiliki kondensat
gas alam. Ia juga mengandung beberapa persen karbondioksida.
b. Gas Hydrate
Gas hidrat merupakan salah satu sumber energi unconventional yang menarik untuk
dikembangkan di negara Indonesia. Hal ini karena memenuhi syarat terbentuknya gas
hidrat yaitu mempunyai temperatur dan tekanan untuk hadirnya gas hidrat. Gas
hidrat adalah molekul air yang mengkristal dan didalamnya terdapat gas bebas, sangat
bergantung terhadap temperatur dan tekanan lingkungan. Gas bebas yang sering di jumpai
dalam susunan gas hidrat adalah Nitrogen, Metana, Etana, carbondioksida, carbon, dan
hidrogen sulfida. Gas bebas yang sering dijumpai yaitu gas metana, sehingga gas hidrat
juga disebut sebagai gas hidrat metan.

c. Shale Gas (Gas Serpih)


Gas Serpih (Shale gas) adalah gas alam yang ditemukan terperangkap di
formasi batuserpih. Shale gas ini terbentuk bersamaan dengan shale gas, ia terbentuk oleh
berbagai macam bahan organik yang terendap di dalam bumi setelah sekian lama. Gas
serpih telah menjadi semakin penting sebagai sumber gas alam di Amerika serikat sejak
awal abad 21, dan ketertarikan telah menyebar di negara-negara potensial gas serpih di
seluruh dunia. Di tahun 2000 gas serpih hanya menyediakan sekitar 1% dari produksi gas
alam Amerika Serikat. Namun pada tahun 2010 telah melampaui 20% dan Administrasi
Informasi Energi AS memperkirakan pada tahun 2035, 46% kebutuhan gas alam Amerika
Serikat dipenuhi oleh gas serpih

Adapun gas konvensional dapat ditemukan pada reservoar dengan permeabilitas lebih
besar dari 1 md dan dapat diekstrak menggunakan teknik konvensional yang cenderung
lebih mudah dan murah. Sedangkan gas non-konvensional yang ditemukan pada reservoar
memiliki permeabilitas rendah (< 1 md) dan tidak dapat diekstrak menggunakan metode
konvensional.

Adapun gas konvensional terdiri dari :


a. Gas Alam
Gas alam merupakan suatu gas yang terdiri dari metana 80%, propana 6%, etan a7%,
butana 4%, sisanya isobutana dan pentana. Selain komposisi itu gas alam juga dapat
mengandung nitrogen, helium, karbon dioksida dan juga karbon yang lainnya. Gas alam
tidak memiliki bau akan tetapi untuk dapat mengentahui ketika adnya kebocoran maka di
tambahkan bau yang tidak sedap sehingga akan mudah terdeteksi ketika ada kebocoran.
Gas alam untuk dapat memudahkan di dalam pengangkutannya maka akan di cairkan
dengan bentuk gas alam cair atau yang disebut LNG atau Liquified Natural Gas.

2. Gas metana batubara terbentuk selama proses coalification, yaitu proses perubahan
material tumbuhan menjadi batubara. Bahan organik menumpuk di rawa-rawa sebagai
tumbuhan mati dan melapuk. Secara bertahap, sungai membawa sedimen ke rawa-rawa,
mengendapkan bahan organik. Berat dari lapisan sedimen mulai memadatkan bahan
organik. Seiring penebalan lapisan sedimen bertambah, kedalaman endapan bertambah,
begitu pula temperatur. Ini menimbulkan perubahan fisik dan kimia bahan organik,
menghasilkan formasi batubara dan produksi metana, karbon dioksida, nitrogen dan air.
Seiring panas dan tekanan bertambah, kandungan karbon (peringkat) dari batubara
bertambah. Pada umumnya, lebih dalam dan/atau lebih tinggi peringkat lapisan batubara,
lebih tinggi kandungan metananya. Lapisan batubara umumnya tidak melepaskan metana
ini ke atmosfir kecuali terekspos oleh erosi atau terganggu oleh penambangan. Proses
coalification tersebut dibagi dalam beberapa coal rank sesuai tahapan prosesnya menjadi
Lignite, Sub Bituminous, Bituminous, Anthracite dan Graphite. CBM akan dapat
diproduksikan dengan baik pada coal rank Sub Bituminous – Bituminous karena memiliki
komposisi dan kandungan air dan gas yang sesuai.

Gambar 1. Proses Pembatubaraan

Pada tahap pembatubaraan yang lebih tinggi, tekanan dan temperature juga semakin
tinggi. Batubara yang kaya akan kandungan karbon, akan melepaskan kandungan zat
terbangnya (volatile matter) seperti metana, CO2, dan air. Pada kondisi ini gas dalam
batubara akan terbentuk secara termogenik.

Ada pula gas metana biogenic, yaitu gas metana yang terbentuk akibat aktivitas
mikroorganisme yang biasanya terjadi di rawa gambut. Gas jenis ini terbentuk pada fasa
awal proses pembatubaraan dengan temperature rendah. Gas biogenic dapat terjadi pada
dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir dari proses pembatubaraan. Pembentukan gas
pada tahap awal diakibatkan oleh aktivitas organisme pada tahap awal pembentukan
batubara, dan gambut, lignit, hingga subbituminous (Ro < 0,5%). Pembentukan gas ini
harus disertai dengan proses pengendepan yang cepat, sehingga gas tidak keluar ke
permukaan.

Pembentukan gas pada tahap akhir diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme juga, tetapi
pada tahap ini lapisan batubara telah terbentuk. Batubara umumnya juga berperan sebagai
akuifer yang dapat menyimpan dan mengalirkan air, sehingga aktivitas mikroorganisme
dalam akuifer dapat memproduksi gas biogenic. Gas bigenik dari lapisan batubara
subbituminous juga berpotensi menjadi gas metana batubara. Gas biogenic tersebut terjadi
oleh adanya reduksi bakteri dari CO2, yang menghasilkan metanogen, bakteri anaerobic
yang kuat. Metanogen menggunakan H2 yang tersedia untuk mengkonversi asetat dan CO2
menjadi metana sebagai produk sampingan (by product) metabolismenya. Beberapa
metanogen juga membuat amina, sulfide, dan methanol untuk memproduksi metana.

Gambar 2. Proses terbentuknya gas metaana batubara

(Mathew, 2007)
Aliran air yang terdapat dalam akuifer batubara dapat memperbaharui aktivitas bakteri
sehingga gas biogenic dapat berkembang hingga tahap akhir. Pada saat penimbunan
maksimum, temperature maksimum pada lapisan batubara mencapai 40-90o C. Kondisi ini
sangat ideal untuk pembentukan bakteri metana. Metana akan terbentuk setelah air bawah
permukaan telah berada.

Apabila air tanah turun, tekanan pada reservoir ikut turun. Pada saat ini gas metana
batubara berimigrasi menuju reservoir dari sumber lapisan batubara. Perulangan kejadian
ini merupakan regenerasi dari gas biogenic. Kejadian ini dipicu oleh naiknya air tanah atau
lapisan batubara yang tercuci oleh air. Hal tersebut yang memberikan indikasi bahwa gas
metana batubara merupakan energy yang dapat diperbaharui.

Jenis gas lainnya adalah gas metana termogenik yang dihasilkan pada saat terjadinya
proses pembatubaraan akibat kenaikan tekanan dan temperature. Gas ini terjadi pada
batubara yang mempunyai peringkat batubara lebih tinggi, yaitu pada subbituminous A
sampai high volatile bituminous ke atas (Ro > 0,6%). Proses pembatubaraan akan
menghasilkan batubara yang lebih kaya akan karbon dengan membebaskan sejumlah zat
terbang utama, yaitu metana (CH4), CO2, dan air. Sumber karbon dari gas metana
termogonik adalah murni dari batubara. Gas-gas tersebut terbentuk secara cepat sejak
peringkat batubara mencapai high volatile bituminous hingga mencapai puncaknya pada
saat peringkat batubara low volatile bituminous (Ro = 1,6%).

Secara sederhana, proses pembentukan batubara diawali oleh adanya pertumbuhan


tanaman pembentuk batubara di lingkungan rawa, kemudian tumbuhan tersebut mati,
terbenam, dan terawetkan melalui proses biokimia. Dalam proses biokimia, adanya
aktifitas bakteri mengubah bahan sisa-sisa tumbuhan menjadi gambut (peat).

Gambut yang telah terbentuk lambat laun tertimbun oleh endapan-endapan lainnya seperti
batu lempung, batu lanau, dan batu pasir. Proses berubahan gambut menjadi batubara
selanjutnya didominasi oleh proses fisika dan geokimia, dimana pengaruh temperatur,
tekanan kedalaman burial, gradien geothermal, dan juga lamanya waktu pembebanan
sangat signifikan.

Gas yang terbentuk selama proses "coalification" atau pembatubaraan dapat dikelompokan
menjadi 2 (dua) jenis yaitu: "inert gas" dan "productif gas". Gas produktif (metan, etan,
propan, butan, dll) adalah gas-gas yang memiliki nilai keekonomian karena menghasilkan
panas ketika dibakar.

Sedangkan inert gas (CO2, N2, dan H2S) adalah jenis gas yang tidak bereaksi ketika
mengalami proses pembakaran, sehingga tidak memiliki nilai keekonomian (Moore,
2012). Metana adalah gas yang paling banyak dihasilkan dari proses pembatubaraan dan
menarik perhatian karena karakteristiknya sebagai sumber energi.

3. CBM atau (coal bed methane) adalah lapisan batubara yang menyimpan senyawa
hidrokarbon atau methana (CH4). Hal tersebut disebabkan oleh semakin tinggi ranking
dari batubara maka akan semakin tinggi pula pengaruh tekanan dan suhu dalam proses
pembentukannya. Melalui pengamatan kualitas, batubara dapat bermanfaat sebagai source
rock yang baik dari senyawa hidrokarbon karena dari ranking yang dimiliki batubara
berpotensi memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi.

Kualitas kematangan batubara untuk coal bed methane dapat di amati melalui pengamatan
beberapa faktor tekstur dan kimiawi, antara lain:

 Porositas dan Permeabilitas : Tekanan dan suhu yang tinggi dalam pembentukan
batubara mempengaruhi kepadatan lapisan batubara. Hal ini menyangkut
pembentukan porositas dan permeabilitas pada coal-bed. Semakin tinggi rank
batubara, semakin rendah kemampuan batubara untuk menyimpan dan meloloskan
moisture. Moisture atau kelembapan adalah cairan yang kaya akan zat-zat volatile,
termasuk CH4. Gas methane pada batubara di simpan secara absorbsi. Maka, jika
porositas dan permeabilitas rendah, moisture tidak akan tersimpan dengan baik.
Minimnya moisture yang terabsorbsi juga akan menurunkan produksi gas methan oleh
coal bed.

 Maseral: Merupakan organ-organ lunak tumbuhan pembentuk yang membusuk pada


lapisan batubara. Keberadaan maseral nantinya akan dinyatakan dalam nilai Vitrinite
Reflectance. Karena merupakan organ lunak tumbuhan, maseral sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan. Perubahan ini termasuk perubahan suhu dan tekanan
yang jika semakin tinggi, akan semakin menghancurkan struktur internal maseral.
Maseral merupakan nilai ambang batas dimana lapisan batubara menghasilkan gas.
Semakin tinggi rank batubara, nilai Vitrinite Reflectance-nya akan semakin rendah
dan produksi gasnya akan semakin rendah (dry).

 Kalori: Adalah angka untuk menyatakan energy yang dihasilkan oleh batubara ketika
dipanaskan atau di bakar. Pada proses penambangan coal bed methane, coal bed akan
dipanaskan hingga suhu tertentu untuk ‘mendidihkan’ moisture hingga distalasi bisa
di lakukan untuk mengekstrasi gas methane. Maka dari itu, dibutuhkan batubara
dengan nilai kalori yang mencukupi untuk produksi coal bed methane. Nilai kalori
batubara akan bergantung pada tingkat kematangan (rank) batubara. Semakin tinggi
rank batubara, nilai kalorinya akan semakin tinggi. Akan tetapi, nilai kalori tidak
berbanding lurus dengan nilai moisture. Keberadaan moisture dalam jumlah besar
akan mempengaruhi lama pemanasan (keluarnya energi).

 Cleat (Rekahan pada batubara): Adalah salah satu bentuk kenampakn nyata
pendukung porositas pada batubara. Adanya cleat akan mendukung lolosnya moisture
dari coal bed. Semakin tinggi tingkat kematangan batubara, semakin sedikit
kenampakan cleat pada batubara. Untuk produksi Coal Bed Methane, dibutuhkan
perantara untuk meloloskan moisture ketika pemanasan sudah mencapai angka yang
mencukupi pada diagram Languir’s Isotherm.

Berdasarkan pembahasan di atas, produksi Coal Bed Methane membutuhkan batubara


dengan porositas dan permeabilitas tinggi sehingga memudahkan absorbsi oleh matriks
batubara kandungan moisture dengan kandungan volatile matters yang tersimpan cukup
untuk produksi CBM. Nilai Vitrinite Reflectance (prosentase Maseral) pada batubara
objek yang sedang agar produksi gas mencukupi untuk distalasi gas methane dan dalam
hal penyimpanan gas.

Dalam hal pembakaran, batubara harus memiliki sifat yang cukup oksidatif sehingga nilai
kalori atau energi yang di keluarkan mencukupi untuk proses distalasi dan ekstrasi gas
methane dari coal bed. Jalannya gas yang telah di ekstrasi membutuhkan ‘jalur’ untuk
lolos. Adanya cleats atau rekahan yang mendukung tingginya porositas dan permeabilitas
coal bed untuk meloloskan gas tersebut. Dengan demikian, tingkat kematangan yang
mumpuni dan berkualitas memenuhi syarat untuk produksi Coal Bed Methane adalah
batubara dengan rank sub-bituminous sampai bituminous. Hal ini di perkuat dari
kemampuannya menyimpan moisture, nilai kalori dan sifat oksidasi yang mencukupi
untuk mempantu proses distalasi gas methane.

Produksi Coal Bed Methane membutuhkan batubara dengan karakteristik porositas dan
permeabilitas tinggi dan tingginya atau moisture yang tersimpan mencukupi. Nilai
Vitrinite Reflectance (prosentase Maseral) yang sedang agar produksi gas mencukupi
untuk distalasi gas methane. Nilai kalori yang mencukupi ketika pemanasan di lakukan
dan adanya cleats atau rekahan yang mendukung tingginya porositas dan permeabilitas
coal bed. Dengan demikian, tingkat kematangan yang mumpuni dan berkualitas memenuhi
syarat untuk produksi Coal Bed Methane adalah batubara dengan rank sub-bituminous
sampai bituminous.

Anda mungkin juga menyukai